KESURUPAN MASAL

1
0
Terkunci
Deskripsi

Ayah Kareen memperhatikan bangunan pabrik dengan seksama, dari luar tidak tampak kesibukan, papan nama tampak masih baru. Namun bangunan pabrik tidak dibuat baru tapi mempergunakan bangunan pabrik peninggalan belanda yang di jamannya sepertinya benar adalah pabrik gula. Ada rel kereta yang melingtang menghubungkan antara satu bangunan pabrik dengan bangunan pabrik lainnya, mata ayah Kareen tidak berkedip saat matanya tertuju pada rel tersebut, sorot matanya terus mengikuti arah rel tersebut yang...

1 file untuk di-download

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Paket
59 konten
Akses 30 hari
390
Karya
1 konten
Akses seumur hidup
55
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Selanjutnya RAHASIA KAMPUNG YANG TIDAK ADA DI PETA
1
0
Waykanan di suatu pagi yang cerah.Waykanan adalah kabupaten sendiri, pecahan dari lampung utara. Dulunya ikut lampung utara sekarang sudah menjadi kabupaten sendiri. Seorang mahasiswa semester akhir sedang membantu dosennya mengadakan penelitian di sebuah desa terpencil di daerah Waekanan. “Oiya, perkenalkan nama saya Satria Wira Ajie,'' pemuda itu canggung memperkenalkan diri. Dia duduk bersila di depan tetua adat di desa XXX. Di sampingnya agak sedikit kebelakang sebelah kanan, dosennya juga duduk bersila tak kalah canggung.Tetua desa di hadapannya Tampak tenang, wajahnya penuh wibawa. Dari sorot matanya terbaca bahwa ia orang yang ramah, penuh ketulusan, tetua adat mendengarkan dengan seksama. Tersenyum tipis saat Wira menyelesaikan kalimatnya. Dengan sabar mendengarkan kalimat demi kalimat selanjutnya, “bersama saya Pak Hari,” tangannya dengan sopan menunjuk ke arah dosennya. “Beliau dosen saya, tujuan kami datang kemari untuk memohon ijin agar kami bisa mengadakan penilitian terkait keluarga Mizard. Kami dari Universitas Lampung, saya mahasiswa jurusan sosiologi semester akhir.” Wira masih dengan sopan melanjutkan memperkenalkan diri. Pak Hari, dosennya mengangguk sopan sambil tersenyum tipis seolah mengiyakan semua keterangan mahasiswanya.Tetua adat masih mendengarkan dengan seksama. Setelahnya secara resmi beliau menyambut perkenalan tamunya sekaligus memberi ijin kepada tamunya untuk melakukan penlitian di desanya.“Saya menyambut baik niat anda semua, tapi sebelum itu sesuai dengan adat istiadat di dini siapapun yang hendak menetap di desa ini mesti melakukan ziarah kubur di pemakaman para leluhur kami.” Tetua adat langsung berdiri, “mari kita langsung ke pemakaman saja.”Tetua adat melangkah meninggalkan rumah diikuti oleh para tamunya. Di pemakaman tetua adat menyebutkan beberapa nama yang menjadi cikal bakal desa tersebut sambil menujukkan satu persatu makamnya. Hingga sampailah kepada satu makam, “beliau datang ke desa kami dalam rangka menyebarkan agama islam di abat ke tujuh.Namun pada saat beliau datang penduduk di sini sudah memeluk agama islam. Beliau orang yang memiliki banyak nama karena beliau terkenal di beberapa daerah lain dengan nama yang berbeda-beda, beliau adalah orang yang memiliki kemapuan ‘mati pindah’.” Pak Hari dan Wira Ajie tampak shock mendengar dua kata terakhir, wajahnya jelas tidak percaya. Sementara tetua adat rona wajahnya biasa saja, seolah baginya itu sesuatu hal yang wajar. Gemetaran Wira Aji bertanya, “maksud bapak beliau sudah meninggal, dikubur lalu bangun dan pindah tempat, hidup normal seperti manusia pada umumnya?” tetua adat menatap pemuda di hadapannnya lalu membimbingnya untuk duduk. Sepertinya tetua adat mulai menyadari bahwa Wira Ajie ketakutan. Tetua adat tersenyum tipis saat Wira Ajie telah duduk, ia masih gemetaran. “Apa masih kuat mendengar kisah selanjutnya atau kita lanjutkan besok saja?” kata tetua adat, ia berbicara sangat pelan nyaris berbisik, sementara Wira Ajie tidak mampu menjawab, entah mengapa dia merasakan perubahan suasana. Tadinya biasa saja tetapi tiba-tiba ia merasa ada banyak mata yang sedang mengawasinya, saat tetua adat menyebut ‘mati pindah’.Area pemakaman yang tadinya biasa saja berubah seram dari sudut pandang Wira Ajie begitupun wajah dosennya tampak tegang dan tidak nyaman. Setelah beberapa lama akhirnya pemuda itu mampu berkata, “dengan tidak mengurangi rasa hormat bagaimana jika kisahnya kita lanjutkan di rumah saja, Pak?” tetua adat mengangguk pasti, kemudian membawa para tamunya meninggalkan pemakaman. Wira Ajie masih merasakan suasana magis yang sangat kuat saat meninggalkan pemakaman.Sejak saat itu, tetua adat tidak pernah membahas tentang mati pindah. Di suatu kesempatan tetua adat menceritakan bahwa desa itu tidak pernah kecurian karena saking kuatnya pagar desa. Siapapun yang berani mencuri pasti celaka. Saat pertama kali ia jadi tetua ada tahun 1991 desa itu hanya ada tiga kepala keluarga. Saat aku menulis kisah ini desa itu hanya dihuni dua puluh (20) kepala keluarga. Tetua adat pernah pergi ke jawa, meminta tolong kepada orang yang memiliki linuwih agar didoakan supaya desanya bisa ramai dan berkembang.Namun yang dimintai tolong bilang bahwa tidak bisa melihat desanya, desa itu tertutup pagar gaib. Yang dimintai tolong juga menyarankan agar tetua adat pindah saja dari desanya jika ingin ramai atau tetap tinggal dengan keadaan seperti sekarang, menerima apa adanya. Akhirnya tetua adat balik lagi ke Waykanan, tetap menetap di desa XXX hingga saat ini.“Turun-temurun, nenek moyang menceritakan bahwa belanda tidak pernah bisa menyerang desa kami. Seberapa peluru yang mereka gunakan pasti habis tapi tidak pernah masuk kedesa kami apalagi melukai warganya. Kabarnya di batas desa pasti sudah ada yang mencegat mereka. Jika belanda hanya berniat lewat mereka bisa lewat tanpa gangguan apapun.” Di akhir penelitian Pak hari dan Wira Ajie tidak menemukan hasil yang diinginkan, selalu buntu, tidak menemukan jawaban atas silsilah keluarga Mizard. Karena kluenya hilang di ‘mati pindah’. Sementara apa sejatinya ‘mati pindah’ itu sendiri tidak ada yang bisa menjelaskan.Ketika Wira Ajieterus mengejar agar dapat jawaban dari sejatinya ‘mati pindah’ tetua adat hanya menjawab dua kata yaitu 'ganti sarung’. Dan Wira Ajie, tidak pernah mampu memahami apa yang dimaksud oleh tetua adat. Akhirnya Wira AJie dan dosennya meninggalkan Desa XXX tanpa membawa hasil yang jelas.Dan tanpa diketahui oleh Wira AJie di desa inilah Lacip dan keluarganya tinggal, Lacip yang dulu pernah membawa keluarganya minggat dari Lembah Biru ke Sumatra telah memulai hidup baru di desa ini, desa terpencil yang damai, meski penduduknya hanya sedikit Lacip dan keluarganya hidup berkecukupan. Meski hidup sederhana tapi mereka tidak pernah kekurangan sandang atau pangan. Desa ini memberikan semua yang dubutuhkan Lacip dan keluarganya.Di ujung desa sebelum Wira Ajie dan dosennya melewati perbatasan, tiba-tiba seseorang mencegatnya, lalu memberikan secarik kertas sambil berucap, “jika kau ingin tahu apa itu mati pindah cari sebuah keluarga yang berpengaruh di dusun Lembah Biru, keturunan dari orang yang punya cikal bakal dari dusun Lembah Biru!” tampak orang tersebut sangat serius saat mengucapkan kalimatnya, Wira Ajie dan dosennya terbengong tidak percaya. Saat kedua terbengong tidak percara, keduanya seolah dibuat linglung karena kehadiran orang tersebut yang tiba-tiba. Tanpa memperdulikan keadaan Wira Ajie dan dosennya, orang itu langsung pergi ke arah kebun dan menghilang di balik rimbun pepohonan. Keduanya baru tersadar saat orang itu telah menghilang, saat keduanya akan menanyakan sesuatu barulah keduanya sadar bahwa orang itu sudah tidak ada di sana. Lalu keduanya ingat kertas yang diberikan orang tadi, saat dibuka tertera sebuah nama.“LA-CIP!” keduanya membaca hampir bersamaan, keduanya saling pandang, lalu mengingat kembali kalimat yang diucapkan oleh orang yang mencegat mereka.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan