
“Saya akan datang asal Kalian mau memberi uang dua puluh juta. Kalau tidak mau ya terserah.”
Di hari Minggu ini, kedua putri pak Hamdi dan juga Bu Fani melakukan prosesi lamaran.
Dan keluarga memutuskan bukan cuma acara lamaran saja yang digelarkan bersama tetapi acara ijab kabul serta resepsi juga akan dilaksanakan bersama-sama lagi.
Benar tebakan Faiz mereka berempat akan dipertemukan kembali di atas pelaminan.
Senyum terus mengembang bisik-bisik candaan antar sahabat yang tiga minggu lagi berubah status keduanya menjadi pasangan suami istri duduk berdampingan.
Calon pengantin lelaki dari Fanya beberapa kali mencuri pandang ke arah Salsa tapi sama sekali tak dirasa.
Rasa yang kemarin menggebu-gebu sekarang hilang sudah sama sekali tidak ada jejaknya.
Apalagi dia mempunyai sifat terlalu cuek tidak mudah terbawa perasaan akan laki-laki yang menaruh hati.
Namun, beda halnya jika hati sudah dikasih tidak tanggung-tanggung semua rasa diberikan semua.
Faiz yang menyadari tatapan itu melihat sekilas lantas tersenyum lebar menanggapi candaan calon istri. Ipar adalah maut.
[Jangan harap kembali dengan Salsa] gumamnya dalam hati.
Api cemburu tampak sekali di mata Fanya saat kelopak mata menangkap basah calon suami mencuri pandang.
Sejak tunangannya itu tahu adiknya akan dinikahi Faiz sifatnya berubah menjadi lebih cuek dan dingin.
Tidak akan berbicara jika tidak ditanya itu pun seperti ogah-ogahan kadang pula pertanyaannya tidak ditanggapi sama sekali.
Tapi mau dikata apa memang sejatinya sebelum direbut mereka dulu adalah sepasang kekasih dan tahu betul kalau lelaki itu benar-benar mencintai adiknya.
Di sisi hatinya yang lain dia merasa bangga bisa merebut sedikit kebahagiaan adiknya berkurang pula rasa iri di hati.
Akhirnya bisa lebih dari Salsa. Calon suami adiknya berwajah pas-pasan, hanya seorang pelayan, anak orang tidak punya.
Perhiasan lamaran pun cuma sepasang cincin dan gelang kecil meski terlihat elegan berwarna putih.
Berbeda dengan pemberian Bima untuknya seperangkat emas dengan ukuran yang lumayan besar.
Secara calon mertua salah satu dosen yang mengajar di tempat ia kuliah.
Oleh sebab itu, Bima merupakan satu dari beberapa idola di kampus. Wajahnya pun lumayan mendukung.
Jadi, banyak yang bilang Salsa dan juga Bima merupakan pasangan yang serasi tampan dan cantik, sama-sama populer.
Pertunangan Fanya tidak ada acara istilah tukar cincin hanya penyerahan peningset dari pihak keluarga laki-laki kepada dirinya tidak seperti adik perempuannya.
Di mana kedua calon pengantin berdiri di depan tamu undangan yang dihadiri hanya keluarga dan kerabat dekat saling memasangkan cincin ke pasangannya.
Boro-boro membahas ini semua, mengajak mengobrol yang biasa saja Fanya sudah kesulitan. Entah seperti apa rumah tangganya kelak?.
***
Tepat sepuluh hari setelah mereka berempat menemukan jodoh keempatnya diwisuda di salah satu hotel di Jakarta bersama mahasiswa lainnya.
Hati Fanya kembali meradang adiknya lagi yang menjadi perbincangan dan pusat perhatian teman kampus apalagi mereka bertiga satu kejuruan.
“Pastilah kalau tidak Faiz ya Salsa, mereka besti yang tidak terpisahkan.”
“Bahkan dengar-dengar nih mereka akan menikah dijodohin orang tuannya. Kok bisa kebetulan ya? Memang susah sih kalau jodoh sudah berbicara.”
“Salsa kok ya mau sama teman lelakinya itu yang suka tidur padahal dia cantik Lo. Lebih cocok sama si Bima.”
“Wajah awut-awutan kayak gitu. Pekerjaan pelayan, cuma menang pintarnya saja.”
“Tapi Aku heran lo, Faiz kan tukang tidur tapi kok ya pintar. Apa mereka kalau ngobrol yang dibahas tambah-tambahan perkalian?.”
Mereka yang duduk di belakang Fanya tertawa cekikan beda halnya dengan dirinya yang menahan sesak serta iri dengki.
Kebenciannya bertambah saat mendengar yang mendapatkan hasil cumlaude adik perempuannya, semua bertepuk tangan kecuali dia.
“Adikmu itu lo yang dapat cumlaude kok diam saja!” tegur rekan kuliahnya yang duduk tepat di samping kiri.
“Berisik!.”
Keluarganya terlihat bahagia saat foto bersama. Ia merasa semenjak ibunya menikah lagi lebih sayang adik sambungnya dari pada dia putrinya sendiri.
Dari segi mana pun dirinya kalah, dia sangat iri dengan kehidupan adiknya jauh sebelum ibunya menikah dengan ayahnya sekarang.
Sampai pernah ia menaruh hati ke kakak lelaki sambungnya dan rasa itu masih saja disimpan.
Saat pertama melihat Fanya sudah dibuatnya jatuh hati tepatnya waktu ospek.
Salsa diantar Abang lelakinya menggunakan mobil dinas sebelum berangkat kerja di salah satu bank swasta.
Terlihat maskulin dengan wajahnya yang tampan berkulit putih seperti Salsa.
Mengenakan pakaian rapi ala kantoran apalagi mengendarai mobil hitam yang sudah terlihat mewah di matanya.
Saat bersama Fanya sangat kesulitan mengatur detak jantung, duduk berdua di kursi depan diajak bercanda aroma parfum terus mengusik penciuman sanubari selama perjalanan.
Belum lagi perhatian dan kasih sayang sebagai mana halnya seorang kakak tapi diposisikannya di tempat yang berbeda dan tak semestinya.
***
Jauh-jauh hari setelah acara pertunangan, pak Hamdi ditemani istri dan juga anak lelakinya mendatangi ke kediaman bapak dari anak gadisnya yang kini sudah mempunyai keluarga baru jauh sebelum menceraikan istri beliau dulu.
Di sana mereka disambut kurang baik tidak ada minum ataupun jamuan lainnya.
Apalagi istrinya yang dulu merusak rumah tangga bu Fanya terlihat sewot sejak kedatangan mereka.
Tanpa berbasa-basi beliau mengundang tuan rumah agar sudi datang untuk menjadi wali anaknya yang akan menikah.
Belum juga si pemimpin keluarga menjawab istrinya sudah menyerobot menanggapi undangan tersebut.
“Kami akan datang asal Kalian mau memberi uang dua puluh juta. Kalau tidak mau ya terserah.”
Semua terbelalak kaget termasuk Fanya tidak menyangka akan dimintai uang bayaran untuk menjadi wali.
Bukankah ini sudah menjadi kewajibannya sebagai seorang ayah? Ah pria itu.
Harusnya dirinya sudah bisa menebak akhirnya bakal seperti ini.
Jangankan menikahkannya sedari kecil memberikan nafkah saja tidak pernah yang ada selalu mencuri uang ibunya.
Bapaknya hanya terdiam tampak berpikir sama sekali tidak membantah perkataan ibu tirinya ataupun mengiyakan.
“Pak? Fanya ini anak Bapak darah daging Bapak! Kewajiban Bapak buat menikahkan Fanya!” Panggilnya memastikan jika apa yang didengarnya itu salah.
“Diam Kamu anak kecil, tahu apa Kamu! Kalau Kamu mau nikah ya siapkan uang! Hitung-hitung ongkos bensin.”
Padahal rumahnya tidaklah jauh hanya membutuhkan waktu dua puluh menit jika dilanda macet kalau jalan lancar bisa lebih cepat dari itu.
Semenjak ayahnya menikah lagi sama sekali ia tidak pernah dijenguk meski jarak rumahnya dekat.
Begitu pula dirinya bukannya tak mau tapi dulu saat masih kecil sering diajak ibunya main ke sana namun selalu berujung pengusiran dari pihak istri baru ayahnya.
Dituduh hendak merongrong uang suami ibu tiri yang tak lain ayah kandungnya sendiri padahal ia hanya ingin menyambung silaturahmi.
Jangankan menghabiskan uang ayahnya merasakan nafkah yang wajib saja tidak pernah.
Jadilah Fanya sekarang ogah-ogahan kembali berkunjung meski ibunya sering meminta walaupun hanya setahun sekali pun tidak apa supaya tidak kehilangan sosok sang ayah.
Akhirnya pak Hamdi menyanggupi permintaan tuan rumah meski si kepala rumah tangga sama sekali belum komentar.
***
Hari pernikahan tinggal menghitung hari, sejak acara pertunangan Bima sering main ke kediaman pak Hamdi bukan untuk menemui calon istri melainkan ada misi tertentu dibalik hatinya.
Setiap kali bertemu mantan kekasih dan tidak ada orang lain yang melihat maka sering memaksa Salsa untuk berbicara empat mata.
“Sa Kamu boleh menikah dengan siapa saja tapi jangan dengan Dia! Aku tidak rela.”
“Apalagi Kita akan satu rumah, terus menerus melihat Kamu dengannya. Aku tidak sanggup.”
“Kita masih bisa memperbaiki ini semua” bujuknya untuk menyambung kembali hubungan yang patah.
“Kita jujur ke mereka semua jika Kita saling mencintai asal Kamu mau berhenti berteman dengannya. Aku cemburu Sa, tolong mengerti!” tekannya pelan takut didengar yang lain.
“Kamu tahu kenapa Aku lakuin ini? Kamu selalu menolakku dan Aku tidak suka Kamu dekat dengannya Sa!.”
“Aneh” jawab singkat si wanita.
Ditinggalkan mantannya itu sendirian.
“Sa!” panggilnya tidak berani lantang.
Makanya dari itu jika jadwal calon iparnya berkunjung Salsa lebih memilih menghindar, entah mengurung di dalam kamar atau bergabung dengan keluarga lain.
Alis mata Fanya mengerut ada mobil mewah berhenti di depan rumah.
Pandangannya terus menanti seseorang keluar dari mobil untuk mencari tahu siapa pemilik kendaraan mewah tersebut.
“Faiz?.”
Matanya membulat seketika setelah mengetahui pengendara mobil hitam yang berhenti di rumahnya tak lain tak bukan orang itu adalah calon iparnya sendiri.
Namun, akalnya berbicara mana mungkin seorang pelayan miskin mempunyai mobil seperti itu, paling juga rentalan untuk menarik simpati keluarganya.
Faiz melirik sekilas ke ruang tamu di mana para penghianat saling berdiam diri lantas mengucap salam.
“Eh Kamu Iz masuk! Wah Kalian kompak mencari adikku.”
“Tapi ini cari Salsa apa cari Saya atau Bapak? Ada semua.”
“Salsa Mas” ungkapnya seraya menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
“Bentar ya dia lagi makeover wajahnya, tahu itu apa saja yang ditempel?.”
“Enak saja!” sentak Salsa dari belakang membuat kakaknya kaget tertawa seketika.
Tidak tahu adiknya yang dibuat gunjingan sudah berdiri di belakang tubuh.
Salsa mendekat meraih kedua tangan kakak laki-laki dan perempuannya lalu mengangguk menyapa ke arah Bima sebagai formalitas saja.
“Mau potong rambut Mas, pinjam adiknya sebentar!.”
Salsa yang berjalan lebih dulu tanpa menghiraukan tunangannya kebingungan mencari keberadaan vespa yang biasa ia tumpangi.
Faiz tidak tahan melihat tingkah konyol karibnya lantas diajak gadis itu ke arah pintu depan mobil yang sudah terbuka.
Ditatap kesal dirinya sebelum masuk ke dalam mobil meski banyak sekali pertanyaan di benak kepala anak perempuan pak Hamdi.
Masak cuma potong rambut pakai rental mobil? Pikirannya sama persis seperti apa yang dipikirkan kakak perempuannya.
Faiz berpamitan kembali ke kakak ipar yang mengantar sampai pintu rumah.
“Iya, hati-hati jangan sampai lecet.”
“Mobilnya” tawa abangnya menggelegar terdengar hingga ke dalam mobil.
Salsa yang mendengar langsung mendorong kepala Faiz agar bisa mengintimidasi abangnya.
***
“Sa, sudah ayo!.”
“Sa, ayo pulang!.”
“Maaf Aku tidak kenal Anda.”
“Kamu itu lo ngomong apa?.”
“Salsa! Kamu kenapa sih?.”
“Mas rambutnya pasang kembali, Aku tidak suka!."
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
