NOREN x MARKMIN/MARKJAEM
BAB 3
Kamar yang berwarna baby blue itu terlihat sangat berantakan, beberapa peralatan game dan komik berserakan dimana-mana, selimut berwarna putih dan bantal guling tergeletak dilantai, belum lagi bungkusan makanan ringan ada dibeberapa tempat.
Pagi hari, cahaya masuk dari celah gorden berwarna senada dengan cat kamarnya, tidak mengusik sedikit pun pemilik kamar, mulutnya yang menganga, dengan tangan yang pasrah terletak di kedua sisi kepalanya, kaki yang tertekuk satu dan satunya menjulur sampai kebawah, posisi tidur yang sangat buruk bagi seorang wanita, bahkan dengkuran keras menggema disegala sisi ruangan.
"Nona Huang"
Suara panggilan dari luar tak didengarnya, si pemilik kamar masih asik menikmati mimpinya.
Tok tok tok..
"Nona Huang"
Sekali lagi, suara lembut seorang wanita paruh baya memanggil namanya.
Dia tak juga bangun, sampai akhirnya pintu dibuka oleh seorang wanita paruh baya memakai pakaian maid, dan memasuki kamarnya.
Wanita itu menggelengkan kepalanya, dia harusnya sudah terbiasa dengan keadaan kamar nona mudanya yang selalu berantakan seperti ini, tapi pagi ini, kamar ini terlalu berlebihan berantakannya.
Dia menghela nafas ketika melihat cara tidur anak majikannya, sangat tidak mencerminkan seorang gadis pemilik rumah yang mewah seperti ini.
Dia menggoyangkan sedikit lengan nona mudanya "nona Huang"
Rambut panjang itu bergoyang, tubuhnya berguling kesamping, matanya masih terpejam "ini hari minggu ahjuma, biarkan aku tidur lebih lama" suaranya terdengar sangat parau, dia benar-benar masih mengantuk karena hampir pagi dia bermain game.
Yang dipanggil ahjuma itu kembali menghela nafas, sebenarnya, tidak terlalu sulit untuk membangunkan nona mudanya ini "tuan besar ingin bicara dengan anda, nona"
Mata yang tadi sangat sulit terbuka itu kini terbuka sangat lebar, dia bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap maid yang sudah lama bekerja dirumahnya.
"Benarkah?" matanya bersinar penuh kebahagiaan, rasa ngantuk itu menghilang entah kemana.
Wanita paruh baya itu tersenyum, dan mengangguk, dia tau betapa bahagia gadis ini saat sang ayah mengakui keberadaannya.
Bibirnya perlahan tersenyum, dia segera bangkit dari kasurnya "apa appa akan menunggu ku? Aku harus mandi dan mengganti pakaianku dulu"
Wanita paruh baya itu kini menatapnya iba "nona"
Gadis yang bersiap pergi kekamar mandi itu menatap wanita yang dipanggil ahjuma oleh nya "ada apa ahjuma? "
"Nona hanya perlu mencuci muka, dan tuan besar tak bisa menunggu terlalu lama, karena tuan dan nyonya besar akan pergi mengajak nona Saeron jalan-jalan"
Bibirnya masih tersenyum, dia mengangguk penuh semangat "tunggu sebentar ahjuma Ahn, aku akan kembali"
Dan wanita yang dipanggil ahjuma Ahn itu hanya mengangguk dan kembali tersenyum.
.
.
.
.
.
Renjun memegang dadanya yang berdetak terlalu cepat, didepannya sudah ada pintu besar yang didalamnya adalah ruang kerja ayahnya.
Dia tidak tau alasan mengapa ayahnya memanggil dirinya secara tiba-tiba, ini untuk pertama kalinya kan?
Sebelumnya, ayahnya tidak pernah menyapanya, memperdulikannya, bahkan tidak pernah mengucapkan sesuatu padanya meski dirinya mendapatkan juara terbaik disekolah dulu.
Dan sekarang, untuk pertama kalinya, ayahnya memanggil dirinya secara pribadi, dan dia benar-benar merasa gugup dengan hati yang bahagia.
Dia mengetuk pintu, dan saat suara ayahnya menyuruh nya masuk, sesuatu didalam hatinya terasa berbunga-bunga, dan senyum manis terukir dibibirnya.
Dia memasuki ruang kerja ayahnya dan melihat ayahnya sedang membaca buku, dia sangat menyukai wibawa ayahnya, dan dia benar-benar merasa bangga menjadi anak dari seorang Huang Johnny, meski ayahnya tidak pernah menganggapnya.
Renjun membungkuk dalam, dan mulai bersuara meski terbata "A- appa memanggil ku? "
Johnny tidak menatap wajah anaknya, matanya hanya fokus pada bukunya yang dipegangnya
"Jeno mengatakan padaku, jika kau datang kerumahnya kemarin, apa itu benar?" Tanya Johnny dengan suara datarnya yang berat.
Renjun yang sedang berdiri tegak menautkan jemarinya, senyumnya perlahan luntur, dan dia menggigit ujung bibirnya.
"i- iya.. Appa.."
Kebahagiannya tiba-tiba terasa janggal, perasaan nya jadi resah ketika ayahnya meletakkan buku di atas meja dan menatapnya dengan super datar.
"Mengapa kau kesana? "
Tenggorokan Renjun terasa kering, padahal sebelum masuk keruang kerja ayahnya dia sudah minum banyak.
"itu... Ka- "
Haruskah dia bilang karena Jeno itu suaminya?
Tapi, apa ayahnya akan terima alasannya?
"JAWAB RENJUN!!"
Renjun berjinjit kaget, "itu.. Karena.. Jeno oppa adalah suamiku" mata nya terpejam ketika mengatakannya, jantungnya berdetak jauh lebih cepat karena takut.
Johnny memijat pelipisnya, "astagaa, Memalukan! apa kau kira pernikahan mu sungguhan? "
Renjun melihat ayahnya sangat marah sekarang, sehingga dia menundukkan kepalanya.
"Kau mau mempermalukan ku?" Johnny mencoba menahan emosinya "Jeno itu bukan suami mu, pernikahan kalian hanya untuk menghindari malu karena Winwin pergi dan acaranya sudah terlanjur terlaksana, harusnya kau tau itu"
Johnny menghela nafas dengan kasar "Kau masih sekolah, apa yang ada dipikiran mu sampai-sampai kau menganggap pernikahan ini nyata? Sadarlah Renjun, sekolah saja yang benar, dan jangan pernah lagi menganggap Jeno suami mu dan jangan pernah datang lagi kerumahnya! Dan yang terpenting jangan mempermalukan ku lagi!"
Pintu kemudian di ketuk dari luar, sehingga Johnny berhenti memarahi Renjun, kemudian matanya melihat seorang anak kecil yang begitu cantik dan lucu masuk kedalam.
"Appa"
Johnny yang sebelumnya emosi, mengubah eskpresi nya menjadi lebih ramah, dia tersenyum pada putri terkecil nya yang menghampirinya.
"Kau sudah siap sayang? "
Saeron mengangguk senang, dia duduk dipangkuan ayahnya "kita berangkat sekarang? "
Johnny mengangguk "tentu saja, dimana eomma? "
Saeron mempoutkan bibirnya "eomma berdandan terlalu lama, aku sampai bosan menunggunya"
Senyum Johnny semakin lebar, karena mendengar dan melihat wajah Saeron yang terlihat lucu.
Istrinya jika berdandan memang membutuhkan waktu lama.
Saeron kemuidan melihat Renjun yang berdiri dan hanya menunduk didepan meja ayahnya "eonni" serunya sedikit terkejut, baru menyadari jika ada Renjun di ruangan ayahnya, kemudian bibirnya kembali tersenyum dengan lebarnya "kau juga ikut jalan-jalan dengan kami, kan? "
Andai saja dia bisa ikut, pasti sangat menyenangkan, sayangnya hal tersebut adalah suatu hal yang mustahil untuknya.
Jadi, dengan sangat terpaksa Renjun menggeleng sebagai jawaban.
Saeron menyilang kan tangannya didadanya, sebagai tanda jika dia sedang marah, tapi hal tersebut justru tetap membuat nya tambah terlihat sangat imut "Renjun eonni tidak sayang dengan ku, eonni juga selalu tidak mau menemani ku jalan-jalan, tidak seperti Winwin eonni yang selalu mau menemani ku kemanapun"
Renjun semakin menundukan kepalanya, jika saja dia bisa, dia pasti akan sangat sering menemani adiknya bermain, hanya saja statusnya dirumah ini juga masih sering dipertanyakan olehnya, karena dia memang tidak dianggap sama sekali dikeluarganya ini.
"Appa... " Saeron merengek "Renjun eonnie tidak mau pergi bersama kita.."
Johnny mengelus rambut anak terakhirnya, "bagaimana jika kita menemui eomma dan menyuruhnya lebih cepat berdandan, jika tidak, kita pasti akan kehabisan tiketnya"
Bibir Saeron langsung membulat lucu, dan dengan segera dia turun dari pangkuan ayahnya karena tidak ingin kehabisan tiket "kau benar appa.. Aku harus segera menyuruh eomma bergegas agar kita tidak kehabisan tiket masuk"
Saeron langsung keluar dari ruang kerja ayahnya, dan setelah kepergian Saeron, Johnny kembali menatap Renjun yang masih tidak bergerak dari posisi sebelumnya.
Raut wajah Johnny sungguh berbeda saat ada Saeron tadi, kini pria itu bertampang datar dan kemudian berdiri "jangan datang lagi kerumahnya, dan jangan pernah mempermalukan ku lagi!" setelah mengatakannya, pria yang berstatus ayah Renjun itu keluar dari ruangannya dan meninggalkan Renjun yang menjatuhkan dirinya dilantai karena tidak bisa menopang tubuhnya yang terasa lemas.
Apa yang harus dia lakukan sekarang?
Mengapa semuanya tidak berjalan lancar?
Renjun menatap pintu yang terbuka sedikit, dari tempatnya berada, dia bisa mendengar suara ocehan Saeron dan kebahagiaan kedua orang tuanya.
Renjun itu sangat iri dengan adik dan kakaknya yang selalu mendapatkan kasih sayang cinta dan perhatian lebih dari kedua orang tua mereka, yang Renjun sendiri tidak pernah merasakannya.
Jangan tanyakan Renjun soal alasannya, karena sampai sekarang, dia juga tidak terlalu yakin dengan alasan tersebut.
Jika soal finansial, Renjun memang tidak pernah kekurangan, saldo atmnya selalu bertambah setiap bulan dan dirasa itu tidak akan pernah habis meski dia berbelanja berbagai macam komik dan game, bahkan dia sering mentraktir Jaemin makan.
Untuk sekolah juga sudah sangat terjamin, bahkan jika dia ingin melanjutkan ke perguruan tinggi pada tingkat teratas, dia bisa melakukannya tanpa memperdulikan soal biayanya, karena orang tuanya bisa menjamin hal tersebut.
Hanya saja, soal perhatian kedua orang tuanya, Renjun memang tidak pernah mendapatkannya, kakaknya pun mengacuhkannya, hanya Saeron yang menganggapnya ada, itu pun karena mungkin adik kecilnya itu belum mengerti situasinya.
Dia benar-benar tidak punya harapan kebahagiaan dan kasih sayang di keluarganya ini, meski semua cara terbaik sudah dilakukannya, bersaing dengan Jaemin agar mendapat peringkat pertama di setiap kelas sudah dilakukannya, menjuarai olimpiade juga sudah, tapi tetap saja mereka tidak pernah melihatnya atau memujinya.
Semua prestasi Renjun seolah hanya sesuatu yang tidak pantas untuk dibanggakan, hingga akhirnya dia menyerah dan tidak lagi bersaing dengan Jaemin, atau siswa yang lainnya.
Renjun akhirnya menghela nafas, merasa sedih karena keluarganya juga terasa percuma, jika dia terpuruk terus juga rasanya dia tidak akan pernah bisa bahagia.
Jadi, dia memutuskan untuk mengetahui cara menjemput kebahagiaannya, yaitu Jeno, meski ayahnya melarangnya, bukan berarti dia harus menurutinya, dia bisa meminta saran pada Jaemin, siapa tau Jaemin bisa memberinya saran.
Akhirnya dia berlari kekamarnya dan mencari ponsel untuk menghubungi sahabatnya.
.
.
.
.
.
.
Dirumah Jaemin itu sangat ramai, Jaemin memiliki dua adik laki-laki yang masih sekolah dasar, ocehannya itu sangat panjang dan juga sangat berisik, terlebih jika diajak jalan-jalan, pasti tidak akan tenang jika belum juga berangkat.
Ibunya juga sama cerewetnya, menyuruh Jaemin agar melakukan ini itu, petuah ibunya sangat banyak sekali, belum lagi masukan dari ayahnya juga.
Jaemin hanya pasrah saja mendengarnya, padahal bukan untuk pertama kalinya Jaemin datang kerumah orang tua Mark bersama keluarganya, tetapi tetap saja keluarganya sangat antusias.
Rumah orang tua Johnny itu sangat besar, sedangkan rumah Jaemin sangat kecil, bahkan untuk kedua adiknya berlari-larian pun sangat sulit, jadi, mungkin itu salah satu alasan yang membuat keluarga Jaemin sangat antusias datang kesana, belum lagi keluarga Mark sangat baik pada Jaemin dan keluarganya.
Ayah Jaemin itu hanya karyawan biasa, sedangkan ibunya, hanya ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak dan rumah.
Tetapi mereka sangat bersyukur, karena kakeknya Jaemin ternyata punya perjanjian dengan temannya, untuk menjodohkan cucu-cucu mereka kelak.
Dan siapa yang sangka jika ternyata temannya kakeknya Jaemin itu adalah konglomerat yang sangat kaya raya.
Jadi itu alasannya, Jaemin yang hidup sederhana bisa berjodoh dengan Mark yang kaya raya.
Jika tidak, kemungkinan Mark meliriknya itu sangat kecil sekali.
"Jisung, Lele, berhentilah berlari-larian! Bisa-bisa penampilan ku jadi berantakan karena kalian lari-larian disini!" kesal Jaemin pada kedua adiknya yang tidak bisa diam didekatnya, padahal dia sendiri sudah memerlukan waktu lama untuk berdandan, jika kedua adiknya merusak penampilannya, harus berapa lama lagi dia memulai?
Ponselnya berbunyi, dan dia segera mengangkatnya ketika dia tau itu dari Renjun.
"Ada apa, Njun? "
"Renjun Noona!" kedua adik Jaemin terlihat senang ketika mendengar nama Renjun, maklum saja, Renjun suka sekali memberikan mereka berdua hadiah.
Jaemi hanya pasrah saat kedua adiknya berteriak memanggil nama Renjun dan mengatakan merindukannya.
Renjun juga membalas dengan mengatakan merindukan keduanya, sudah lama juga dia tak melihat kedua adik Jaemin itu.
Jaemin menjauhkan diri dari kedua adiknya yang berisik, dan kemudian memasuki kamarnya "baiklah, aku sudah ada dikamar, dan sudah tenang, jadi kita bisa bicara, jadi ada apa kau menelpon ku? "
"apa kau bisa menolong ku?"
"Tentu saja, kita ini kan teman "
"ah kau benar" Renjun disana menggigit jari nya "tadi, untuk pertama kalinya, ayah ku memanggil ku dan berbicara dengan ku"
Jaemin langsung terkejut "benarkah! Wah itu kemajuan Renjun" kata Jaemin dengan senang, dia cukup tau kehiduapan Renjun seperti apa.
Renjun mempoutkan bibirnya "ya awalnya aku juga senang, tapi ayah ku berbicara dengan ku karena ingin mengatakan untuk tidak boleh bertemu lagi dengan Jeno oppa"
Jaemin mengerutkan keningnya "ayah mu tau kau bertemu dengan Jeno oppa?"
Renjun mengangguk, padahal Jaemin tidak melihatnya "Jeno oppa menelpon ayah ku dan mengatakan aku datang kerumahnya"
Jaemin juga mengangguk-ngangguk, " jadi, mengapa kau tidak boleh bertemu dengan suami mu? Bukankah seorang istri harus selalu bersama suaminya?"
Renjun menghela nafas "Ya, harus nya memang seperti itu kan? tapi ayah ku tidak memperbolehkannya, katanya itu membuatnya malu dan aku malah disuruh untuk sekolah yang benar"
Jaemin memiringkan kepalanya, dia sedang mencerna segala cerita Renjun "ayah mu memang benar sih"
"Soal apa?"
"Sekolah yang benar, aku saja harus menyelesaikan sekolah ku dulu baru boleh menikah dengan Mark oppa'"
"Tapi kan aku sudah terlanjur menikah dengan Jeno oppa, jadi aku harus menjadi istri yang baik untuk nya"
Jaemin mengangguk-ngangguk "kau benar juga" akhirnya dia mencoba berpikir dan mencarikan solusi yang tepat untuk sahabatnya, tapi suara ibunya berteriak memanggil namanya, karena mereka sudah siap berangkat, sehingga dia jadi sulit untuk berpikir.
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Nanti akan aku pikirkan, ibu ku berisik sekali, aku harus berangkat sekarang"
"Baiklah, aku menunggu kabar dari mu"
"Oke!"
.
.
.
.
.
Renjun memandang lesu ponselnya, dia baru ingat jika ini hari Jaemin datang kerumah orang tua Mark
"semoga saja kali ini Jaemin bisa bertemu Mark oppa"
Jaemin akan selalu bermood jelek saat sekolah, jika saat dia kerumah Mark dan tidak menemukan Mark disana.
Renjun mempoutkan bibirnya, jika mood Jaemin jelek, kemungkinan mendapat saran juga sangat kecil.
Dilihatnya sekarang sudah jam 10, dan dia tidak tau apa yang harus dilakukan dihari minggu.
.
.
.
.
.
Saat sampai didepan rumah orang tua Mark, yang dilihat pertama adalah pemandangan yang luar biasa mewahnya, para maid yang sangat banyak menyambut kehadirannya, dan pemilik rumah tentu saja akan menyambutnya dengan senyum yang ramah.
Jaemin tidak akan meragukan kasih sayang keluarga Mark padanya, tapi dia selalu saja meragukan Mark yang tidak pernah hadir untuk menemuinya saat waktu pertemuan mereka sudah ditentukan.
Mereka berpelukan, terutama ibunya Mark yang sangat baik hati dan selalu memujinya cantik.
"Bagaimana perjalanan mu sayang? " Tanya ibunya Mark dengan sangat ramah sambil membawanya kedalam ruang keluarga, diikuti oleh keluarga yang lain.
"Nyaman dan menyenangkan eomonim" bibir Jaemin mengukir sebuah senyuman, meski ada rasa khawatir dalam dirinya.
Kakeknya Mark sudah menunggu diruang keluarga, dan tersenyum saat melihat calon cucu menantunya begitu cantik hari ini, dan menyapa Jaemin dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Hanya saja mata Jaemin justru malah melirik kesana dan kesini untuk mencari keberadaan Mark.
Dan orang tua Mark yang melihatnya, hanya bisa kembali meminta maaf pada calon menantunya, karena Mark tidak bisa datang.
Seketika, Jaemin sudah tidak bisa lagi tersenyum, meskipun itu hanya terpaksa.
.
.
.
.
.
Jeno masih menikmati tidurnya yang begitu nyaman diatas kasurnya, tidak diperdulikan matahari di luaran sana cukup terik, karena hari Minggu adalah hari dimana dirinya harus menikmati waktu tidur yang lebih lama setelah semalaman dia tidur sangat larut.
Kemuidan, dia merasakan tubuh hangat seseorang sedang memeluk dirinya, bibirnya mengukir sebuah senyuman indah yang luar biasa, mengingat dia bersama wanita cantik tadi malam.
Jeno membalas pelukan itu dengan sangat posesif, matanya masih terpejam, tapi dirinya terus mengeratkan pelukannya.
Dan-
"Selamat pagi Jeno... "
Mengapa suaranya?
Bukan, ini bukan suara wanita, melainkan suara -
Jeno langsung membuka matanya dan merenggangkan pelukannya, dia menatap wajah siapa yang dipeluknya, dan matanya langsung terbuka lebar.
"WAA... MENGAPA KAU ADA DIKASUR KU, MARK! " Jeno dengan sigap melepaskan pelukannya, dan merinding jijik.
Yang benar saja, dikiranya kehangatan itu dari wanita cantik, tapi nyatanya dari Mark, mimpi buruk apa dia semalam?
Mark hanya tertawa terbahak-bahak, dia juga tidak tau mengapa dia bisa tidur di kasur Jeno, yang dia ingat dia mabuk semalam, dan saat terbangun dia melihat Jeno yang terus saja memeluknya, sambil mengigau sayang sayang.
"Yak! berhenti tertawa Mark!"
Mark langsung berhenti tertawa, karena perutnya tiba-tiba mual, "sialan" dia segera kekamar mandi, dan mengeluarkan isi perutnya, ini akibat dia minum terlalu banyak semalam.
Jeno langsung tersenyum puas "itu akibat kau menjahili ku pagi-pagi"
"DIAMLAH! DAN BUAT KAN AKU SESUATU!" Mark berteriak dari kamar mandi, dan kembali muntah.
Jeno hanya mengeluarkan mimik jijik, dan setelah beberapa saat kemudian, dia segera bangkit dari kasurnya, dia kekamar mandi dan melihat keadaan Mark.
"bukankah hari ini kau akan bertemu tunangan mu? "
Mark berkumur setelah muntahnya selesai, dia mengambil handuk dan mengelap mulutnya "tidak jadi, aku beralasan harus keluar negri hari ini"
"Dan orang tua mu percaya? "
"Tidak, tapi aku terus meyakinkannya, memberikan foto bulan kemarin pada mereka"
Jeno menggeleng, dan kemudian dia gantian dengan Mark menggunakan kamar mandi "kasian sekali gadis itu, harusnya kau menemuinya"
"tidak akan, aku ingin dia menyerah menemui ku dan berharap pada pertunangan ini, dan kedua orang tua ku juga berhenti mengharap kan aku menikah dengan anak kecil itu" Mark kemudian keluar dari kamar mandi, meninggal kan Jeno yang sedang menghela nafas.
"Setidaknya Mark lebih beruntung dari pada diriku, karena dia masih punya kesempatan menggagalkan pernikahannya dengan anak kecil"
Jeno merasa sangat sial jika mengingat nasib pernikahannya yang bisa di katakan gagal.
.
.
.
.
.
.
Renjun menggunakan mantel coklat panjang miliknya, dia sangat jenuh dirumah, jadi dia berniat jalan-jalan sendiri dihari minggu.
Tidak ada yang menarik dari penampilannya karena dia bukan gadis cantik yang suka berdandan, dan berkaca, dia hanya perlu menyisir rambut panjang lurusnya, dan kemudian bersiap pergi.
Soal penampilan, dia tidak terlalu memusingkan, baju apapun bisa dikenakannya selama itu nyaman baginya, meski Jaemin terkadang sering sekali mengomelinya untuk lebih memperhatikan penampilannya, tapi tetap saja Renjun tidak mendengarkan sahabatnya itu.
Jika dipikir-pikir, Jaemin terkadang lebih terlihat seperti ibunya sediri, karena sering menasehati dan mengomelinya.
Renjun tersenyum saat pikiran tersebut terlintas di kepala nya dan dia menggunakan sepatu putihnya, tujuannya hari ini adalah-
Dia sendiri tidak tau kemana, yang dia ingin hanya jalan-jalan keluar, kemanapun itu, asal tidak dirumahnya.
.
.
.
.
Mark mencari sesuatu yang bisa dimakan didapur Jeno, tapi dia tidak menemukan apapun, dia membuka kulkas, dan hanya menemukan dua apel didalamnya, jadi, dia menghela nafas dan kembali menutup kulkas.
Dia terpaksa menyalakan kompor dan memasak air, setidaknya dia menemukan teh disalah satu lemari yang ada didapur Jeno, perutnya sudah lebih baik setelah muntah, tapi dia memang butuh yang hangat-hangat.
Jeno keluar dari kamarnya dan mendapati Mark sedang berdiri didapur, hanya menggunakan singlet dan celana pendek yang diambil dari lemari Jeno.
Jeno kemudian duduk di kursi meja makan "Mark, buatkan aku teh hangat juga" dia juga merasa tidak enak dengan perut nya, semalam mereka sama-sama mabuk berat.
Mark hanya memutar malas matanya, dia menuangkan air kedalam gelas ketika air sudah matang, dan mengaduknya, kemudian duduk dihadapan Jeno dan dia meletakkan teh diatas meja makan.
"Aku tidak melihat istri mu"
Jeno menghela nafas, dia sudah menduga pasti Mark akan menanyakannya.
"dia pergi"
"Pergi? Kau dicampakan? " Mark tertawa, dia hanya bercanda, tapi wajah Jeno sangat datar.
Jeno sendiri memang merasa sudah harus mengatakan yang sesungguhnya pada Mark, disimpan lama-lama juga percuma, toh Mark juga kan sahabatnya.
"Bisa dikatakan seperti itu"
Mark langsung tersedak tawanya sendiri "jadi kau benar dicampakan? "
Jeno mengangguk dengan tidak bersemangat "dihari pernikahan kami, dia pergi"
"Setelah pernikahan? "
Jeno menggeleng "sebelum, saat acara akan dimulai"
Mark sangat terkejut, tapi yang dia dengar bukannya pernikahannya berjalan lancar?
"Tapi pernikahannya bukannya tetap berjalan? Lalu siapa yang menikah saat itu?"
"Aku yang menikah, tapi bukan dengan Winwin"
"Lalu dengan siapa?"
"Adiknya" Jeno mengusap wajahnya "dan dia masih sekolah"
Mark terdiam sejenak, dia mencoba mencerna sejenak cerita Jeno, hingga akhirnya dia kembali tertawa terbahak-bahak, bahkan lebih hebat dari sebelumnya.
Dan Jeno sudah menduga pasti akan jadi seperti ini.
.
.
.
.
.
.
.
Renjun berjalan kaki sendiri, dia sendiri tidak tau kemana arahnya, sampai akhirnya, tanpa dia sadari dia berhenti didepan rumah Jeno dan dia mempoutkan bibirnya "kenapa aku jadi kesini? "
Komplek perumahan Jeno itu sepi, rumah-rumah disini juga perumahan minimalis yang mewah, dan memiliki pagar yang cukup tinggi.
Renjun sedikit was-was, karena takut jika ayahnya tau dia disini, atau ayahnya mendengar dari seseorang jika dia sampai kerumah Jeno lagi, jadi, sebelum itu terjadi, dia segera berbalik untuk menjauh.
Tapi, baru beberapa langkah dia berjalan, ponselnya berbunyi, dia mengambilnya dari tas kecil miliknya, dan kemudian segera mengangkatnya.
"Ya, Na? "
"Kau dimana? "
Suara Jaemin terdengar sangat jenuh, dan Renjun jadi menduga jika Jaemin tidak bertemu lagi dengan tunangannya.
"Aku- " kasih tau tidak ya? Mata Renjun kemudian melihat rumah Jeno "ada, didepan rumah Jeno oppa"
"Kau ingin bertemu dengan Jeno oppa?"
Renjun menghela nafas, dan menggoyangkan satu kakinya, matanya menunduk dan melihat kakinya yang digerakkan "sebenernya aku juga tidak tau mengapa aku sampai kesini, awalnya aku hanya berniat jalan-jalan, tapi- aku malah sampai disini"
"Kau berjalan sampai kesana pasti karena merindukannya"
Bibir Renjun di poutkan "iya kau benar, mungkin karena aku merindukannya, tapi- Aku tidak bisa bertemu dengannya"
"Apa dia tidak ada?"
"Aku tidak tau"
Jaemin tidak bersuara beberapa saat.
"Renjun, kau tunggu aku disana"
"Apa? Kau mau kesini? Bukankah kau ada dirumah orang tuanya Mark?"
"Lupakan, disini sangat membosankan"
"apa mereka tidak marah kau kesini? "
"Yang seharusnya marah itu aku, sudahlah.. Kau tunggu aku disana saja ya?"
Renjun tersenyum dan mengangguk "Baiklah, aku menunggu mu"Kemudian menutup telponnya dan kembali menatap rumah Jeno, tangannya dimasukkan kedalam saku mantel coklatnya.
.
.
.
.
.
Hanya dalam waktu 15 menit mobil mahal berwarna hitam ada didepan Renjun, dilihatnya seorang gadis dengan pakaian warna pink dan mantel berbulu berwarna putih keluar dari mobil mewah itu.
Bibir Renjun mengukir sebuah senyuman karena itu adalah wajah lain dari Jaemin yang sangat cantik.
Mereka berpelukan , mobil mewah tadi pergi setelah Jaemin menyuruhnya.
"Ku kira kau akan mengganti baju mu dulu"
"Dan membiarkan kau kedinginan di luar? itu tidak mungkin Renjun"
"Ibu mu tidak akan marah? "
Jaemin memutar malas matanya "biarkan saja, aku sendiri sedang kesal"
Renjun terkekeh, "kau jauh lebih baik jika berpenampilan seperti ini terus"
Jaemin tersenyum pada sahabatnya, dan kemudian dia melihat rumah Jeno "jadi apa kau sudah memastikan jika Jeno oppa ada didalam?"
Renjun menghela nafas "aku masih belum memastikannya"
"Oke" Jaemin kemudian merangkul lengan Renjun "Bagaimana jika kita memastikan langsung? "
Inginnya Renjun begitu, masuk dan bertemu Jeno, tapi dia sendiri takut jika Jeno mengadu lagi dengan ayahnya
"Tidak usah, kita disini saja ya?"
"Diluar dingin, Renjun" musim hujan memang sudah berlalu, tapi sekarang saatnya musim dingin tiba.
"Tapi, bagaimana jika Jeno oppa mengatakan pada ayah ku, dan-"
Jaemin mulai mengerti kekhawatiran sahabatnya, hingga akhirnya dia tersenyum lebar.
"Bagaimana kita bilang Jeno oppa untuk tidak mengatakan kedatangan kita dirumahnya? "
Mata Renjun membulat menatap Jaemin, ada harapan "memangnya bisa? "
Jaemin mengangguk semangat "kita harus mencobanya"
.
.
.
.
.
.
Setelah Mark menggoda Jeno dengan cukup lama karena menikahi anak sekolah, saling cekcok dan saling mengejek satu sama lain, akhirnya mereka bisa 'sedikit' tenang juga dan bermain game setelah memesan makanan, meski tidak mahir, tapi lumayan permainan ini bisa menghilangkan rasa bosan mereka sambil menunggu makanan yang mereka pesan tiba.
Suara mereka bermain game cukup berisik, mereka akan saling berteriak dan mengejek jika salah satu ada yang gagal, atau bahkan tertinggal beberapa poin.
Bahkan suara bel berkali kali tak didengar mereka, sampai Mark akhirnya yang menyadarinya lebih dulu
"Jen, ada tamu"
Jeno itu sedang semangat mengalah kan Mark, sehingga dia enggan membuka pintu.
"kau saja yang buka, siapa tau makanan pesanan kita yang datang"
"Ini kan rumah mu"
Mark juga sedang sibuk mengalahkan Jeno dalam game
"Kau kan yang pesan, dan kau juga kan yang- Yak mengapa kau matikan!" protes Jeno pada Mark yang kini sudah berdiri dan berjalan kearah pintu masuk.
Mark melihat seseorang yang memencet bell dari layar kecil yang ada disamping pintu Jeno, dan yang ditemukannya adalah sesosok wanita cantik dengan makeup yang tidak terlalu tebal, tapi tetap memperindah penampilan nya.
Jadi dengan semangat menggebu, dia langsung membuka gerbang tersebut dan mempersilahkan tamunya untuk masuk.
Mark langsung membuka pintu rumah Jeno, dan melihat perempuan cantik yang begitu mempesona berjalan kearahnya.
Bagaikan ada taburan bunga sakura yang jatuh di setiap langkah perempuan cantik tersebut, Mark hanya bisa tersenyum aneh saat melihatnya.
Menyadari keanehannya, Mark segera mengendalikan ekspresinya dan tersenyum menggoda pada perempuan yang sudah berdiri didepannya.
"apa kau kesini mencari Jeno? Atau- mencari ku? " Tanyanya dengan penuh pesonanya.
Tapi, perempuan yang berdiri didepan Mark itu hanya diam saja, dan menatapnya seolah dia adalah penjahat yang harus dimasukan kedalam penjara, meski sebelumnya Mark melihat ada keterkejutan di wajah perempuan cantik yang berdiri didepannya.
Merasa tidak enak hati ditatap seperti penjahat, akhirnya Mark menyadari jika ada perempuan lain disamping perempuan cantik itu, membuatnya kemudian mengalihkan tatapannya pada perempuan yang -memiliki tampilan yang berbeda.
Wajah perempuan satunya itu sedikit berisi dengan banyak jerawat, tubuh terlihat lebih pendek dan kurus jika disandingkan dengan perempuan yang cantik yang berdiri disampingnya.
Pakaian yang dipakai perempuan itu juga tidak terlalu menarik, hanya celana jeans, sepatu Kets warna putih dan kaos hitam yang tertutup mantel berwarna coklat.
Tapi jika diperhatikan lagi, kedua perempuan ini masih muda, apa jangan-jangan-
Akhirnya Mark kembali menatap perempuan yang cantik dengan balutan pakaian mewah yang masih menatapnya aneh itu.
"Apa kau istirnya Jeno?" Tanya pada Jaemin, perempuan cantik yang dimaksud oleh Mark.
Mark sendiri hanya berkesimpulan, karena menurutnya hanya kemungkinan itu yang membuat gadis muda yang cantik ini datang kerumah Jeno.
"Jen, Siapa yang datang? " tanya Jeno, dan pria itu berdiri disamping Mark.
Mark yang melihat Jeno langsung berbisik pada Jeno ketika Jeno sudah berdiri disampingnya, karena kedua perempuan ini tidak mau meresponnya.
"Apa dia istrimu? " tanya Jeno sambil berbisik.
Jeno tidak menjawab, karena dia sedang terpana oleh kecantikan perempuan yang sedang berdiri didepan rumahnya ini.
Ada kebaikan apa sehingga Jeno didatangkan bidadari dihari libur ini?
Saat Jeno tidak juga merespon, Mark langsung menyikut lengan Jeno dan membuat pria itu tersadar dari keterpesonaannya.
Saat itu, Jeno menemukan mahluk lain yang berdiri disamping perempuan yang membuatnya terpesona, perempuan yang menurutnya memiliki bakat keculunan alami, dan jelas Jeno segera mengenali wanita yang memiliki banyak jerawat diwajah nya itu "kau datang lagi? "
Yang di tanya tersenyum canggung, Renjun, nama perempuan berjerawat itu Kemudian menganggukan kepalanya sambil menunduk.
Jaemin langsung mengalihkan perhatian nya pada Jeno, dan kemudian tersenyum sangat cantik padanya.
Saat melihat betapa indahnya senyuman Jaemin itu, membuat Mark dan Jeno kembali terpana.
"Maaf menganggu hari libur mu, oppa" Jaemin sedikit membungkukkan badannya, dan saat itu juga Jeno mengenali Jaemin, dan dia sangat terkejut.
Sedangkan Renjun langsung menyadari, jika kecantikan Jaemin itu benar-benar bisa membuat dirinya merasa sangat khawatir.
Bersambung …
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰