DESA PUTUK WETAN ( Babak 1 )

4
0
Deskripsi

Crt ini sbnrny adl cerita sdh yg cukup lama kami incar, sebuah crita tentang penderitaan satu desa yg hancur krn kesalahan yang disepelekan yg akhirnya, membuat mrk berhadapan dg lelembut dan sejarah mereka sendiri.

2 sah...
2 sah...
2 sah...

"Pak sepertinya bapak akan menang, selisih suaranya sudah 3 ribu suara" ucapku pelan sambil berbisik ketelinga bapakku yang saat itu duduk tepat disampingku.

"Iyo nduk berdoa saja ya, semoga perjuangan kita membawa hasil" sahut bapakku dengan raut wajah yang terlihat cukup tenang.

Namun anehnya, ditengah-tengah kami masih menunggu surat suara selesai dihitung. Sore itu tiba-tiba kami berdua dihampiri oleh Yai Bahri yang kutau, beliau adalah salah satu sesepuh yang ada didesa ini.

" Selamat ya le, tanggung jawab deso iki mariki ono ndek pundakmu. ( Selamat ya nak, setelah ini tanggung jawab desa ini, ada di pundakmu " ucap yai Bahri sambil duduk dibarisan kursi yang berada tepat dibelakangku.

Mendengar hal itu, bapakkupun seketika menunduk sembari mencium tangan yai Bahri seraya menghormati sosok beliau yang juga memang kukenal sebagai guru spiritual bapakku dan keluargaku tersebut.

" Injih bah, nedi pangestune. ( Iya bah, minta restunya ya ) " jawab bapak.

Tapi anehnya, bukannya membalas ucapan bapak, yai Bahri sore itu malah terlihat cemas melihat bapakku yang waktu itu tinggal selangkah lagi akan menjadi pemimpin desa ini.

Mengetahui hal itu, akupun hanya diam sambil merasa aneh dengan tingkah yai Bahri yang terlihat sangat berbeda dari biasanya.

Yai Bahri, yang biasanya kulihat selalu murah senyum dengan wibawanya, sore itu beliau sepertinya benar benar terlihat kecewa dengan apa yang terjadi didesaku waktu itu.

Dan tidak lama setelah itu, beliaupun juga tiba tiba terlihat berdiri dan pergi meninggalkan tempat duduknya dan berjalan  kebelakang entah kemana.

Singkat cerita, sekitar pukul 16.00 Waktu setempat, bapakku akhirnya dinyatakan telah memenangkan pemilihan kepala desa yang waktu itu hanya diikuti oleh 2 orang saja.

Pak Tarjo, yang menjadi satu satunya lawan bapakku saat itu, tiba tiba juga terlihat pergi meninggalkan tempat perhitungan suara dengan tidak sekalipun menegur bapakku.

Sore itu, suasana desaku seketika riuh dengan suara pendukung bapak yang terlihat bergembira dengan hasil perhitungan surat suaranya.

Dan berbanding terbalik dengan para pendukung pak Tarjo, waktu itu mereka  terlihat seketika pergi diiringi dengan suara suara umpatan yang saat itu terdengar dengan sangat keras.

" Kowe mariki ajur. Tak rusak deso iki, delok en ae. ( Kamu habis ini hancur, aku akan merusak desa ini, lihat saja, tunggu saja waktunya ) " ucap salah satu pendukung pak Tarjo dengan disahuti suara pendukung bapakku yang saat itu terus bergembira karena kemenangan bapak.

" Kalah yo kalah, ra usah ruwet ( kalau kalah ya kalah saja, gak usah sok keras ) " sahut pendukung bapak.

Karena aku menganggap jika hal seperti itu sudah biasa dalam berdemokrasi, akhirnya akupun tidak menghiraukannya sambil ikut terus berjabat tangan dengan warga desa ini satu persatu.

Dan singkat cerita, setelah semuanya selesai, sore itu bapakkupun diarak keliling desa yang akhirnya sampai dirumahku sekitar malam hari.

Malam harinya, dirumahkupun terus berdatangan tamu yang ingin mengucapkan selamat kepada bapakku.

Saudara, tetangga hingga perangkat desa yang sebelumnya, malam itu juga silih berganti mengunjungi rumahku.

Hingga akhirnya, waktupun berlalu begitu saja.

Kini, bapakku telah resmi dan dilantik sebagai kepala desa baru diusianya yang sudah menginjak 55 tahun.

....

Desaku ini, terletak disalah satu kabupaten yang ada di jawa timur, terletak jauh diperbatasan antar kota yang juga jauh dari jalan raya.

Akses menuju desaku, memang bisa dikatakan masih sangat sulit dengan hanya bisa dilalui oleh kendaraan kecil saja.

Dan tidak hanya itu, aliran listrik yang belum sepenuhnya merata ditambah dengan sumber air utama desa yang sering tercemar, menjadi salah satu pekerjaan rumah yang diemban bapakku dalam menjabat sebagai kepala desa yang baru.

Begitu juga dengan aku, kini, waktu demi waktu kulalui dengan membantu pekerjaan bapakku, atau bisa dibilang, waktu itu aku menjadi salah satu kaki tangan beliau mengingat akulah anak bapakku satu satunya yang saat itu memang diharapkan bisa membantunya.

Namun sayangnya, semuanya malah menjadi tidak terduga, masih sekitar 3 Bulan bapakku menjabat sebagai kepala desa yang baru, tanpa disangka sangka, waktu itu tiba tiba keluargaku mulai mengalami hal hal yang sangat tidak masuk kedalam akal dan logika.

Masih sangat teringat jelas dikepalaku,

Malam itu, aku masih berjalan pulang dari kantor kepala desa dan menuju kerumahku.

Namun anehnya, masih sampai aku di depan rumahku, malam itu pandanganku tiba tiba teralihkan dengan adanya taburan bunga melati yang saat itu terlihat tercecer disepanjang teras rumahku.

Dan tidak hanya itu, tepat disalah satu bagian teras rumah, malam itu aku juga melihat adanya dupa menyala yang hanya tersisa setengah bagian saja.

Mengetahui hal itu, akupun seketika terkejut bukan main dengan aku yang segera berjalan menuju dupa tersebut dan seketika mematikannya.

" Ya allah, ulah siapa sih, ada ada saja,,,buat apa coba kayak gini segala " ucapku sambil menginjak dupa yang saat itu memang tertancap kuat dipojokkan teras rumahku.

Dan setelah semuanya kupastikan sudah tidak ada apa apa, akhirnya akupun seketika masuk kerumahku dengan badan yang mulai lelah saja.

Tapi sayangnya, belum sempat aku beristirahat, malam itu tiba tiba aku mendengar suara orang yang sedang mengetuk pintu rumahku dengan ketukan yang sangat keras.

" Tok.tok.tok.tok "

" Pak,  pak,,, pak lurah,,," teriakknya.

Mendengar hal itu, akupun seketika kembali kearah pintu rumah sambil sedikit berteriak seraya menjawab panggilannya.

" Siapa ya " sahutku sambil membukakan pintu.

" Bapakmu mana " jawab orang tersebut yang ternyata, beliau adalah pak Waringin.

" Bapak masih di kantor desa pak, ada apa ya pak ". tanyaku heran.

" Si Ajis mbak, anaknya bu Siti, dia jatuh di jembatan desa, kondisinya kritis " ucap pak Waringin dengan raut wajah yang terlihat sangat gugup.

" Ya allah, ayo ayo saya antar ke kantor desa pak, eh tapi sebentar dulu ya pak, saya nyalain dulu semua lampu rumahku biar gak gelap " sahutku.

Dan tanpa lama lama lagi, malam itupun aku segera pergi bersama pak Waringin kembali menuju kantor desa untuk segera memberi tahu bapakku tentang kejadian yang telah menimpa salah satu warganya tersebut.

Sesampainya kami dikantor desa, Pak Waringinpun seketika menceritakan semuanya kepada bapakku yang akhirnya, kami bertigapun bergegas menuju rumah bu Siti yang ada tepat dipojokkan desa ini.

Namun sayangnya, sesampainya kami dirumah bu Siti, Ajis malam itu ternyata sudah dalam keadaan tidak bernyawa.

Dia menghembuskan nafas terakhirnya tepat hanya sekitar beberapa menit sebelum aku dan bapakku datang.

Dirumah itu, akhirnya semuanya menangis karena sepertinya pihak keluarga Ajis masih tidak percaya dengan kepergian Ajis yang memang masih perjaka.

Bu Siti, yang kutau beliau adalah orang tua Ajis, malam itu tiba tiba malah kesurupan tidak karuan dengan mengacak acak semua perabotan rumah.

Mengetahui hal itu, aku dan semua orang yang ada dirumah itupun seketika menenangkan bu Siti sambil terus memegang tangan dan kakinya yang saat itu masih meronta ronta.

Dan tidak berhenti disitu saja, ditengah tengah bu Siti masih ditenangkan, malam itu tiba tiba pandanganku teralihkan dengan adanya sosok wanita tua yang terlihat duduk di kursi goyang yang ada didalam rumah bu Siti tersebut

Sosok tersebut, terlihat duduk tenang sambil menatap keadaan bu Siti yang malam itu bisa dikatakan sudah semakin tidak terkendali.

" Pak..nenek itu siapa ya pak, kok aku gak pernah lihat sih pak, aneh banget loh wajahnya " bisikku sambil sedikit menarik Baju bapakku dari belakang.

" Udah nanti saja, ini bu Siti masih mengamuk " sahut bapakku tegang.

Dan tidak lama setelah itu, akhirnya bu Siti bisa dikendalikan meskipun masih belum sadar dari kesurupan.

Dan anehnya, ditengah tengah bu Siti masih mengamuk, malam itu tiba tiba beliau terlihat berbicara keras kearahku dan kearah bapakku.

" Huahhahahahahaha,, kabeh iki gara gara kowe ( hahaha ini semua gara gara kamu ) " teriak bu Siti histeris sambil melihat kearah bapakku yang saat itu baru sampai didepan ruang tamu rumahnya.

Mendengar hal itu, akupun seketika terkejut bukan main sambil melihat kearah bapakku yang sepertinya juga kebingungan dengan apa yang barusan bu Siti bilang.

Dan tidak hanya itu, bersamaan dengan itu, malam itu aku masih sempat melihat sosok nenek nenek yang sebelumnya kulihat duduk tidak jauh dari tempatku tersebut, beliau terlihat berdiri dan berjalan kearahku dengan langkah kaki yang sedikit pincang.

" Lo, nenek itu pincang to " fikirku dalam hati sambil tubuhku yang sedikit bergeser lebih mendekati bapakku.

Namun anehnya, sesampainya nenek nenek tersebut tepat didekatku, beliau terlihat tidak berhenti dan terus saja berjalan keluar dari rumah bu Siti dengan tidak sekalipun menghiraukan keadaan Bu Siti yang waktu itu masih tidak terkendali.

Bahkan, akupun juga masih ingat, malam itu aku masih sempat menoleh dan melihat kemana arah nenek tersebut pergi, karena aku masih sangat penasaran karena aku sama sekali tidak pernah melihat nenek tersebut sebelumnya dan besar kemungkinan nenek tersebut bukanlah warga desa ini.

Dan setelah nenek tersebut pergi meninggalkan rumah ini, tiba tiba bu Siti pingsan dengan sendirinya padahal tidak ada yang menyembuhkannya.

Bapakku, pak waringin dan beberapa orang yang ada dirumah bu Siti, waktu itu memang tidak ada satupun yang bisa mengobati orang yang kesurupan, namun nyatanya, Bu Siti malam itu tiba tiba pingsan dan sembuh dengan sendirinya.

Mengetahui hal itu, akhirnya semua orang yang ada dirumah itupun seketika lega dan membawa bu siti masuk kedalam kamarnya dan selanjutnya perlahan dibangunkan dari pingsannya.

Syukurnya, sekitar pukul 23.30 malam, akhirnya Bu Siti pun sadar dan berhasil ditenangkan.

Setelah bu Siti sadar dan keadaan sudah bisa dikatakan aman, akhirnya semua orang yang ada dirumah bu siti terlihat satu persatu mulai mengeluarkan meja, kursi dan sebagainya untuk mempersiapkan pemakaman jenasah Ajis yang rencananya akan dimakamkan keesokan harinya.

Dan karena badanku yang sudah sangat lelah, akhirnya akupun berpamitan untuk pulang terlebih dahulu.

" Pak aku pulang dulu gak papa ya pak, rumah kita sepi gak ada yang nunggu lo, lagian badanku juga sudah capek semua " ucapku.

" Iyo wes, mulih o, bapak ndek kene sek yo, melek an, engkok lawang e ojo dikunci ( iya sudah, bapak disini dulu ya nduk, mau bantu orang orang,. Kamu pulang saja, nanti pintunya jangan dikunci loh ya ) " jawab bapakku.

Mendengar hal itu, akupun seketika berpamitan pergi sambil mencium tangan bapakku.

" Ya sudah assalamualaikum " ucapku.

" Eh, mbak Putri kuantar ya, jalannya gelap lo, ini sudah tengah malam, apa gak takut " teriak mas Doni yang saat itu juga kebetulan ada Di Rumah Bu Siti.

" Enggak usah mas, hehehe aku berani kok " jawabku sopan.

Dan setelah semuanya selesai, akupun malam itu pergi meninggalkan rumah bu Siti dan berjalan kaki menuju kembali ke rumahku.

.....

Di desaku ini, letak rumah warga memang saling berjauhan, jarak antar rumah memang selalu dipisahkan dengan kebun pribadi milik warga, mulai kebun kopi, kebun pisang hingga kebun kebun yang tidak terawat.

Hal itulah yang akhirnya membuat kondisi desaku bisa dikatakan sangat sepi jika sudah malam hari, dan tidak berhenti disitu saja, lampu penerangan yang memang masih jarang sekali ditambah dengan jalanan yang masih belum diaspal, sudah menandakan jika desaku ini benar benar berada di pelosok kota ini.

Dan singkat cerita, malam itupun aku pulang dari rumah bu siti dengan berjalan kaki.

Ketika masih ditengah tengah perjalanan pulang, malam itu kembali melihat adanya sosok nenek nenek pincang yang sebelumnya berada dirumah bu Siti tersebut.

Nenek nenek tersebut terlihat duduk didepan salah satu rumah warga yang kutau, rumah warga tersebut adalah rumah dari pak Ilham.

Mengetahui hal itu, akupun seketika mengira jika nenek nenek tersebut adalah keluarga pak Ilham.

" Oalah, nenek pincang itu keluarganya pak Ilham to " fikirku.

Karena jarak jalan desa dengan rumah pak Ilham yang tergolong dekat, malam itupun aku seketika menyapa nenek tersebut dengan senyuman karena akupun tau, sejak dari kejauhan tadi nenek tersebut memang terus saja memandangiku tidak berhenti.

"Nekkk" sapaku.

Namun anehnya, bukannya membalas senyumanku, nenek tersebut malah terlihat acuh dan berdiri kemudian masuk kedalam rumah pak Ilham.

" Buset, cuek banget tuh nenek nenek " ucapku.

Dan dengan tidak menghiraukan semua itu, akhirnya akupun terus melanjutkan langkahku menuju ke rumahku yang memang masih berjalan sekitar 200 meter jauhnya.

Tapi sayangnya, semuanya tidak berhenti disitu saja, belum lama aku melewati depan rumah pak Ilham,

Malam itu aku kembali merasakan keanehan ditengah jalan.

Benar, malam itu aku tiba tiba mencium aroma kemenyan yang entah dari mana asalnya.

Aroma tersebut tercium kuat dengan diiringi hembusan angin yang waktu itu juga tiba tiba menerpa tubuhku dari belakang.

Merasakan hal itu, tentu saja akupun seketika berlari dengan melihat kearah jam tanganku yang ternyata, malam itu waktu sudah menunjukan pukul 00.15 dinihari.

" Waduh, Bau kemenyan ,, " ucapku kaget,

Dan akhirnya,  setelah beberapa saat kemudian, akupun sampai dirumahku dengan nafas yang ngos ngossan.

Sesampainya didepan rumah, bukannya tenang, malam itu aku malah melihat pemandangan yang sangat membingungkan.

Bagaimana tidak,

Rumah yang sebelumnya kutinggalkan dalam keadaan lampu yang masih menyala, ketika aku kembali, semuanya malah terlihat sudah gelap gulita dengan keadaan pintu yang tiba tiba sudah terbuka.

" Loh, perasaan tadi semua lampu rumah sudah kunyalakan deh, ini kok jadi gelap gini sih, jangan jangan habis ada orang masuk " fikirku dengan seketika berjalan masuk kedalam rumahku dengan perasaan yang sudah sangat kebingungan.

Dan sesampainya aku didalam rumah, akupun seketika menyalakan semua lampu rumahku dengan memeriksa seluruh bagian rumah karena khawatir jika ada orang didalamnya.

Tapi untungnya, malam itu aku tidak melihat siapapun ada didalam rumahku, kondisi rumah tetap sepi seperti sebelumnya.

Mengetahui hal itu, akupun seketika tenang dan kembali menutup pintu rumahku dan selanjutnya akupun masuk kedalam kamar tidurku agar aku bisa segera beristirahat.

Dan hingga akhirnya, sekitar pukul 04.00 dini hari, aku yang sebelumnya tertidur lelap, pagi itu tiba tiba terbangun karena mendengar suara pintu rumahku seperti sedang dibuka oleh seseorang.

Suara tersebut terdengar jelas ditambah pintu dirumahku ini memang selalu mengeluarkan bunyi setiap digunakan sehari hari.

" Kreeeeeekkkkk "

Mendengar hal itu, akupun seketika membuka mataku dan memanggil nama bapakku karena kufikir, malam itu bapakkulah yang masuk kedalam rumahku.

" Paaaaak...pakkkkkk " Teriakku.

Dan setelah beberapa kali aku memanggil nama bapakku, akhirnya akupun sedikit lega karena waktu itu aku mendengar suara bapakku menjawab panggilanku.

" Opo,,ndukk " jawab bapakku keras.

Karena kufikir bapakku sudah pulang, akupun seketika tenang dan kembali melanjutkan tidurku karena rasa ngantuk yang saat itu masih menyelimutiku.

Dan singkat cerita pagipun tiba.

Pagi itu, setelah aku bangun dari tidurku, tentu saja akupun seketika mempersiapkan sarapan untuk aku dan bapakku seperti biasanya.

Dan tidak hanya itu, setelah masakanku telah matang, pagi itu aku juga langsung mandi karena waktu itu aku hendak melayat kerumah bu Siti.

Hingga akhirnya, tepat pukul 07.30, pagi, aku sudah selesai dengan semua aktifitasku dan bersiap untuk menuju rumah bu Siti.

Sebelum berangkat ke rumah Bu Siti, aku juga masih sempat mengetuk pintu kamar bapakk yang pagi itu masih dalam keadaan terkunci rapat.

" pak,,aku berangkat dulu ya, sudah jam 7.30 lo,,,cepet bangun, sarapannya sudah siap dan jangan lupa mandi dulu sebelum berangkat ngelayat ya pak " teriakku.

" Iyo, nduk " jawabnya keras dari arah dalam kamarnya.

Dan karena kufikir pagi itu bapakku masih kelelahan karena semalam belum tidur, akhirnya akupun memutuskan untuk berangkat melayat terlebih dahulu mengingat waktu yang saat itu sudah semakin siang.

Sesampainya dirumah bu Siti, tentu saja waktu itu rumah bu siti sudah dipenuhi banyak orang yang ikut berbela sungkawa.

Dan tidak hanya itu, hampir semua warga yang ada didesaku, waktu itu terlihat hadir dikediaman bu Siti karena akupun tau, rasa toleransi yang ada didesaku ini memang benar benar masih sangatlah tinggi.

Disitulah, pagi itu aku kembali melihat pak Tarjo dan beberapa rekannya yang terlihat duduk disalah satu kursi yang ada di rumah bu Siti dengan terus menatapku dengan tatapan yang hingga kini masih tidak bisa kulupakan.

Tatapan dendam dan kekecewaan karena kalah dalam pemilihan, pagi itu benar benar nampak dari raut wajah pak Tarjo yang saat itu terus memandangiku.

Namun karena aku menganggap jika semuanya sudah berlalu, akhirnya akupun mencoba tidak peduli dengan tatapan pak Tarjo tersebut dan memilih untuk tidak terlalu memikirkannya.

Dan anehnya, ditengah tengah aku masih berdiri ditengah tengah kerumunan orang, pagi itu tiba tiba aku mendengar suara teriakkan seseorang yang telah memanggil namaku.

" Put........"

Mendengar hal itu, akupun seketika menoleh dan mencari dimana sumber suara tersebut yang ternyata, sumber suara tersebut adalah suara bapakku sendiri yang pagi itu terlihat berdiri tepat dipinggir rumah Bu Siti.

Mengetahui hal itu, akupun tentu saja bergegas berjalan mendekati bapakku yang pagi itu terlihat melambai lambaikan tangannya kearahku.

Dan sesampainya aku dihadapan bapakku, pagi itu tentu saja akupun seketika menegur bapakku karena beliau terlihat pucat seperti orang yang kurang istirahat.

" Bapak Tadi gak mandi ya,. Hadeehhh kusem banget tuh wajahnya,,,,mana gak ganti baju lagi, hidih jorok, bau tau pak " ucapku kesal.

" bapak gak kamu bawakan ganti baju nduk ?..." Ucap bapak pelan.

" Ya enggak lah pak, la ngapain, kan bapak bisa ganti baju sendiri to ? " Sahutku.

" Oalah put, kan seharusnya kalau kamu tau bapak gak pulang, seharusnya kesini tadi bawain baju ganti bapak. Lihat tuh, banyak orang disini, kan gak enak bapak gak ganti baju " ucap bapak.

" Hah, gak pulang ?..terus yang tadi pagi pulang siapa ?..ngarang, orang bapak tadi pagi pulang, terus tidur gak bangun bangun kok bilang gak pulang, aneh " imbuhku kesal.

" Bapak gak pulang put, kalau gak percaya, tanya tuh semua orang yang ada disini, bapak semalaman ditemani pak RW dan yang lainnya. Kami ngobrol terus sambil bantu memahat nisan buat si Ajis " terang bapak.

Mendengar hal itu, jantungku yang sebelumnya berdetak pelan, pagi itu seketika berdetak kencang dengan diringi tubuh yang juga ikut gemetaran tidak karuan.

Bagaimana tidak,

Bapakku yang jelas jelas sebelumnya kudengar membuka pintu rumahku dan menjawab teriakanku, pagi itu dengan santainya berkata jika beliau tidak melakukan semua itu.

" Yasudahlah, mau gimana lagi pak, pakai baju itu aja, tuh jenazahnya sudah mau berangkat kayaknya " ucapku.

" Iya, bapak bantu bantu dulu ya " sahut bapakku sambil berjalan kembali kearah jenazah Ajis yang waktu itu sepertinya sudah siap untuk diberangkatkan.

Namun anehnya, setelah kepergian bapakku waktu itu, aku tiba tiba kembali dikejutkan dengan adanya sosok nenek nenek yang sebelumnya kulihat berada didalam rumah bu Siti.

Sosok nenek nenek tersebut, terlihat berada jauh dari kerumunan orang dan terlihat duduk sambil menatap kearah jenazah Ajis yang saat itu siap untuk diberangkatkan.

Bahkan, hingga cerita ini ditulis, aku masih bisa mengingat dengan sangat jelas  bagaimana wajah dan pakaian yang dikenakkan oleh nenek nenek tersebut.

Rambut putihnya dan baju coklat khas nenek nenek tua yang dikenakannya, hingga saat ini  benar benar tidak akan pernah bisa kulupa.
 

Namun anehnya, belum selesai aku memandangi wajah nenek nenek yang berada dikejauhan tersebut, waktu itu tiba tiba aku mendengar suara obrolan dari ibu ibu yang berada tidak jauh dari tempatku berdiri saat itu.

" Kasian ya Ajis, dia masih perjaka sudah meninggal dunia, bu Siti sekarang dirumah sendirian deh " ucap salah satu ibu ibu mengagetkanku.

" Hssst,, diem bu, katanya Ajis meninggal karena jadi tumbal pak Lurah " jawab ibu ibu lain yang waktu itu terdengar lirih ditelingaku.

Mendengar hal itu, akupun seketika mencoba mendengarkan dengan lebih dalam lagi apa yang ibu ibu tersebut bicarakan dengan tidak sekalipun menoleh kearah mereka agar mereka tidak mengetahui, jika aku adalah anak dari Lurah yang sedang mereka bicarakan tersebut.

" Iya bu, katanya minta tumbal 7 Perjaka " sahut ibu ibu lain yang juga terdengar oleh telingaku.
 

Bersambung……

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Babak 2 DESA PUTUK WETAN
2
0
Sebelum membaca cerita ini, pastikan kalian sudah membaca babak pertama dari cerita ini sendiri. Part cerita ini akan berakhir di part 3 saja.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan