
“Sa, Ayo pulang!.”
Matanya melotot itu suara Faiz sahabatnya tapi kok mukanya berbeda? Diintipnya lagi, benar-benar beda dia bukan Faiz.
Ini terlalu tampan, Faiz tidak seputih sebersih itu wajahnya aduh ini bukan Faiz.
Ada rasa gimana gitu antara salah tingkah, malu bingung tidak seperti biasa.
Salsa akui pria di depannya memang benar-benar tampan tapi masak sih dia Faiz sahabatnya? Tidak mungkin.
“Maaf Aku tidak kenal Anda” sergahnya seraya memutar kepala.
“Kamu itu lo ngomong apa?” diketuk kepala sahabatnya...
Setelah kepergian adik serta calon adik ipar, Aris ikut nimbrung duduk di samping Fanya mengobrol dengan tamu yang lebih dulu datang.
“Ayo! Kok diam-diam saja dari tadi, dimakan! Ini sedap lo buatan ibu.”
Putra sulung pak Hamdi mencomot tapai yang ada di meja mengajari Bima yang sejak tadi tidak didengar suaranya.
Sesaat Fanya salah tingkah kakaknya duduk menempel di samping sebelum menata kembali hati yang berdetak cepat.
Sulit baginya tinggal bersama dengan orang yang dicintai tapi tak dirasa.
“Iz, motor Kamu mana? Kok pakai mobil segala, nanti uang Kamu habis.”
“Tidak usah dipikirkan! Aku tidak mau calon pengantinku gosong” gelak tawanya terdengar nyaring, Salsa meliriknya sebal.
Sesampainya di barbershop mereka berdua duduk di kursi panjang antre menunggu giliran Potong rambut.
Sudah hampir sepuluh menit tidak juga dipanggil Faiz memberikan dompet yang terlihat tebal meminta perempuannya membeli minuman atau camilan buat penghilang kebosanan.
“Aku bawa dompet, Kamu simpan saja!.”
Faiz hanya tersenyum melihat Salsa keluar, perempuan itu tidak bisa dipaksa entah apa yang ada di pikirannya susah sekali disuruh memakai uangnya.
Setiap kali makan atau jalan selalu ia ditraktir olehnya meski sudah menolak bahkan lebih dulu membayar pasti ujungnya diganti diselipkan entah di mana saja.
“Udah simpan saja! Uang ku banyak” itulah kata jika dia ngotot membayar.
“Uangku lebih banyak Sa!” bantahnya kala itu dongkol sama sekali tidak dipercaya, meski mulut berkata “iya” tapi tetap saja ngujrus tidak mau menerima uangnya.
Salsa kembali dengan menenteng satu plastik putih berisi minuman dan snack ringan tidak didapati di mana sahabatnya kini berada.
Tidak diambil pusing di antara mereka yang dipotong pasti salah satunya Faiz.
Perempuan itu tersedak saat memakan jajan lidi-lidian balado pedas lantas diteguk air yang ada di dalam botol.
“Sa, sudah ayo” ajak pria asing di depannya.
Salsa menatap sekilas pria itu tapi tidak dikenalinya, diangkat bahunya tidak kenal memakan kembali lidi-lidian tersebut dan tersedak lagi karena terlalu banyak balado yang menempel.
Lelaki tersebut masih saja berdiri di depannya malah lancang memegang lengan seketika ditarik kasar tangan agar terlepas.
“Sa, Ayo pulang!.”
Matanya melotot itu suara Faiz sahabatnya tapi kok mukanya berbeda? Diintipnya lagi, benar-benar beda dia bukan Faiz.
Ini terlalu tampan, Faiz tidak seputih sebersih itu wajahnya aduh ini bukan Faiz.
Ada rasa gimana gitu antara salah tingkah, malu, bingung tidak seperti biasa.
Salsa akui pria di depannya memang benar-benar tampan tapi masak sih dia Faiz sahabatnya? Tidak mungkin.
“Maaf Aku tidak kenal Anda” sergahnya seraya memutar badan.
“Kamu itu lo ngomong apa?” diketuk kepala sahabatnya yang ngomong mengawur lalu duduk di hadapannya.
Sekali lagi Salsa memutar badan seraya meneguk minumnya kembali hingga tandas meski perut sudah terasa penuh menghindari tatapan lelaki di depannya.
“Sa Kamu kenapa sih?.”
Ditangkap bahu Salsa agar tidak lagi menghindar tapi tubuhnya didorong dan ditinggalkan pergi begitu saja.
“Mas rambutnya pasang kembali Aku tidak suka!.”
Faiz hanya terbengong-bengong mendengar perintah sahabatnya sebelum tersadar untuk segera mengejar.
Di sana sudah ada Salsa yang menunggu dengan muka benar-benar ditekuk.
Ditekan kunci mobil hingga berbunyi lantas dibukakan pintu depan untuk Salsa mempersilahkan wanitanya masuk.
Salsa dengan kesal memasuki mobil, tidak menyangka temannya itu ternyata sangat tampan jika dirapikan rambutnya bahkan terlalu tampan untuk dijadikan sahabat, apalagi...?.
“Ahh...” teriaknya frustrasi.
Pintu mobil tidak bisa ditutup karena ada kaki yang menahan dengan cepat gadis itu menaruh kepala di dashboard.
Belum siap rasanya menerima wajah baru sahabatnya, terlalu rupawan dan keren.
“Sa?.”
Dia hanya bisa menghembuskan nafas kasar mencoba bersabar menghadapi keabsurdan teman wanitanya.
“Sa, kok Kamu marah sih? Ya mau gimana lagi, masak Kita mau menikah Aku gak potong rambut sih? Sa!” tanyanya bingung setelah mendaratkan badan di kursi kemudi.
“Salsa!.”
Senyum mengembang tapi cuma bertahan beberapa detik setelah berhasil membalikkan badan Salsa yang awalnya menghadap kaca ternyata gadis itu menutup mata sambil memasang muka cemberut.
Putri pak Hamdi membuka sedikit mata mencari masker yang tadi tidak sengaja dilihatnya saat masih hendak berangkat.
“Pakai, jangan dilepas!” perintahnya ketus.
Dia benaran syok melihat wajah asli teman karibnya, baru kali ini memandang langsung tanpa ada masker di wajah.
Apalagi rambut sudah terpotong rapi benar-benar bikin pangling ia dibuatnya sama sekali tidak bisa mengenali.
Meski sudah dekat selama empat tahun Faiz belum pernah melepas masker di depan Salsa.
Saat makan pun hanya ditaruh di bawah dagu selesai langsung dipakai lagi begitu terus dari awal bertemu.
Apalagi baru setengah tahun kuliah sudah ada wabah jadi kampus mereka ditutup kuliah pun hanya lewat daring.
Baru satu tahun ini sama pemerintah sudah tidak diwajibkan lagi mematuhi protokol kesehatan meski masih dianjurkan.
Walaupun begitu keduanya masih tetap intens komunikasi hingga saat ini.
Salsa saja baru beberapa bulan ini tidak memakai masker oleh karena itu ia hanya mengenali sahabatnya dari mata, rambut dan juga gayanya.
Untuk wajah dan latar belakang tidak tahu sama sekali, hanya menebak-menebak.
Salsa tidak butuh latar belakang sahabatnya maupun fisik yang penting nyaman dan nyambung, dua itu saja sudah cukup.
Sedangkan, Faiz orangnya kalau tidak ditanya tidak ada inisiatif memberi tahu.
Foto di sosial media dari pertama kenal sampai sekarang ya cuma itu tidak pernah diganti.
Foto cuma terlihat pundak ke atas, wajah tertutup masker dengan background sedang berada di puncak Mahameru.
Dia juga jarang sekali mengupload fotonya sendiri, sering-sering saat bersama temannya termasuk Salsa itu pun tidak banyak mungkin setahun cuma beberapa kali.
Faiz menuruti perkataan Salsa dipakai masker yang diberi untuk menutupi wajah gantengnya.
Dengan lirikan mata Salsa memastikan sahabatnya itu sudah memakai masker.
Kini ia tinggal mencari sesuatu yang bisa menutupi rambut yang sudah terlanjur dipotong.
Dilihatnya Hoodie putih tergeletak rapi di atas tas nangkring di kursi belakang lantas diambil dan meminta Faiz untuk menepi.
"Pakai!."
“Sekarang Kita mau ke mana? Makan?” tanya Faiz sedikit tenang melihat Salsa sudah kembali normal.
“Pulang!.”
Sesampainya di rumah dengan muka ditekuk langsung masuk rumah melewati abangnya yang berdiri di depan pintu.
“Kenapa Dia?” tanya Aris bingung.
Faiz mengangkat bahu lalu berjalan mengikuti calon abang ipar duduk di kursi ruang tamu.
Ketika hendak mendaratkan badan di kursi dia tersentak mendengar peringatan calon istrinya “Jangan dilepas!.”
“Ya gitu Mas, tiba-tiba Dia marah-marah setelah cukur rambut.”
Ditatap sekilas adiknya yang berbaring tengkurap di kursi panjang depan televisi berbantalkan paha ayahnya.
“Dan Kamu tahan empat tahun berteman sama adikku yang bentuknya kayak gini? Aku saja Abangnya rasanya ingin cepat-cepat Ku tukar di toko loakan.”
“Yang galak-galak gini Mas lumayan buat hilangin kantuk.”
Tawa keduanya terdengar menggelegar menyebalkan.
Salsa menatap tajam keduanya yang menertawakan dirinya, pak Hamdi langsung mengusap wajah anak perempuan. Menurut beliau itu tidaklah sopan.
Faiz yang kegerahan berniat hati ingin membuka penutup kepala, panas-panas begini dia dipaksa memakai pakaian dobel-dobel.
Tangan baru saja menyentuh teriakan temannya terdengar kembali mengancam.
“Jangan dilepas!.”
Pak Hamdi yang mendengar lantas memasukkan pisang goreng ke mulut anaknya. Agar tidak lagi teriak-teriak.
“Salsa..,!” Bu Fani yang baru saja keluar dari dapur menegur anak gadisnya.
“Bila yang tertulis untukmu adalah” lanjut putranya mengejek adiknya.
Namun, lagunya harus terputus karena si adik yang tidak terima melemparkan bantal tepat ke arahnya.
Sekali lagi ulah Salsa berhasil membuat ibu sambungnya kembali meradang.
“Salsa!.”
“Bila..,” baru memulai menyanyi lagi sudah dihentikan oleh sang ayah “Ris..,!.”
Sekilas terlihat sebagai keluarga yang harmonis adik kakak saling jail menggoda satu sama lain.
Ada sosok ibu yang memarahi anak-anaknya dan si ayah menjadi penengah tapi tidak dengan penilaian Fanya.
Telinga justru ditutup rapat dengan bantal, baginya itu sebuah penderitaan dia merasa terkucilkan.
Ibunya kini sudah tidak lagi peduli dengannya sibuk akan keluarga baru padahal kenyataannya dia sendirilah yang menjauhkan diri.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
