Bab 5 - Bertemu Pujaan Hati

0
0
Deskripsi

"Ingatlah kisah Zulaikha-Yusuf. Ketika Zulaikha mengejar cinta Yusuf, maka Allah jauhkan Yusuf darinya dan ketika Zulaikha mengejar cinta Allah, Allah datangkan Yusuf untuknya."


"Cara yang tepat dalam mencintai adalah cintai dulu Sang Penciptanya, lalu baru ciptaannya."

Fajar telah menyingsing. Kokokkan ayam jantan terdengar di telinga Alisha, hingga membuatnya terusik. Ditambah suara Muazin yang mengumandangkan azan subuh terasa sangat memekakkan telinga. Masih dengan mata terpejam, dahinya berkerut dalam. Alisha sama sekali tidak senang mendengarnya, hingga dia dengan lekas mengambil guling dan menutup kedua telinga. Berharap suara nyaring dan cukup mengganggu itu cepat berhenti.

Sayangnya, telinganya terus mendengar suara lantunan azan tersebut. Sampai Alisha menyerah dan bangun dalam keadaan jengkel bukan main. Oh, yang benar saja! Dia baru tidur jam dua belas malam, tapi kini tidurnya justru terganggu dan ini baru setengah lima! Kepalanya sakit dan kini, dia tidak bisa tidur kembali.

Shit!

Rasanya Alisha ingin memaki, namun sadar kalau saat ini dia sedang ada di rumah neneknya, Alisha hanya diam dan berdecak sebal. Dia lantas pergi ke dalam kamar mandi untuk cuci muka. Berusaha menghilangkan rasa pusing yang memenuhi isi kepalanya. Jika bisa digambarkan, mungkin bintang-bintang kecil tampak mengelilinginya.

Sampai setelah selesai cuci muka, Alisha kembali mendudukkan dirinya di ranjang. Rasa kantuk itu masih tersisa. Namun saat sebuah pemikiran untuk melanjutkan waktu tidur terlintas di kepalanya, suara ketukan pintu membuat Alisha mau tak mau tersadar.

"Alisha, ini Tante Via, kamu sudah bangun belum? Kalau sudah, ayo kita salat berjamaah subuh."

Alisha tak lantas menjawab. Dia mendengar suara tante Via--adik dari mamanya yang sudah tiada--dengan dahi berkerut. Menimang apakah dia akan keluar atau tidak. Alisha sama sekali tidak tahu apa yang tantenya katakan. Salat? Berjamaah? Apa itu?

"Alisha, Sayang. Kamu belum bangun?"

Kembali suara lembut itu terdengar. Kali ini, berhasil membuat Alisha akhirnya menyerah dan membuka pintu perlahan. Namun sebelum matanya bertemu pandang dengan tantenya, Alisha dengan cepat memasang wajah sakit. Memegangi kepalanya.

"Alish--"

"T-tante ...."

"Lho, kamu kenapa?" Via memasang wajah kaget ketika mendapati Alisha memegangi kepalanya dan terus meringis. Menatapnya dengan sorot kesakitan.

"Kepala Lisha pusing banget, Tante. Lisha nggak bisa ikut," ringisnya sembari menatap Via yang sudah memakai kain putih panjang yang begitu lebar dari atas kepala hingga kaki. Semuanya bentuk tubuhnya tertutup dan sama sekali tidak terlihat. Lagi-lagi, hanya wajah yang bisa Alisha lihat. Dia heran melihat pakaian yang dikenakan oleh tantenya. Alisha rasa, di sini sedikit aneh.

"Kamu sakit? Astaghfirullah, bagaimana ini? Kita harus ke rumah sakit," ucapnya dengan nada panik. Ekspresi khawatir benar-benar terlihat di wajahnya. Menjelaskan jika Via mempercayai ucapan Alisha yang jelas-jelas tidak sepenuhnya benar.

"T-tidak apa-apa, Tante. Alisha hanya butuh tidur saja. Nanti juga sembuh, Tante pergi saja temui Nenek. Alisha nggak bisa ikut," ujar Alisha, kembali berakting sakit. Sebenarnya, dia juga tidak tahu, apa yang akan mereka lakukan di sana.

"Benar tidak apa-apa? Kamu tidak akan pingsan, 'kan?"

Alisha hampir saja menyemburkan tawanya saat mendengar pertanyaan bernada khawatir dan polos yang keluar dari mulut tantenya. Bisa-bisanya, wanita yang sudah berumur tiga puluh tahunan itu, percaya begitu mudah pada kata-katanya. Hal yang sangat jarang Alisha lihat. Namun di sisi lain, Alisha merasa kalau dia cukup keterlaluan karena membohongi orang yang lebih tua darinya.

"Iya, Alisha hanya butuh tidur."

Jawaban Alisha kali ini, cukup membungkam dan membuat Via tidak lagi bertanya. Dia mengangguk dan kecewa. "Ya sudah, Tante tidak akan memaksa. Kamu salat sendiri saja, ya?"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Via langsung berjalan meninggalkan Alisha yang mengangguk lemah. Menatap kepergian tantenya sebelum menyunggingkan senyum miring dan menutup pintu kamarnya kembali.

Salat katanya? Siapa? Dia? Ah, Alisha bahkan tidak tahu dan dia tidak mau tahu tentang apa itu salat.

Pada akhirnya, bukannya menuruti perkataan tantenya, Alisha justru kembali merebahkan tubuhnya. Kali ini bukan di ranjang, tapi di sebuah sofa panjang dengan ponsel yang ada di tangannya. Semalam setelah sampai, dia lupa untuk menghubungi papanya dan karena takut papanya akan sangat khawatir, Alisha memutuskan untuk menghubunginya.

Alisha menelepon Julian. Namun sialnya, dia lupa kalau waktu masih menunjukkan pukul setengah lima dan papanya mungkin saja belum bangun. Benar saja, teleponnya sama sekali tidak diangkat, membuat Alisha tidak memiliki pilihan lain selain memberinya pesan singkat.

Awal yang baru di kehidupannya yang menjengkelkan. Jika bukan karena Hanan, dia tidak akan mau pergi ke sini.

***

Setelah membohongi tantenya dengan berpura-pura sakit, Alisha justru ketiduran dan bangun saat matahari sudah tepat di atas kepala. Dia melewatkan sarapan dan membuat neneknya hampir syok karena Via yang memberitahu kalau Alisha sakit. Meski begitu, Alisha akhirnya menjelaskan kalau dia sudah sembuh dan kini, memutuskan untuk pergi keluar.

Jalan-jalan? Tidak, dia pergi untuk mencari rumah Hanan. Alisha sangat tidak sabar memberi laki-laki itu kejutan dengan kehadirannya. Apa yang akan Hanan katakan saat melihatnya nanti? Senang atau justru mungkin memeluknya? Alisha tidak bisa membayangkannya.

Tawa kecil keluar dari bibirnya. Alisha seolah lupa kalau beberapa waktu lalu, Hanan menolaknya. Dia hanya berpikir positif kalau Hanan mungkin sedang tidak sehat waktu itu, hingga melantur dan menolaknya atau mungkin laki-laki itu terkena tekanan karena perjodohan Aung tidak diinginkannya. Hal yang sering Alisha baca dalam novel-novel tema perjodohan. Saling menolak, tapi lambat laun mulai jatuh cinta.

Huwek!

Rasanya Alisha ingin muntah membacanya. Dia jelas tidak berharap kalau Hanan juga akan melakukannya. Alisha tidak akan membiarkan Hanan jatuh cinta pada perempuan lain. Tidak akan.

Tak terasa, sudah jauh kaki Alisha melangkah, namun dia sama sekali belum mendapatkan di mana keberadaan rumah Hanan. Alisha lupa di mana dia menyimpan kertas berisi alamat yang diambilnya dari data mahasiswa kampus.

Mata Alisha tak henti-hentinya celingukan. Menatap warga sekitar yang memerhatikannya dengan alis terangkat. Alisha berjalan seorang diri, tanpa ditemani oleh siapa pun. Namun dia tidak perlu khawatir akan tersesat. Sebuah GPS selalu menjadi andalannya.

"Aku tahu aku cantik, tapi tatapan kalian sangat menganggu. Tolong jangan seperti itu," ucap Alisha saat berpapasan dengan beberapa pemuda dengan pakaian serba tertutup dan sebuah peci di kepala. Menatap  penampilan Alisha sambil berdecak lalu beristighfar.

Dress bermotif bunga-bunga sebatas lutut dengan rambut yang tergerai indah dipasangi sebuah jepitan, membuat Alisha terlihat berbeda dengan warga lain yang mengenakan pakaian lebih tertutup dan rambut yang terhalang kain lebar. Meski menurut Alisha sendiri, penampilannya sudah sangat sopan. Dia menghargai di mana dia tinggal.

"Sial, di mana Hanan! Kenapa aku sama sekali tidak melihatnya!" gerutu Alisha. Rasa lelah dan pegal karena berjalan berjam-jam, membuat Alisha tak berhenti misuh-misuh. Hingga tak jauh dari tempatnya berdiri, terlihat sebuah gerobak makanan tengah mangkal.

Alisha yang pada dasarnya tidak tertarik sama sekali dengan makanan pinggir jalan, berpikir dua kali ketika merasa perutnya keroncongan dan seseorang yang menjadi alasannya datang ke kota ini.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba.

Voila! Akhirnya Alisha mendapati kekasih pujaannya sedang duduk dan makan di sana. Membuat Alisha tanpa pikir panjang langsung menghampirinya dengan semangat dan mulai menyapa. "Hanan, apa kabar?"

Laki-laki berbaju koko dan tengah sibuk makan itu, langsung menoleh ketika mendengar suara yang tak asing di telinganya. Hingga kemudian kedua bola matanya membulat seketika saat tak diduga, Alisha sudah duduk di depan mejanya dengan senyum yang menampilkan deretan gigi-gigi putihnya.

"Alisha?" Suara merdu itu membuat Alisha semakin melebarkan senyumnya. Menatap penuh pemujaan pada Hanan. Hingga untuk beberapa saat, keduanya hanya bisa saling bertatapan hingga terdengar bunyi azan dzuhur berkumandang. Memutuskan tatapan Hanan yang spontan mengucap istighfar. Matanya hampir terkena fitnah.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bab 6 - Lelaki Bersuara Indah
0
0
Barang siapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama. _H.R. Al-Bukhari dan Muslim_
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan