Dijodohkan dengan Gadun Part 2 (Gratis)

11
2
Deskripsi

Sebaiknya baca part 1 terlebih dahulu (Gratis)

Berisi Part 2 

Deinara Sastroariyo (Deinara) tidak pernah memilki keinginan untuk menikah karena rasa traumanya pada pernikahan kedua orangtuanya yang gagal di tengah jalan. Namun siapa sangka jika pilihannya itu telah membuat Papanya (Heru Sastroariyo) memiliki ketakutan karena di usia 32 tahun, Deinara masih betah menjomblo. Demi membuat Deinara memiliki pasangan, akhirnya Heru mengajukan persyaratan bisnis yang sedikit nyleneh kepada Andika Kusumajati...

2. First Meet with Gara

Deinara Sastroariyo POV

Brukk....

Aku mengangkat pandanganku dari layar laptop ketika tiba-tiba ada berkas yang dibanting di atas meja kerjaku. Saat aku melihat siapa yang membanting berkas di mejaku, aku hanya bisa menghela napas panjang. Kenapa juga perempuan ini sudah cemberut kepadaku? Memangnya dia kira kami lembur ini karena permintaanku? Tentu saja tidak. Semua ini juga karena pekerjaan Amara yang tidak selesai sesuai dengan deadline-nya.

Sebagai perempuan yang dibesarkan dengan sopan santun, aku memilih diam dan memperhatikan Amara yang sedang melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatapku dengan tatapan nyureng. Jika dia berpikir aku akan merasa terintimidasi maka dia telah salah besar. Sejak dulu aku bukanlah orang yang mudah merasa terintimidasi oleh orang lain, apalagi aku merasa bahwa aku tidak bersalah.

"Tuh, data laporan penjualan yang lo minta."

"Bukti SO-nya sudah ada belum di dalamnya."

"What? Lo masih mau minta bukti SO juga?"

"Iyalah, gue mau cek satu-satu. Bisa lo kasih ke gue sekarang?"

Amara langsung menatapku dengan tatapan membunuhnya. Aku balas menatapnya dengan tatapan yang tidak kalah garang. Akhirnya, Amara yang memilih memutus tatapan saling membunuh diantara kami berdua.

Sepertinya aku baru saja memberikan dirinya pekerjaan yang berat, padahal hal ini biasa saja dalam urusan kantor. Yang namanya juga big boss sedang membutuhkan data untuk meeting. Siapa suruh selalu menjadi karyawan 'teng go' alias jam kerja habis langsung cabut. Giliran seperti ini dia kelabakan.

"Gue sekarang enggak bisa. Besok pagi aja gue kasih. Pacar gue mau jemput sebentar lagi."

Aku langsung berdiri dari posisi dudukku. Kalo Amara kira aku akan mau menunggu sampai besok, dia telah salah besar. Aku mau data ini sekarang juga agar nanti malam aku bisa tidur dengan tenang.

"Sadar enggak sih, lo kalo gue sudah ditagih sama Pak Robby tentang data ini untuk meeting besok pagi? Jangan karena urusan asmara lo sama pacar lo itu, gue yang harus kena omelan dari pak Robby!"

"Gue enggak mau berantem sama lo yang notabennya anak kesayangan kantor ini. Betah-betahin aja lo sama gue. Bentar lagi juga gue bakalan minggat dari sini."

Setelah Amara mengatakan itu, dia memilih segera pergi dari hadapanku. Tentu saja aku segera mematikan laptopku dan bersiap-siap untuk pulang. Buat apa aku lembur kalo sumber data yang aku perlukan tidak bisa aku dapatkan sekarang.

Mengingat hari ini motorku masih berada di bengkel untuk service dan belum aku ambil, aku memilih untuk segera memesan ojek online. Saat aku turun ke lobby utama gedung perkantoran ini, aku bisa melihat Amara yang juga berada beberapa meter di hadapanku. Aku sengaja berjalan lebih cepat agar aku bisa melihat seperti apa gadun Amara yang telah membantunya untuk memvermak dagu serta hidungnya. Bahkan Amara juga sudah sangat glow up daripada ia yang dulu.

Saat aku berada di dekat pintu lobby utama gedung ini, Amara sedang membuka pintu mobil. Dari tempatku berdiri kali ini, aku bisa melihat pacar Amara ini. Sepertinya laki-laki yang ada di dalam mobil ini masih belum bisa dikatakan sebagai gadun. Lebih pantas ia di sebut sebagai eksekutif muda.

Ah, mungkin pacar dan gadunnya beda kali, ya? Tapi jika mobil pacar Amara saja sudah sebagus ini, kenapa juga dia harus memiliki Gadun? Sudahlah, kenapa aku jadi ketularan Momon dan Tari? bukankah aku tidak pernah mau tahu tentang kehidupan orang lain karena aku sendiri tidak mau kehidupan pribadiku juga di korek-korek apalagi menjadi konsumsi umum.

Aku sengaja menunggu ojek online itu di tempatku berdiri. Sekali aku melirik ke arah kaca mobil pacar Amara itu. Sial, kenapa mereka tidak kunjung untuk minggat dari tempat ini. Yang ada kini justru Amara seperti sedang berusaha untuk mempertontonkan kegiatan berbagi salivanya di depan jomblo karatan seperti aku ini. Jika dia berpikir intiku akan berdenyut-denyut dan mungkin aku akan meronta-ronta untuk mencari dildo sebagai pelampiasanku, maka ia telah salah besar. Aku adalah perempuan yang belum pernah tersentuh laki-laki. Meskipun itu hanya sebuah ciuman di bibir. Rasa traumaku terlalu dalam jika sudah menyangkut bintang pasangan.

Tiba-tiba aku memiliki keinginan untuk membuat Amara dan pacarnya ini malu. Aku tersenyum dan kini aku mulai melangkahkan kaki untuk berjalan menuju ke arah depan kap mobil ini. Begitu aku sampai di tengah-tengah kap mobil itu, aku sengaja menolehkan kepalaku untuk melihat bagaimana Amara berciuman dengan pacarnya.

Aku melihat Amara yang berciuman dengan penuh gairah hingga kedua matanya tertutup. Sayangnya sepertinya pacar Amara ini menyadari jika sepanjang aku melewati depan mobilnya, aku memperhatikan kelakuan mereka yang benar-benar di luar batas. Tanpa sepengetahuan Amara yang masih menutup kedua matanya dalam berciuman itu, kedua mataku dan mata pacarnya beradu pandang. Aku baru kembali untuk menghadap ke arah depan kala aku sudah selesai melewati mobil pacar Amara ini.

Setelah berada cukup jauh dari mobil Amara yang mendapatkan nama baru dari Momon sebagai si ani-ani ini, aku justru tertawa lepas. Siapa sangka jika melihat kelakuan dua sejoli yang sedang dibakar gairah nyatanya bisa menjadi hiburan tersendiri. Aku langsung menghentikan tawaku kala mobil pacar Amara melewatiku begitu saja.

Dasarnya aku sedang gabut atau bagaimana ini, aku bahkan bisa membaca plat mobilnya yang sangat narsistik.

"Dika," aku bergumam pelan.

Beuh....
Di jaman sekarang masih saja ada orang seperti ini. Ya, semoga saja ia tertib membayar pajak mobilnya dan semoga itu bukan plat palsu. Karena sejak banyaknya kasus di negri ini yang melibatkan mobil-mobil mewah dengan nomer plat yang cantik, aku jadi sering sangsi jika itu plat asli.

Tidak lama aku di sini, akhirnya ojek online pesananku sudah tiba. Aku segera naik ke atas ojek online itu. Seperti tujuanku kali ini, aku memilih langsung menuju ke bengkel motor langgananku yang jaraknya cukup lumayan juga dari kantorku berada. Sepanjang perjalanan ini, rasanya aku seperti sedang mendengarkan siaran radio karena mamang ojek online ini tidak berhenti bercerita.

"Mbak, tahu enggak hal-hal yang cukup gila selama saya jadi ojol?"

"Dapat orderan fiktif," jawabku sekenanya karena tidak enak juga aku diam seribu bahasa. Nanti dikira sombong.

"Salah, Mbak. Saya beberapa kali dititipin buat beli sarung batangnya laki-laki. Terus yang paling gila itu waktu dapat orderan dari tamu hotel. Masa malah suami tamu hotel itu yang minta saya buat puasin istrinya di ranjang."

Somprett.....
Ini mamang ojek tidak tahukah jika aku seorang wanita dan belum menikah? Sampai-sampai dia dengan leluasa berbicara hal seperti ini. Oh, aku lupa. Tentu saja dia tidak tahu karena tidak ada di informasi yang ada di handphone miliknya mungkin jika aku ini masih single.

"Itu sih namanya sakit jiwa."

"Bukan, mbak. Mereka menyebut ini sebagai fantasi."

"Terus bapak mau?"

"Ya kalo belum nikah mah mungkin mau-mau aja, namanya juga dikasih gratisan siapa yang bakalan tolak? tapi saya enggak berani, Mbak. Ngeri saya sama resiko-resikonya."

"Baguslah kalo bapak masih bisa berpikiran waras dan rasional."

Setelah menjawab itu, aku kembali diam. Aku hanya berharap kami lekas sampai di bengkel motor langgananku.

Begitu kami sampai di bengkel itu, aku langsung turun. Tidak lupa juga aku ucapkan terimakasih lalu aku masuk ke garasi bengkel ini yang ternyata sudah tutup.

Sepertinya bukan cuma aku saja yang sedang menunggu mas Kholil (pemilik bengkel). Karena kini ada seorang laki-laki berusia sepantaran denganku sedang duduk disebuah kursi panjang yang ada di sini. Penampilannya terlihat sederhana namun tetap sedap dipandang mata. Dia hanya mengenakan kaos putih polos serta celana jeans denim. Kakinya bahkan hanya dibalut sandal jepit merek seribu umat yang sering aku pakai di kamar kost-ku.

"Permisi, Mas. Apa mas Kholil-nya lagi pergi, ya?"

Laki-laki itu mengangkat pandangannya dan satu hal yang terlintas di benakku. Tampan. Dia cukup tampan dan saat ia tersenyum, ketampanannya menjadi berlipat-lipat.

"Oh, mas Kholil lagi keluar sebentar, Mbak. Katanya tadi ada urusan mendadak."

"Duh, gimana ya, saya mau ambil motor saya yang sudah selesai di service."

"Sama, saya juga. Sudah hampir satu jam saya nunggu di sini."

Mampus lah kalo selama ini. Mana aku tidak kenal laki-laki ini lagi. Apalagi saat dia menawarkan aku untuk duduk di kursi yang sama dengannya. Mau menolak pun tidak enak, akhirnya aku memilih duduk saja. Biasanya aku cuek saja jika duduk di dekat laki-laki ganteng, tapi kenapa kali ini aku jadi salting begini? Apakah mungkin karena laki-laki ini mirip aktor favoritku. Bisa jadi, sih ini alasannya. 

"Kerja di dekat sini, Mbak?"

"Enggak dekat-dekat banget, sih."

"Di mana kantornya?"

"Di daerah SCBD."

"Wah, enggak nyangka saya bisa duduk dekat sama mbak-mbak SCBD."

Kalo banyak orang yang bangga karena berkantor di SCBD, mungkin aku salah satu yang berbeda. Bagiku biasa saja berkantor di sini. Karena rasanya dengan gaji yang aku terima, jika mengikuti gaya hidup mereka setiap hari bisa nelangsa aku sebelum tanggal gajian bulan berikutnya.

"Biasa aja, Mas. Enggak ada yang spesial. Saya tetap karyawan biasa."

"Yang penting jangan lupa menikmati hidup. Ngejar dunia enggak akan ada habisnya. Kalo mau travelling, bisa hubungi  saya, ini kartu nama saya."

Aku mengangkat pandanganku untuk menatap laki-laki ini. Beberapa detik kemudian aku menundukkan pandanganku dan aku terima kartu nama yang ia berikan.  Aku membacanya dan aku bergumam pelan, "Gara tour and travel."

"Yap, itu kartu nama saya. Kenalin saya Gara," kata laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku.

"Dei," kataku sambil menjabat tangan Gara yang ternyata cukup hangat ini.

"Senang berkenalan dengan kamu, Dei."

Setelah mendengar perkataan Gara ini, aku mengurai jabat tanganku lebih dulu darinya. Sambil menunggu Mas Kholil, aku banyak mengobrol dengan Gara yang ternyata cukup mencintai kegiatan travelling hingga akhirnya ia menjadikan hobynya ini sebagai pekerjaan.

Sepertinya lebih dari satu jam aku dan Gara menunggu mas Kholil hingga akhirnya Mas Kholil datang. Meskipun Mas Kholil meminta maaf karena ada urusan mendadak yang tidak bisa ditinggal, tapi kali ini aku biasa saja. Aku tidak jenuh menunggu di sini karena ada Gara yang menjadi temanku berbicara. Siapa sangka aku bisa mengobrol dengan orang baru selama ini? Biasanya aku termasuk orang yang sulit untuk menerima kehadiran  orang baru. Apalagi baru dikenal selama satu jam seperti Gara ini.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Dijodohkan dengan Gadun Part 3 (Gratis)
12
1
Sebaiknya membaca Part 2 terlebih dahulu. Berisi Part 3 (Gratis) Deinara Sastroariyo (Deinara) tidak pernah memilki keinginan untuk menikah karena rasa traumanya pada pernikahan kedua orangtuanya yang gagal di tengah jalan. Namun siapa sangka jika pilihannya itu telah membuat Papanya (Heru Sastroariyo) memiliki ketakutan karena di usia 32 tahun, Deinara masih betah menjomblo. Demi membuat Deinara memiliki pasangan, akhirnya Heru mengajukan persyaratan bisnis yang sedikit nyleneh kepada Andika Kusumajati (Dika) yang tidak lain adalah calon rekan bisnisnya. Ia meminta Dika untuk menikah dengan Deinara secepatnya.  Apakah Deinara akan menyetujui semua perjodohan ini ketika ia tahu bahwa laki-laki yang dijodohkan dengannya adalah Gadun rekan kerjanya di kantor? Terlebih bagi Deinara laki-laki seperti Andika Kusumajati adalah salah satu tipe laki-laki yang harus ia hindari seumur hidupnya. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan