Best Friend With Benefits Part 1-3 (Gratis)

50
14
Deskripsi

Meet the Heroine 

Akshara Blanca Tanarya tidak pernah menyangka jika hubungannya dengan Dionisius Patradika yang sudah dijalin lebih dari satu dasawarsa harus berakhir begitu saja karena alasan perbedaan keyakinan. Di tengah rasa sedih dan kekecewaannya, hanya sang sahabat Adam Raharja yang selalu ada menemani Akshara dan selalu siap meminjamkan bahunya untuk tempat bersandar. 

Meet the Hero

Adam Raharja tidak pernah menyangka jika ia harus menjalani blind date dengan beberapa anak teman...

Best Friend With Benefits Part 1

Tok....

Tok....

Tok.....

Sebuah ketukan pintu membuat Akshara menoleh ke sisi pintu kamarnya.

"Bi, buka pintunya. Sudah tiga hari lo ngedekem di kamar aja. Emang lo nggak lapar?"

"Pulang aja ke Jogja, Nyet. Gue bisa hadapin semua ini sendiri," kata Aksara di sela-sela tangisannya.

"Ya nggak bisa gitu, terus kalo emak bapak lo tanya tentang kondisi lo, gue mesti jawab apa?"

"Jawab aja suruh siapin liang lahat," jawab Shara dengan sedikit berteriak.

Mendengar jawaban Shara, Adam memilih kembali turun ke lantai satu rumah Shara. Sudah tiga hari ini dirinya terpaksa ijin dari kantor dan mengerjakan pekerjaannya dari jauh. Sebagai seorang sahabat, Adam bisa memahami reaksi Shara ini. Bagaimana tidak, sudah berpacaran lebih dari satu dasawarsa dengan Dion namun semua berakhir sia-sia setelah Dion mengatakan jika keluarganya tidak bisa menerima pernikahan beda keyakinan. Shara yang selama ini berharap banyak atas hubungan ini menjadi shock dan tentunya hancur bagai butiran debu. Shara memang tidak berani menceritakan kepadanya langsung, namun ia bercerita kepada Angi, yang membuat Angi meminta Adam untuk menemani Shara karena ia tidak bisa datang untuk memeluk Shara dan memberikan semangat hidup untuknya.

Tiga hari lalu saat Adam tiba di rumah Shara, rumah ini laksana kapal pecah, semua guci-guci antik koleksi Shara sudah pecah seluruhnya di lantai, tisu-tisu bertebaran di mana-mana, yang lebih parah adalah kondisi Shara yang terlihat seperti zombie. Melihat Shara seperti itu, entah kenapa hati kecil Adam merasa sakit. Shara yang ia kenal periang, teman berdebat bahkan sahabat yang telah bersamanya sejak mereka masih SD bisa berubah seratus delapan puluh derajat. Akshara Blanca Tanarya, sebuah nama yang biasanya tidak terlalu berarti untuknya, namun ketika melihat Shara sehancur ini, hati Adam teriris iris.

Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, Akshara sedang menatap kamarnya dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana bisa kamarnya yang lebih sering terlihat rapi, bahkan kini terlihat lebih kotor dan berantakan dari tempat pembuangan akhir sampah. Shara memegangi kepalanya lalu ia segera berjongkok di dekat ranjang. Beberapa menit Shara hanya bisa menangisi kebodohannya selama ini.

Betapa bodohnya dirinya bisa percaya begitu saja kepada Dion yang akan mengalah dan mengikuti keyakinan yang ia anut. Betapa bodohnya ia yang rela begitu saja pindah ke Jakarta dan memulai kariernya di sini dengan meninggalkan keluarganya di Jogja. Lebih bodohnya lagi, Shara menolak ketika orangtuanya menawarkan untuk mengambil jurusan kedokteran dan memilih mengambil jurusan akuntansi. Lebih dari semua itu, hal yang paling ia sesali adalah keputusannya untuk memberikan mahkotanya kepada Dion beberapa tahun lalu. Kini, ia yakin bahwa tidak akan ada lagi laki-laki yang mau menerimanya apa adanya, apalagi ketika mengetahui masa lalunya. Saat pikirannya kalut dengan realita hidup yang sedang ia hadapi, tiba-tiba Shara mendapatkan sebuah motivasi dalam dirinya.

"Okay, nggak masalah gue pernah bertindak bodoh dan ceroboh. Cukup sekali aja itu terjadi. Sekarang gue yakin, bahwa gue akan tetap bisa hidup tanpa Dion. Semua itu dimulai dengan gue harus menghapus Dion beserta kenangannya dari hidup gue, selamanya," kata Sahara dengan keyakinan pasti lalu ia bangkit berdiri untuk menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.

Saat berada di dalam kamar mandi, Shara menatap wajahnya yang sungguh tidak layak untuk di lihat khalayak ramai. Rambut panjang acak-acakan, wajah pucat, tubuh tidak terawat. Cukup sampai di sini. Kini ia menundukkan kepalanya dan segera membuka laci di bawah wastafel. Ia keluarkan sebuah gunting baru dari dalam kemasannya. Segera ia memegang rambutnya yang panjang, hitam dan lurus ini.

"Selamat tinggal masa lalu, Selamat tinggal Dion dan selamat tinggal rambut panjang," kata Shara sambil memotong rambutnya tepat di atas pundak.

Kresss......

Kresss......

Kresss.....

Rambut panjang hitam Shara mulai berjatuhan di lantai. Saat ini rambut Shara telah menjadi pendek di atas pundak. Ia tersenyum melihat dirinya. Mungkin hidup baru yang akan ia lalui harus dimulai dengan cara seekstrim ini. Ia akan menghapus kenangan dimulai dengan memangkas rambut panjangnya yang sering Dion belai, cium bahkan membantunya menyisir rambut tersebut.

***

Adam masih tertawa cekikikan ketika melihat angka-angka penurunan drastis aset crypto currency yang terjun ke jurang beberapa hari ini.

"Mabok, mabok deh lo yang investasi nggak pakai uang dingin," suara Adam yang sedang berbicara sendiri dengan laptopnya membuat Shara yang baru saja turun dari lantai dua tersenyum.

"Lo ngapain sih, Nyet?" Suara Shara sukses membuat Adam menoleh.

Seketika tawa itu hilang begitu saja ketika melihat Shara yang sudah kehilangan rambut panjangnya. Adam mengucek matanya berkali-kali. Apakah yang ada di hadapannya adalah Shara, sahabatnya yang sangat mencintai rambut panjangnya? Jika benar lalu kemana perginya rambut panjangnya? Segera saja Adam bangkit berdiri dari kursi di ruang makan yang sejak tadi ia duduki. Ia berjalan cepat mendekati Shara dan memegang kedua pipi Shara dengan tangannya. Lalu ia pindahkan tangan kanannya untuk memegang dahi Shara yang ternyata tidak demam.

"Nyet, lo kenapa sih pegang-pegang gue. Najis mughaladhah tau nggak," kata Shara sambil menyingkirkan tangan Adam yang ada di wajahnya.

Adam hanya mendengus dan memutar kedua bola matanya.

"Akhirnya gue yakin kalo ini beneran lo, bukan setan. Alhamdulillah kalo lo masih sejutek ini sama gue, berarti lo masih sehat bukan sakit wal sekarat karena putus cinta."

"Apaan sih, Nyet. Lo masak nggak, Nyet?" Tanya Shara sambil berjalan menuju ke dapur.

"Nggak, gue nggak masak. Bahan di kulkas lo habis. Lagi bokek, nggak ada duit buat makan."

Sahara menghentikan langkahnya ketika sampai di depan kulkas lalu menoleh untuk melihat Adam yang mengatakan itu dengan santai.

"Lo kalo ngomong yang bener dong, Nyet. Di Aminin malaikat baru tau rasa, lo."

"Bi, bisa nggak sih nggak panggil gue Nyet?"

"Nggak bisa, sudah kebiasaan dari dulu. Kenapa lo baru sewot sekarang kalo gue panggil begitu?" Tanya Shara sambil membuka kulkas.

"Gara-gara lo kasih nama gue Monyet, Nada dari kecil jadi ikut-ikutan manggil gue Nyet. Apesnya Galen sama Edel yang beberapa kali denger emaknya panggil gue Nyet, ikut-ikutan panggil gue Nyet," kata Adam sambil geleng-geleng kepala yang ternyata sanggup membuat Shara tertawa. Selama tiga hari Shara sudah kehilangan jiwa humorisnya, kini berkat mendengar keluhan Adam itu, ia bisa tertawa kecil.

"Lo yang mulai dengan panggil gue Babi duluan."

Sesudah mengambil kotak jus buah jambu, Shara segera berjalan menuju ke meja makan. Kini ia menarik kursi dan mulai duduk disana. Adam mengikuti apa yang dilakukan Shara dengan duduk di hadapan Shara.

"Tapi kan gue manggilnya Bi doang."

"Iya, Lo manggil gue Bi, tapi lebih seringnya lo panggil gue begini," kata Shara sambil mencoba menirukan cara Adam memanggilnya. "Bi...Bi... Babi."

Kini Adam hanya nyengir di depan Shara yang membuat Shara menatapnya dengan tatapan sengit.

"Bagus dong, panggilan sayang dan hanya lo yang nggak pernah marah gue panggil begitu."

"Ya kalo gitu harusnya lo nggak protes dong kalo gue panggil lo monyet."

"Gue bukan marah, cuma kasian aja sama si monyet karena disamain sama gue."

Shara hanya menggelengkan kepalanya sambil menatap Adam. Ia tidak bisa membayangkan, wanita seperti apa yang akan menjadi pasangan Adam kelak. Shara akan memberikan  penghormatan kepada wanita tersebut karena berhasil meluluhkan hati Adam yang sedingin es jika berurusan tentang cinta dan tentunya memberikannya pelukan agar tetap tegar ketika memiliki pasangan segila Adam yang perilakunya sulit untuk diprediksi.

Beberapa saat mereka terdiam hingga akhirnya  Adam membuka mulutnya.

"Shar, mukbang, yuk? Terus video-nya kirim ke Angi. Biar dia ngiler karena pingin pulang ke Indonesia."

"Mau mukbang apaan? Lo aja katanya lagi bokek, masa gue yang bayarin lo? Berasa menabur garam di lautan."

"Kalo sekedar makan mah gue bayarin dulu."

Shara menatap Adam dengan memicingkan matanya. "Serius Lo, Nyet mau bayarin?" Tanya Shara karena walau mereka bersahabat sudah lama, namun mereka jarang saling membayari. Mereka lebih memilih membayar tagihan makan secara mandiri.

Sebenarnya sudah sering Adam menawari Shara untuk ia traktir, namun Shara selalu menolak dengan alasan uang dan hutang adalah alat pemutus silaturahmi terampuh di dunia, maka dari itu ia tidak pernah mau ditraktir oleh Adam, bukan hanya Adam, bahkan Angi juga. Sesuatu yang masih membuat Adam heran. Entah kenapa dalam hal ini, ia sedikit iri pada persahabatan adiknya dengan ketiga temannya yang memilih bergiliran mentraktir sesuai urutan setiap kali mereka berkumpul.

"Iya, tapi nanti tanggal 25 lo ganti."

Shara menghela nafasnya dan menatap Adam dengan tatapan gemas.

"Lo hafal ya tanggal gajian gue?"

"Oh, tentu saja. Hafal di luar kepala dari dulu."

"Okay deh lo bayarin dulu, nanti gue ganti."

"Ya udah, ayo cabut. Mana kunci mobil lo?" Tanya Adam sambil bangkit berdiri.

"Nyet, gue ganti baju dulu. Masa gue pakai celana kolor sama kaos oblong kedodoran begini."

Adam menghela nafasnya dan menatap Shara dengan gemas. "Lo ngapain sih ganti baju segala? Kita cuma mau nge-mall bukan mau kondangan."

Setelah mengatakan itu segera saja Adam berjalan menuju ke meja dekat pintu. Ia melihat kunci mobil Shara ada di sana. Saat ia sudah mendapatkan kunci itu, segera Adam menuju ke garasi dan membuka pintu garasi.

"Buruan atau gue tinggal," teriak Adam yang membuat Shara berlarian secepat yang ia bisa menuju ke garasi rumahnya.

Sesuatu yang aneh bagi Shara, ketika tiga hari ia habiskan untuk merenungi nasib percintaannya dengan Dion yang kandas begitu saja, namun hanya dalam waktu kurang dari satu jam ia bisa melupakan semua kesedihannya ketika bersama sahabatnya.  

***

Sepanjang jalan Shara hanya bisa melirik Adam beberapa kali tanpa memiliki keinginan untuk mengomentari setiap kata yang keluar dari bibir Adam. Bagi Shara Adam bukanlah laki-laki sejati, namun ia adalah wanita yang terjebak dalam tubuh pria karena Adam tergolong laki-laki yang julidnya tidak ketulungan, bahkan ia termasuk laki-laki yang suka bergosip.

"Bi, lo kenapa diam aja dari tadi?" Tanya Adam ketika mobil mereka terjebak kemacetan.

"Gue lagi mikir, kapan Siwon bakal ketemu sama gue terus nikahin gue."

Adam berusaha untuk tidak tertawa namun gagal. Kini mau tidak mau Shara menoleh menatap Adam.

"Lo kenapa ketawa sih, Nyet. Gue serius. Setelah hubungan gue sama Dion kandas, gue rasa memang jodoh gue itu Siwon."

"Bi...Bi... babiku sayang yang hoby berkhayal, tolong bangun karena ini bukan negri dongeng."

"Eh, siapa tau aja Siwon jodoh gue, Nyet. Siapa tau juga gue bakalan nikah pas usia 40 tahun kaya Son Ye Jin pas dinikahin Hyun Bin."

Adam menghela nafasnya. Tidak perlu bertanya siapa Son Ye Jin dan Hyun Bin karena sejak drama Korea yang mereka bintangi booming, Shara sudah mengajaknya nobar semalam suntuk. Bahkan mereka nobar bersama Nada dan Juna, sesuatu yang Adam sadari unfaedah, sepanjang drama diputar ia harus menahan ocehannya karena di sebelahnya Nada dan Juna sibuk lovey dovey.

"Gue nungguin Song Hye Kyo aja kalo gitu, siapa tau dia rela melepas status jandanya buat gue. Kalo dia mau, gue ikhlas lahir batin terima dia apa adanya."

"Ck....ngaca, Nyet, ngaca. Lo nggak ada sekuku hitamnya mantan suaminya. Turun kelas Song Hye Kyo dapat lo."

Adam hanya tertawa cekikikan tanpa menjawab Shara. Ia memilih fokus kepada kemudi mobilnya hingga akhirnya mereka tiba di sebuah mall. Kini Adam mematikan mesin mobil Shara setelah berhasil mendapatkan tempat parkir. Bukannya langsung keluar, Shara sibuk menatap Adam.

"Lo kenapa lihatin gue?" Tanya Adam sambil membuka sabuk pengamannya.

"Nyet, gue berasa kaya gembel masuk mall."

"So?"

"Lo aja deh yang mukbang, gue tungguin di parkiran."

Adam menghela nafasnya dan menatap Shara dengan tatapan jengah.

"Kenapa lagi sih, Bi?"

Shara mengangkat tangan kanannya lalu menunjukkan jahitan di area ketiaknya. "Nih, ketek gue sudah mangap," kata Shara sambil memegang jahitan di area ketiak yang sudah bolong.

"Ya sudah beli kaos nanti di dalam."

Shara menggelengkan kepalanya. Dirinya bukan orang yang akan mau menggunakan baju baru sebelum dicuci dahulu. Kulitnya tergolong sensitif terhadap debu, karena itu ia berusaha untuk selalu menjaga kebersihan dirinya maupun barang-barang yang ia kenakan.

"Sekali kali nggak usah sok bersih, atau lo milih pakai baju lo yang ini aja? Gue nggak masalah jalan sama gembel kaya lo," kata Adam memberi pilihan pada Shara lalu ia keluar dari mobil.

Melihat Adam keluar dari mobil, mau tidak mau Shara segera mengikuti Adam. Dengan menelan rasa malunya, untuk pertama kalinya Shara menginjakkan kakinya di mall hanya dengan menggunakan celana kolor pendek dan kaos oblong kedodoran yang sudah bolong di bagian ketiak. Ia hanya berharap jangan sampai dirinya bertemu dengan teman kantornya. Bisa diskon harga dirinya yang selalu berdandan rapi, sempurna tak tercela jika sudah pergi ke kantor ini.

***

Best Friend With Benefits Part 2

Bagi wanita tidak ada masalah kecil ataupun besar, semua masalah dianggap adalah masalah besar, itu pemikiran Adam selama ini. Apalagi ia yang hidup lebih dari tiga puluh tahun bersama sang Mama dan Papa. Adam memilih tetap tinggal di rumah orangtuanya karena adiknya tinggal bersama sang suami, kini hanya ia saja tempat kedua orangtuanya mencurahkan perhatian dan sekaligus juga meluapkan rasa jengkelnya jika tingkah Adam membuat mereka mengelus dada. Tiada hari tanpa omelan dari Mama. Tiga hari bersama Shara pun walau tidak mendapatkan omelan dari sang Mama, namun Adam tetap mendapatkan omelan dari Shara.

"Sumpah ya, Nyet Lo bikin gue jadi malu," omel Shara berkali kali sejak mereka memasuki mall sejam yang lalu.

"Emang kenapa sih, Bi? Cuek ajalah, lagian kita makan juga bayar, bukan minta."

Shara menghela nafasnya dan memutar kedua bola matanya.

"Nyet, tiap gue angkat kedua tangan gue buat makan, ketiak gue juga ikutan mangap."

"Bagus, tinggal lo suapin aja sekalian, biar kenyang," kata Adam santai lalu ia kembali melanjutkan mukbangnya.

Shara memilih menutup mulutnya dan mulai makan. Namun sungguh pemandangan di depannya membuatnya ingin melempar Adam dengan piring yang ia gunakan untuk makan.

"Ngi, lihat nih, enak banget, Ngi. Di sana mana ada sambal beginian. Nih, nih, nih, colek...nampol rasanya."

Shara memohon dalam hati agar Tuhan memberikan dirinya kekuatan untuk menghadapi Adam. Sungguh, satu-satunya pria yang ia blacklist untuk menjadi suaminya adalah Adam. Walau Adam sempurna bagi orang di luar sana, namun bagi Shara, Adam bukanlah sosok lelaki idamannya.

"Ngi, udah ya, gue doain Joe cepetan bisa bikin Lo bunting. Kalo Lo bunting, ponakan gue nambah lagi. Bye, Ngi," setelah mengatakan itu semua, Adam menutup video tersebut dan segera mengirimkannya kepada sepupunya, Angi.

Shara hanya menatap Adam sambil memainkan sendok yang ada di tangannya. Pikirannya sudah berkelana memikirkan masa depannya yang baru saja kandas. Impiannya untuk segera berumah tangga pupus sudah. Ia tak pernah menyangka Angi yang sudah mengikrarkan diri untuk melajang seumur hidup setelah Raja meninggal dunia justru menikah lebih dulu daripada dirinya maupun Adam. Bagi Shara, Angi cukup beruntung karena akhirnya bersanding dengan Joe yang notabennya benar-benar telah memperjuangkannya hingga titik darah penghabisan. Joe yang Agnostik bisa menjadi seorang mualaf dengan proses yang panjang. Sungguh, pahala Angi tidak bisa di hitung dengan jari menurut Shara.

"Bi, lo ngapain sih melamun?"

Shara menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.

"Cerita sama gue, lo ada apa?"

"Cuma lagi mikirin Angi."

"Lo kangen?"

"Kangen iya, tapi lebih ke bagaimana beruntungnya hidup Angi. Setelah ditinggal Raja berpulang lebih dulu, dia justru menikah sama Joe. Joe sempurna gitu kan jadi laki-laki apalagi jadi suami. Idaman para wanita yang mengagungkan duit apalagi punya suami se-hot Joe."

Kini Adam menatap Shara lekat-lekat. Sungguh wajah Shara semakin terlihat tirus setelah putus cinta dengan Dion. Itu semua terkesan mengenaskan bagi Adam.

"Lo suka sama Joe?"

"Suka," jawab Shara singkat yang langsung mendapatkan tatapan nyureng dari Adam. Bukannya takut, Shara justru tertawa cekikikan.

"Gue suka sama dia itu sebagai teman aja. Apalagi dia suami sahabat gue. Inget Gimana dia curhat sama gue karena Angi selalu cuek ke dia dan nggak pernah anggap dia ada apalagi nyata."

"Lo mau punya suami kaya Joe?"

"Ya maulah, siapa yang nolak punya suami seseksi itu, saldonya no limit di rekening. Enggak kenal tanggal muda apalagi tanggal tua. Munafik sih kalo gue bilang perempuan nggak suka sama duit. Okay, mungkin nggak secara langsung dia suka sama duit, tapi realistis aja, kita ke salon, ke klinik kecantikan, beli baju, bahkan kita nongkrong di mall juga butuh duit minimal buat bayar parkir."

"Masalahnya yang modelan kaya Joe nggak akan mau sama lo."

"Sok tau lo, Nyet. Lo nggak lihat gue cukup cantik, gue berotak dan satu lagi, gue termasuk gaul karena kadang gue ngeDJ juga."

"Kalo lo merasa semua itu kelebihan lo, kenapa lo mesti nangis cuma karena Dion mutusin hubungan kalian? Dunia itu luas, Bi. Lo bisa dapatin yang lebih baik dari Dion."

"Kalo lebih kaya ada nggak ya, Nyet?"

"Ada dan banyak malahan yang lebih kaya dari Dion. Masalahnya cuma satu, mereka yang lebih dari Dion itu mau nggak sama Lo," kata Adam yang membuat Shara mendelik. Melihat Ekspresi Shara yang sudah seperti ikan buntal, Adam tertawa cekikikan.

"Lo ya, Nyet. Awas aja Lo, gue bales nanti," kata Shara sambil berdiri dari posisi duduknya.

"Mau ke mana Lo?" Tanya Adam sambil melihat Shara yang sudah mulai berjalan meninggalkan meja.

"Pulang."

Kini setelah Shara meninggalkan Adam, ia memilih menunggu Adam di luar restoran. Biarkan Adam yang membayar semuanya. Di saat ia sedang menunggu Adam, tiba-tiba mata Shara menangkap sosok sang mantan pacarnya sedang berjalan dengan seorang wanita yang menggunakan dress merah. Mata Shara masih terus memperhatikan sepasang anak manusia itu yang kini telah masuk ke sebuah butik sepatu wanita. Shara cukup tau bagaimana Dion yang sangat menyukai wanita modis serta feminim. Entah kenapa air matanya menetes. Apakah secepat itu Dion melupakannya dan melupakan hubungan mereka yang sudah lebih dari 10 tahun. Kenapa juga matanya yang minus satu ini seharusnya buta dan tidak melihat ini semua. Sungguh hatinya merasa teriris iris. Dion yang masih gagah, tampan dan modis benar-benar pria metroseksual yang sempurna untuk Shara. Namun sayang, hubungan yang sudah mereka jalin selama ini pupus ditengah jalan begitu saja. Shara mengomel tiada henti di dalam hatinya. Seharusnya ia tadi datang ke mall dengan pakaian yang lebih layak sehingga jika terjadi hal di luar kontrolnya seperti ini, ia masih memiliki taring untuk menemui Dion bersama wanita itu.

Adam yang baru saja keluar dari restoran, langsung melihat Shara yang sudah berdiri diam terpaku, namun sorot matanya fokus menatap butik sepatu di depannya. Adam mencoba mengikuti arah mata Shara. Kini Adam tau apa yang terjadi saat ini. Ternyata Shara sedang melihat Dion dengan wanita lain. Adam cukup shock sama dengan Shara karena ia tau bagaimana Dion menyanyangi Shara selama mereka berpacaran. Bahkan Dion juga rela menuruti semua keinginan Shara, tapi kenapa secepat ini ia melupakan sahabatnya.

"Shar," panggil Adam dengan menyebut nama Shara dengan benar, tanda bahwa ia sedang serius.

"Ya. Lo bisa lihat kan, Dam. Ternyata bukan masalah keyakinan yang membuat dia mutusin gue, tapi karena dia sudah punya mainan baru. Sekarang kita pulang aja." Ajak Shara sambil mencoba berjalan namun Adam mencekal pergelangan tangannya.

"Wait. Lo berhak dapat penjelasan yang lebih masuk akal dari dia. Kita datangi mereka sekarang?"

Shara menggelengkan kepalanya dan ia berusaha tegar menghadapi ini semua.

"Sekarang gue nggak mampu, Dam. Lo lihat kondisi gue nggak sedap dipandang mata begini."

Adam memperhatikan Shara dari ujung rambut hingga ujung kaki dan akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Kali ini ia setuju dengan pendapat Shara. Shara sedang dalam kondisi yang tidak siap untuk berperang. Akhirnya Adam merangkul Shara dan mengajaknya untuk berjalan keluar dari mall. Tanpa mereka sadari, ternyata ada sepasang mata yang memperhatikan mereka berdua dari jauh. Mata Dion yang sebenarnya sejak tadi sudah menyadari kehadiran Shara namun ia tidak bisa menghampirinya karena ada Alexandra di dekatnya. Dalam hatinya, Dion masih bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Shara, namun ia juga tidak bisa membohongi hatinya jika ia tidak bisa mengikuti keyakinan Shara. Belum lagi adat istiadat mereka yang sangat berbeda.

Sepanjang jalan menuju ke parkiran Shara berusaha menahan air matanya, namun saat ia sudah berada di dalam mobil, ia sudah tidak bisa menahan tangisannya. Ia tumpahkan semua rasa sakitnya dengan tangisan dan sesekali teriakan. Adam yang sedang menyetir di sebelahnya hanya bisa diam dan sesekali mengelus bahu kanan Shara dengan tangan kirinya seolah memberi kekuatan kepada sang sahabat.

"Kenapa harus gue, kenapa? Apa sih kurangnya gue buat Dion?" Kata Shara dengan berapi api di sela-sela tangisannya.

Adam hanya bisa menghela nafas dan tak menjawab sepatah katapun. Bahkan saat mereka sudah sampai di depan rumah Shara, Shara langsung keluar dari mobil dengan membanting pintu mobilnya. Adam bahkan sempat kaget ketika Shara membanting pintu mobil. Melihat Shara yang masuk begitu saja tanpa berniat membukakan pintu pagar halaman rumahnya, mau tidak mau Adam keluar dari mobil dan membukanya sendiri.

Saat Adam baru saja memasukkan mobil SUV milik Shara, tiba-tiba ia mendengar handphonenya berdering. Saat ia melihat nama si penelepon, Adam benar benar ingin membanting handphonenya. Bagaimana bisa Dion dengan kepercayaan diri yang setinggi Semeru itu bisa meneleponnya tanpa memiliki rasa bersalah. Andai membunuh orang tidak masuk tindakan kriminal, tentu saja Adam sudah membunuh Dion sejak kemarin. Lebih tepatnya sejak Shara mengurung diri dan tidak keluar dari kamar.

Penasaran dengan apa yang akan di katakan oleh Dion, Adam akhirnya mengangkat telepon tersebut.

"Hallo?" Sapa Adam tanpa berniat beramah tamah.

"Hallo. Lo masih sama Shara?"

Adam menyunggingkan senyum sinisnya. "Ngapain Lo tanya-tanya tentang Shara. Dia sekarang sudah bukan pacar lo lagi."

Adam bisa mendengar di ujung telepon Dion mendengus.

"Gue tahu dia bukan pacar gue lagi. Gue cuma mau tanya apa dia baik-baik aja sepulang dari mall?"

"Dari mana Lo tau kita baru aja pulang dari mall?"

"Dari awal gue tahu Shara ada disana. Tapi kayanya dia belum siap ketemu sama gue lagi, makanya gue tanya sama lo, apa di baik-baik aja?"

Kini giliran Adam yang menghela nafas.

"Dia dalam keadaan baik-baik aja dan akan lebih baik lagi kalo lo jangan pernah muncul di depannya. Sekali aja gue tau lo bikin dia nangis lagi, gue nggak akan segan-segan membuat perhitungan sama Lo," kata Adam dengan tegas lalu ia menutup teleponnya.

Tanpa Adam sadari dari balkon lantai dua, Shara bisa mendengarkan percakapannya dengan Dion. Kini setelah Adam menutup teleponnya, Shara segera masuk ke dalam kamarnya kembali. Kini salah satu hal yang ia syukuri adalah dirinya memiliki Adam untuk teman berbagi segala rasa, bahkan Adam tidak segan-segan membelanya di depan Dion.


***

Best Friend With Benefits Part 3

Malam ini Adam sudah berada di dalam kamar tamu yang ada di rumah Shara. Ini sudah hari ke empat dirinya tinggal di Jakarta. Mau tidak mau besok ia harus segera pulang ke Jogja karena ada meeting dengan clien-nya yang tidak bisa di wakilkan. Saat ia baru saja mencoba menutup matanya, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke handphonenya. Segera Adam membuka handphonenya, ternyata group tersebut sedang ramai membahas dirinya yang sudah tidak berangkat ke kantor selama 3 hari.

Ruben Mahesa : kemana nih si Adam nggak ngantor tiga hari, lama-lama makan gaji buta juga nih anak.

Adam Raharja : sembarangan aja jari Lo kalo ngetik. Gue sedang menjalankan tugas dari Ndoro Pelangi.

Sharenada Raharja : kebanyakan alasan. Kenapa sih nggak jujur aja kalo Lo suka sama dia. Nanti kalo dia sudah di halalin orang lain Lo nangis.

Kaluna Maharani: wow, dia siapa nih yang di maksud sama Nada? Serius gue nggak tau siapa.

Arjuna Harvito : Alhamdulillah, Galen sama Edel bentar lagi punya Budhe. Nggak sia-sia kemarin acara ngeruwat mas Adam biar enteng jodoh 🤣

Adam Raharja : Eh, Junaidi, Lo jangan rebut posisi gue sebagai bigos nomer satu di group ini dengan menyebarkan gosip yang jauh dari fakta di lapangan.

Sharenada Raharja : kalo gue salah, berarti nggak ada salahnya Lo turutin setiap acara blind date sama anak-anak temannya Mama.

Adam Raharja : berasa nggak laku gue, Nad.

Pelangi Cinta : Lo masih di Jakarta, Dam?

Adam Raharja : masih, nyonya Hamman.

Ervin Aditya:  Jakarta dan Adam, berarti nggak jauh-jauh dari Akshara Blanca Tanarya.

Kaluna Maharani: owalah, lo sama Shara, Dam?

Adam Raharja: sumpah, gue sama dia nggak ada hubungan apa-apa selain teman, Mbak Luna. Percaya sama gue aja, jangan sama Junaidi apalagi Nada.

Kaluna Maharani: percaya itu sama Tuhan, kalo percaya sama Lo itu jatuhnya sesat.

Caramel Attanaya: mau heran, tapi ini Mas Adam 😅

Gendis Adiratna : pokoknya pulang sebelum hari Sabtu, Sabtu kamu ada janjian nonton sama anak teman Mama.

Vanilla Attanaya: 🤣 ya Tuhan, Mas Adam sampai di cariin jodoh sama Budhe Gendis? Kayanya memang sudah nggak laku beneran nih si Mas Adam.

Sharenada Raharja: makanya Lo buruan deh sama yang onoh, biar Lo nggak jadi Adam jilid dua. Nanti Lo bagai barang dagangan di tawarin kemana mana.

Adam memilih menutup handphonenya dan tidak lagi menggubris apa yang di perdebatkan oleh keluarganya. Hari ini sudah cukup lelah ia jalani karena harus mengantarkan Shara bertemu psikolog di rumah sakit. Semoga saja besok pagi semua menjadi lebih mudah, karena ia harus meninggalkan Shara sendirian di Jakarta, sedangkan ia pulang ke Jogja. Adam terus berdoa kepada Tuhan agar jangan sampai Shara melakukan tindakan bodoh seperti Deva dulu dengan meminum racun serangga. Adam yakin hidupnya akan sepi tanpa omelan apalagi makian dari Shara yang setiap hari ia lakukan walau sekedar melalui pesan di WhatsApp atau Telegram.

***

Setelah kemarin bertemu dan bercerita apa yang ia rasakan kepada seorang Psikolog, hati Shara merasa sedikit lega. Ia yakin ia bisa menemukan pengganti Dion suatu saat nanti. Namun satu yang sudah semakin ia yakini adalah ia harus segera resign dari kantornya. Tidak mungkin ia akan tahan jika berada dalam satu gedung bersama Dion walau mereka berada di lantai serta perusahaan yang berbeda.

Pagi ini Shara segera membuka bedcover yang menutupi tubuhnya dan segera berjalan menuju ke kamar mandi. Sudah cukup ia meratapi semua kesedihan hatinya, saat ini pekerjannya sudah melambai lambai untuk segera ia jurnal. Selesai mandi dan berdandan, Shara turun ke bawah dan ia belum melihat Adam keluar dari kamar. Segera saja Shara mengambil kunci motor dan keluar untuk mencari sarapan. Tidak sampai tiga puluh menit kemudian Shara sudah kembali ke rumah dan menyiapkan sarapan untuknya dan Adam.

"Nyet..... Bangun, sarapan...," Suara teriakan Shara membuat Adam mau tidak mau mengucek matanya dan segera bangun dari tidurnya.

Adam bangkit untuk duduk di ranjang, lalu kemudian ia berjalan keluar dari kamar. Saat Adam membuka pintu kamarnya yang berada di dekat dapur, ternyata Shara sudah ada di dapur sambil membuat kopi untuk mereka berdua. Untuk pertama kalinya sejak mereka dewasa, ini adalah kali pertama Shara melihat bentuk tubuh Adam yang ternyata six pack dan sanggup membuatnya terfokus pada badan Adam. Shara tidak pernah menyangka jika Adam memiliki tubuh sesempurna ini, bahkan lebih bagus daripada tubuh Dion yang rajin ke gym seminggu tiga kali.

"Lo sudah bangun, Bi?" Kata-kata Adam sukses membuat Shara menapaki realita lagi.

Shara menelan ludahnya sebelum ia akhirnya menjawab. "Sudah. Gue soalnya sudah ngantor lagi pagi ini."

"Good. Gue juga harus balik ke Jogja hari ini."

Shara hanya diam mendengarkan Adam. Mungkin kemarin-kemarin kesendiriannya tidak terasa karena ada Adam disisinya, namun jika Adam pulang, apakah ia tidak akan merasa kesepian?

"Iya, nanti gue antar," Jawab Shara sambil menutup toples gulanya.

Kini Shara melihat Adam melewatinya untuk menuju ke kamar mandi. Sumpah, Shara tidak pernah merasa segugup dan sebingung ini hanya karena berhadapan dengan Adam Raharja yang notabenenya adalah teman sekaligus sahabatnya sejak ia duduk di bangku sekolah dasar.

Shara menunggu Adam hingga Adam keluar dari kamar mandi dan duduk di hadapan Shara. Shara hanya bisa menutup matanya sekilas dan menundukkan pandangannya karena ia takut khilaf ketika menatap Adam yang tetap tanpa berdosa duduk di hadapannya dengan tubuh bagian atasnya tidak tertutup sehelai benang pun.

"Bi, Lo mau berangkat jam berapa?" Tanya Adam saat ia baru selesai menyantap nasi uduk  yang di belikan Shara.

"Bentar lagi kayanya. Emang kenapa?"

"Oh, perlu gue antar nggak?"

"Nggak usah. Gue bisa ngerti sendiri."

Adam hanya menganggukkan kepalanya dan kini ia meminum kopinya sedikit.

"Kopi buatan Lo enak," kata Adam memuji kopi yang Shara buatkan.

Setan betul pikir Shara, kenapa juga Adam harus memuji kopi buatannya buang membuatnya keGRan dan Shara yakin wajahnya sudah Semerah kepiting rebus.

"Udah ah, gue berangkat dulu. Lo panggil jasa bersih-bersih rumah online aja. Gue nanti bayar kalo sudah gajian ke Lo, Nyet. Gue duluan, ya. Bye."

"Bye."

Setelah berpamitan kepada Adam, segera Shara menghidupkan mesin mobilnya dan ia membuka pintu garasi rumahnya. Lalu ia berjalan ke luar rumah untuk membuka pagar rumah. Saat ia baru saja membuka pagar, ia menemukan sebuah mobil yang tidak asing untuknya sedang menunggu didepan jalan rumahnya. Mengetahui jika itu mobil milik Dion, segera Shara memasuki rumah dan berjalan menuju ke garasi. Buru-buru ia masuk ke mobil dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah tepat di saat Dion berusaha menghampirinya.

Di dalam rumah, Adam segera bangkit berdiri dan ia kembali ke kamar. Ia mempacking semua barang-barangnya. Saat ia akan segera pergi ke kamar.mandi,. tiba-tiba sebuah panggilan telepon dari Shara masuk ke handphonenya.

"Hallo, Bi?" Sapa Adam ramah.

"Hallo, Nyet. Nyet, gue minta tolong tutupin pintu garasi sama pagar rumah ya?"

"Why?"

"Tadi gue nggak sempat nutup soalnya gue lihat Dion ada di depan rumah. Gue lagi malas ketemu sama dia."

"Okay, gue tutup."

"Makasih, Nyet. Lo emang sahabat terbaik gue."

"Tumben Lo puji gue."

"Iya, soalnya Lo baik banget sama gue Lo mau temenin gue di saat-saat tersusah dan terberat di hidup gue. Makasih ya, Nyet. Gue nggak tau hidup gue akan kaya gimana tanpa kehadiran lo. Bye, monyet."

"Bye, Babi."

Setelah mengatakan itu, Shara menutup teleponnya. Ia merasa lega telah mengucapkan terimakasih kepada Adam. Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, hati Adam merasa hangat ketika mendengar perkataan Shara di telepon. Entah kenapa hatinya terasa berat dan tidak ikhlas meninggalkan Shara sendirian di tempat ini. Sebuah perasaan aneh yang membuat Adam menggaruk kepalanya.

***

Hari ini Shara benar-benar tidak sempat memikirkan perasaannya yang sedang kacau balau karena pekerjannya benar-benar menyita perhatiannya, bahkan hingga akhirnya jam makan siang baru Shara bisa bernafas lega. Ia segera mengambil card holder-nya dan turun kebawah. Mungkin tidak ada salahnya Shara menikmati jam makan siang ini sebentar di sela-sela dirinya harus menjurnal transaksi harian selama empat hari karena ia sudah ijin.

Saat Shara keluar dari lift. Ia menemukan sosok Dion ada di sana dan Shara yakin jika Dion sedang menunggunya. Sepertinya Dion tidak akan berhenti menemui dirinya jika ia tidak menghadapi Dion secara langsung. Segera saja Shara menghampiri Dion.

"Lo nyariin gue dari pagi ada urusan apa?" Tanya Shara sambil menyedekapkan tangannya di depan dada.

"Aku cuma mau tanya keadaan kamu aja."

Kini Shara tertawa cekikikan dan ia menggelengkan kepalanya. Dion masih merasa jika mereka spesial kah hingga ia memanggil Shara dengan aku kamu.

"Gue baik, sehat dan gue sudah tau semuanya."

Tidak perlu menjadi cenayang untuk Dion tau apa yang dimaksud Shara.

"Aku sama Alexandra nggak ada hubungan apa-apa selain teman."

Shara menghela nafasnya dan ia menatap Dion dengan tatapan malas.

"Sejak kapan yang namanya teman itu jalan dengan mesranya sambil si wanita peluk tangan si cowok? sejak kapan juga yang namanya teman sampai harus sok manis laksana orang kencan seperti waktu gue nggak sengaja lihat Lo jalan berdua di mall kemarin. Btw, sorry gue lupa kalo kita sudah putus dan apapun yang lo lakuin itu bukan urusan gue sama sekali."

Setelah mengatakan itu, segera Shara berlalu dari hadapan Dion, namun saat ia baru melangkahkan kakinya dua langkah Dion sudah memegang pergelangan tangannya.

"Shar?" Panggil Dion yang membuat Shara mendongak.

"Apa lagi? Jangan drama kaya begini. Bikin malu."

"Apa bedanya kamu sama aku? Kamu malah tinggal serumah sama Adam yang notabennya lawan jenis kamu. Terlepas dia teman atau sahabat."

Mendengar perkataan Dion entah kenapa Shara menjadi emosi di buatnya. Segera Shara menatap tangan Dion yang masih melingkar di pergelangan tangannya. Dion yang sadar Shara tidak suka di perlakukan seperti itu, segera melepaskan. Kini setelah Dion melepaskan genggamannya di pergelangan tangan Shara, Shara menatap Dion lekat-lekat. Andai tatapan Shara bisa melubangi kepala Dion, sudah pasti saat ini kepala Dion sudah bolong saking fokusnya Shara menatap Dion bahkan tanpa berkedip. Kini rasa cinta di hati Shara sudah berubah menjadi sebuah kekecewaan, amarah bahkan sakit hati.

"Untuk pertama dan terakhir kalinya gue akan bilang sama lo. Andai gue di beri pilihan untuk memilih lo atau Adam, jelas gue memilih Adam. Perlu juga lo ingat, walau gue tinggal serumah sama Adam, dia nggak pernah nyentuh gue seperti yang lo lakuin setiap kali lo sange!"

Shara cukup shock dengan apa yang ia katakan barusan kepada Dion, namun ia tidak akan menariknya lagi. Ia memilih untuk segera pergi berjalan meninggalkan Dion seroang diri yang hanya bisa diam mematung setelah mendengarkan perkataannya. Persetan dengan apa yang akan Dion pikirkan tentang hubungannya dengan Adam. Yang pasti kehadiran Adam terbukti bisa membuatnya melupakan kesedihannya.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Best Friend With Benefits Part 4
35
2
Sebaiknya baca Part 1-3 terlebih dahulu. Berisi part 4.Meet the Heroine Akshara Blanca Tanarya tidak pernah menyangka jika hubungannya dengan Dionisius Patradika yang sudah dijalin lebih dari satu dasawarsa harus berakhir begitu saja karena alasan perbedaan keyakinan. Di tengah rasa sedih dan kekecewaannya, hanya sang sahabat Adam Raharja yang selalu ada menemani Akshara dan selalu siap meminjamkan bahunya untuk tempat bersandar. Meet the HeroAdam Raharja tidak pernah menyangka jika ia harus menjalani blind date dengan beberapa anak teman Mamanya hanya karena sang Mama takut dirinya akan membujang seumur hidupnya. Untuk membuat sang Mama jera menjodohkannya dengan beberapa wanita, Adam selalu meminta Akshara membantunya. Hingga akhirnya tercetuslah sebuah ide gila yang bisa menguntungkan mereka berdua. ***Bagaimana Adam dan Akshara akan menjalani kehidupan mereka, apakah mereka akan menyadari perasaan satu sama lain ketika momment mereka sering bersama banyak tercipta. Karena bagi Adam, Akshara bukanlah tipe wanita idamannya untuk di jadikan pendamping hidup, sedangkan bagi Akshara, Adam adalah seorang wanita yang terjebak dalam tubuh seorang pria. ***
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan