Jangan Pergi bab 6

49
4
Deskripsi

"Aku menuhin janji dan keinginanmu, karena kamu nggak pernah mencariku, maka aku yang mencarimu. Jangan bilang kamu lupa?" 
 

Sebenarnya pernikahan mereka bukan dadakan, tapi sudah Lyam rencanakan sejak kecil. Ruhi memang menganggapnya janji anak-anak, tapi bagi Lyam itu merupakan keharusan. Dia tidak pernah jatuh cinta ataupun memikirkan wanita lain yang akan dinikahi selain Ruhi.

Saat tahu Ruhi kuliah di Bandung dan tinggal dengan Ayah kandungnya, Lyam mangantisipasi bahwa Ruhi mungkin memiliki pria lain. Dia tidak peduli. Lyam bisa merebut Ruhi dengan cara apapun.

Kalau Ruhi sudah menikah, dia akan membuatnya cerai, kalau Ruhi punya pacar, maka dia akan menikahi duluan.

Maka dari itu, saat Lyam membawa orang tuanya ke rumah ayah Ruhi, Lyam sudah menyiapkan segalanya, dari uang mahar yang sangat besar sampai seserahan yang nilainya tidak sedikit.

Semua orang menjadi lemah jika berhadapan dengan uang, orang tua Ruhi pun sudah pasti begitu. Lewat pengalamannya, dengan mudah Lyam bisa menikahi Ruhi.

"Ah, ternyata kamu pelukis."

Lyam tidak menanggapi kalimat Ruhi dan berjalan-jalan, melihat lukisan Ruhi yang kebanyakan abstrak.

"Di lantai atas aku punya dua temen, kamu harus pergi sebelum mereka bangun."

Lyam menoleh ke belakang, Ruhi sudah melepas mukenanya. Dia berjalan mendekat, membuat Ruhi mundur karena Lyam mencondongkan tubuhnya.

"Kenapa kamu nggak ngenalin suamimu ke mereka?" tanya Lyam jahil.

Ruhi membuang muka, terlihat kesal dengan sikap Lyam yang bebal. Dia membasahi bibir sebelum kembali menatap mata Lyam yang kecoklatan.

"Jangan bercanda, aku nggak pernah ngrasa udah nikah."

Sebenarnya, Lyam ingin menanyakan kenapa Ruhi tidak pernah menghubunginya padahal sudah pulang ke Indonesia. Padahal mereka pernah janji tidak akan putus hubungan.  

"Tapi faktanya kamu udah nikah," ucap Lyam. Tersenyum lebar.

Ruhi menggigit bibir bawahnya. "Sebenarnya apa yang kamu inginkan, kenapa tiba-tiba datang dan membuat ku kesulitan kayak gini?"

Dulu Ruhi tidak pernah memandangnya dengan tajam, tidak pernah juga bersikap dingin dan cuek seperti ini. Setiap hari Ruhi selalu nempel padanya dan mengatakan akan jadi istrinya.

Bahkan, Ruhi protektif terhadap terhadap gadis lain. Termasuk pada sahabat mereka, Ria. Tapi kenapa sekarang Ruhi sangat berubah?

"Aku menuhin janji dan keinginanmu, karena kamu nggak pernah mencariku, maka aku yang mencarimu. Jangan bilang kamu lupa?"

Ruhi terdiam, wajahnya berubah. Tidak bisa membantah. Tatapannya mereda, tidak setajam tadi. Gadis itu memijit pelipisnya.

Lyam kembali melihat-lihat, ada kaligrafi indah yang terpajang di dinding, Ruhi lulusan Gontor Putri, wajar pandai membuat kaligrafi.

"Kamu berdosa kalau nggak nurut sama suami, apalagi sampai ngusir dan berkata kasar kayak gini."

Lyam akan menggunakan kelemahan Ruhi untuk menaklukkannya. Di dunia ini, tidak ada sesuatu yang tidak bisa dia miliki.

Ruhi mengepalkan tangan, dia menarik napas panjang, menahan di dada cukup lama sebelum mengembuskannya.

"Aku buatkan teh, duduklah."

Ruhi membawa mukena dan Al-Qur'an ke dalam, tak lupa selimut juga bantal. Gadis itu masuk kamar lalu ke ruang belakang.

Lyam masih melihat-lihat ruangan ini, ternyata ada tangga di bagian depan yang menghubungkan ke lantai dua, katanya ada dua orang di atas sana.

Di samping rumah ada tempat jemuran, tidak ada ruang tamu, tapi ada satu sofa, meja dan kursi kecil. Tidak ada televisi. Hampir semua ruangan ini berisi kanvas, cat dan lukisan yang sudah selesai atau setengah jadi.

"Silakan duduk," ucap Ruhi membawa dua cangkir teh dan camilan. Dia meletakkannya di atas meja.

Lyam berbalik dan duduk di sana, perutnya lapar. Teh hangat itu sangat menggoda. Badannya dingin karena di luar sana sedang gerimis.

"Udah lama nggak ketemu, gimana kabarmu?" tanya Lyam sembari mengambil cangkir.

Kaki Lyam sangat panjang, tidak nyaman duduk di sofa yang pendek. Ruhi sadar dan menggeser meja.

Tinggi Lyam mengalami banyak perubahan, sekarang sudah 183 cm. Melihat Ruhi harus menunduk, wajah gadis itu masih manis seperti dulu. Tingginya juga hanya sebahunya. Mungkin sekitar 160 cm.

"Kabarku baik, katanya kamu baru pulang dari Inggris?" tanya Ruhi.

Ternyata Ruhi tahu tentangnya, tapi kenapa tidak menghubunginya?

"Kamu tahu?"

"Aku liat di internet, kamu lulus S2 di London, sekarang kerja di perusahaan ayahmu. Banyak artikel tentang kehebatan kamu. Katanya kamu membuat danau untuk menyelamatkan ekosistem ikan, lalu orang-orang membuatkan monumen untukmu.

"Ada juga artikel yang membahas para pendaki yang mengibarkan foto mu di puncak Himalaya, katanya mereka fansmu dan orang-orang yang pernah kamu bantu. Aku tahu sejak dulu kamu hebat, tapi aku nggak nyangka sekarang kamu jauh lebih hebat."

Mendengar pujian Ruhi, Lyam hanya bisa nyengir. Semua artikel itu ditulis oleh jurnalis yang bekerjasama dengan Andalas Grup, orang-orang suruhan Papa.

Mereka menutupi kegilaan Lyam, kejadian yang sebenernya adalah dia nabrak warung saat kebut-kebutan, mabuk-mabukan sampai berkelahi di bar, tidak pernah berangkat ke kantor dan melimpahkan semua pekerjaan ke orang lain.

Hanya dua hal yang dia jaga dan tidak lakukan, yakni tidak memakai narkoba dan tidak sex bebas.

"Aku nggak sehebat itu, aku cuma orang biasa."

Lyam tidak bisa berkata jujur pada Ruhi. Apalagi hidup Ruhi sangat lurus dan bersih. Sangat berbanding terbalik dengannya.

"Dibandingin aku yang belum lulus S1, aku ketinggalan jauh. Aku belum ada pencapaian apapun, nggak kayak kamu yang udah bisa jadi kebanggaan orang tua." Ruhi memegang erat cangkirnya.

Hidup Lyam juga tidak ada pencapaian apapun, selain setumpuk masalah dan tagihan kartu kredit, tidak ada yang Lyam berikan pada orang tuanya.

"Kamu pandai ngelukis, pasti orang tuamu bangga."

Ruhi tersenyum tipis. "Aku bukan kebanggaan orang tuaku, buktinya aku tiba-tiba dinikahkan kayak gini, seolah pendapatku dan kehadiran ku di pernikahan ku sendiri nggak penting."

Lyam langsung terdiam, sekali lagi, dia yang melakukan itu. Dia takut kalau Ruhi hadir, maka tidak mau menikah, dia malas kalau harus membujuk dan menggunakan trik, itu akan memakan waktu lama. Makanya dia buat pernikahan secepat kilat yang tidak mungkin ditolak Ruhi.

"Kita bisa adakan pernikahan ulang, kamu bisa tentukan konsepnya."

"Apa itu lebih penting dari pendapatku, bahkan nggak ada yang tanya apa aku siap nikah atau nggak."

Rupanya Ruhi belum mau menikah, memang usianya masih muda. Wajar berpikir seperti itu. Tapi Lyam tidak ada waktu untuk menunggu.

"Apa kamu nggak suka aku nikahin? Padahal aku nyariin kamu sejak kamu pergi ke Inggris. Aku kuliah di Inggris juga karena kamu. Aku selalu inget janji kita."

Serangan pertama dari Lyam, yakni membuat Ruhi merasa bersalah, benar saja wajah Ruhi berubah.

"Bukan kayak gitu, tapi--"

"Kamu ada pria lain?"

Ruhi terdiam, kemudian menggeleng. "Nggak ada, tapi aku---"

"Alhamdulillah, Allah jaga kamu untukku, selama ini aku berdoa, semoga kita dipertemukan lagi dengan ikatan suci."

Serangan kedua adalah menjadi pria yang bisa satu circle, yakni pria alim. Padahal solat aja dia tidak pernah.  

Tiba-tiba azan subuh terdengar, mereka sama-sama terdiam sejenak. Ruhi meremas jemarinya.

"Lyam, apa kamu masih rajin sholat subuh berjamaah di musholla kayak dulu?"

Itu tidak mungkin, sholat subuh saja tidak pernah.

"Tentu, aku masih rajin kayak dulu. Manusia kan nggak mudah berubah."

Lyam tersenyum di antara kebohongannya. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Jangan Pergi
Selanjutnya Jangan Pergi bab 7
56
5
Ruhi menoleh, tersenyum ramah hingga membuat Lyam berhenti. Pelan-pelan ya, soalnya aku butuh waktu. Aku nggak akan kabur lagi kok.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan