Chapter 2

2
0
Deskripsi

Kenyataan yang terjadi

Selepas kepergian Damayanti, Kusuma kembali merenungi nasibnya saat ini dan rencana kedepannya, namun sebelum itu dia harus mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya terlebih dahulu. bagaimanapun ini adalah kehidupan keduanya, entah ini masih dunia yang sama dengan dunia dia sebelumnya atau tidak, dan entah bagaimana nasib Kusuma sang pemilik tubuh asli ini.

Mereka berdua memiliki nama yang sama, yaitu Kusuma. Namun jelas sekali mereka memiliki fisik dan kepribadian yang berbeda, terutama dengan gender mereka atau lebih tepatnya gender didunia ini.

Kusuma berpikir bahwa dia masih berada pada dunia yang sama seperti bumi yang ia tinggali dulu, namun hanya berbeda waktunya saja. Tapi dengan keberadaan gender ketiga yaitu shemale membuatnya berpikir ratusan kali lipat kalau dia berada di bumi yang sama. Ini sangat aneh tentang pria yang memiliki satu set alat reproduksi wanita, bukankah itu artinya bahwa pria itu akan bisa hamil dan melahirkan?.

Kusuma menggelengkan kepalanya pelan, lalu pandangannya melirik ke arah tubuh bawahnya, bukankah kebenaran akan terbukti jika dia menyentuhya?.

"Sialan! untuk membayangkan diriku memiliki alat kewanitaan saja tidak sanggup apalagi dengan menyentuhnya!" Kusuma mengacak rambutnya dengan dan dilanjut mengusap wajahnya beberapa kali. mau tidak mau dia harus melakukannya bukan?. Dengan perasaan campur aduk, tangannya perlahan menuju ke arah tubuh bawahnya, dan sesuatu yang lembut terasa di jari-jari tangannya.

"Sialan, sialan, sialan!" Kebanggaannya tidak ikut bertransmigrasi.

Sulit untuk menerima kenyataan ini baginya, namun ini adalah kehidupan barunya, dia telah diberikan kesempatan kedua oleh tuhan, seharusnya dia bersyukur bukan?. Kusuma menarik dan mengeluarkan nafas sebanyak 3 kali guna menenangkan pikirannya. "Baik, apapun itu aku harus bersyukur karena telah diberikan kehidupan baru... dan maaf untuk kusuma dari dunia ini, aku tidak tau bagaimana nasibmu sekarang, entah mati atau bertransmigrasi, tapi aku jamin akan membuat hidup kita menjadi lebih baik." Itu adalah hasil akhir dari perang batin Kusuma, dia harus menerima segala kelebihan dan kekurangannya sekarang.

"Oke, selanjutnya. Haruskah aku mulai dari pria itu?" Mata Kusuma menatap pria yang terbaring di ranjang dengan selidik, tangan kirinya mengelus dagunya sendiri sedangkan tangan kanannya berkacak pinggang. "Kalau dari ingatan si Kusuma ini sih, pria itu bernama Raden Adiwilaga Donahue, seorang pria lumpuh yang terjadi secara bertahap dan disebabkan oleh sebuah racun." Yang dimaksud dari bertahap ini adalah racun ini mematikan saraf-saraf motoriknya satu persatu atau bertahap, yang mana akan membuat kelumpuhan otot di seluruh tubuh dan berujung pada kematian. Hidup Adiwilaga sekarang ini hanya bertopang pada obat-obatan yang di konsumsinya, sampai minggu lalu dia masih bisa membuka mata dan berbicara menggunakan mulutnya tapi setelah itu keadaannya semakin memburuk dan sekarang dia tengah koma.

"hm... Racunnya sudah mematikan sebagian besar saraf-saraf motoriknya, jika meminum penawar racunnya pun pasti akan percuma saja, karena dia sudah lumpuh total. Ini sulit... dan aku harus merawatnya sampai akhir hayatnya lalu menjadi  duda?!" Kusuma beranjak dari duduknya dan berlajan mondar-mandir, tangan kirinya memijat keningnya yang terasa sakit. Di tengah kegundahannya, sekilas dia melihat cahaya bersinar dari tangan kanannya, lalu dia mengangkat tangan kanannya untuk melihat kembali, apakah yang tadi dilihatnya salah?.

"Apa ini?" Namun penglihatan Kusuma tidaklah salah, tangan kanannya memang bercahaya, lebih tepatnya terdapat benda transparan dengan bentuk lingkaran 3 dimensi yang sedikit mengambang di atas punggung tangannya, ukurannya kecil dan mungkin sebesar uang koin.

Tentu saja Kusuma sangat penasaran dengan apa yang ada di tangan kanannya, pertama kali dia melihat hal seperti itu dan rasanya benda itu berasal dari masa depan atau semacamnya. Di dunianya dulu, walaupun teknologi sudah maju namun belum pada tahap hologram tanpa bantuan sebuah mesin. Karena rasa penasarannya yang besar, Kusuma menyentuh benda bulat itu dengan tangan kirinya, seketika benda bulat itu yang tadinya berputar pelan kini bertambah cepat dan cahayanya semakin kuat, hingga cahaya itu membuatnya menutup mata.

"Sial, apa maksudnya ini?" Perlahan, Kusuma membuka mata dan melihat dirinya berpindah tempat, tidak lagi berada di gubuk itu. Tapi tempat ini hanya sepetak ruangan kosong dengan dinding putih bersih, dan di depannya terdapat sebuah layar hologram yang besar.

Layar hologram ini mengambang tanpa mesin atau alat bantu dan di dalamnya berisi tentang informasi mengenai dirinya. Jujur, Kusuma sedang di landa kebingungan. Pertama, dirinya yang tiba-tiba bertransmigrasi, hal ini saja sudah di luar akal pikirannya dan sekarang ada sebuah hologram di zaman kuno?. "ini bercanda ya?".

Walau begitu Kusuma tetap membaca informasi yang tertera pada layar hologram ini, dia membacanya dengan seksama, siapa yang tahu dia akan mendapatkan sebuah petunjuk nantinya. "Kusuma Adiwarna, 17 tahun dan seorang shemale, sebagian informasi di sini sudah aku ketahui karena ingatan sebelumnya dari si Kusuma." Beberapa kali tangannya bergulir ke kanan dan kiri untuk melihat lebih banyak lagi, Dan Kusuma mendapatkan beberapa fitur dari hologram ini, seperti keterangan dari orang-orang yang di kenalnya, lalu tinjauan peta beserta informasinya, aturan-aturan yang ada di dunia ini dan sebagainya.

"Sebenarnya ini cukup berguna, terutama untuk bertahan hidup, aku jadi tahu seperti apa dunia ini dan untuk mendapatkan sebuah kehidupan yang damai tentu saja aku harus menghindari larangan-larangan yang tercantum di sini, setidaknya mari menjalani kehidupan kedua dengan lebih baik." Dengan begitu Kusuma mulai berdamai dengan takdir, dia telah diberi sebuah kesempatan hidup kedua, jadi lebih baik tidak menyianyiakannya.

"Apanya yang berdamai dengan takdir?! lalu manusia lumpuh itu bagaimana? aku harus merawatnya sepanjang hidup, begitu?! yang benar saja?!." Baru saja dia akan mengatakan hal-hal kotor namun tidak jadi karena sebuah layar kecil tiba-tiba muncul di tengah layar hologram, layar itu menampilkan sebuah teks "apakah anda ingin solusinya?".

"Solusi? maksudnya solusi dari perkataanku sebelumnya? kalau iya... Ya, aku ingin sebuah solusi." Hologram itu langsung merespon ucapan Kusuma, layar hologram bergulir menuju laman baru dengan lambang seperti sebuah kantong. Sebelumnya Kusuma sudah melihat itu namun dia tidak menghiraukannya karena merasa bukan hal yang penting, dia lebih tertarik ke informasi tentang keadaan dia saat ini.

Hologram itu bergulir kebawah sangat cepat, terlihat seperti katalog di store online, hingga sampai pada hasil akhirnya yang menunjukan sebuah informasi dari sebotol obat. "Obat sejuta penyakit? Terdengar seperti obat abal-abal heh." Celetuknya dengan senyum remeh, namun Kusuma tetap membaca informasi tersebut dengan seksama. Dikatakan bahwa itu adalah obat dari segala penyakit yang mustahil untuk di sembuhkan, dari mulai racun hingga tangan terputus pun bisa tersambung kembali. Sebenarnya Kusuma cukup tertarik setelah membaca deskripsinya, namun harga obat ini sangat mahal dan efek pemulihannya pun tidak terjadi secara langsung tapi bertahap, yang artinya dia harus membeli obat ini berkali-kali, Walau begitu presentase untuk kesembuhannya adalah 100% dan akan ada pengembalian dana beserta kompensasi jika penyakit tersebut tidak bisa sembuh, bukankah itu sangat menguntungkan?.

Di layar harga yang tertera adalah 1000 koin Kepeng¹, dilihat dari zamannya saja nilai 1000 sudah pasti angka yang besar, "Bagaimana caranya dia mendapatkan koin sebanyak itu?. Kalau begini aku harus bekerja, tapi aku yakin pasti pendapatan hariannya pun sangat kecil." Lelah berdiri, Kusuma pun duduk di lantai dengan termenung, memikirkan sebuah rencana untuk mendapatkan uang banyak dan cepat.

Hal pertama yang terlintas dibenak Kusuma adalah sesuatu yang belum ada di jaman sekarang dan banyak peminatnya, yang pasti makanan modern. Ponsel, mobil dan elektronik lainnya sempat terlintas di otak kecil Kusuma tapi mustahil untuk membuatnya, dia bukan lulusan teknik. "Makanan adalah hal yang umum, yang paling di butuhkan, selalu di cari setiap hari dan bisnis jangka panjang, hwahaha aku memang jenius dalam mencari solusi, hm... kira-kira makanan apa yang harus aku buat ya?." Di tengah pikirannya, dia mendengar sebuah langkah kaki yang mendekat, Kusuma berpikir kalau ada seseorang yang sedang menuju ke kamarnya. Buru-buru Kusuma menyentuh tangan kanannya hingga dia sudah kembali ke kamarnya lagi.

Bunyi ketukan di pintu terdengar tiga kali, Kusuma berdeham dan menyilahkan orang tersebut masuk, ternyata itu adalah seorang pelayan di rumah ini. Walaupun Kusuma menyebut rumah ini sebagai gubuk namun pada jaman ini rumah bata merah seperti ini adalah rumah untuk kalangan bangsawan, dan ini adalah keluarga dari seorang Adipati sekaligus bangsawan tinggi, tentu saja terdapat pelayan di dalamnya adalah hal yang lumrah.

"Tuan, ini adalah bubur dan obat yang biasanya di makan oleh Raden Adiwilaga. Hamba akan menaruhnya disini" Tutur pelayan tersebut, lalu dengan perlahan meletakan nampan yang di bawanya ke meja samping ranjang. Kusuma tidak menjawabnya, hanya memperhatikan pelayan yang sedang meletakan nampan itu sampai pelayan itu pamit keluar.

"Yah... mau tidak mau aku yang harus melakukannya, bukan?."

—————

Waktu telah berganti dengan malam, rembulan bersinar sangat terang dan menerangi gelapnya malam. Jaman ini tentu saja tidak ada lampu bohlam atau LED, lilin lah yang mereka gunakan, tapi walau begitu malam hari di sini bagi Kusuma tidaklah terlihat gelap gulita seperti yang di bayangkanya, justru rembulan terlihat agung dengan pancaran sinarnya.  Ini sudah saatnya makan malam, Sebelumnya dia telah di jemput oleh salah satu pelayan menuju ruang makan, dan di sini lah dia berada, makan dengan keluarga bangsawan dan 2 menantu perempuan mereka.

"Heh suaminya sedang sekarat di ranjang tapi dia dengan santainya menikmati makan malam, sungguh luar biasa." Sindiran dari Elok itu menghentikan kegiatan makan mereka, terutama Kusuma yang merasa telah tersindir. Dia menatap ipar pertamanya dan iparnya juga balas menatap dia dengan ekspresi  mengejek.

"Benar, merasa dia sudah menjadi bagian dari keluarga ini saja huh" Lanjut Ratnadewi, ipar keduanya. Suami dari Ratnadewi yaitu Pandita langsung menegur istrinya untuk tidak berkata yang berlebihan dan menyuruh dia makan dengan tenang. "Makan saja, tidak perlu mengatakan hal yang tidak-tidak." ucapnya.

"Adik ipar, kenapa menegur istrimu? dia mengatakan hal yang benar." Ucap Elok, Pandita menoleh ke arahnya dan hanya menatapnya sekilas saja, dia sebenarnya ingin menegur Iparnya juga, namun dia segan dengan kakaknya, Suwardana. Tentu saja Pandita merasa bahwa Suwardana lah yang lebih berhak untuk menegur istrinya. "Suami, bukankah dia keterlaluan? dia sudah meninggalkan suaminya sendirian—." Belum selesai dengan perkataannya, Suwardana telah memotong perkataannya terlebih dahulu.

"Cukup Elok, Nasi sudah menjadi bubur, hal-hal yang terjadi tidak bisa diperbaiki, jadi berhentilah berkata seperti itu." tegurnya. Kusuma memperharikan ekspesi masam yang ditunjukan oleh Elok. "Yah, kalau aku tidak makan di sni, aku akan sekarat seperti suamiku nantinya, kau ingin merawatku jika hal itu terjadi ha?." Celetuk Kusuma, Abinaya selaku kepala keluarga ini dan istrinya, Damayanti, menghentikan kegiatan makannya, ekspresi sedih terpatri dalam wajah cantik Damayanti, Abinaya yang melihat istrinya bersedihpun lekas menegur mereka semua. "Hentikan pembicaraan kalian! Tidak ada lagi pembicaraan selama makan berlangsung!." Tuturnya.

Kusuma berdecak pelan, dia sangat sebal dengan ipar-iparnya itu, kenapa mereka selalu ingin mengganggunya?, 'sialan! dia juga korban dari ibu tirinya!.' Menikah dengan Adiwilaga bukanlah keinginannya, andai dia bisa kabur dari sini, tapi mengingat keluarga ini adalah keluarga dari seorang Adipati dan Bangsawan Agung, tentu saja sulit untuk melakukannya. Pengaruh keluarga ini sangat besar dan juga terkenal di berbagai kalangan, menemukan orang yang hilang atau kabur adalah hal mudah bagi keluarga ini, karena mereka punya mata dimana-mana.

Separuh waktu makan malam itu diisi dengan keheningan, satu persatu orang telah selesai dengan makanan mereka, namun mereka masih menunggu Abinaya selesai, sebelum beranjak dari ruang makan. Ketika Abinaya telah selesai, dia beranjak bangun dan keluar dari ruang makan, diikuti kedua anaknya beserta istri-istri mereka, kini tinggal Kusuma dan ibu mertuanya yang masih duduk di meja makan.

"Nak, maafkan ipar-iparmu ya? mereka sebenarnya adalah orang yang baik, mereka tidak bermaksud seperti itu." Ucap Damayanti. 'Baik heh?.' Batin Kusuma. "Tidak apa-apa, Ibu." Kusuma menanggapinya dengan singkat, dia benar-benar tidak tahu harus berkata seperti apa.

"Ibu, aku berniat untuk menjual sebuah makanan." Ucap Kusuma tiba-tiba, dia disini sebagai seorang menantu, jika ingin melakukan sesuatu tentu saja harus melalui persetujuan suaminya namun karena kondisi suaminya yang tidak memungkinkan jadinya dia mencoba mendapat persetujuan dari mertuanya. "Kenapa? Apakah kamu kekurangan uang? Bilang pada ibu kamu butuh berapa?." Jawab Damayanti, nadanya terdengah lembut dan penuh perhatian, mengingatkan diinya pada sosok ibunya di dunianya dahulu.

"Bukan seperti itu, Bu. Aku hanya ingin membantu keuangan keluarga ini, terutama untuk biaya pengobatan suamiku." tutur Kusuma, Kusuma berpikir lebih baik dia banting tulang untuk membeli obat dari hologram itu dengan presentase kesembuhan yang sudah pasti, daripada dia diam saja dan merawat orang itu sampai akhir hayatnya, setidaknya jika orang itu sudah sembuh total, Kusuma dapat memanfaatkannya.

'akan ku buat dia berhutang budi padaku.'

"Tapi nak, menjadi pedagang bukanlah hal yang mudah, akan ada banyak pesaing dan jika bisnismu lancar akan ada banyak orang yang mengincar mu." Raut wajah Damayanti mulai khawatir, dia sudah kehilangan harapan untuk putranya, setidaknya jangan untuk menantunya. Damayanti telah menganggap Kusuma sebagai menantu nya, dia memiliki feeling yang baik untuk Kusuma dan merasa cocok dengannya.

"Aku tau, Bu. Tapi aku bisa menjaga diriku sendiri, biarkan aku berbakti pada suamiku." Ucap Kusuma, namun dalam hatinya 'suami apanya?'. Damayanti tidak punya alasan lagi untuk melarang Kusuma, tapi keputusan dari Damayanti bukanlah final nya. "Kalau begitu, kamu bicaralah dengan suamiku, siapa tahu dia memiliki saran untuk." Ucapnya. 'Sialan' batin Kusuma, dia sengaja hanya berbicara pada ibu mertuanya agar tidak berurusan dengan ayah mertuanya itu, malah sekarang dia di minta untuk menghadap ke ayah mertuanya? Yang benar saja! Ayah mertuanya itu sangat menyeramkan, bagaimana dia sanggup menghadapi beliau?.

'Mau bagaimana lagi'.

⋆ ★

1. Koin kepeng: sebelumnya aku riset kalau koin gobog atau koin kepeng itu alat tukar saat jaman Majapahit, tapi di jaman itu masih banyak yang menggunakan sistem barter. Bentuk koin kepeng itu bulat dan ada lubang persegi empat di tengah nya. Koin kepeng ini ngga punya nilai pasti seperti tael perak atau tael emas China, kan kalau 1 tael emas itu setara 1000 tael perak, nah untuk koin kepeng tidak ada nominal seperti itu, jadi nominal koin kepeng itu di tentukan sama berat logamnya. Aku nyari-nyari lebih dalam sampe tanya ke Chatgpt kalau 1 koin kepeng itu setara dengan 500 perak rupiah. Jadi aku akan menganggap 1 koin kepeng = 500 perak.
Namun uang 500 perak jaman dahulu kan bukan nominal yang kecil, 500 perak jaman dulu berasa seperti 5000, bahkan bisa lebih.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Chapter 3
0
0
Memulai kehidupan
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan