Kabupaten Somoroto, konon disebut juga dengan nama Kabupaten Kutha Kulon. Kabupaten ini berdiri sektar Tahun 1780-1887 M, berada di arah barat Kota Kabupaten Ponorogo.
Beeikut adalah asal usul dan silsilah, Bupati Somoroto :
Brawijaya V berputra R. Purba alias R. Patah, yang di berikan kepada Haria Damar Adipati Palembang.
R. Patah di Demak berputra 6. Putra yang terakhir bernama R. Alit, di sebut Pangeran Pamekas.
Dalam Buku Babad Ponorogo, Tumenggung Wirareja atau Mas Bei Wirareja adalah masih keturunan Prabhu Brawijaya V. Jaman sinuhun PB II Wirareja menjadi abdi prajurit Kartasura. Babak 1Wirareja PepeMas Bei Wirareja, demikian nama yang harus teringat bagi darah Somoroto. Sebab Mas Bei Wirareja inilah yang menurunkan para Bupati dari Somoroto. Kabupaten Somoroto yang juga terkenal dengan nama Kabupaten Kutha Kulon, ini berdiri sekitar tahun 1780. Disebut Kutha Kulon karena mungkin Letak Kabupaten ini berada di Barat Kota Kabupaten Ponorogo, atau karena letak Kabupaten Somoroto berada di barat Sungai, Jembatan Sekayu.Mas Bei Wirareja, yang masa mudanya meruoakan abdi dari prajurit Kartasura, masa Sinuhun PB II. Pada saat Karta Sura berhasil di kalahkan oleh Sunan Kuning, terpaksa terpisah dengan rombongan. Saat Sinuhun PB II mengungsi ke Ponorogo, Wirareja mengungsi ke Semarang. Dalam pengungsian di Semarang Wirareja menikah dengan seorang janda yang masih memiliki darah dari Bagelen.Beberapa tahun kemudian, saat kabar Kartasura sudah mulai agak aman. Wirareja berkeinginan kembali ke Kartasura. Niatan itu disampaikan pada istrinya. Sebab meskipun seorang janda, istri Wirareja sangat setiya dan patuh pada suaminya.“Kalau Kangmas Wirareja, mau kembali ke Kartasura, saya harus ikut,” begitu tekat istri Wirareja.Wirareja harus berpikir dua kali, mendengar ungkapan istrinya. Sebab dirinya tidak mengerti bagaimana keadaan Kartasura saat ini. Terlebih, di sana nanti Wirareja tidak tahu, mendapat pekerjaan apa. Terlebih setelah terjadi peperangan Kraman kemarin tentu suasan Kartasura, telah mengalami perubahan. Baik itu, para sentana atau tata pemerintahannya.“Kalau kamu ikut, itu sudah seharusnya, Nimas. Namun ini saya masih akan mencari kerjaan. Apakah Nimas, mau bila nanti ada apa apa, tetap mengikuti dan bersama suamimu, ini?” tanya Wirareja.Istri Wirareja menatap suaminya dengan lekat. Seperti baru kemarin saja bertemu. Bahkan ia memandang suaminya,dari kepala hingga kaki. Pandangan seorang istri yang mulia, yakni setia kepada suaminya.Tanpa disadari oleh Wirareja, Istrinya meneteskan air mata. Entah apa yang terjadi, kemudian ia terisak isak. Tentu hal ini menyebabkan Wirareja menjadi kebingungan.“Ada apa, Nimas menangis?” tanya Wirareja.“Bearti slama ini Kangmas Wirareja, menyepelekan kesetiaan saya. Terbukti, kini Kakangmas menanyakan, bila Kangmas nanti sengsara apakah masih setiya?” ujar istri Wirareja.Wirareja diam seribu bahasa. Ia tidak merasa bahwa ucapannya menyinggung perasaan dari istrinya.“Bukan berarti, aku sangsi, Nimas. Akan tetapi aku kasihan bila kamu sampai menderita,” ujar Wirareja.******Semburat cahaya kemerahan dari ufuk timur. Saat udara pagi berhembus dengan kesegarannya. Embun masih bergelayut mesra pada daun daun. Wirareja bersama istrinya telah jauh meninggalkan kediamannya. Mereka menyusuri jalan setapak, melalui hutan. Tujuan Wirareja menuju Kraton Kartasura, untuk mengabdi kepada Kraton.Sedang istri Wirareja, mengikuti kemauan suaminya. Sebab dia memahami bahwa keputusan suaminya tentu menjadi jalan terbaik bagi keluarganya nanti.*****Tak terceritakan suka duka perjalanan Wirareja. Kini perjalanan Wirareja telah sampai pada Kota Surakarta. Betapa terkejutnya hati Wirareja, karena keadaan telah berubah total.Sebab kini Kasunanan Kartasura, telah berubah. Yang menjadi Susuhunan adalah Sinuhun Paku Buwana III. Dan Ibu kota juga telah berpindah dari Kartasura, kini berada di Surakarta.Perasaan sedih bercampur dengan keinginan mengabdi pada Kraton bercampur aduk. Terlebih bila ia ingat kepada istrinya, yang sangat setia mengikutibperjalanannya. Wirareja sesekali memandang istrinya yang cantik jelita.Akhirnya Wirareja memutuskan untuk menuju Surakarta mengabdi pada Sinuhun. Sebab baginya, bagaimanapun orang yang rela mengabdi pada Ratu. Baginya, bagaimanapun mengabdi pada Ratu adalah mengabdi pada Negara. Maka meski mendapat pangkat rendah, gaji kecil tapi hidup terasa mudah. Sebab Ratu selain memberi upah juga memiliki daya berkah.Maka pada hari itu juga Wirareja mengajak istrinya mencari aloon aloon. Dengan tekat yang kuat, mereka berdua menjalani pepe di aloon-aloon. Dengan harapan akan di lihat oleh Sinuhun dan nantinya di panggil oleh Sinuhun untuk menghadap.Meski kadang Wirareja juga cemas di hati. Selain Sinuhun PB II telah meninggal dunia, tak ada satu orangpun yang ia kenal atau mengenal dirinya. Namun ia tetap bertekad untuk mengabdi pada siapapun yang berkuasa di Surakarta.“Kita sampai kapan berada di aloon aloon ini, Kangmas?” tanya Wirareja setelah beberapa hari di aloon aloon.“Sampai Sinuhun melihat dan memanggil kita, Nimas,” Jawab Wirareja.Istrinya hanya menganggukkan kepala.*****Entah telah berapa hari Wirareja dan istrinya menjalani Pepe di aloon aloon. Tiba tiba datanglah seorang yang mengenalinya. Orang itu memanggil namanya, “Wirareja, Ngger. Ternyata kamu yang menjalani pepe di aloon aloon ini. Ada, apa Ngger, dan siapa wanita ini?" tanya orang tersebut.Serelah basa basi sejenak, Wirareja mengerti bahwa oranq tersebut tak lain adalah pamannya sebdiri yang telah lama menjadi abdi di Kraton. Sutajaya demikian nama dari paman Wirorejo..Suta Jaya, mengajak Wirareja dan istrinya untuk pulang ke rumahnya di Kampung Gajahan. Sebab dirinya kini mengabdi pada Kraton dan diberi tugas untuk menjadi Mantri Srati. Mantri Srati bertugas mengkkoordinir para pemelihara gajah di Kasunanan Surakarta.“Istirahatlah di sini, beberapa waktu. Nanti bila telah mirunggan, saya ajak sowan kepada Sinuhun,” ungkap Sutajaya.Mendengar pernyataan yang demikian, Wirareja mengangguk.“Terima kasih Paman Suta Jaya, atas kemurahan hati Paman sekeluarga,” ucap Wirareja lembut.………bersambung