PART 1 PENDAKI DATANG BULAN UNCUT (Penjilat Darah Haid)

6
2
Deskripsi

Sepanjang perjalanan kami dalam hal membagikan cerita, cerita kali ini adalah sebuah cerita paling seram yang pernah kami bagikan.

Dengan kembali menggali cerita dari sudut pandang Intan. Kami akan membagikan semuanya tentang apa yang waktu itu dilihat dan dialami oleh Intan ketika dia berada di gunung tersebut.

Gerbang ghaib, kampung lelembut, gending kematian dan Semuanya, kali ini benar-benar kami bagikan secara rinci dan sangat detail.

Semoga, dengan diselesaikannya cerita ini bisa menjadi pelajaran...

Jika kita membicarakan tentang serba serbi pendakian, tentu saja hal itu tidak akan pernah ada habisnya. 

Karena selain menyajikan perjuangan yang diakhiri dengan pemandangan yang sangat menakjubkan, mendaki sebuah gunung, rasanya sudah menjadi trend tersendiri dikalangan anak muda masa kini.

 Dan tidak berhenti disitu saja, karena saking maraknya  Gunung yang awalnya adalah sebuah tempat yang identik dengan  lebatnya hutan nan jauh dari keramaian, kini gunung perlahan menjadi sebuah tempat yang cocok dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata ketika hari libur telah tiba. 

Oleh karena itu, sudah menjadi pemandangan yang wajar  jika saat ini kita banyak menjumpai anak muda yang terlihat wara wiri dengan menggendong tas punggung khas gunung yang terlihat besar ada tepat dibelakang punggung.
Namun jangan salah, meskipun kini gunung sudah tidaklah sepi seperti dulu. Gunung tetaplah sebuah gunung. 

Sebuah tempat yang tidak bisa dibuat seenaknya ketika kita sedang mengunjunginya. Perilaku sopan, menjaga kebersihan, menjaga lisan hingga menjaga tingkah dan kelakuan, harus tetap benar - benar  dinomer satukan. 

 Semua itu tentu saja bukanlah tanpa alasan, karena perlu kalian tau, ketika kalian sudah berada disebuah gunung, jabatan dan kekayaan, sepertinya sudah tidak lagi bisa diandalkan.
Di gunung yang dibutuhkan adalah persahabatan, pengetahuan, kekuatan dan sopan santun. Selain itu, tidak akan ada hal yang bisa diandalkan lagi. Uang dan jabatan, di situ benar – benar tidak akan ada harganya.


Karena di gunung, Alam lah yang tetap berkuasa. Untuk itu, alangkah baiknya jika sebelum melakukan pendakian, kita senantiasa benar – benar  melakukan persiapan sematang – matangnya. Jangan sampai ketika digunung nanti, terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan karena kurangnya persiapan yang harusnya kita lakukan. Dan tidak hanya itu, selain persiapan mental, kita jangan pernah sekali kali melupakan persiapan spiritual. 

Persiapan spiritual disini yang dimaksudkan adalah jagalah kesucian diri ketika hendak mendaki, terus berdoa sesuai keyakinan selama mendaki agar selalu dilindungi, hingga patuhilah pantangan pantangan yang memang harusnya dihindari.


Kenapa hal itu perlu diperhatikan? Asal kalian tau, gunung bukanlah sebuah tempat sembarangan. 
Bagi beberapa masyarakat indonesia, Gunung adalah salah satu tempat yang memang sangat disucikan. Selain memiliki sejarah tersendiri, setiap gunung yang berdiri di negeri ini pasti mempunyai cerita hingga mitos – mitos tersendiri. 


Dikalangan masyarakat indonesia, terutama bagi para pendaki pasti sudah tidak asing lagi dengan mitos pasar setannya gunung Lawu, pasar bubrahnya gunung Merapi hingga alas lali jiwo nya gunung Arjuna. 

Hal itu, tentu saja hanyalah sebagian kecil mitos yang memang sudah sangat dipercayai oleh semua masyarakat indonesia hingga saat ini. Ditambah pengakuan dari para saksi yang pernah berinteraksi dan melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri. 

Tentu saja semakin menguatkan jika semua cerita tersebut bukanlah hanya sebuah mitos belaka. Bagaimana dengan mitos digunung yang lain, seperti di pulau Sumatera, Pulau Bali, Pulau Kalimantan, pulau Sulawesi hingga Papua. Pastinya menyimpan cerita dan kisah tersendiri yang tidak akan mungkin jika kami jabarkan satu persatu dicerita ini.


Hal itu sudah menjadi bukti kuat, jika sebuah gunung benar - benar  sebuah tempat suci yang sangat perlu kita hormati jika kita hendak mengunjungi. Namun apa jadinya jika kita mendatangi sebuah gunung dengan keadaan tidak suci?.


Bagi wanita, hal itu tentu bisa saja terjadi. Karena perlu kalian tau, sebutan tidak suci dalam hal ini adalah keadaan jika seorang wanita sedang mengalami menstruasi. Sebutan tidak suci, memang kerap dilayangkan kepada wanita yang sedang mengalami menstruasi, bahkan tidak hanya dalam dunia pendakian, dalam agama islampun wanita yang sedang mengalami menstruasi sementara dilarang untuk beribadah. 


Dalam dunia pendakian, mendaki dalam keadaan menstruasi atau biasa kita sebut dengan datang bulan, tentu saja sangat tidak direkomendasikan. Karena selain berbahaya bagi kesehatan, mendaki dalam keadaan datang bulan konon katanya akan menarik perhatian makhluk halus penunggu gunung karena mungkin, mereka menganggap jika kehadiran mereka (pendaki datang bulan) tidak diijinkan. 

Tapi sayangnya, saat ini kita masih banyak sekali menjumpai wanita mendaki dengan keadaan datang bulan dan mereka seolah menganggap remeh semua kemungkinan yang bisa saja terjadi selama pendakian. Bahkan mungkin, banyak dari mereka (pendaki datang bulan) yang tetap dalam keadaan baik baik saja selama melakukan pendakiannya.


Lantas, apakah semua itu bisa dibenarkan ?

 Jawabannya adalah tidak seluruhnya benar.
Mendaki dalam keadaan datang bulan, selain berpotensi mendapatkan gangguan dari makhluk halus, dari segi kesehatan juga kurang dianjurkan. Karena pada dasarnya, mendaki dalam keadaan datang bulan tentu saja bisa mempengaruhi kesehatan yang akhirnya bisa membahayakan pendakian. 


Kenapa hal itu bisa terjadi. Wanita datang bulan, akan lebih mudah lelah ketika berjalan atau beraktifitas yang membutuhkan tenaga extra. Dan tidak hanya itu, emosi dan perasaan wanita ketika datang bulanpun juga bisa dikatakan cukup kurang stabil. 

Hal itu tentu saja sangat mempengaruhi pendakian. Dan menurut survey, dari 10 wanita yang mendaki gunung dalam keadaan datang bulan, 7 orang mengatakan mengalami hal yang tidak mengenakan. 

Mulai dari pingsan,kelelahan, diganggu setan, hingga kesurupan. Hal itu tentu saja menjadi pertimbangan tersendiri agar wanita yang sedang dalam keadaan datang bulan, seharusnya tidak melakukan pendakian demi menghindari hal hal yang tidak diinginkan.


Lantas, bagaimana jika si wanita mengalami datang bulan ketika sudah berada dijalur pendakian atau sudah berada dipuncak gunung ?.


Keadaan seperti itu, harusnya sudah bisa diantisipasi oleh si wanita itu sendiri karena setau kami, wanita yang akan datang bulan pasti akan merasakan atau mengalami tanda - tanda  yang hanya bisa dirasakan oleh wanita itu sendiri. Oleh karena itu, menandai tanggal datang bulan diri sendiri dikalender itu terkadang memang cukup penting untuk mengantisipasi hal – hal  seperti ini. 

Tipsnya, selalu ingatlah tanggal datang bulan kalian sebelum kalian melakukan pendakian. Dan jika memang tidak memungkinkan atau terpepet dengan jadwal pendakian yang tidak bisa diatur ulang, sebaiknya kalian persiapkan pembalut dari rumah kalian agar jika terjadi sesuatu ketika mendaki nanti, kalian sudah siap dengan semua hal yang mungkin saja bisa terjadi. 

Dan Yang paling penting, pastikan kalian tidak membuang pembalut kalian sembarangan. Jangan lupa bawa kembali bekas pembalut kalian turun untuk meminimalisir gangguan dari sang penunggu gunung tersebut.

Dan ingat !.
Hal ini tidak hanya berlaku ketika kalian hendak pergi mendaki gunung saja, melainkan di manapun kalian berada, kalian wajib menjaga kebersihan terutama tentang bekas pembalut yang memang cukup perlu diperhatikan.
Mungkin, itu adalah sedikit ulasan mengenai serba serbi dunia pendakian dan bagaimana cara menyikapinya jika kita dalam keadaan datang bulan. Karena sebelum melakukan pendakian, banyak sekali yang memang perlu kita perhatikan. 

Selain persiapan yang harus benar - benar  matang, kondisi fisik dan mentalpun juga harus diperhatikan agar sepanjang pendakian yang akan kita lakukan nanti, senantiasa lancar dan jauh dari hal – hal yang tidak kita inginkan. 
Dan jika kita mencoba meremehkan persiapan dan mengabaikan pantangan, mungkin tidak akan hanya pendakian kalian saja yang bisa terganggu, namun keselamatan kalian disini juga bisa terancam.


Mendaki dengan tidak menghiraukan pantangan, tentu saja akan sangat membahayakan karena disini kalian akan berhadapan langsung dengan alam yang memang tidak bisa di prediksi. Seperti halnya cerita ini, pendakian yang harusnya berjalan dengan penuh canda tawa, perlahan mulai berubah mencekam karena salah satu dari mereka telah melupakan sesuatu yang seharusnya memang telah dilarang. 


Bismillahirrohmanirrohim.

                "PENDAKI DATANG BULAN"

……

Rabu 16.00 wib.


"Sesuk kowe opo sido munggah gunung nduk? Jare Niko wingi, kowe durung tau munggah gunung kuwi" 
(Besuk kamu jadi naik gunung nak. Kata Niko kemarin, kamu belum pernah naik kegunung itu ya). ucap ibuku sore itu sambil terlihat mencuci satu persatu piring kotor yang ada dirumahku.


"Nggih buk, tapi mboten nopo-nopo buk, kan kulo nggeh sering munggah ten gunung lintune. Sami mawon buk, wong kulo nggih nate minggah gunung seng luweh abot dugi gunung ingkang badhe kulo unggahi mbinjing niki buk. Wong niki nggih pendakian terakhir kulo buk. Mantun niki rencang-rencang nggih pun mulai kerjo nggih wonten sing kerjo ten luar kota”. 
(Iya bu, tapi gak papa kok bu, kan aku juga sering naik kegunung lain. Sama saja bu, malahan, aku pernah naik kegunung yang lebih berat dari gunung yang akan kudaki besuk loh bu. Dan lagian ini pendakian terakhirku. Setelah pendakian ini, teman teman ada yang sudah mulai kerja dan ada yang pergi keluar kota. Jadi ya memang sekaligus digunakan sebagai moment perpisahan) jawabku sopan dengan meyakinkan ibuku agar aku mendapatkan ijin untuk mendaki gunung yang memang berada cukup jauh dari tempat tinggalku tersebut.
Namun anehnya, bukannya menjawab perkataanku sore itu ibuku terlihat tetap diam dengan terlihat terus melakukan aktifitasnya. Mengetahui hal itu, aku yang sebelumnya berfikiran cukup tenang karena yakin akan mendapatkan ijin.

 Sore itu perlahan cukup terkejut degan sikap orang tuaku yang bisa dikatakan sangat jarang terlihat demikian. Ibuku yang selalu mengijinkanku ketika bepergian dengan siapapun, sore itu tiba – tiba  terlihat diam padahal akupun tau waktu itu bukanlah kali pertamaku dalam hal mendaki gunung. Ya meskipun akupun mengakui, jika gunung yang akan kudaki besuk, memang belum pernah aku daki.


“ibuk kok meneng ae se,,,dungaren,...” 
(Ibu kok diam aja sih, kok tumben.). fikirku dalam hati dengan terus menatap ibuku yang  waktu itu benar - benar  tetap diam dengan tidak sekalipun menoleh kearahku.


Hingga akhirnya, karena aku tidak mau terlalu memikirkan semua itu, akupun akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamarku dengan maksud agar aku bisa segera mempersiapkan barang – barang  bawaanku. 
Di situ, tanpa berpamitan dengan ibuku, akupun seketika berjalan pergi dari dapur rumahku dan menuju kearah kamar tidurku. Sesampainya dikamar tidur, tentu saja aku mulai mempersiapkan barang bawaanku satu persatu. Mulai dari baju, jacket, kaos kaki, sarung tangan, masker, pakaian ganti dan lain sebagainya. Waktu itu, sebenarnya aku berniat tidak membawa terlalu banyak barang bawaan. Karena selain aku tidak ingin terlalu repot, menurut teman temanku,  gunung yang akan kudaki tersebut termasuk gunung yang tidak terlalu tinggi dibandingkan gunung – gunung  yang memang sudah pernah beberapa kali kudaki sebelumnya.


Untuk itulah, saat itu aku bisa dikatakan sedikit lebih santai dan menganggap jika pendakian yang akan kulakukan adalah pendakian yang tidak berbeda dari pendakian pendakianku sebelumnya.

 Malah dengan mantap waktu itu aku menganggap jika pendakian yang akan kulakukan waktu itu terkesan lebih ringan dibandingkan pendakian yang sudah pernah aku lakukan sebelumnya.


“Gak usah nggowo barang akeh – akeh wes, wong aku yo wes bolak – balik munggah gunung. Wong Gunung iku kan yo gak koyok gunung Semeru mbek Rinjani. Lek Gunung iku ae yo enteng”
(Gak usah bawa banyak banyak ah, toh aku sudah beberapa kali naik ke gunung. Lagian gunung ini kan gak seperti gunung Semeru dan Gunung Rinjani. Gunung ini mah enteng) ucapku dalam hati menenangkan diri.


Hingga akhirnya, setelah selesai mempersiapkan semuanya, akupun keluar dari kamar tidurku dan menuju kembali ke dapur rumahku untuk melihat apakah aktivitas yang yang dilakukan oleh ibuku telah selesai dilakukan atau belum. 

Namun anehnya, bukanya bertemu dengan ibuku, sore itu aku tiba – tiba tidak melihat adanya seorangpun yang terlihat ada dirumahkku. Keadaan rumah waktu itu seketika sepi dengan semua pintu rumah yang terlihat dikunci. Mengetahui hal itu, tentu saja akupun langsung terkejut bukan main karena akupun juga masih ingat, jika sebelum aku masuk kedalam kamar tidurku tadi, ibuku masih sibuk mencuci piring didapur ini.


“bukk...ibuuukk...ibuk iki nandi se, kok moro – moro gak onok, wong wes kate maghrib iki lo”
("Bu, ibu, Ibu kemana sih, kok tiba tiba gak ada, mana udah mau maghrib lagi") teriakku dengan pandanganku yang terus kuarahkan ke setiap sudut rumahku dengan diiringi suara adzan maghrib yang saat itu juga sudah terdengar berbunyi.


"Allahuakbar, allahuakbar"


Karena aku tak kunjung melihat ibuku ada dirumah, akhirnya akupun duduk didepan televisi dengan berfikir jika waktu itu, ibuku sedang keluar kerumah tetangga atau kerumah saudaraku yang memang terletak tidak jauh dari rumahku.
Dan singkat cerita, sekitar pukul 20.00, akupun mendengar suara ketukan pintu dan teriakkan yang terdengar sedang memanggil manggil namaku.


"Intan....." Teriak suara tersebut yang setelah kudengar dengan lebih teliti lagi, suara teriakan tersebut sepertinya adalah suara dari ibuku.
Mendengar hal itu, aku yang sebelumnya duduk diam menikmati acara televisi, waktu itu seketika berdiri dan berjalan pelan kearah pintu utama rumahku dengan perasaan yang sedikit lega karena pada akhirnya, ibuku telah kembali entah dari mana.


“hmmm moleh a wes ibuk,,,tekok endi kok moro – moro metu gak pamit” 
("Hmmm akhirnya ibu pulang, dari mana ya kok tadi tiba – tiba  keluar gak pamit") fikirku dalam hati dengan kakiku yang terus saja melangkah tidak berhenti.


“nggeh buk,,,sekedap”
("Iya bu sebentar") sahutku keras.
Dan setelah pintu utama rumahku sudah kubuka, malam itu aku melihat ibuku terlihat kelelahan seperti habis berjalan jauh.
“dugi pundi buk?”
("Ibu darimana ?") Tanyaku,,,,
“tekok omah e yai Jamal”
("Dari rumah yai Jamal") jawab ibuku singkat dengan seketika beliau terlihat berjalan masuk kedalam rumah.
“lahnopo ten nggriyone yai Jamal, kok dungaren?” 
("Ibu ngapain kerumah yai Jamal, kok tumben") sahutku jelas lalu akupun mengikuti langkah ibuku masuk kedalam rumah.
“kaet wingi ati ku koyo gak penak terus. La mambengi malah ibuk koyo ndelok ruwah e bapak mu moleh. Tapi kok wajah e ketok susah ambek ndeloki awakmu ae pas awakmu turu”
("Perasaan ibu dari kemarin gak enak terus. Bahkan, tadi malam ibu juga seperti lihat almarhum ayahmu pulang kerumah ini. Tapi wajahnya terlihat sedih sambil menatapmu yang saat itu masih tertidur lelap") terang ibuku sambil duduk dan minum segelas air putih yang memang ada ditangannya.


“hah...lakok ibuk mboten sanjang se buk?”
("Hah, koo ibu gak bilang sih") ucapku kaget.
“awakmu mene gak usah munggah gunung sek yo nduk, atiku ora penak, iki maeng aku nang omah e yai Jamal ancen sengojo takon pekoro iki”
("Kamu besuk gak usah naik gunung dulu ya nak, perasaan ibu gak enak, ini tadi aku kerumah yai Jamal memang sengaja konsultasi tentang masalah ini") terang ibuku jelas.
“halah buk, niku mek perasaan njenengan mawon, pendak kulo ajenge munggah gunung ibuk mesti ngeten kan. Tapi kan kabeh gak popo, aman – aman ae kan..wes a buk tenang ae,, Intan bakal ati – ati kok buk, kan Intan yo wes gelek munggah gunung”
("Halah bu, itu perasaan ibu saja, tiap aku mau pergi kegunung ibu selalu bilang seperti ini. Tapi nyatanya, semuanya tetap baik baik saja kan. Sudah tenang saja, Intan bakal jaga diri kok, kan Intan juga sering naik gunung") jawabku pelan meyakinkan ibuku kembali.


Hingga akhirnya, setelah obrolan kami malam itu kamipun akhirnya beristirahat dikamar kami masing masing. 
Sejak ayahku meninggal, ibuku memang sering sekali khawatir setiap kali aku hendak pergi keluar rumah. Hal itu bukanlah tanpa alasan, karena selain aku adalah anak satu satunya, waktu itu dirumahku aku memang hanya hidup berdua saja dengan ibuku.


Jadi, setiap aku pergi keluar, ibuku akhirnya dirumah sendirian. Rasa kesepian hingga perasaan khawatir kehilangan, sepertinya itulah yang selalu ibuku rasakan ketika aku sedang tidak ada dirumah.
Dan singkat cerita, akhirnya malampun semakin larut saja.
Malam itu, belum lama aku tertidur dengan pulas, tiba tiba aku terbangun karena aku mendengar suara langkah kaki yang terdengar wara wiri didalam area rumahku ini.


"Plek plek plek plek"


Mendengar hal itu, tentu saja perasaanku yang sebelumnya tenang waktu itu perlahan mulai penasaran karna aku masih sempat berfikir jika sumber suara langkah kaki yang terdengar tersebut adalah suara langkah kaki ibuku.
“ibuk lapo yo, kok bengi – bengi ngene durung turu” 
("Ibu ngapain ya, kok malam malam gini belum tidur") fikirku dalam hati dengan rasa penasaran yang semakin tinggi karena dengan sangat jelas, suara langkah kaki tersebut terdengar cukup aneh.


Bukannya terdengar hanya lewat, suara langkah kaki tersebut terdengar mondar mandir di dalam rumahku.
Hingga akhirnya, karena aku yang sudah tidak bisa menahan rasa penasaranku, akupun perlahan mulai bangun dari tidurku untuk memastikan sumber suara tersebut.


Tapi anehnya, belum sampai aku di pintu kamar tidurku, suara langkah kaki yang sebelumnya terdengar mondar mandir, malam itu tiba – tiba  terdengar berhenti dan berganti menjadi suara berbisik - bisik  layaknya orang yang sedang mengobrol.


“loh, kok koyok e ibuk jagongan ambek uwong yo”
("Loh, kok sepertinya ibu sedang berbicara dengan ada orang lain") fikirku dengan mataku yang saat itu masih sempat menoleh kearah jam dinding yang malam itu sudah menunjukan pukul 01.15 dinihari. 


Dan karena aku tak ingin ibuku tau jika aku malam itu bangun dari tidurku, aku akhirnya dengan sangat perlahan membuka pintu kamar tidurku. Dan belum sampai pintu kamarku terbuka seluruhnya, aku sudah melihat ibuku yang waktu itu terlihat berdoa sambil berdiri menghadap ke dinding yang ada disalah satu bagian rumahku.


Dan tidak berhenti disitu saja, malam itu ibuku juga terlihat membawa sebuah dupa yang menyala lengkap dengan potongan bunga - bunga  kecil yang ada di tangan kirinya. Mengetahui semua itu, akupun akhirnya hanya diam dengan tidak sekalipun mendekatinya karena sepertinya malam itu ibuku masih belum menyadari keberadaanku. 

Semua itu tentu saja bisa dibilang cukup tidak wajar karena selain sudah dinihari, keadaan rumahku waktu itu tetap gelap karena tidak ada satupun lampu yang terlihat dinyalakan.


“iku ibuk lapo yo, kok aneh se”
("Itu ibu ngapain ya, kok aneh sih") fikirku dengan tetap menatap tingkah ibuku yang saat itu bisa dibilang cukup aneh.
Malam itu, selain terlihat berdoa ibuku sesekali terlihat mengobrol dengan seseorang yang aku sama sekali tidak melihat wujudnya.

 Dan karena aku tidak ingin terlalu memikirkannya, akupun memutuskan untuk kembali masuk kedalam kamar tidurku dan segera kembali tidur agar keadaanku fit ketika aku bangun besuk pagi.
“halah...tak turu ae wes, mene cek seger, kan kate mlaku adoh”
("Halah mending aku tidur saja, besuk biar bugar, kan besuk mau jalan berat") ucapku dengan mulai menarik selimutku.
Dan singkat cerita, akhirnya malam itupun berlalu begitu saja.


Keesokan harinya,  setelah aku bangun dari tidurku, akupun mulai melakukan kegiatanku sehari hari seperti biasanya. 

Mulai dari membantu memasak, membantu membersihkan rumah hingga mulai mencuci bajuku dan baju ibuku. Hal itu tentu saja sudah menjadi hal yang biasa bagiku karena sebagai anak satu satunya, aku dituntut untuk bisa membantu ibuku agar beliau sedikit ringan pekerjaannya.


Tapi anehnya, pagi itu ibuku terlihat tidak seperti biasanya. Ibu yang biasanya terlihat selalu segar dan bugar ketika pagi tiba, waktu itu terlihat lesu dengan mata merahnya yang menandakan, jika kemarin malam ibuku kurang bisa tidur dengan nyenyak.


“mripat e njenengan kok abrit buk, wau dalu kirang sarene nggeh”
("Mata ibu merah, ibu kemarin kurang tidur ya bu") ucapku memulai obrolan.
“iyo”
("Iya") jawab ibuku singkat sambil terlihat mulai memasak seperti biasanya.
“kok dungaren,,,mikir nopo”
("Kok tumben, mikir apa") imbuhku pelan.
“jare bapakmu awakmu gak oleh budal munggah gunung. Iki dinone gak apik gae awakmu”
("Kata ayahmu kamu gak boleh berangkat naik gunung. Ini hari gak baik untukmu") terang ibuku sambil tidak sekalipun menatap wajahku karena sepertinya beliau mengerti jika aku tidak mungkin akan menuruti.


“hah,,,,ibuk mari ketemu ruwah e bapak maneh?”
("Hah, ibu habis ketemu almarhum ayah lagi?") Jawabku kaget dengan langkah kakiku yang semakin mendekati tubuh ibuku.
Namun sayangnya, bukannya menjawab perkataanku waktu itu ibuku tetap diam dengan tidak sekalipun menghiraukanku.


Disitu karena aku menganggap jika ibuku kembali khawatir dengan keadaanku, akupun seketika duduk dan kembali menenangkan dan meyakinkan jika semuanya akan tetap dalam keadaan baik baik saja.


Bahkan, karena pagi itu aku merasa ibuku terlihat sedikit marah padaku, akupun memutuskan untuk benar - benar  meyakinkan ibuku terlebih dahulu sebelum aku melakukan pendakian yang rencananya akan kulakukan dihari itu.

Bersambung…..

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya PART 2 "PENDAKI DATANG BULAN UNCUT" Penjilat darah Haid
4
0
Benar, oleh orang tua nya, waktu itu Intan memang sudah dilarang untuk mendaki gunung tersebut. Karena selain Intan belum pernah mendaki Gunung. Hari itu adalah hari yang menurut kalender jawa, adalah hari buruk.Dan tidak hanya itu, orang tua Intan ini Sepertiny mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang-orang pada umumnya.Hingga akhirnya, semuanya pun terjadi begitu saja.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan