Anak Lain Mami

0
0
Deskripsi

Mami ternyata punya anak lain selain Mark? Siapa?!!!


Mami datang disaat yang tidak tepat. Dia nautin alis ngerasain suasana rumah yang terasa dingin. Dan Mark yang keliatan stres di sofa.

"Anything happen?"

"She knows." Mark jawab pelan. Sambil mijit pelipis.

"Knows what?"

"About Shilla."

Mami terbahak seketika. Bahkan terang-terangan. Ga nahan sama sekali. Mark ngedelik ngeliat maminya ngetawain dia yang sekarang lagi stres.

"I told you. Kamu harus kasih tau dia segera. I told you, Mark. Segera. As soon as possible. Kamu yang delay terus, kan?"

Mark ngedengus. Bingung sendiri. Dia udah ngejelasin semuanya ke Yeri. Mark udah ngasih tau alasan dan permintaannya. Tapi Reaksi istrinya cuma diam. Sampe sekarang juga belum keluar dari kamarnya meski hari udah sore. Dia bahkan ga keluar untuk makan siang. Yeri belum makan apapun dari sejak dia pulang.

"Now what? What you gonna do?"

Mark ga langsung jawab. Ekspresinya keliatan njelimet. Stres banget. "Did you think... She Will ask a divorce?"

"Maybe." Mami jawab acuh. Ngelepas kacamatanya gak peduli. Nengokin sekitar. "Where is she tho?"

"Di kamar. Dia ga keluar-keluar."

Mami cuma ngehela nafas. Dia ngedecak. "If she really ask you a divorce, kamu harus pertahankan. You didn't give me a son yet."

Mark ngedelik lagi. Kali ini terang-terangan sinis ke maminya sendiri. "Serious, why you keep asking for a son from me?! Kan aku udah punya anak cewek. Isn't it enough?"

"No." Mami ngegeleng dengan sangat yakin. "I want a couple. It Will be better if more Than it. But a couple is enough."

"Why?! Mami seyakin itu saya bisa jadi a good father?"

"Shilla is the proof, Mark. Don't worry." Mami berucap pelan. "Kamu bisa meluangkan waktu between your bussiness untuk merawat Shilla and make sure dia ga kurang kasih sayang meski kalian hidup terpisah. That's the proof that you are a good dad."

"That's maybe because Mina is not a devil mom like you." Mark sedikit melamun. Mengingat kembali apa yang Shilla alami selama beberapa tahun hidupnya. "She is turn six tomorrow."

"Tell her happy birthday from me. What you gonna do now?"

"I don't know!" Mark masih belum mikirin apapun. "You give me a good wife. I don't think I can let her go."

Mami jadi diem. Ga jawab lagi. Mark sempet mikir kalau mami mungkin bersimpati ke dia. Tapi dia ngeliat mami ternyata nyalain TV. "My variety Show is aired today. Bentar lagi mulai. Let's watch it!"

Mark ngedengus. Ngarepin mami ngasih simpati ke setiap masalahnya itu sama dengan mengharapkan fantasi yang nggak nyata. Mami ga akan dapet julukan evil mom kalau dia baik hati.

"Are you, maybe, fallin love with her?"

Mark ngedelik lagi. "That's impossible!"

"Just asking," mami berucap acuh lagi. Dia sekali lagi ngelirik ke tangga dimana dia tau lokasi kamar ada dilantai kedua. "You know what my biggest regret is?"

"Never give me a good father?"

"Never give you a brother." Mami jawab pelan. Mark merasakan ilusi seolah mami melamun. Tapi mami kan lagi nonton TV. "So, kamu harus ngasih saudara ke Shilla. Supaya dia ga kesepian."

Mark akhirnya mandangin maminya dengan serius. Maminya selalu cantik. Dia selalu menawan. Selalu menjadi pemeran utama dalam setiap drama yang dia perankan. Penggemarnya banyak di seluruh negeri. Selalu ngajak ribut ke Mark setiap ada kesempatan. Kali ini, Mark baru sadar kalau garis usia maminya mulai terlihat meski dia masih secantik masa mudanya.

"Are you?"

"Apa?"

"Lonely."

Mami langsung ngedelik sinis. "I have money. Kenapa mami harus kesepian?! Call your wife! She need to watch the show together."

Mark ngedecih. Dia tau maminya lagi alihkan topik. Tapi Mark juga ga bisa menghibur maminya. Dia juga lagi pusing.

Mark baru akan bangun untuk manggil istrinya seperti perintah maminya. Tapi dia ngeliat Haechan turun dari tangga. Keliatannya beneran habis bangun tidur. Atau mungkin nangis. Matanya keliatan merah.

"Mami?" Fokus Haechan langsung ke maminya Mark yang duduk disebelah Mark.

Mami langsung nengok. "There you are! Come here, Sweetheart. Kita nonton acara variety Show that I told you before!"

Haechan cuma senyum aja. Dia ngambil beberapa cemilan ringan dari dapur sebelum beneran nyusul maminya Mark di sofa. Duduk di sebelah Mami. Sengaja banget duduknya misah dari Mark. Mark cuma ngehela nafas.

"It was a pretty village. With a rice field and vegetables field too. Dan orangnya ramah-ramah. They are so kind."

Acara yang mami maksud sudah mulai. Baru episode pertama. Kebanyakan bercerita tentang lokasi desa yang dikunjungi mami dan teman-temannya.

"Kita disambut sama kepala desanya. He teach us about adat disana. Beberapa larangan dan aturan. Katanya ga boleh dilanggar. Kalau dilanggar akan ada hukuman dari alam."

"Kayak pamali gitu kali ya maksudnya?" Haechan menimpali. Tayangan di TV masih soal mami yang berkenalan dengan adat sekitar.

"What?" Mark dan maminya tentu saja ga paham apa yang Haechan maksud.

"Saya kan tumbuh di Bandung. Di sana tuh ada yang namanya pamali. Kayak gitu. Aturan adat yang ga boleh dilanggar. Kalau dilanggar tuh ada aja nanti akibatnya."

"Maybe like that." Mami setuju sama ucapan Haechan. "They still believe in magic spirit. Kalau malam sepi sekali. Mami jadi ga berani keluar rumah juga karena gelap sekali."

"That's because you're a coward." Mark berkomentar.

Mami ngedelik. Tapi dia ngeliat Haechan ngangguk. "Kalau di kampung kadang emang begitu. Apalagi kalau kampungnya masih pake hukum adat. Ada kok beberapa kampung di Indonesia yang masih begitu."

Dia sering denger kalau di kampung-kampung yang masih asri tuh selalu menutup kegiatan kalau udah malem. Jadi kalau malem memang suka sepi. Ama juga bilang kalau di kampungnya tuh dulu juga begitu. Sekarang mah rumah Ama juga ada di perumahan. Sama aja ramenya kayak di Jakarta.

"You have to learn more, dude." Mami nepuk bahu Mark dengan sikap pengertian. Di TV, mami dan timnya sudah mulai berkeliling kampung. Dipandu sama kepala desa yang ngedampingin mereka.

"Oh, kita mau ketemu sama dukun!"

"Dukun? A shaman?" Mark kaget. Di TV, ada penjelasan bahwa mereka harus disucikan dulu sebelum beraktifitas di kampung itu. Shaman yang mereka temui bertugas mensucikan diri para tamu yang datang.

"They said sih buat melindungi kita, para tamu, dari gangguan beberapa makhluk usil di sana." Mami menjelaskan setengah merinding. "Also, dukunnya juga bilang bisa meramalkan apakah kegiatan kita akan lancar atau engga."

"Terus mami masih mau lanjutin acara itu? Mam, hantu di kampung-kampung tuh lebih ngeri tau!" Haechan ikutan merinding denger cerita mami. Sebagai bocah kampung, dia tau ada beragam setan kampung yang menakutkan. Pengalaman masa kecilnya bahkan ada juga bagian digangguin hantu.

"Exactly!" Mami merasa bahwa ceritanya sangat didukung oleh menantunya. "Mami bahkan ga berani keluar rumah sendirian. That's so scary. Mami tuh mau kabur saja rasanya. Tapi itu tuh bagian dari program. Mami harus ikuti semua program yang udah diatur."

Di TV, semua orang dibersihkan dengan cara magis. Haechan dan Mark ga tau mami diapain. Mereka cuma bisa ngeliat kalau mami dicipratin air kembang. Lalu disuruh minum dari air yang sama.

"Itu gak jijik?" Mark berkomentar lagi. Sambil ngeringis.

"Actually, Yes. But i'm profesional. Kan semua orang juga minum."

Ada enam orang dalam tim mami. Tiga laki-laki dan perempuan. Semuanya adalah aktor dan aktris. Tapi fokus Haechan dan Mark tentu saja hanya pada mami. Dukun yang mensucikan mami adalah perempuan. Pakai kebaya kembang-kembang dan kain batik. Rambutnya disanggul gede banget. Sekarang dia lagi nyelupin jari temen mami ke dalem gelas. Lalu air dari gelas itu dimasukin ke baskom.

"Dia ngapain?" Kali ini Haechan yang nanya.

"Fortune teller." Mami jawab. Haechan ga ngerti. Jadi dia nengok.

"Meramal." Mark ngejelasin. "Dia beneran bisa meramal?"

Mami angkat bahu. Ga jawab pertanyaan Mark. Haechan dan Mark juga jadi fokus lagi. Setiap anggota tim mami diramal dengan cara yang sama. Mami bilang kalau semuanya diramal juga. Tapi biasanya sih hasilnya ga ditampilkan semuanya. Mami sendiri ga tau ramalan siapa aja yang ditampilkan.

"Sekarang giliran Seo Yea Ji yang diramal sama Mbah. Apa ya hasilnya..." Suara narator di TV terdengar. Mark dan Haechan langsung nengok ke mami. Mami sendiri tiba-tiba gusar.

"This is not fun! Ayo nonton yang lain!"

Mark mendelik curiga. Buru-buru ngambil remot TV sebelum mami bener-bener ngeganti tayangan. "What's wrong? What did the shaman said?"

"That's not a good thing. We better watch another-"

"Shut up!" Mark ngegedein volume TV supaya suara narator atau suara dukun di TV terdengar jelas. Mami cuma bisa ngeringis merutuki tim editor yang justru ambil bagiannya yang untuk dipublikasi.

"Wahh... Ada apa ya ini. Kok si Mbah kayak yang kaget begitu? Ada apa ya dengan hasil ramalan Seo Yea Ji?" Suara narator bergaung. Mark kayaknya membesarkan volume TV sampai full semua. Haechan ngerebut remot untuk ngecilin volume supaya jadi normal.

Di TV, si Mbah dukun itu keliatan nautin alis antara kaget dan bingung ketika ngeliat baskom air yang sudah diisi sama air celupan telunjuk mami.

Mami semakin gusar di tempatnya. "Dude, you'll not gonna like this.."

"Shut up!"

"Ndak bagus, nduk." Suara di Mbah pelan. Tapi jelas terekam. Mark dan Haechan mendengarkan dengan seksama. Tapi berhubung mereka ga ngerti si Mbah dukun itu ngomong apa, jadi mereka cuma baca subtitlenya aja.

"Anakmu terlalu rapuh. Kalau tidak dijaga, bisa hilang."

Haechan langsung nengok ke Mark. Mark cuma nautin alis dengan pandangan aneh. Ngelirik bingung ke maminya.

"No. He is a Lion. He is strong!" Suara mami terdengar menyangkal setelah mendapat terjemahan dari staf. Mark juga mengangguk setuju. Siapa yang akan setuju kalau ada pernyataan bahwa Mark itu rapuh?

"Anakmu yang lain."

"You have another son?!!" Suara Mark terdengar amat sengit dari samping. Mami ngehela nafas.

Mark langsung ngedelikin maminya. "Mam?!!"

Di TV, suara temen-temen mami langsung heboh protes soal itu. Mami ngedesis. "I told you. Kamu ga akan suka."

"Mami punya anak lain yang ga aku tau?!" Mark masih protes. Terlihat amat sangat tidak terima.

Haechan mandangin mereka sekilas. Kembali fokus ke TV dimana temen-temen mami juga ribut nanyain soal anak yang lain yang dimaksud Mbah dukun. Ga ambil peduli soal ibu dan anak disebelahnya. Sejauh ini, pertengkaran mereka kan ga pernah serius.

"It's not like that, Mark. Maybe the shaman means you!"

"I'm not weak!" Mark langsung menolak ucapan mami.

Mami pun sebenarnya cukup setuju. Dia sendiri ga pernah menganggap Mark lemah. Anak ini bisa menghina dan ngajak maminya ribut setiap ketemu. Mana mungkin dia lemah.

"You have another son! Wow, I have a brother!" Mark berucap sarkas. Sangat amat ga terima tiba-tiba punya saudara yang ga dia kenal. "Are you getting marry?!"

"Dios Mio! No! What do you mean?!!" Mami jadi ikut stres gara-gara anaknya begitu.

"Terus siapa anak lain itu? Mami diam-diam melahirkan tanpa aku tau?! Who is my brother?!!"

"You don't have a brother, asshole! Sit down!"

"Tell me!!" Mark teriak.

"I said no!!" Mami juga ikut teriak. Lebih kenceng dari Mark.

"You liar!!!!"

"Mungkin maksudnya bukan anak kandung." Haechan menengahi mereka. Dia ingat gimana sikap mami ke bos Johnny waktu shooting dance perfomance kemaren. "Orang yang dianggap anak kali maksudnya."

"It could be." Mami ngangguk setuju.

"That means you really have another son. Selain aku?! Who is that?"

Mami ngehela nafas. Dia ngedecih. "You always jealous over someone you don't even know!"

"I'm not jealous!"

"Than why are you so angry?!"

"I'm not angry!"

"You are."

"I am not!" Mark duduk di sofa. Mukanya masih tertekuk. Sama sekali ga ada senyum.

"I told you sebaiknya kita ga dengerin ramalannya. Kan kamu yang memaksa!"

"Kalau kita ga dengerin ramalan itu, I Will never know that you have another son."

"Baby, you are the only one. Don't be jealous!"

"Thi is not about jealousy!"

"You sound like the older Templeton brother in Boss Baby. This is not about lamlam!!" Mami bahkan meniru suaranya persis seperti Mark. "Isn't it, Sweetheart?"

"I am not Sweetheart!"

"I don't talking with you. I'm talking with your wife."

Saat itu, Mark akhirnya melirik maminya. Yang ternyata lagi nahan ketawa bareng sama Haechan. Haechan juga udah ga fokus ke tayangan di TV. Dia malah fokus ngeliatin Mark yang ngambek karena maminya diduga punya anak lain selain dia.

"That's your husband." Mami ngomong ke Haechan lagi. "Dia suka ngambek kalau mami anggap orang lain sebagai anak tanpa persetujuannya."

Haechan sekarang terang-terangan ketawa. Ngetawain suaminya yang malah diledekin sama ibunya sendiri.

"He looks like his daughter. Dia masih bocah. Masa gitu doang ngambek."

Haechan ngangguk setuju. Bahkan sangat setuju.

"Siapa yang nggak marah kalau saya tiba-tiba punya saudara yang nggak saya tau?!!" Mark tentu saja ga terima diledekin maminya. Bahkan diketawain istrinya.

"Tapi kamu kan juga diem-diem punya anak tanpa sepengetahuan saya."

Mark jadi diem. Dia batal ngambek. Malah jadi ngeringis ngerasa amat bersalah ke istrinya. Maminya yang tadi ngetawain juga jadi diem denger kata Haechan. Keduanya ngeringis.

"What you gonna do, Sweetheart? Mami paham sekali kalau kamu kecewa... Mami akan terima keputusan kamu. Apapun itu."

Mark jadi diem. Agak ngedelik ke mami. Padahal tadi sebelum Haechan datang tuh mami bilang kalau Mark harus pertahankan istrinya gimanapun caranya. Mark baru boleh bercerai kalau sudah punya anak. Kenapa sekarang ngomongnya seolah-olah mendukung apapun keputusan Yeri?

Haechan narik nafas. Dia sudah pikirin soal ini. Ayah masih belum tau masalah ini. Selama ini tetap jadi rahasia, sepertinya semuanya akan baik-baik aja.

"Selama Shilla ga dibawa tinggal di sini, saya rasa saya ga masalah. Soalnya tadi Mark bilang ga akan ngambil Shilla dari mamanya."

Mark ngangguk. Dia ngelirik mami yang mandangin Haechan dengan takjub. Mami tersenyum tipis. "Kamu benar-benar seperti ibu kamu. Kalian punya hati yang besar..."

Haechan cuma senyum. Dia sudah amat sering dengar bahwa dia mirip ibu. Pujian itu ga terlalu mempengaruhi dia lagi.

"Saya ga bisa janji ga akan bawa Shilla tinggal di sini. Gimana pun dia anak kandung saya. Tapi saya akan pastikan dia ga akan merepotkan kamu. Shilla itu anak baik." Mark ngomong setelah hening beberapa saat. Dia benar-benar menghargai keputusan Haechan.

Seenggaknya Haechan ga minta cerai.

"I'm sorry for this, Sweetheart. Mami seharusnya kasih tau kamu dari awal. Tapi mami pikir kalau it Will be better if he tell you himself. Mami ga tau kalau dia ternyata coward juga..."

Mark ngeringis lagi. Tapi dia ga protes. Kenyataannya emang yang buat dia nahan diri ga ngasih tau istrinya tuh karena dia takut. He is indeed a coward.

"Saya harap setelah ini ga ada rahasia apapun lagi. Kalau ada apa-apa, tolong kasih tau saya. Saya ga mau ada kejadian kayak gini lagi."

Mark ngangguk dengan yakin. Mami juga. Mereka ngangguk dengan sangat kompak. Haechan merasa bahwa mereka berdua tuh meskipun berantem setiap ketemu tapi kompak banget. Bahkan untuk masalah ini saja mereka dengan sangat kompak.

"Ga ada lagi. No more secret. I promise!" Mark mengucapkan sumpah sambil mengangkat tangan. Macam anak paud yang lagi bersumpah kalau mereka ga mencuri makanan temannya. Haechan cuma senyum aja ngeliatnya.

"Thank you so much, Sweetheart!" Mami juga nampaknya senang dengan keputusan Haechan itu. Haechan cuma ngangguk.

Haechan berharap keputusan ini ga salah. Dia sudah memastikan ke Mark kalau dia ga akan bawa Shilla tinggal di sini. Jadi semoga saja suatu saat nanti Yeri ga tau. Kalaupun dia tau, Yeri ga akan direpotkan dengan keberadaan Shilla dalam hidupnya. Haechan akan pastikan kalau Shilla ga akan ganggu hidup Yeri nantinya.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Kalau Ga Sanggup, Lepaskan
0
0
Haechan bicara dengan papanya Yeji. Satu topik berar yang sensitif.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan