PECAH #BanyakCeritadiRumah

1
0
Deskripsi

Di satu titik, manusia tak akan mampu terus berpura-pura tegar, sebab jiwanya sudah lelah tersenyum ketika yang dia butuhkan adalah bersandar sejenak dan menangis.

Cinta pun demikian. Dia juga telah tiba di satu titik ketika dirinya tak bisa lagi mengelak takdir. Erlangga datang menyembuhkannya…

Sebuah cerpen satu babak ❤

"TERIAK!"

"Put your hands up, put your hands up, put, put, put, put, put."

Berjingkrak-jingkraklah staf pemasaran start up JajanPasar di sebuah bilik karaoke seperti keenam pemuda tampan asal Korea Selatan di layar TV sambil mengerahkan semua kekuatan pita suara mereka.

"Seperti orang mabuk," gumam Erlangga di ujung sofa. Tidak ada niatannya untuk menyumbang suara. Dia ikut hanya karena Cinta yang suka tak tahu waktu, baik soal kerjaan atau bersenang-senang. Kalau tidak ada Cinta, mana mau Erlangga ikut-ikutan kegiatan tidak berguna ini?

Erlangga berdiri menepuk tangan dua kali pertanda acara telah selesai.

"Yah, baru pukul sembilan, Mas. Ronde dua, ya? Perpanjang sejam aja. Please?" bujuk Cinta. Meski jarak usia mereka sejauh setengah dekade, tapi Cinta tidak pernah sungkan merengek seperti bocah lima tahun.

Rekan setimnya turut berdoa agar Erlangga sekaligus atasan mereka—yang sudah ditolak Cinta berkali-kali tapi tidak pernah patah arang mengejar cintanya Cinta—bersedia menambah jam. Hitung-hitung masih dalam rangka syukuran start up mereka yang naik status di level Centaurs.

Belum juga dijawab, Cinta sudah tahu apa yang akan dikatakan CMO-nya. Cinta sangat paham makna wajah datarnya Erlangga setelah dua tahun bergabung dengan tim pemasaran.

"Kalian lupa besok masih kerja? Move your ass, go home, and sleep!"

Perintah Erlangga adalah titah yang tak dapat dikompromikan. Satu per satu staf pemasaran terpaksa pulang.

Sungguh berat Cinta menyeret tubuhnya sendiri keluar dari gedung karaoke. Bahunya turun seturun-turunnya. Efek senang-senang tadi berakhir ketika kakinya menapak trotoar.

"Sedih banget pisah sama karaoke," sindir Erlangga.

Suara berat itu membuat tubuhnya berjengit kaget. Pelakunya menyamakan diri berjalan bersisian dengan Cinta yang selamban siput.

"Ngagetin, Mas!"

"Maaf."

"Dimaafkan."

Diam-diam Erlangga tersenyum. 

"Saya iringi mobilmu dari belakang sampai rumah."

Cinta meringis tak terima. "Enggak mau!"

"Sudah pukul setengah sepuluh. Pulang, Cintaku."

"Eeew!" Cinta belagak mual, padahal perutnya kegelian gara-gara kata Erlangga yang paling ujung. 

Pulang.

Kata itu menghilangkan euforia digoda Erlangga. Dia tidak suka pulang. Pulang hanya akan membuat dirinya terekspos sunyi yang memekakkan.

"Mau cari bubur. Lapar," elak Cinta.

"Bubur malam-malam begini?!"

"Terserah saya."

"Saya ikut."

Meski jengkel, Cinta bersyukur masih ada yang mau menemani sepinya sebelum pulang ke rumahnya yang menyepi. 

"Terserah Mas Langga."

Kali ini Erlangga tersenyum lega.

***

"Malam terus pulangnya, Nak. Lagi banyak kerjaan?"

Suara lembut itu menyentak kaget tubuhnya yang sengaja berjalan mengendap-endap. Cinta pikir, dengan pulang lebih malam setiap hari entah untuk alasan apapun bisa membuatnya terhindar dari sosok kesayangannya. Ah, betapa dingin hubunganya sekarang dengan sang Mama.

Pertengkaran orang tuanya hingga kabar perselingkuhan sang Papa yang membuat cinta pertamanya memilih hengkang dari rumah, membuat keluarga Cinta sebeku puncak Gunung Fuji. Itu sebabnya Cinta tak suka berlama-lama di rumah. Cinta kehilangan cinta di rumahnya sendiri. 

Tapi rencana tinggal rencana, sebab rencana Tuhan telah mendahuluinya. Mereka dipertemukan malam ini. 

"Cinta lembur, Ma."

Mariana tersenyum dan menyosong anak satu-satunya yang hendak masuk kamar.

"Ikut Mama sebentar, ya."

Cinta patuh ketika tubuhnya dirangkul dan digiring ke meja makan. Mariana mendudukkan dirinya di salah satu kursi.

Rengkuhan hangat yang tak mungkin Cinta tolak.

Sudah lama Cinta tak merasakan kehangatan barusan. Kulitnya yang beradu dengan kulit sang Mama mengalirkan getar rindu yang menjalar ke kalbu.

Sesuatu dikeluarkan Mariana dari kulkas dan meletakannya di depan hidung Cinta, membuat anaknya menganga seperti orang bodoh.

Strawberry short cake.

"Ma, enggak kecepetan? Ulang tahunku kan, besok. Tepatnya dua jam lagi."

Mariana duduk di sisi kiri dan mengulas senyum. Cinta tahu benar apa arti senyum mamanya. Perasaannya sudah tak keruan. 

"Mama khawatir besok enggak sempat ngerayain bareng. Padat banget jadwal Mama. Pagi sidang putusan, siangnya fitting gaun pernikahan klien Mama."

Sidang putusan. Hati Cinta tercubit perih.

"Cinta ... Cinta akan tunggu Mama," bisiknya pelan, meski tahu harapannya bagai mimpi di siang bolong. Seperti dirinya, Mariana dalam mode gila-gilaan bekerja demi melupakan kehancuran pernikahannya yang ... sudah di depan mata.

Mariana mengacak gemas rambut sebahu anaknya, kontradiktif dengan mata tuanya yang sudah berkaca-kaca sejak tadi.

"I don't know, Sweat Heart. Mama..." Mariana menggeleng pelan. "Mama enggak tahu apakah besok Mama masih mampu tersenyum untuk merayakan ulang tahunmu setelah pengadilan agama memutuskan hubungan kami."

"Ma ...." Tenggorkan Cinta mulai membengkak.

Buru-buru Mariana menyulut api pada lilin angka 25. "Now! Make a wish, Cinta Andari."

Beri kebahagiaan lagi pada keluargaku, Tuhan, bisik Cinta sungguh-sungguh.

***

Mama tidak bisa mempertahankan keutuhan keluarga kita. Maafin Mama, Cinta.

Sudah tak terhitung kali Cinta terbahak-bahak karena dad's joke yang dilempar temannya dari seberang kubikel. Padahal, isi pesan singkat Mariana sedang berputar bagai roda gila di kepalanya. Semakin dia ulang pesan Mariana, semakin keras tawa Cinta.

"Sabun, sabun apa yang genit, Cin?" tanya Nugroho.

"Sabun apa, ya?" gumam Cinta. "Nggak tahu. Gue nyerah."

"Sabun, colek dong!"

Lagi, Cinta tertawa sangat kencang. "Sial. Lucu banget. Lagi, Nug," pinta Cinta.

Sayangnya, Erlangga tidak melihat Cinta menikmati kelucuan itu!

"Ikuti saya," bisik Langga tegas. Cinta manut dan mengekori Erlangga sampai ke balik pintu pantry yang sepi. 

"Ada apa, Mas?"

"Nggak ada orang ketawa sambil nangis," desisnya.

Spontan Cinta menyeka kasar sudut matanya yang basah kemudian membuang muka. Malu karena ketahuan.

"Saya tahu kamu tidak akan menerima perasaan saya, tapi saya akan selalu menjadi pendengar yang baik. Kamu kenapa, Cinta?" mohonnya.

"Saya nggak apa-apa."

"Bullshit!"

"Excuse me?!" Tidak terima, Cinta mendongak melotot pada atasannya. Cinta tidak peduli lagi Erlangga atasannya atau tidak.

"Kamu tertawa, tapi matamu enggak. Semakin kamu tertawa, semakin hilang binar bahagiamu. Saya salah?"

Cinta memilih menunduk. Sejujurnya dirinya lelah terus membohongi diri.

"Saya salah?" ulang Erlangga tajam.

Cinta menggeleng lemah.

Sentuhan lembut di kedua bahunya mulai merapuhkan dinding pertahanan emosinya.

"Cinta..." Suara Erlangga melembut, meretakkan pertahanan dirinya yang telah dia bangun sedemikian rupa selama ini.

"Hm?"

"Jangan tertawa saat tubuhmu butuh nangis," bujuk Erlangga lembut. "Nangis aja. Keluarin bebanmu."

Detik itu juga pecah tangis Cinta. Erlangga tak tahan dan langsung memeluk kesayangannya, membiarkan Cinta membasahi kemejanya.

Erlangga juga tak peduli apakah Cinta akan marah dengan tindakan impulsifnya ini. Demi Tuhan, dia tidak bisa mengabaikan begitu saja sosok yang dicintainya sejak dua tahun lalu.

Setelah sepuluh menit, Cinta bersuara. "Orang tua saya bercerai." Masih di dada Erlangga. “Kasihan Mama…”

"Sorry to hear that."

"Saya harus gimana, Mas?"

"Peluk mamamu dan bilang ke beliau, Cinta sayang Mama. That's all she wanna hear from you."

"Begitukah?"

“Ya.”

Mungkin aku yang harus memulai untuk memperbaiki hubunganku dengan Mama... 

***

"Makasih saran dan ... pelukannya," bisik Cinta sungguh-sungguh. “Saya merasa lebih baik.” Jujur, pelukan tadi cukup membuat dadanya yang bergemuruh mereda. Sesungguhnya, dia mungkin bisa terbiasa dengan pelukan Erlangga.

"Anytime."

Sebelum berangkat ke butik Mariana, di parkiran,  Erlangga menyerahkan kotak kecil berpita putih ke tangan Cinta.

Happy birthday.”

“Kok repot-repot segala?" Cinta mengulas senyum tipis, tapi tetap menerimanya.

Just a cheap bracelet." Erlangga mengibas tangannya malas. "Pakai, ya?”

Cinta memutar bola matanya. ”Baiklah. Makasih."

Pipi Erlangga merona. Pria itu tersenyum malu-malu!

Untuk pertama kalinya Cinta berdebar pada Erlangga![]

=Tamat=
 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Setan Jahanam #BanyakCeritadiRumah
1
0
Manusia punya dua sisi: sisi patuh dan sisi pembangkang. Mereka sudah tahu jalan mana yang harus diikuti. Namun, kadang nafsu menutupi hati dan mengabutkan nurani, sehingga bujuk rayu setan terasa lebih indah daripada iming-iming surga yang nyata. Siddiq pun hanya manusia biasa dengan dua sisi itu. Akankah dia tergoda menuruti nafsu setan jahanam atau kembali ke jalan yang benar?Sebuah kisah satu babak dalam bentuk cerita pendek ❤
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan