
(25+) Mohon bijaksana dalam memilih bacaan.
Hinata merupakan putri angkat dari Walikota Tokyo.
Lahir dari keluarga sederhana dengan kecantikan murni, membuat Hinata mengalami banyak kesulitan, hal itu membuatnya memutuskan untuk menyembunyikan penampilan aslinya.
Tapi, bagaimana jika Sasuke Uchiha mengetahui penampilan aslinya?
Bagaimana Hinata harus menghadapi Sasuke?
Doll © Laverna
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: Drama, Typo, Ooc.
Baik Sasuke ataupun Hinata, keduanya diam setelah mendengar apa yang Saara katakan.
Hinata langsung saja berdiri setelah mendapatkan kesadarannya kembali.
Dipandanginya Saara yang menunduk dan meremas kedua tangannya sendiri.
“Kau ... kau harus bertanggung jawab Sasuke,” lirih Hinata tanpa memandang Sasuke.
“Pertunangan kita tidak bisa dilanjutkan, kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu,” ulang Hinata lebih tegas, dipandanginya Sasuke yang masih diam setelah apa yang dikatakan oleh Saara.
Mata hitam Sasuke melihat Saara, dan ikut berdiri, “Aku tidak pernah menidurimu.”
Saara terlihat tertekan, “K-kau tidak mengingatnya, t-tapi kita melakukannya di kamar hotelmu saat itu!”
Sasuke mengabaikan Saara, kemudian meraih kedua tangan Hinata, “Kau harus mempercayaiku Hinata,” Sasuke menghelah nafas, “Walaupun ada perempuan yang akan kutiduri, maka itu adalah kau.”
Sinting!
Tentu saja Hinata lebih memercayai Saara daripada Sasuke, setelah apa yang bisa Sasuke lakukan padanya, pria itu masih mengelak?
“Jangan menyentuhku!” Hinata melepaskan genggaman tangan Sasuke, “Jadilah pria bertanggung jawab!”
Mereka bertiga mengalihkan pandangan ketika melihat Fugaku dan juga Mikoto yang menghampiri mereka, Mikoto yang terkejut menjelaskan jika keduanya mendengar apa yang diperdebatkan oleh mereka.
Mikoto masih menutup bibirnya, sedangkan Fugaku memandang Sasuke tajam.
“Katakan yang sejujurnya Sasuke,” Fugaku memandang lurus Sasuke, sedangkan Sasuke berusaha mengingat-ingat, tapi tidak ada satupun di memorinya dia pernah menghabiskan malam bersama Saara.
“Aku tidak pernah menidurinya ayah! Dia hamil anak orang lain tapi meminta pertanggung jawaban padaku!” hardik Sasuke kepada Saara, sedangkan Saara mundur beberapa langkah dengan pandangan tidak percaya atas apa yang Sasuke tuduhkan kepadanya.
“Sasuke! A-aku mengatakan yang sejujurnya! Kau terlalu m-mabuk saat itu sehingga tidak mengingat apapun,” jelas Saara sambil terisak.
Hinata merasa kepalanya sudah mulai pening, tapi ia dapat memanfaatkan momen ini sebagai batu loncat untuknya agar bebas dari Sasuke.
“Sasuke, kau harus bertanggung jawab,” ulang Hinata kembali, ia melangkah ke arah Saara dan memeluk perempuan itu.
“Jangan menyuruhku bertanggung jawab atas apa yang tidak kulakukan sialan!” umpat Sasuke kesal.
“Sasuke!” pekik Mikoto, Fugaku membawa Mikoto ke dalam pelukannya.
“Pertunanganmu dan Hinata di batalkan, kau akan menikah dengan Saara,” putus Fugaku.
Sasuke mengepalkan tangannya, menahan diri untuk tidak memukul Saara yang masih terisak, sedangkan Hinata berusaha menenangkan Saara.
Mata hitam Sasuke melihat Hinata, kentara sekali perempuan itu berusaha menyembunyikan raut bahagianya setelah pertunangan mereka di batalkan, ia tidak akan membiarkannya.
“Tidak, aku akan tetap bertunangan dengan Hinata, kalaupun anak yang dikandung Saara memang anakku maka aku akan bertanggung jawab secara finansial padanya,” ucap Sasuke memandang lurus ke arah Hinata.
Hinata menggeleng dan memandang jijik ke arah Sasuke, ternyata pria itu sangat egois.
“Aku tidak ingin bertunangan dengan seseorang yang tidak bisa bertanggung jawab,” tolak Hinata langsung, ia kembali mengusap punggung Saara yang memeluknya.
“Sasuke kau menikah dengan Saara, biar aku yang bertunangan dengan Hinata,” kata Itachi jenaka menghampiri semuanya, ia berjalan santai ke sisi ibunya.
“Apakah semua laki-laki di keluarga Uchiha benar-benar gila?”
Hinata berusaha untuk tetap tenang, ia kemudian menggeleng.
Mereka semua kaget karena Saara yang tiba-tiba pingsang, Hinata berusaha menahan tubuh Saara, untung saja Itachi bergerak cepat menggendong Saara.
“Kita harus memanggil dokter,” ucap Itachi panik, Mikoto dan Fugaku melangkah ke dalam, Hinata mengikut dari belakang, tapi tangannya di tahan oleh Sasuke.
Hinata memandang tajam Sasuke, “Jangan pernah menyentuhku dengan tangan yang kau gunakan untuk menyentuh perempuan lain!”
“Kau merasa bisa menang dariku?” desis Sasuke, “Aku juga bisa menghamilimu jika kau benar-benar menguji kesabaranku Hinata.”
Hinata berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Sasuke, “Lepaskan aku! Pertunangan kita sudah batal!”
Sasuke mengumpat, kemudian menyeret Hinata.
Hinata berteriak minta tolong, tapi para pelayan hanya menunduk takut ketika Sasuke melewati mereka semua.
Sedangkan ayah dan ibu Sasuke, serta Itachi membawa Saara ke ruang tamu.
Hinata terisak, pikiran negatif mulai menyerangkannya, Sasuke yang emosi bisa melakukan apa saja tanpa mempedulikannya.
Sasuke dan emosi labilnya adalah hal yang sangat Hinata hindari.
Sasuke sudah membuka pintu kamarnya ketika tangannya yang bebas di tahan, mata hitamnya kemudian bertemu pandang dengan mata hitam ayahnya yang memandangnya lurus.
“Renungkan perbuatanmu, ayah akan mengantar Hinata pulang,” Hinata masih terisak ketika Sasuke sudah melepaskan genggaman tangannya.
Dia benar-benar takut.
Hinata bahkan tanpa sadar berlindung di belakang Fugaku, ia mencengkram kedua tangannya, karena tangannya yang gemetar.
“Ayah,” panggil Sasuke datar, “Aku tidak melakukannya.”
Sesudah itu, Sasuke memasuki kamarnya dan menguncinya, sedangkan Fugaku menghelah nafas.
“Pulanglah nak, sopir kami akan mengantarmu,” Hinata mengangguk, dan berjalan cepat ke arah pintu keluar, ia ingin cepat-cepat pergi dari sini.
Fugaku memandang pintu kamar Sasuke, sebelum melangkah ke arah ruang tamu di mana Saara berada.
Mikoto dan Itachi masih memperhatikan Saara yang berbaring ketika Fugaku membuka pintu kamar, ia kemudian mengunci kamar tersebut.
“Sasuke bagaimana?” tanya Mikoto, sedangkan Itachi melipat tangannya memandang Saara yang tertidur.
“Dia di kamarnya,” jawab Fugaku, mata hitamnya memandang datar Saara.
“Terima kasih kerja samanya, Saara,” ucap Fugaku, Saara membuka matanya pelan.
Saara kemudian berusaha untuk duduk, di bantu dengan Mikoto, “Sekarang Sasuke tidak memiliki alasan untuk menolak perjodohan kalian,” ucap Mikoto lembut membelai rambut Saara.
Saara tersenyum dipaksakan, “Aku takut bibi, Sasuke ... dia ... sulit di tebak.”
Baik Fugaku, Mikoto dan Itachi tahu akan hal itu, karena itu mereka terus mengiyakan keinganan Sasuke.
Sasuke adalah cetak biru dari Fugaku, mereka sama-sama keras kepala, dan hanya cara ini yang bisa mereka gunakan untuk mengelabui Sasuke.
Sasuke dan pilihannya sangat tidak masuk akal. Hinata secara keterampilan sangat baik, dia menguasai banyak bahasa dan pandai memasak, tapi itu belum cukup untuk menjadi bagian dari keluarga Uchiha.
Bagaimana pun Hinata hanyalah anak angkat dari Minato, hal itu belum cukup untuk meyakinkan mereka jika Hinata pantas untuk menyandang nama Uchiha.
Selama ini, mereka hanya mengiyakan keinginan Sasuke, agar kelak Sasuke mau mengurus perusahaan, dan berhenti bersikap keras kepala dan kekanakan.
Sasuke membuktikan bakat bisnisnya hanya dalam waktu kurang dari 14 bulan, Sasuke berhasil menciptakan inovasi yang tidak terpikirkan oleh Fugaku ataupun Itachi sebelumnya, apalagi Sasuke lebih senang bermain saham, membuat Fugaku dan Itachi tidak tahu persis berapa jumlah aset pribadi yang dimiliki Sasuke.
Saat ini tanpa Uchiha, Sasuke masih dapat berdiri di atas kakinya sendiri, dan Sasuke menyadari hal tersebut, Fugaku tidak bisa membiarkan Sasuke begitu saja, Sasuke tipe pemberontak, dia bisa melakukan apapun sesuai keinginannya, tanpa atau dengan izin darinya.
Dan Hinata sendiri, Fugaku dapat melihat bagaimana idealisnya perempuan itu, Hinata dan Sasuke sama-sama keras kepala, sulit mengendalikan Sasuke melalui Hinata.
Latar belakang Hinata, dan penampilannya sangat besar dapat mempermalukan keluarga Uchiha, dan Fugaku tidak bisa membiarkan perempuan asing mencoreng nama Uchiha.
“Saara semuanya akan baik-baik saja, lakukan seperti apa yang kita rencanakan,” ucap Mikoto kembali, sedangkan Itachi tidak mempercayai jika kedua orang tua mereka merencanakan semua ini.
Setidaknya Itachi tahu jika ayahnya tidak segila dan sebuta adiknya sendiri. Ayahnya masih memikirkan nama Uchiha jika kelak mereka memperkenalkan Hinata sebagai istri Sasuke.
Tapi ada sesuatu yang menjanggal hati Itachi, tapi ia tidak tahu hal apa itu.
Mata hitam Itachi memperhatikan Saara yang menunduk, perempuan berambut merah itu adalah seorang putri bangsawan yang cantik, sangat cocok untuk menjadi menantu Uchiha.
Tapi apa yang membuat Sasuke lebih memilih Hinata dibanding Saara? Keduanya bagaikan langit dan bumi, dan hanya orang buta yang memilih Hinata, jika keduanya disandingkan.
Sasuke juga selalu berusaha menyembunyikan Hinata darinya, seakan Hinata tidak boleh terlihat oleh orang-orang yang memiliki peluang untuk merebut perempuan itu darinya.
Apakah Sasuke menyembunyikan sesuatu?
*
*
*
Hinata memilih kembali ke apartemennya daripada kembali ke kediaman orang tua angkatnya, dia pun sudah mengganti sandi apartemennya jaga-jaga jika Sasuke datang tiba-tiba.
Hinata masuk ke kamarnya dan menguncinya, dia perlu merayakan kebebasannya saat ini.
Tidak lupa Hinata mengirim pesan kepada ibunya (Kushina) jika ia akan menginap di apartemen malam ini.
Hinata mengganti baju terusan yang diberikan ibu Sasuke dengan baju kaos kebesaran dan hot pants sebatas pertengahan paha, Hinata melangkah ke arah dapurnya, membuka kulkas dan mengambil sebotol minuman soda.
Hinata merentangkan tangannya ke atas, Hinata bersenandung kecil.
Belum genap dua bulan perjanjian mereka, kini ia dan Sasuke sudah berakhir.
Yeah, Tuhan menyayangi hambanya yang baik hati dan tidak sombong.
Perasaannya sangat ringan saat ini, seakan ia berada di atas pegunungan dan menghirup udara sejuk.
Tidak ada Sasuke, tidak ada paksaan, dan tidak ada tekanan.
Sekarang Hinata kembali bebas, Hinata menyalakan musik melalui handphone-nya, kemudian ikut bernyanyi dan mengelilingi meja makannya, berjalan ke arah kamarnya, Hinata naik ke atas kasur dan loncat.
Hinata benar-benar bahagia saat ini.
Saking bahagianya ia tidak menyadari seseorang sedang memperhatikannya di depan pintu kamarnya.
“Siapa kau?” loncatan Hinata berhenti, dengan patah-patah ia alihkan pandangannya dan melihat Naruto yang memandangnya.
“Kikiyo?” panggil Naruto pelan, Hinata meneguk ludahnya kasar, saking bahagianya ia mengira sepatu Naruto yang tertinggal di batas ruang tamunya sudah lama dan kakak angkatnya itu lupa mengambilnya, bahkan saat melihat lampu toilet dapurnya yang menyala Hinata mengira ia yang lupa mematikannya.
Hinata sekarang harus bagaimana?
Naruto masuk, ia memandang sekeliling kamar adik angkatnya, “Di mana Hinata?” tanya Naruto kemudian.
Hinata melangkah mundur, tidak memperhatikan pijakannya membuat kakinya tersandung bantal dan terjatuh.
Naruto meneguk ludahnya kasar, apa perempuan di depannya itu sedang berusaha menggodanya?
Memang baju Hinata kebesaran hingga lutut, panjang lengannya pun sampai siku, tapi karena saking kebesarannya baju Hinata, membuat baju itu mudah tersingkap sehingga memperlihatkan perut dan kaki jenjangnya yang mulus, hot pants-nya tidak banyak membantu.
Mendapatkan kesadarannya kembali, Hinata cepat-cepat bangun dan melangkah ke luar, walaupun harus melewati Naruto.
Tapi sepertinya kali ini, Naruto tidak akan membiarkannya pergi begitu saja, lengannya di tahan dan mata biru itu memandangnya lurus.
Terlambat karena Hinata pun membalas tatapan Naruto dalam jarak dekat, dan Hinata yakin Naruto sudah mengetahui siapa dirinya. Mata tidak dapat berbohong bukan?
“Sejak kapan?” tanya Naruto, Hinata menggigit bibirnya, apa yang harus ia katakan?
“N-niisan ...” lirih Hinata, Naruto kemudian menyeret Hinata ke kamar mandi, dan menyiram perempuan itu dengan air dingin.
Hinata menggigil, ini sudah kedua kalinya tubuhnya basah.
Hinata menahan tangan Naruto yang menggosok wajahnya dengan sabun cair, perih di mata kembali ia rasakan.
Sasuke dan Naruto, sama saja!
Selain wajah Hinata, Naruto juga menggosok leher putih adiknya itu, berharap jika make up yang digunakan Hinata luntur dan mengembalikan warna kulit aslinya yang gelap, tapi busa yang di hasilkan tidak berubah warna sedikitpun—menjelaskan jika Hinata tidak menggunakan apapun.
Naruto kembali menyiram Hinata dari ujung rambut, mengabaikan tubuh perempuan itu yang menggigil kedinginan.
Tidak ada perubahan, bahkan saat busa tersebut sudah hilang, walaupun sedikit tidak juga menampilkan warna kulit yang gelap.
Sedangkan Hinata berusaha bernafas, Naruto tidak memberinya jeda untuk mengambil nafas, setelah menyabuni wajah dan lehernya pria itu langsung menyiramnya.
Mata biru Naruto fokus mengamati adiknya itu, “Kau menipuku selama ini?” tanyanya tidak percaya.
Sedangkan Hinata berusaha meraih handuk bersih, ia ingin mengeringkan dirinya, tapi Naruto tidak membiarkan itu terjadi, ia hadapkan Hinata kepadanya, memandang intens perempuan cantik yang sempat membuatnya tegang saat pertama kali bertemu.
“D-dingin ...” lirih Hinata menggigil, terang saja Naruto harusnya menggunakan air hangat! Tapi malah menyiramnya dengan air dingin.
Saat itulah kesadaran Naruto mulai kembali, ia kemudian dengan cekatan mengambil handuk bersih untuk Hinata, melilitkan handuk tersebut. Hinata malah semakin menggigil karena bajunya yang basah semakin melekat pada tubuhnya.
“Niisan keluarlah dulu, aku ingin mengganti pakaianku,” ucap Hinata, Naruto spontan mengangguk mengerti dan meninggalkan Hinata.
Sesampainya di luar kamar, Naruto meremas rambutnya, pantas saja Sasuke mengejar-ngejar Hinata! Ternyata Sasuke sudah tahu penampilan asli adik angkatnya itu.
Sial, jika tahu begini Naruto pasti tidak akan menolak perjodohan mereka.
Hinata keluar dengan penampilan seperti biasanya, hoddie dan celana longgar yang menenggelamkan tubuh mungil itu, bedanya hanyalah Hinata tidak menggunakan apapun untuk menutupi wajah aslinya.
Hinata berjalan menunduk menghampiri Naruto yang sedang berada di dapur apartemennya, ia mengambil posisi di hadapan kakak angkatnya itu. Hinata menghelah nafas, satu persatu orang-orang tahu penampilan aslinya.
“Ada yang ingin kau jelaskan?” tanya Naruto dingin, dirinya marah karena di tipu selama 6 tahun lebih!
Hinata meremas kedua tangannya bergantian, “Aku minta maaf.”
Hinata kemudian menjelaskan alasan di balik ia menyembunyikan penampilan aslinya kepada Naruto, ia menceritakan semuanya, Hinata juga sebenarnya sudah lelah berbohong, jadi lebih baik ia jujur saja kepada kakak angkatnya itu.
Naruto sesekali mengangguk, mengiyakan dalam hati, memiliki wajah cantik tapi lahir di keluarga sederhana, maka kau akan menjadi sasaran empuk para pemuja hawa nafsu. Kisah fenomenal tentang wanita cantik yang di lecehkan oleh teman-temannya yang memiliki jaringan dengan para mafia sudah menjadi cerita umum bagi masyarakat Jepang.
Dan tidak menutup kemungkinan, hal itu bisa menimpa Hinata juga, mengingat selain wajah, Hinata juga memiliki bentuk tubuh yang seksi.
Naruto baru menyadari betapa sempurnanya perempuan itu.
Cantik, jenius dan seksi.
Naruto menghelah nafas, berusaha untuk tidak menyerang adiknya sendiri, sehingga Naruto rasa ia harus pergi sebelum ia hilang kendali.
Naruto bangkit, ia tidak mengatakan apapun sebagai respon dari cerita Hinata, lebih baik ia kembali ke apartemennya sendiri dan mengurung diri di kamar mandinya dengan air dingin.
Melihat Naruto bangkit, Hinata pun ikut berdiri, ia mengekor di belakang Naruto tanpa tahu jika Naruto berusaha untuk tidak menyerangnya.
“Niisan,” panggil Hinata lemah, sedangkan Naruto tetap melangkah tanpa menghiraukan panggilan Hinata.
“T-tolong tidak memberitahu siapapun,” ucap Hinata kembali, Naruto masih mengabaikannya, melihat Naruto yang tidak merespon ucapannya dari tadi, membuat Hinata cemas.
Sehingga dengan tangan bergetar, ia menahan belakang baju Naruto, membuat pria itu langsung berhenti begitu saja.
“Niisan t-tolong—” semuanya terjadi begitu cepat, Hinata berbaring di meja dapurnya, sedangkan Naruto di atasnya dengan nafas berat dan memburu.
“Kau mau mengujiku Hinata?” tanya Naruto dengan suara dalam dan seraknya, Hinata menggigit bibirnya takut.
“Sejauh mana Sasuke menyentuhmu?”
Ciuman Naruto dan Sasuke sangat berbeda, jika ciuman Sasuke terasa kasar dan terburu-buru, maka ciuman Naruto lembut dan kuat disaat yang bersamaan.
Hinata menahan pundak Naruto ketika pria itu semakin dalam menciumnya.
“B-berhenti!” Hinata menahan kepala Naruto, kepalanya ia miringkan ke kanan, bahkan dalam mimpi gilanya pun ia tidak pernah berada diposisi seperti sekarang dengan kakak angkatnya itu.
Mata biru Naruto memperhatikan sisi wajah Hinata, dan baru menyadar jika Hinata memiliki titik hitam kecil di pelipis dan pipi kirinya. Kulitnya pun sangat putih pucat.
Naruto rasa kepalanya mau meledak, ia tidak bisa menahan dirinya lagi, Naruto bangkit kemudian menyeret Hinata ke kamarnya sendiri, tidak lupa menguncinya.
Hinata menggeleng takut, berusaha melepaskan tangan Naruto, otaknya menjadi tumpul, ia ingin membela dirinya, tapi terakhir kali ia menampar Sasuke, pria itu hampir menyentuhnya membuatnya menggigil dan takut melakukan hal yang sama pada Naruto.
Bahkan saat sentuhan kakak angkatnya itu mulai terasa, membuat tubuh Hinata panas dingin, air matanya keluar, tapi ia begitu takut hanya untuk memukul pria yang sedang menggigit telinga kanannya. Hinata kaku, ia tidak dapat berpikir apapun.
Hinata sungguh lelah hari ini, mengelilingi mall, membuat begitu banyak macam-macam makanan tradisional, dan sekarang dia harus menyelematkan dirinya dari kakak angkatnya sendiri.
“Niisan berhenti!” teriak Hinata menahan tangan Naruto di pingangnya, ia menggeleng dengan air mata yang membuat pandangannya buram.
“J-jangan hiks,” isak Hinata, tapi Naruto gelap mata, ia memaksa dengan mencium bibir bengkak Hinata kembali, kali ini ciuman Naruto sama dengan Sasuke.
Naruto dan Sasuke tidak jauh berbeda!
Mereka sekumpulan pria berotak tumpul budak nafsu!
Saat Naruto mulai menyentuhnya lebih jauh, barulah Hinata menyadari jika Sasuke lebih baik dari pada pria-pria yang mengetahui penampilan aslinya, bahkan dari Naruto sendiri pun.
Walaupun Sasuke selalu mengancamnya, tapi pria itu benar-benar membuktikan omongannya sebulan belakangan ini dan dapat mengendalikan dirinya.
Isakan Hinata semakin menjadi ketika Naruto melepas atasannya, otaknya berusaha berpikir cepat bagaimana untuk lepas dari kungkungan Naruto sebelum semuanya terlambat.
Hinata menahan tangan Naruto yang menyentuh pinggulnya, di pandanginya rambut Naruto.
“N-Naruto,” panggil Hinata lemah, Naruto mengangkat wajahnya dari perut Hinata dan balas memandangnya, kemudian terhenyak ketika melihat ketakutan dan air mata adik angkatnya itu.
Naruto spontan menjauh, bahkan dia terjatuh dari kasur dan memilih terlentang.
“Pergi,” balas Naruto cepat, nafasnya masih memburu, “Keluar cepat Hinata, dan kunci pintunya dari luar.”
Hinata tidak banyak bicara mengikuti perintah Naruto, tidak lupa ia mengambil baju kaos Naruto yang terlempar di pinggir kasurnya, dan langsung keluar dan mengunci pintu kamarnya.
Dengan langkah tertatih, Hinata berjalan ke arah pintu.
Hinata memakai baju kaos Naruto sebelum membuka pintu, sesekali ia mengusap air matanya sambil berjalan ke arah apartemen Naruto sendiri.
Pandangannya yang tidak fokus membuatnya tidak menyadari kehadiran dua orang yang mengamatinya sejak ia membuka pintu apartemennya sendiri.
Barulah ketika ia menekan sandi apartemen Naruto dengan terburu-buru, ia menyadari kehadiran Sasuke dan Itachi yang memandangnya dengan pemandangan yang berbeda.
“Hinata,” desis Sasuke, Itachi yang berdiri di samping Sasuke menatap tidak percaya gadis cantik di hadapannya.
Apa yang Sasuke katakan? Perempuan di hadapan mereka adalah Hinata?
‘Yang benar saja!’ Itachi memandang tidak percaya.
Hinata merasa kepalanya semakin pening, apalagi ketika menyadari pandangan Itachi yang lurus padanya.
Hinata buru-buru masuk ke dalam apartemen Naruto, kemudian tanpa membuang waktu ia masuk ke kamar Naruto dan menguncinya.
Hinata melangkah mundur dengan tangan dan kaki yang semakin gemetar, sentuhan Naruto masih membekas di sekujur tubuhnya, dan sekarang ia harus di hadapkan pada lelaki tidak bertanggung jawab dan kakaknya yang sinting itu.
Hinata bolak-balik di dalam kamar Naruto, ia lupa mengambil handphone-nya sehingga ia tidak dapat menghubungi siapapun saat ini.
Hinata semakin panik ketika mendengar suara Sasuke yang menyuruhnya untuk membuka pintu kamar Naruto, di tambah ancaman pria itu.
“Jika kau tidak membukanya, maka aku akan mendrobraknya Hinata!” teriak Sasuke emosi.
Selain suara Sasuke, Hinata juga mendengar suara Itachi yang menyuruh adiknya itu tenang.
Hinata mendekat ke arah pintu, “Pergi! Aku tidak mau melihatmu lagi!” teriak Hinata dengan suara serak.
“Urusan kita belum selesai!” balas Sasuke, Hinata terlonjak kaget ketika pintu kamar Naruto kembali di paksa untuk terbuka.
“Ayahmu sudah membatalkan pertunangan kita! Saara dan anakmu membutuhkanmu!”
“Persetan dengan mereka!” umpat Sasuke, “Kuhitung hingga tiga, jika kau tidak membukanya maka aku akan merusak pintu sialan ini!”
Hinata semakin kalut, pikirannya bercabang, saat ini ia tidak menggunakan make up-nya, dan kakak Sasuke ada di luar sana.
“Satu!”
“Dua!”
Hinata dengan tangan gemetar membuka pintu, berusaha untuk tidak membuat Sasuke semakin marah.
Sasuke memandangnya tajam, sedangkan Itachi masih terhenyak setelah melihat penampilan asli Hinata.
‘Sialan, pantas saja Sasuke tidak mau melepaskannya’ umpat Itachi dalam hati.
Bagaimana tidak, Hinata buruk rupa yang diketahuinya dulu sudah tergantikan dengan boneka hidup yang cantik jelita.
Hinata menggigit bibir bawahnya, “Sasuke, pulanglah, kita bicarakan ini besok.”
“Bicara apa maksudmu?” tanya Sasuke dengan alis terangkat, memperhatikan penampilan Hinata yang menggunakan kaos Naruto, belum lagi bibir bengkak perempuan itu yang sejak awal mencuri perhatiannya.
“Kau melakukannya dengan Naruto?” desis Sasuke, “Kau mau membalasku?”
“Kau salah paham,” jawab Hinata cepat, “Pulanglah, aku akan menghubungimu besok.”
“Ikut aku, kita akan menemui ayahku,” Sasuke meraih tangan Hinata dan berusaha menyeretnya, Hinata menggeleng takut.
“Sasuke, aku akan menemuimu besok, aku janji!” ucap Hinata, tangannya menggenggam tangan Sasuke.
Sungguh, Hinata sangat lelah hari ini. Dia hanya ingin beristirahat dengan tenang.
“Aku capek, aku mau istirahat, tolong pulanglah,” lirih Hinata lemah, tenaganya terkuras habis melawan Naruto, dan dia hanya ingin sendiri untuk menyusun rencana ke depannya.
Sasuke memandang datar Hinata, garis wajah perempuan itu memang menunjukkan raut letih, “Istirahat di hotelku,” Hinata menggeleng, ia sudah tidak punya tenaga jika saja Sasuke menyentuhnya.
“A-aku hanya ingin sendiri saat ini, kumohon,” lirih Hinata, berusaha melepaskan genggaman Sasuke dengan pelan.
“Dan aku tidak akan membiarkanmu sendiri.”
Sasuke menyeret Hinata, sedangkan Hinata berusaha menahan langkahnya, tapi dengan tenaganya Sasuke mengangkat Hinata ke pundaknya.
Hinata pasrah, rambut panjangnya menjuntai hingga hampir menyentuh lantai.
Sedangkan Itachi yang sedari tadi memperhatikan keduanya, masih belum dapat melepas pandangannya dari Hinata.
Wanita cantik dan seksi banyak, sayangnya mereka rata-rata berotak kosong kecuali saat membahas tentang salon dan uang.
Sedangkan Hinata? Bahkan tanpa make up apapun, perempuan itu memiliki wajah yang memang cantik dan pas.
Membuat siapa saja tidak bosan memandangnya, bahkan perempuan itu tidak perlu memoleskan bedak dan lipstik di bibirnya, karena warna bibirnya yang merah muda alami.
Itachi sering mendengar jika perempuan-perempuan desa memiliki kecantikan tersendiri dibanding perempuan kota yang hobi bersolek.
Tapi Itachi tidak tahu, jika akan ada di mana ia melihat perempuan desa yang jauh lebih cantik daripada perempuan-perempuan kota.
Hinata yang terlihat lugu, membuat siapapun tanpa sadar ingin melindunginya.
Itachi menelan ludahnya ketika melihat bagaimana Hinata berusaha menahan baju kebesaran yang digunakannya agar tidak memperlihatkan bagian perutnya lebih banyak.
Mata hitam Itachi melihat bagaimana rampingnya pinggang itu, dan baru menyadari bagaimana Hinata sangat jenius dalam menutupi semuanya di pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya.
Itachi mengikut dari belakang, sesampainya di lift. Sasuke menurunkan Hinata, tapi sebagai gantinya ia mengurung perempuan itu dengan tubuhnya sendiri.
Itachi menahan pundak Sasuke yang hendak mencium Hinata, sedangkan Hinata sendiri sudah pucat.
Sasuke mengalihkan pandangannya dan baru menyadari kehadiran kakaknya itu, menipiskan bibirnya Sasuke membawa Hinata ke dalam pelukannya.
*
*
*
Itachi menutup wajahnya dengan punggung tangannya, pikirannya berkelana.
Rencana kedua orang tuanya, dan pemberontakan Sasuke.
Bagaimana reaksi kedua orang tuanya jika mengetahui penampilan Hinata yang sesungguhnya?
Apakah ayah dan ibunya akan memberikan restu mereka?
Ataukah keduanya akan tetap pada keputusan dan rencana awal mereka.
Ketukan pintu membuat Itachi bangkit, dilihatnya ayahnya yang masuk.
“Bagaimana Sasuke?” tanya Fugaku, ia dan Sasuke berbeda, ia cenderung mengikuti setiap keinginan kedua orang tuanya, sehingga ayahnya dan ibunya tidak pernah khawatir dengan perempuan yang dekat dengannya, karena pada akhirnya siapa yang akan ia nikahi telah di tentukan oleh ayahnya.
Sedangkan Sasuke? Dia adalah cetak biru ayahnya yang keras kepala dan pembangkang.
Sasuke melakukan apapun yang dia inginkan, bahkan karena pertengkaran adik dan ayahnya itu, mereka mengetahui selain hotel dan mall, Sasuke bahkan memiliki pulau pribadi dan beberapa aset semacam kapal pesiar dan jet pribadi.
Entah sejak kapan, adiknya itu mengumpulkan semuanya tanpa sepengetahuan ia dan ayahnya.
Itachi menghelah nafas, “Kurasa akan sulit, Sasuke sangat menyukai Hinata.”
“Lakukan apapun, katamu Hinata tidak menyukai Sasuke bukan? Akan mudah untuk meminta Hinata menjauhi Sasuke.” Fugaku berbalik, hendak keluar dari kamar Itachi sebelum putra sulungnya itu mengatakan sesuatu.
“Sasuke akan menarik sahamnya dari perusahaan induk, dan dia mengancam akan menggulingkan beberapa anak perusahan jika ayah tetap memaksanya menikahi Saara,” ucap Itachi, Izumi mengabarkannya beberapa saat yang lalu.
Fugaku menghelah nafas, memijat keningnya, ia rasa kembali menghadapi dirinya saat masih muda dulu, apakah ayahnya merasakan hal yang sama sepertinya?
“Sasuke ...” Itachi kembali berbaring, “Dia benar-benar seperti ayah.”
“Aku tahu,” balas Fugaku, melangkah untuk duduk di kasur putranya itu.
Fugaku memandang sepasang tangannya yang keriput, ternyata Sasuke menunda dirinya bertemu dengan Hinata adalah untuk mengamankan posisinya terlebih dahulu, ternyata putranya itu licik dan cerdik.
Fugaku terkekeh, ketika ia harusnya mengkhawatirkan saingan bisnisnya, ia malah mengkhawatirkan anaknya sendiri.
“Ayah,” panggil Itachi, “Rencana kalian tidak akan berhasil.”
“Sasuke tidak akan melepaskan Hinata, bahkan jika Hinata memaksanya menjauh, Sasuke akan tetap menganggap Hinata hanya miliknya,” Itachi melihat sendiri, bagaimana Hinata menolak Sasuke terang-terangan, tapi Sasuke tidak mempedulikan penolakan perempuan itu.
Fugaku menghelah nafas, “Kalau begitu katakan pada Hinata untuk melakukan bedah plastik.”
Pada akhirnya, Fugaku mengalah pada kekeras kepalaan Sasuke, sebagaimana ayahnya dulu mengalah padanya.
Fugaku tidak menyangka jika ia akan kalah telak pada keinginan anaknya sendiri.
Apakah ini karma untuknya karena selalu membangkan kepada ayahnya dulu?
“Hinata tidak perlu melakukannya,” lirih Itachi, kemudian tangannya mengeluarkan handphone-nya dan memperlihatkan foto Hinata yang sempat di ambilnya tadi.
Fugaku memandang potret perempuan cantik di layar ponsel Itachi.
“Siapa dia? Perempuan yang akan kau gunakan untuk menggoda Sasuke?” tanya Fugaku.
Itachi kembali menghelah nafas, “Dia Hinata,” Itachi memperlihatkan foto yang lain, termasuk Sasuke yang memeluk erat perempuan itu.
“Dia menyembunyikan penampilan aslinya selama ini.”
Fugaku memandang tidak percaya pada layar ponsel Itachi, mereka bagaikan dua orang yang berbeda.
*
*
*
“Kau harusnya tahu, aku tidak pernah menyentuh perempuan lebih dari sekedar ciuman.”
Bullshit!
‘Lalu apa yang kau lakukan saat di mobil dan kamar mandimu sendiri bajingan!’ maki Hinata dalam hati.
Hinata berbaring membelakangi Sasuke, menghiraukan semua racauan dan ancamannya.
Air mata sedari tadi menetes di kedua matanya, ia berhasil selamat dari Naruto, tapi ia tidak berhasil selamat dari Sasuke.
“Kalau benar Saara mengandung anakku, maka kau juga harus mengandung anakku,” bisik Sasuke di telinga Hinata.
“Kita akan menikah besok, kakekku sudah mengurus semuanya.”
Sedangkan pandangan Hinata sudah buram, ia kelelahan, baik secara fisik maupun mental.
Hari ini tenaganya terkuras habis.
Hinata sudah tidak dapat mempertahankan kesadarannya. Sedari tadi Sasuke terus berbicara dan memeluknya dari belakang.
Sasuke sendiri tidak peduli dengan pendapat keluarganya.
Ayahnya mengancamnya, maka ia akan balik mengancam ayahnya sendiri.
Sasuke tahu, perusahaan induk adalah hal terpenting untuk ayahnya, sehingga jauh-jauh hari ia sudah merencanakan menarik semua sahamnya. Penarikan sahamnya mungkin tidak berdampak banyak, tapi itu akan mempengaruhi anak perusahan.
Sasuke harus berterima kasih kepada kakeknya, sebagai anak bungsu, ia begitu di manja.
Kakeknya memberikan privillege yang luar biasa, sehingga ia bisa mendaki puncak tanpa bantuan ayahnya, bahkan kini ia bisa berdiri tanpa pengaruh Uchiha sama sekali.
Ayahnya licik, dan keras kepala, dan ia mewari kedua sifat itu dari ayahnya.
Semua keinginannya selama ini selalu terwujud.
Hingga ia bertemu dengan seorang gadis cantik yang begitu anti padanya.
Hinata adalah definisi kecuali yang ada dalam hidupnya.
Semua perempuan menyukainya, kecuali Hinata.
Semua perempuan menyukai uangnya, kecuali Hinata.
Semua perempuan menyukai perhatiannya, kecuali Hinata.
Kecuali yang terus mencabik-cabik harga dirinya.
Mempermainkan egonya, membuatnya menggila untuk dimiliki.
Entah sejak kapan, awalnya Sasuke hanya tertarik secara fisik kepada Hinata, sifatnya yang tertutup dan menjaga jarak darinya pun ia artikan sebagai kode bahwa perempuan itu ingin diperjuangkan.
Sasuke menurunkan harga dirinya untuk mengajak perempuan itu berkencan, hanya untuk menebus rasa penasarannya pada Hinata.
Tapi itu tidak mempan, bahkan Sasuke harus mengancam agar perempuan itu menjadi kekasihnya, semakin menggores egonya yang setinggi langit.
Ia tidak pernah mengejar perempuan hingga seperti ini, perempuan-perempuan lah yang datang padanya, ia hanya tinggal memilih siapa yang mendekati kriteria idamannya.
Tapi dengan Hinata, bahkan penolakan perempuan itu membuatnya semakin ingin membuktikan jika tidak ada siapapun yang bisa menolak pesonanya.
Bahkan Izumi pun yang dulu menolaknya, menghubunginya kembali dan menanyakan apakah pernyataan cintanya dulu masih berlaku, membuatnya mendecih, lihatlah bagaimana uang bekerja.
Tapi, Hinata berkali-kali menggores harga dirinya, ia harus membuat perempuan itu tunduk padanya untuk mengembalikan kepercayaan dirinya.
Mata hitam Sasuke memandang Hinata dari belakang, sepertinya perempuan itu sudah tertidur.
Sasuke memandang datar, sebelum rasa bersalah menyentil sedikit hatinya.
Sasuke tahu, keegoisannya semakin menjadi-jadi beberapa waktu terakhir.
Ia tidak dapat mengendalikan dirinya, sejak kecil ia selalu di manja, semua keinginannya selalu di terpenuhi.
Penolakan pertama yang ia terima dari Izumi cukup membuatnya terluka, bertanya apa yang kurang darinya, sehingga dengan bantuan kakeknya ia belajar bisnis.
Menanam saham di mana-mana, menimbun aset berharga.
Kemudian, ia bertemu dengan Hinata, awalnya ia hanya ingin mempermainkan adik dari Naruto itu, ia ingin mengetahui sejauh mana gadis kampung itu dapat menolak pesona dan uangnya.
Tapi, malah ia yang dipermainkan.
Dan Sasuke tahu, ia terobsesi pada Hinata.
Obsesi gila yang dimiliki para Uchiha kepada seseorang yang mereka cintai.
Cinta?
Apakah Sasuke mencintai Hinata?
*
*
*
Cukup panjang
Ini sebagai bonus karena lama tidak up, wkwk
Salam hangat, Laverna.



Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
