Doll (7)

6
0
Deskripsi

(25+) Mohon bijaksana dalam memilih bacaan.

Hinata merupakan putri angkat dari Walikota Tokyo.

Lahir dari keluarga sederhana dengan kecantikan murni, membuat Hinata mengalami banyak kesulitan, hal itu membuatnya memutuskan untuk menyembunyikan penampilan aslinya.

Tapi, bagaimana jika Sasuke Uchiha mengetahui penampilan aslinya?

Bagaimana Hinata harus menghadapi Sasuke?

Doll © Laverna

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: Drama, Typo, Ooc.

 

Ino memperhatikan sekeliling mencari keberadaan Hinata, mata birunya kemudian memandang Saara yang telah duduk di tempat Hinata.

Ino mendekat, “Apa yang kau lakukan?” tanya Ino, Saara yang daritadi memainkan ponselnya mengangkat kepalanya.

Well, aku duduk,” jawab Saara cuek, Ino menipiskan bibirnya dan berusaha tidak menarik perempuan itu berdiri.

“Jika kau lupa, ini tempatku dan Hinata,” balas Ino sengit, Saara menghelah nafas sebelum bangkit dan kembali ke tempat duduknya.

Sedangkan Ino menggerutu dengan tingkah Saara yang menyebalkan.

“Aku ingin berbicara dengan Hinata, tapi sepertinya dia absen hari ini, again,” balas Saara sebelum meninggalkan Ino dan benar-benar melangkah ke arah tempat duduknya sendiri.

Ino mengiyakan dalam hati, sudah dua kali Hinata tidak hadir, entah apa yang terjadi, bahkan pesannya pun tidak di balas.

Ino akan berdiri, ketika Kurenei telah tiba.

Menahan diri untuk tidak mencaritahu keberadaan Hinata, Ino berusaha fokus pada lesnya hari ini.

*

*

*

Dua minggu sebelumnya.

“Lepaskan aku!” pekik Hinata, sedangkan Sasuke menulikan telinganya, niat awalnya adalah ke apartemen perempuan itu, tapi melihat foto Naruto di atas nakas samping kasur Hinata, rasa cemburu kembali menguasainya, walaupun dalam foto tersebut bukan hanya Naruto dan Hinata saja, juga ada ibu dan ayah Naruto.

Sehingga Sasuke memutuskan untuk ke kamar hotelnya sendiri, menulikan telinganya selama di perjalanan, sedangkan Hinata sudah lelah dan memilih diam, kepalanya masih sakit dan entah kemana Sasuke akan membawanya.

Dan ketika Hinata menyadari Sasuke membawanya ke hotel milik pria itu, maka Hinata kembali memberontak, walaupun Sasuke kembali acuh dan tidak peduli.

Bahkan air matanya sudah tidak mempan saat ini.

Hinata menahan tangannya di kursi mobil ketika Sasuke sudah membuka pintu dan menyuruhnya untuk turun.

“Aku mau pulang! Kita sudah putus! Jangan mengganggu lagi!” pekik Hinata seperti orang gila, walaupun terdapat beberapa orang yang lalu lalang di basement hotel, tapi mereka hanya melirik sekilas kemudian kembali melangkah menjauh.

“Jangan membuatku semakin marah!” desis Sasuke jengkel. Kemudian dengan kasar ia angkat Hinata ke pundaknya, mengabaikan jika Hinata bisa saja pusing karena kepalanya yang menghadap ke bawah.

Hinata mengcengkram baju bagian belakang Sasuke, sebelum memukul punggung Sasuke cukup keras. Membuat langkah Sasuke berhenti dan menurunkannya.

“Jadi kau mau bermain kasar?” tanya Sasuke dingin, Hinata melangkah mundur tapi Sasuke kembali berhasil menahan tangannya.

Sasuke menyeringai, “Baiklah kalau kau suka permainan kasar, kita bisa mencobanya nanti.”

Hinata menggeleng, berusaha melepaskan cengkraman tangan Sasuke yang menyakiti tangannya.

Sasuke dengan kasar menyeret Hinata, tidak mempedulikan Hinata yang berusaha mengikuti langkah lebar dan cepatnya.

Air mata Hinata sedari tadi jatuh, tapi sepertinya air mata itu sudah tidak memberikan pengaruh apapun bagi Sasuke.

Bahkan saat dirinya telah berada di dalam kamar hotel Sasuke, dengan tidak berperasaan Sasuke menyeretnya ke kamar mandi pria itu, dan memasukkannya ke dalam bathtub yang sudah terisi air hangat.

Kemudian menyiram kepalanya dengan sabun cair dan menggosok wajahnya.

“Hentikan!” Hinata berusaha menahan tangan Sasuke yang menggosok lehernya.

Perih di matanya membuat Hinata tidak dapat membuka matanya, sedangkan tangannya berusaha menahan Sasuke yang semakin keterlaluan.

Tidak tahan dengan rasa pedih di mata, Hinata mengambil air dengan kedua tangannya dan mengusap wajahnya, sedangkan tangan Sasuke sudah berada di pinggangnya.

Mengangkatnya tanpa beban, Sasuke membawa Hinata ke depan wastafel, dan membantu Hinata mengusap wajahnya.

Hinata masih fokus menyiramkan air ke wajahnya terutama bagian matanya, dan ketika dirasa matanya sudah tidak seperih sebelumnya, Hinata berusaha mencari handuk untuk mengusap wajahnya.

Sasuke mengulurkan handuk bersih, dan memperhatikan bagaimana Hinata mengusap wajahnya.

“Apa kau gila!” Hinata menghadap ke arah Sasuke, dan memandang Sasuke dengan tatapan marah.

Tangannya mendorong dada Sasuke, dan melangkah untuk meninggalkan kamar mandi, tapi Sasuke kembali menahan tangan Hinata, kemudian memegang kedua bahu Hinata dan membuat perempuan itu menghadap ke arah cermin.

Mata abu-abu Hinata melihat pantulan wajahnya dan wajah Sasuke pada cermin di depannya.

Sasuke menaikkan sudut bibirnya ketika melihat Hinata yang terdiam kaku.

Sasuke menunduk, “Inilah alasan mengapa aku menjadikanmu kekasihku,” bisik Sasuke di telinganya.

“Aku tidak mungkin melewatkanmu begitu saja,” tambah Sasuke kemudian memaksa Hinata melihatnya.

Seringai Sasuke semakin melebar melihat wajah Hinata menahan tangis. Tangannya mengcengkram wajah Hinata.

Sasuke mengambil sikat gigi dan menyikat gigi Hinata dengan paksa, sedangkan Hinata masih terkejut dengan semua perlakuan Sasuke.

Setelahnya Sasuke mengangkat Hinata ke atas wastafel, ibu jarinya mengusap bibir Hinata yang memerah. Sebelum memiringkan wajah perempuan itu.

Hinata masih linglung dengan semua yang terjadi saat ini, pagi-pagi ia dibangunkan paksa, kemudian di seret ke sana kemari, lalu di tenggelamkan dan sekarang dirinya dicium paksa.

Hinata menahan tangan Sasuke yang mengusap pinggangnya.

“Hentikan,” Hinata memundurkan wajahnya, kedua tangannya berusaha menahan tangan Sasuke yang semakin berani.

Sasuke terkekeh, sebelum menenggelamkan wajahnya di leher Hinata, mengusap dengan bibir dan lidahnya kemudian memberikan tanda merah yang membuat Hinata terpekik.

Sasuke menjauhkan wajahnya, mata hitamnya memperhatikan bibir Hinata yang bengkak, dan tanda merah hasil karyanya di leher perempuan itu.

“Kau sangat cantik,” bisik Sasuke, Hinata memandang takut kepada Sasuke.

“Aku m-mau pulang,” kata Hinata dengan suara bergetar. Sasuke menggeleng kepalanya.

“Tidak, kau harus menenangkan ini dulu,” bisik Sasuke, tangannya mengarahkan tangan Hinata ke arah bawah.

Air mata Hinata jatuh, kepalanya menggeleng dan memandang dengan penuh permohonan kepada Sasuke.

“K-kumohon a-aku ingin pulang,” air mata Hinata semakin jatuh ketika Sasuke dengan kurang ajarnya memasukkan tangan Hinata ke celananya.

“Tentu, ugh setelah ini,” balas Sasuke, tangan kanannya yang bebas menarik rambut Hinata membuat perempuan itu mendongak dan memperlihatkan leher jejangnya.

Sasuke mengecup leher Hinata, mengabaikan isakan Hinata yang semakin menjadi.

*

*

*

Hinata duduk melamun, setelah perbuatan kurang ajar Sasuke padanya, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya.

Tidak, Sasuke tidak menyentuhnya, tapi Sasuke menggunakan tangannya untuk memuaskan dirinya sendiri, dan itu sangat menjijikkan seperti cara pria itu selalu menciumnya.

Hinata merasa jijik tiap melihat tangan kanannya, seakan ia ingin memotong tangannya tersebut.

“Hinata makan malam telah siap,” ucap Ibunya. Hinata kemudian bangkit dan berjalan ke arah ruang makan yang bersambung dengan dapur.

Di meja makan, ayahnya dan Hanabi telah mengisi tempat masing-masing.

Ibunya datang membawa kare raisu dan meletakkannya di atas meja.

Mereka semua kemudian berdoa sebelum memulai makan malam.

Neechan, tadi Naruto-niichan menelpon katanya ia akan datang besok,” lapor Hanabi.

“Dengan siapa?” tanya Hinata kemudian.

Hanabi menggeleng, “Dia cuma bilang akan datang besok,” jawab Hanabi. Hinata mengangguk paham kemudian melanjutkan kegiatan makannya.

Setelahnya mereka semua makan dengan tenang, walaupun sesekali Hanabi kembali berbicara.

Kini giliran Hinata dan Hanabi yang mencuci piring.

“Tangan neechan cantik sekali,” celetuk Hanabi, berbeda dengan Hinata yang feminim, Hanabi lebih tomboy.

Hinata hanya tersenyum tipis, dan fokus menyelesaikan cucian piring mereka. Mengabaikan rasa jijik ketika melihat tangannya.

Kushina-obasan menawarkanku untuk bersekolah di tempat yang sama dengan neechan, tapi kalau aku pergi siapa yang akan menemani kaachan dan tousan,” curhat Hanabi, berbeda dengan Hinata yang mengambil kelas akselerasi sebelumnya hingga ia bisa loncat kelas, Hanabi memilih menikmati masa-masa sekolahnya.

“Memangnya kau mau?” tanya Hinata, Hanabi meletakkan jari telunjuknya di dagu seolah berpikir.

“Sejujurnya ya, kapan lagi aku bisa sekolah di tempat bagus, tapi aku tidak ingin meninggalkan kaachan,” ucap Hanabi kembali, Hinata tersenyum dan mengusap rambut Hanabi.

“Di manapun Hana-chan bersekolah, yang terpenting adalah attitude,” kata Hinata, “Sekolah bagus tidak menjamin membentuk sikap yang baik,” Hinata mengingat Sasuke.

“Sikap baik terbentuk karena kita memang ingin berbuat baik, dan itu yang terpenting, jadi di manapun Hana bersekolah tetaplah bersikap baik,” senyum Hinata, Hanabi memandang kakaknya takjub kemudian mengangguk antusias.

Mereka kemudian melanjutkan kegiatan cuci piring mereka dengan sesekali Hinata menjawab berbagai pertanyaan Hanabi tentang bagaimana Tokyo.

*

*

*

Hinata baru saja selesai mandi, ketika Hanabi mengajaknya untuk melihat pesta kembang api.

Setelah memilih kimono yang akan digunakannya, Hinata dan Hanabi berjalan bersama menuju ke lapangan tempat dilakukannya pesta kembang api.

Keduanya berjalan bersisian, Hinata tetap memakai make up gelap, karena kali ini ia berkunjung hanya dengan Hanabi, sedangkan sepupunya Neji tidak ikut, hingga tidak akan ada yang menjaganya dan Hanabi.

Keduanya kemudian melangkah ke arah stan penjual makanan. Setelah memilih beberapa cemilan, Hinata dan Hanabi kembali bergabung bersama orang-orang untuk menunggu letupan kembang api malam itu.

Hinata dan Hanabi duduk di kursi kosong di area utara, Hanabi sengaja memilih tempat tersebut karena bagian tersebut tidak seramai bagian lainnya.

Hanya terdapat beberapa orang yang juga menikmati cemilan mereka.

Ponsel Hinata bergetar, ketika melihatnya nama Naruto yang tampil.

“Halo,” jawab Hinata, “Kau di mana? Aku sudah di rumahmu tapi ibumu mengatakan kau keluar bersama Hanabi,” tanya Naruto langsung di seberang, Hinata dapat mendengar suara Naruto dengan jelas.

Niisan dengan siapa?” tanya Hinata, memastikan jika si pengganggu Sasuke tidak ikut.

“Ck, aku bersama Sasuke,” jawab Naruto, Hinata menipiskan bibirnya.

Ia pulang ke kampung halamannya karena menghindari Sasuke!

“Aku tidak akan memberitahu niisan sebelum Sasuke pergi,” jawab Hinata pada akhirnya.

“Kau gila? Mana mungkin Sasuke kembali ke Tokyo sekarang,” kata Naruto jengkel.

“Kalau begitu suruh dia pergi kemana pun! Aku tidak mau bertemu dengannya!” kata Hinata ikut jengkel.

“Kau ini kenapa sih, Sasuke sudah gila dari kemarin karena mencarimu, sekarang sebelum ia tambah gila cepat katakan di mana kau,” balas Naruto lelah, tiga hari Sasuke selalu mengganggu dan merecokinya tentang dimana Hinata.

“Aku tidak peduli, aku tidak mau bertemu dengannya,” jawab Hinata sebelum memutuskan telepon.

Di non-aktifkannya ponselnya.

Ketika kembali ke tempat Hanabi yang menunggu, mata abu-abunya melihat Hanabi yang sepertinya baru juga menerima telepon.

“Dari siapa?” tanya Hinata kembali duduk di tempat sebelumnya, Hanabi mengangkat kepalanya melihat Hinata yang baru saja kembali.

“Dari rumah, tapi yang menelpon teman Naruto-niisan,” jawab Hanabi. Hinata terdiam.

“Dia mengatakan apa?” tanya Hinata kembali dengan cepat.

“Dia bertanya dimana neechan sekarang,” jawab Hanabi, Hinata langsung berdiri.

“Kau memberitahunya?” Hanabi menganggukkan kepalanya, Hinata merasa kepalanya mendadak pusing.

“Okey, Hana sekarang kau pulang sendiri, neechan akan ke rumah jisan,” ucap Hinata, Hanabi memandang Hinata bingung.

Neechan ada apa?” tanya Hanabi khawatir, Hinata menggeleng sebelum melangkahkan kakinya pergi, meninggalkan Hanabi yang terlihat khawatir.

Hinata menghentikan langkahnya, “Hana jangan beritahu siapapun neechan ke mana, oke?”

Hanabi menganggukkan kepalanya, seperti Hinata ia pun akan pulang saat ini.

Hanabi berlari menyusul Hinata, butuh beberapa waktu untuk sampai ke gerbang lapangan, dan hal itu membuat jantung Hinata terpacu, semoga saja Naruto dan Sasuke belum tiba.

Ketika sampai pada gerbang, Hinata menghelah nafas ketika tidak menyadari kehadiran Naruto ataupun Sasuke.

Hinata berbalik melihat Hanabi, “Pulanglah, hati-hati di jalan,” Hanabi menganggukkan kepalanya, keduanya kemudian berpisah mengambil arah berlawanan.

Hinata mempercepat langkahnya, dirinya begitu takut jika Naruto ataupun Sasuke berhasil menyusulnya.

Butuh waktu 10 menit baginya dengan berlari kecil ketika mata abu-abu Hinata sudah melihat pagar rumah pamannya.

Sedikit lagi, hanya perlu beberapa langkah ketika matanya melihat Sasuke yang sudah berdiri di dekat pagar.

Hinata menghentikan langkahnya, b-bagaimana bisa?

“Kau sangat mudah di tebak Hinata,” seringai Sasuke berjalan mendekat, sedangkan Hinata melangkah mundur dengan spontan.

“Berhenti, atau aku akan membuatmu semakin menyesal,” desis Sasuke jengkel, Hinata menggeleng kepalanya sebelum berbalik dan berlari sekuat yang ia bisa, Sasuke mendecih dan ikut berlari mengejar Hinata.

“Lepaskan!” pekik Hinata ketika tangannya telah di tahan, tanpa perlu berbalik ia tahu jika Sasuke berhasil menangkapnya.

Hinata bersiap mengigit tangan Sasuke, ketika Sasuke dengan cepat menahan kedua tangannya di belakang tubuhnya.

Air mata kembali mengenang di matanya, pikirannya kalut.

“Berhenti jadi kucing liar Hinata, jadilah kucing penurut seperti waktu itu,” bisik Sasuke dari belakang, Hinata menggeleng dan masih berusaha melepaskan diri dari kuncian Sasuke.

“Apalagi maumu! Lepaskan aku!” iba Hinata, dirinya lelah, baik secara fisik atau mental.

“Mauku?” tanya Sasuke pelan, “Aku ingin kau menyetujui pertunangan kita.”

Hinata menggeleng, itu sama saja ia melempar dirinya dengan suka rela ke pelukan Sasuke.

“Hanya pertunangan Hinata, kenapa kau begitu kolot? Cinta bisa tumbuh karena terbiasa jika itu yang kau pikirkan,” Hinata kembali menggeleng, menolak apapun yang Sasuke katakan.

Sasuke menggeram jengkel, “Jadi kau lebih suka kusentuh suka rela tanpa ikatan apapun?!”

Hinata semakin terisak, Sasuke memutar bola matanya.

“Hanya tiga bulan, jika dalam waktu tiga bulan aku tidak bisa membuatmu mencintaiku maka kau bisa membatalkan pertunangan kita,” bisik Sasuke, “Dan aku tidak akan mengganggumu lagi,” lanjut Sasuke.

Hinata berusaha berpikir lebih jernih, sebenarnya apa yang membuatnya begitu anti pada Sasuke?

Sifat laki-laki itu? bukankah sifat laki-laki memang seperti itu, apalagi bagi mereka yang lahir dengan sendok emas di mulutnya, merendahkan orang lain bukan hal besar bagi para orang kaya.

Tapi Naruto tidak seperti itu, walaupun Naruto selalu mengejeknya jelek tapi Naruto menjaganya.

Masalahnya hanya satu, Hinata tidak menyukai apapun tentang Sasuke.

Apakah ia bisa bertahan selama 3 bulan?

Well, dia sudah bertahan dua bulan ini menjadi kekasih Sasuke, hanya perlu menambahnya menjadi 3 bulan lagi sebelum pria itu berhenti mengganggunya.

Traumanya yang sempat muncul, benar-benar membuat Hinata ketakutan dan tidak mampu berpikir seperti sebelum-sebelumnya.

Solusinya sangat mudah, hanya menunggu sampai Sasuke bosan padanya, kenapa ia begitu lambat menyadari hal itu?

“Baiklah,” jawab Hinata pada akhirnya, mengambil nafas panjang dan membuangnya pelan Hinata berusaha memikirkan rencana-rencana yang dapat membuat Sasuke bosan padanya lebih cepat.

“Hanya tiga bulan,” tekan Hinata, Sasuke tersenyum kecil, melepaskan tangan Hinata dan mengusap kepala perempuan itu.

“Hanya tiga bulan,” ulang Sasuke dengan anggukan kepada Hinata.

Tuhan, tolong aku’

*

*

*

 

 

 

 

 

 

 

 

Yuhuuuuuuuuu

Kembali lagi, wkwkwk

Kadang stress membuat kita tidak mampu memecahkan masalah yang solusinya sangat mudah, dan itu yang dialami Hinata, setelah apa yang Sasuke lakuin ke dia, alam bawah sadar Hinata hanya menyuruhnya untuk menjauh pada Sasuke.

Salam hangat, Laverna.

 

ada yang tahu dia? gondrongnya tuh mewakili Sasu bangeetttt T,T

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Done (1)
6
0
(25+ Harap bijak memilih bacaan)Hinata memilih meninggalkan Konoha untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.Untuk menyelamatkan anaknya, ia harus membuat perjanjian dengan Sasuke Uchiha.Tapi, bagaimana jika Naruto mengetahui rahasia keduanya?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan