
Claritta Ainsley wanita kabur dari rumah setelah dinikahkan oleh orang tuanya, dengan seorang laki-laki yang sangat ia benci. Azelf namanya.
Sepuluh tahun dalam pelarian ke Canada, Claritta kembali ke Indonesia untuk menerima tawaran kerja dari sang ayah.
Dipikirnya saat kembali, ia akan disambut dengan bahagia. Namun, orang tuanya malah mengantarkan Claritta ke rumah Azelf.
Pertengkaran terjadi, tak bisa dihindari. Apalagi saat Claritta mengetahui bahwa akan bekerja sebagai bawahan pria itu. Dunianya...
"Gue harus ngapain ...?" keluh Azelf yang kini sedang duduk di tengah-tengah para sahabatnya.
Ia sengaja datang ke rumah Hara demi mendapatkan nasihat rumah tangga, tak lupa pula mengundang Satya dan Raja untuk ikut bersama mereka.
"Emang parah banget, ya?" Pertanyaan itu datang dari Raja.
"Ya, parah, lah, orang ketangkap basah gendong cewek di rumah," balas Hara, "gue udah bilang ama lo, walaupun Claritta belum bisa nerima lo, lo jangan bikin ulah duluan."
Azelf menghempaskan punggung ke sandaran sofa. "Kalau bonyok gue tahu, bisa mampus gue."
"Udah gede, masa masih diatur sama orang tua," ledek Satya.
"Diem lo! Lo mau gue turunin jabatan jadi satpam?" ancam Azelf. Bisa ia lihat, Raja memukul bahu Satya sebagai perwakilannya.
"Gini aja, lo pulang dulu sekarang." Hara memberi saran. "Bicara baik-baik tentang hubungan lo dan Salsa sebenarnya kayak gimana."
Azelf menghela napas. "Claritta minggat dari rumah."
"Minggat?" sahut seseorang yang kini muncul dari belakang, itu Kayana. Perempuan itu tengah membawakan mereka minuman dingin. "Serius dia minggat?"
Kayana mendekat, lalu meletakan nampan ke atas meja.
"Iya, dia nggak hubungin lo, Kay?" tanya Azelf.
Jelas saja ia akan khawatir dengan sang istri. Mertuanya pasti tidak akan percaya dengan apa yang diceritakan oleh Claritta. Apalagi, itu tentang Azelf.
Di mata mertuanya, ia selalu benar, sedang sang istri selalu salah. Sekarang, Azelf merasa bersalah pada mertuanya, terlebih pada Claritta. Ia seperti seorang pengkhianat.
Kayana menggeleng. "Nggak."
"Coba telpon," pinta Hara pada sang istri.
"Eh, nggak apa-apa, nih, masuk ke masalah rumah tangga orang?" Raja bertanya.
"Masalah Claritta, masalah gue juga," ucap Kayana, yang kini telah menempelkan ponsel pada telinga, "lagian, lo juga, sih, pake bawa Salsa ke rumah!"
Azelf merengut. "Gue aja kaget pas dia hubungin, udah ada di rumah. Gue buru pulang buat ngusir dia, eh ... Claritta keburu datang."
"Setidaknya, lo tunggu waktu yang tepat buat bawa paksa Salsa keluar rumah lo," sambung Satya.
Berdecak. "Salsa ketiduran di ruang kerja gue. Nggak mungkin bisa lama-lama lagi di sana, kalau dia bangun terus keluar ruangan tepat Claritta juga ada di luar kamar gimana?"
"Ya, lo tinggal kabur!" kesal Raja.
"Bentar," ucap Kayana, meminta mereka untuk berhenti berdebat. "Cla ...."
"Hm?" Suara perempuan terdengar dari seberang.
"Lo di mana?" Kayana bertanya, lalu menekan speaker agar semua orang bisa mendengar suara Claritta.
"Entah, gue luntang-lantung di jalanan," jawab perempuan itu, yang membuat Azelf mendapatkan tatapan tajam dari Kayana.
"Jalan apa? Biar gue jemput." Istri Hara bicara lagi.
"Nggak usah."
Azelf menghela napas. Hara menyikutnya, memberi kode agar ia bicara. Namun, Azelf tak ingin melakukan itu, karena pasti Claritta akan langsung memutuskan sambungan telepon.
"Nggak balik ke rumah mami lo?" tanya Kayana.
Diam sesaat. "Udah, tapi gue diusir. Gue lapar, Kay ...." Terdengar tarikan napas. "Nggak bawa uang ...."
"Jemput, sana." Hara memukul Azelf.
Segera Kayana meletakan satu jari di depan bibir, suaminya sungguh berisik.
"Kay," panggil Claritta, "kok lo tahu gue ada di luar rumah?"
Mata Kayana terbuka lebar. "Eee ...."
Tak perlu diperjelas seperti apa mereka sekarang, Azelf bahkan ingin sekali menguburkan diri sekarang juga.
"Ta-tadi lo yang bilang lagi luntang-lantung di jalanan," jawab Kayana.
Terkekeh. "Oh, iya."
"Mau gue jemput, nggak?" tawar Kayana.
"Enggak, takut ngerepotin. Lo punya anak, masa iya keluar malam gini." Claritta menolak. "Udah, ya, gue tutup."
"Eh, tunggu-"
Suara panggilan diakhiri mengheningkan suasana. Azelf kembali melepas punggung ke sandaran sofa, pikirannya melambung kembali mengkhawatirkan Claritta.
"Ngapain lo masih duduk?" kesal Hara yang memukul perutnya, hingga membuat Azelf kembali menegakkan tubuh, "jemput, sana! Lo mau bikin Claritta mati kelaparan?"
Ada tawa terbit dari Raja. "Baru juga nggak makan malam, masa langsung mati."
_________
Azelf tak tahu sudah berapa kali mengelilingi jalan yang sama untuk mencari Claritta, sampai ibu mertuanya menelepon dan mengatakan bahwa kini sang istri telah beliau antar ke rumahnya.
Sekarang sudah tengah malam, ia sungguh merasa bersalah karena melibatkan sang mertua untuk mencari istrinya.
Claritta di sini, duduk di sofa ruang tamu dengan mata sembab karena menangis.
"Tuh, Azelf sampe jam segini nyariin kamu!" hardik Eritta pada Claritta, "selalu aja bikin repot, kamu nggak kasihan sama Azelf?"
"Azelf yang salah, kok, Mi." Jelas saja ia harus melerai pertengkaran ini.
Erita menggeleng tak terima. "Minta maaf ke Azelf!"
"Nggak, nggak perlu, Mi. Nggak apa-apa, biar Azelf yang ngurus."
"Kamu liat, dong, suami sebaik ini malah disia-siain!"
Sungguh Azelf tak tega melihat keadaan Claritta sekarang. Pasti sakit rasanya. Di sini ia yang bersalah, tetapi malah perempuan itu yang dimarahi.
Ini yang Azelf khawatirkan, ibu mertuanya akan memarahi sang istri.
Eritta melangkah menuju Claritta, lalu menjewer telinga perempuan itu. "Makanya, apa yang diminta suami itu dikasih, jangan kabur mulu ...."
"Mami, jangan," cegah Azelf, tetapi gagal karena ia juga tak bisa melawan wanita itu.
Claritta meringis kesakitan. "Sakit, Mi."
"Sakit? Lebih sakit Mami!" bentak Eritta, "kamu malu-maluin keluarga, tahu, nggak! Kirain balik dari Kanada bakal lebih baik lagi, malah jadi kayak gini!"
"Mami, sakit. Kasihan Claritta." Azelf berusaha melepas jeweran sang ibu mertua, sambil memeluk bahu istrinya.
Akhirnya, wanita itu melepas cengkraman tadi. "Untung ... aja ada Azelf, kalau enggak-"
"Lanjutin aja! Jewer aku terus! Sekalian Mami bawa pisau buat menggal leher aku!" teriak Claritta.
"Iiih, kamu, tuh ...."
Azelf segera melindungi istrinya dari cengkraman wanita itu. "Udah, Mi, udah. Aku yang salah, Claritta gak salah apa-apa."
Perempuan yang kini ada di pelukannya itu, berusaha melepaskan diri.
"Tuh, liat, dipeluk suami malah menghindar," ucap Eritta.
"Nggak apa-apa, Mi, namanya juga orang lagi ngambek," kata Azelf, berusaha mencairkan suasana.
Jika tak diselingi bercanda, ibu mertuanya akan terus tersulut emosi. Seperti yang Azelf inginkan, wanita itu sedikit mereda.
Eritta menghela napas. "Kamu kalau ngambek sama suami, jangan keluyuran di jalanan atau balik ke rumah Mami ... di sini aja, di samping Azelf. Entar juga dibujukin."
Entah itu sebuah nasihat atau sebuah candaan, Azelf tak tahu. Yang jelas, wanita itu tidak dalam mode garang lagi.
"Ya, udah, Mami balik dulu. Kasihan papi nungguin, soalnya tadi dia minta jatah," kata wanita itu.
Azelf mengangguk sopan, meskipun informasi yang diberikan sang mertua sedikit mengganggu jalan otaknya.
Wanita itu kemudian keluar rumah, membuat Azelf kini memfokuskan diri untuk menatap Claritta.
Kacau. Penampilan perempuan itu benar-benar kacau.
"Udah makan?"
Tak ada jawaban, Claritta malah memalingkan wajah. Jelas saja istrinya akan marah, ia ketahuan selingkuh, dan yang menanggung beban adalah istrinya.
"Makan dulu, ayo."
Bukannya membalas, Claritta malah menarik napas dalam, lalu menghapus air mata.
Perempuan itu menarik bantal sofa, kemudian menghempaskan kepala di sana. Claritta menutup mata, mungkin saja sedang berusaha terlelap.
_________
03.10.20
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
