Jangan Sakit, Sayang!

20
21
Deskripsi

Rinda sudah tergeletak di depan pintu kamar mandi, air seninya berceceran di lantai.

Beberapa hari setelah kami berdebat tentang kompor, benar saja dia lupa. Sedikit pun tak ada bahasan. Aku juga tak perlu merasa bersalah karena memang tidak berjanji. Bukannya aku tak sayang pada Rinda, tapi keselamatan nomor pertama.

Sangking lupanya, dia bahkan membiarkanku membeli masakan luar untuk sore ini. Menu makan malam yang aku pesan melalui Tria sore ini adalah bening bayam, tahu goreng dan sambal kecap dengan tingkat pedas rendah. Aku membayangkan segarnya sayur bayam dan nikmatnya tahu goreng disantap bersama orang yang paling aku sayang. MasyaAllah!
***
"Rinda, ini makanannya sudah aku siapkan. Ayo, makan!" ajakku.

"Apa menu yang kau siapkan hari ini?"

"Tahu goreng kesukaanmu. Lekas makan, nanti selepas Isya, Tria mau ke sini dan menjelaskan tentang senam otak," infoku.

"Cocok sekali, kebetulan aku mau meminjam setrika baju. Besok ada acara di rumah Bu Lurah."

"Untuk apa menyetrika baju? Bukankah bajumu sudah rapi semua?"

"Laki-laki memang begitu, tak pandai dia membedakan baju yang rapi dan kusut," omel Rinda sambil memindahkan dua centong nasi ke piringnya.

"Baiklah, silahkan menyetrika. Namun harus dalam pantauanku," pintaku yang dijawab dengan anggukan olehnya. Kemudian kami berdua dengan khidmat menikmati makan malam kali ini.

"Assalamualaikum, Kakek!" Sebuah suara terdengar dari luar.

"Wa'alaikumussalam, Eh, Tria, Masuk!" ajakku setelah tahu siapa pemilik suara itu.

"Tria, sebelum kau bicara sama kakek. Pulang dulu ke rumah sana! Ambilkan aku setrika," perintah Rinda dengan entengnya.

"Oh, yaudah, Nek. Tunggu, ya," patuh Tria.

Karena memang jarak rumah kami tidak terlalu jauh, belum sampai sepuluh menit Tria sudah datang lagi dengan membawa pesanan istriku. Tria juga dengan segera memberikan setrika itu pada Rinda.

Karena sudah mendapatkan barang yang diinginkan, aku memperingatkan Rinda untuk menyetrika di dekatku dan Tria. Pokoknya harus dalam jangkauan kami berdua.

"Oh, iya, Kek. Ada pesanan dari Bu Lurah," ucap Tria sambil menyerahkan dua buah amplop.

"Apa ini? Besok katanya nenek juga mau tempat Bu Lurah."

"Mau ngapain?"

"Katanya ada acar di tempat Bu Lurah."

"Acaranya tadi, Kek. Aduh, mungkin nenek lupa."

"Emang acara apa?"

"Bu Lurah mau nyalonkan diri lagi jadi lurah, makanya ngundang orang tua. Karena kakek sama nenek gak datang, amplopnya dititipkan ke aku," jelas Tria.

"Oh, pantesan!"

Aku tidak tahu apa hukumnya menerima uang seperti ini. Andai saja  punya cukup uang, pasti aku akan menolaknya. Ketika masih muda dulu, aku dengan tegas menolak jenis suap apapun bentuknya. Namun, diusia sekarang ini, apa yang bisa kulakukan? Uang segini sangat berarti.

Demi memenuhi kebutuhan, aku harus mengesampingkan idealisme. Bukannya aku ragu pada rezeki yang sudah ditetapkan Sang Pencipta. Hanya saja meminimalisir kemungkinan buruk. Secara uang yang aku dapatkan juga sangat pas-pasan. Aku sudah tidak bekerja, selama ini hanya menerima uang dari hasil sewa ladang.

Warga kampung yang ingin bertani, tapi tidak punya lahan, mereka meminjam tanahku yang sedikit itu untuk jadi lahan. Aku akan mendapatkan sedikit dari hasil panen. Lalu, dari uang itulah kami hidup.

"Kek, kok diam?" Pertanyaan Tria memecah lamunanku.

"Eh, maaf, Ayo, ajarkan aku senam otak. Kata Dokter Indra ini bagus untuk Rinda."

"Oke, Kek. Kita langsung aja, ya?" tawarnya.

Untuk beberapa waktu kedepan, aku dan Tria sibuk menonton video dari telepon pintar miliknya. Mengikuti arahan dari si pengajar. Sesekali Tria mencontohkan gerakan yang cukup sulit. Beberapa kali aku salah gerakan dan Tria membenarkan.

"Aduh!" pekik Rinda yang membuatku dan Tria berhenti.

"Kenapa, Rin?" tanyaku panik.

"Aku kebelet!" Buru-buru dia menuju ke kamar mandi.

Aku dan Tria merespon dengan tertawa kecil. Ekspresinya sangat lucu. Tria yang sadar setrika belum dimatikan, langsung menuju tempat Rinda menyetrika dan mematikannya.

"Kebiasaan, dia lupa," katakku pada Tria.

"Gak papa, Kek." Lagi-lagi aku bersyukur karena kami dikirimkan banyak orang-orang sabar. Seperti yang beberapa waktu lalu kukatakan, Tria merupakan rezeki bagi kami.

Kami pun melanjutkan belajar senam otak yang tadi sempat terhenti. Tria juga membesarkan suara telepon pintarnya agar aku lebih mudah mendengarkan langkah-langkah senam hingga beberapa waktu kemudian kami masih asyik dengan senamnya. Sampai tak ada  yang sadar di antara kami.

"Malam ini sampai sini dulu, ya, Kek. Belajarnya."

"Makasih, Tria, maaf kalau aku tak paham-paham."

"Sama-sama, Kek. Oh, ya, nanti pas ngajarin Nenek, Kakek mulai dari yang paling gampang dan paling kakek ingat."

Dari perkataan Tria barusan, aku merasa ada yang mengganjal. Aku terdiam sebentar memastikan apa yang janggal dari kalimat itu. Sampai akhirnya aku sadar, istriku belum keluar dari kamar mandi.

"Tria, nenek dari tadi belum keluar kamar mandi," panikku.

Refleks secara bersamaan kami berlari ke kamar mandi memastikan keadaan Rinda. Aku melihat Rinda terbaring di depan pintu kamar mandi, air seninya berceceran di lantai. Aku tidak siap dengan berita buruk. Istriku, jangan sakit sayang!

 

 

***

Yuhuuuuu, aku bawain rekomendasi cerita genre fantasi, nih, karya kak Imelia Fei… cusss penggemar cerita fantasi silahkan menyerbu lapak, kak Imel.

https://karyakarsa.com/oatsugarycreme/villain-me-not-prolog
 

 

Spoiler: Demi melindungi dirinya dan sang kembaran dari tirani kaisar, Loux berusaha untuk patuh dengan semua titahan ayah mereka. Termasuk menggantikan identitas sang kakak sebagai Putra Mahkota Pertama dan memasang topeng yang sangat kejam. Akan tetapi, Loux tidak menyangka berakhir menyukai Aelris, budak milik sang kaisar, yang merupakan hasil hubungan terlarang kaum deity dan manusia. Yang terburuknya, Loux lah yang mematikan kedua orangtua Aelris secara tanpa hormat. Maka dari itu, pantaskah Loux memiliki Aelris?

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Kenapa Harus Aku?
21
23
Dasar tetangga berisik!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan