Pak Bos Mantanku (Bab 13 : Hari Libur)

4
1
Deskripsi

Aileen Qalesya Arundati atau yang sering disapa Ilen, sejak dulu memiliki keinginan bekerja di perusahaan Pradana Group.

Saat datang ke kantor anak perusahaan tersebut, Ilen menemukan pesawat kertas yang ternyata adalah hasil ulangan seseorang.

Nilai yang buruk. Ia jadi berpikir, penilaian perusahaan tersebut dilihat dari nilai selama berada di bangku sekolah.

Ilen menjadi kurang percaya diri, hingga membawa kakinya ke lantai atas di mana pesawat-pesawat kertas itu berasal.

Di sinilah Ilen, bertemu lagi dengan seseorang dari masa lalunya, di sepuluh tahun lalu.

_

Suara renyahnya keripik kentang yang sedang dikunyah Ilen, kini berpadu dengan suara aktor drama Korea yang tengah ditontonnya. Hari Sabtu di mana ia libur dari aktivitas kantor, membuatnya bisa bermalas-malasan sambil menikmati indah kehidupan.

Terlebih, hari ini Ilen tak perlu tarik urat meneriaki Nial akibat selalu dijahili. Bebas. Tak ada suara Nial, tak ada tingkah aneh lelaki itu, dan Ilen sangat menikmati hari libur pertamanya setelah seminggu bekerja di kantor Nial.

Di kamar yang sudah ia tempati selama sepuluh tahun inilah Ilen melepas semua bebannya akibat ulah Nial. Tontonannya sekarang sungguh membuat ia melupakan sang bos alias mantan pacar jahanam yang selalu mengganggu di kantor.

Dering ponsel membuatnya segera meraih benda tersebut. Panggilan video dari teman-teman SMA yang merangkak sebagai teman kuliahnya juga. Ilen segera menjeda terlebih dahulu apa yang sedang ditontonnya. Ia hanya tak ingin melewati satu adegan saja dari drama tersebut.

"Ileeeen!" teriak Ebi dari seberang. Perempuan yang sedang berbadan dua tersebut terlihat antusias. "Lo udah nggak pernah ngunjungin gue lagi."

Ilen menghela napas. "Kerja, Bi ... gue mana punya waktu barang sekedar main aja ke rumah lo."

Suara tawa terdengar dari Lani. "Ilen, lo nggak liat grup SMA?"

"Kenapa?"

"Lo belum cek? Udah pada heboh, loh." Lani protes.

"Emang kenapa, sih? Gue lagi nonton drakor."

Lani dan Ebi seketika menggeleng takjub. Mau bagaimana lagi, itu adalah rutinitas yang bisa ia nikmati di hari libur. Jika Ebi bisa menghabiskan waktu dengan suami, Lani dengan sang pacar, maka Ilen hanya bisa menikmati wajah tampan Ji Chang Wook lewat drama yang ditontonnya.

"Emang lo nggak dapat undangan beberapa hari ini? Mila mau nikah," kata Ebi.

Mata Ilen jelas membulat sangking kagetnya. "Emang iya?"

Meskipun tak begitu dekat dengan teman SMA-nya bernama Mila tersebut, tetapi Ilen ada di kelas yang sama dengan Mila selama dua tahun.

"Nah, lo. Sangking sibuknya sama pekerjaan baru. Kantornya bagus, nggak, Len? Gue mau juga, dong, kerja di sana." Lani berucap.

"Nggak, nggak ada bagus-bagusnya. Mending lo tetap jualan online."

Lani mencebik. "Lo emang nggak mau teman sendiri maju, ye."

"Lo nggak bakal paham apa yang gue alami di kantor. Gue juga nggak mau kasih tahu ke kalian."

"Atasan lo rese, ya?" tanya Ebi.

Menghela napas. "Lebih dari rese."

Ebi dan Lani malah tertawa, membuat Ilen ingin sekali melempar gawainya.

"Nikahannya kapan?" tanya Ilen, daripada ia harus membahas tentang pekerjaannya lagi.

"Entar malam," jawab Lani, "mau dijemput nggak? Tapi lo bakal jadi obat nyamuk buat gue sama ayang."

"Anjir."

Ebi dan Lani tertawa lagi.

"Gue bisa pergi sendiri. Udah, ah, ganggu gue nonton drama aja!"

"Cari pacar, dong, Len! Di kantor baru pasti banyak bujang, tuh. Sekalian, pepet bosnya kalau masih single."

Ilen seketika mematikan sambungan tanpa mendengar lanjutan dari apa yang Ebi katakan.

"Bos? Nial? Hedeeeh, mending gue balikan sama Raga," imbuhnya.

Seketika Ilen teringat sesuatu. Jika ini adalah pernikahan teman SMA-nya, itu berarti ia akan bertemu dengan Raga. Bukannya berharap, tetapi ada kemungkinan itu terjadi.

Ya, Ilen menjalin kasih dengan Raga saat mereka duduk di bangku SMA. Namun, semua kandas akibat Raga yang harus melanjutkan kuliah di luar negeri.

Nial dan Raga. Ilen putus dengan kedua lelaki itu karena jarak. LDR sungguh kejam.

Dering ponsel berbunyi lagi. Kali ini, nama yang paling ia hindari tertera di sana. Tak Ilen angkat, biarkan saja. Ia ingin menuntaskan drama yang sedang ditontonnya.

Namun, baru saja melihat senyum Ji Chang Wook di layar kaca, Ilen harus terganggu lagi dengan suara ponselnya. Mau tak mau, ia harus mengangkat telepon dari Nial.

"Ganggu tahu, nggak!" kesal Ilen.

"Ya udah, aku matiin."

"Ya udah, matiin cepet!"

"Ini penting," kata Nial.

Ogah-ogahan Ilen tetap mau mendengar apa yang akan Nial katakan. "Apa?"

Nial terdengar ragu untuk mengatakan. "Kira-kira, kamu mau atau nggak?"

"Nggak!"

"Tapi ini penting."

"Ya udah, apaan? Nggak usah berbelit-belit, Nial!"

Lelaki itu malah terkekeh. "Kamu pasti lucu kalau lagi marah-marah gini."

"Cepetan, Niaaaaal!"

"Iya, iya. Ini bukan masalah kerjaan, tapi ada hubungannya. Ngerti, nggak?" tanya Nial.

Ilen menghela napas. "Kok, malah jadi main tebak-tebakan gini?"

Nial terkekeh lagi. "Jadi, perusahaan lagi ngadain acara gitu, deh, entar malam. Kamu mau ikut bareng aku nggak?"

"Gue mau ke kondangan," jawab Ilen.

"Yah."

"Ya, mau gimana lagi?"

"Pokoknya kamu harus mau," paksa Nial.

"Kok, maksa?"

Lagian, Ilen ingin sekali pergi ke pesta pernikahan teman SMA-nya tersebut, karena ia akan mengecek Raga datang atau tidak. Ya, Ilen penasaran dengan Raga yang sekarang.

"Gini, deh, kamu ke pernikahan temanmu aja dulu, terus aku jemput. Gimana?"

"Yang ada telat, Bego! Lagian, gue masih mau ngumpul sama teman-teman."

Nial diam sejenak. "Andre nggak bisa pergi juga, kamu juga. Terus, aku harus apa di acara itu? Belum lagi ...."

"Apa?"

"Ada Pak Gusti. Males banget."

"Karena ada Pak Gusti, lo harus perginya bareng gue?"

"Harus."

"Gue nggak mau."

"Satu," hitung Nial ingin menakuti Ilen.

Hah, memangnya Ilen bocah, harus takut digertak? "Nggak takut."

"Dua." Nial masih saja menghitung.

"Mau lo hitung sampai seratus, gue nggak bakal berubah pikiran."

"Tiga, PAKEEEET!" teriak Nial di akhir, membuat Ilen menjauhkan gawai dari telinga.

"Pakeeeet!"

"BERISIK, ANJIIIR!" kesal Ilen, meneriaki Nial yang ada di seberang sana.

"Pakeeet!" Kembali, kata itu diteriaki, tetapi bukan dari Nial.

Ilen dibuat bingung. Ia segera mendekat ke arah jendela demi memastikan bahwa pintu gerbang rumahnya sedang ada kurir yang membawa paket.

"Kok?" bingungnya.

Suara tawa Nial dari ponsel membuat Ilen kembali menggubris lelaki itu. "Aku cenayang, loh. Dipake, ya, bajunya."

Seketika telepon dimatikan secara sepihak. Ilen diam di tempat karena masih bingung dengan apa yang terjadi.

Ketukan di pintu kamarnya, membuat ia menoleh. Ilandi menampakan diri sambil menggenggam kotak. Adik lelakinya itu masuk ke dalam kamar tanpa berucap sedikitpun karena sedang mengunyah apel.

Ilandi meletakan kotak tersebut ke atas meja. "Paket buat Kakak. Katanya, dari Pak Nial Gravari."

"Ghazanvar, Landi ...," ralat Ilen dengan wajah tak berminat hidup.

Ilen seketika tak bisa menopang tubuhnya lagi, hingga memutuskan duduk di lantai. "Tuh orang kenapa, sih?"

Ilandi malah asyik menontonnya yang sedang kesusahan sambil tetap mengunyah apel. "Itu pacar Kakak?"

"Nggak."

Mengangguk. "Pengagum Kakak kalau gitu."

"Itu orang gila."

"Nggak boleh gitu, kapan lagi ada yang suka sama Kakak sampai mau kirimin hadiah kayak gini."

Ilen melirik ke adiknya. "Maksud kamu?"

"Kakak, kan, kurang laku."

Segera tangan Ilen menangkap benda apa pun yang ada di dekatnya untuk melempar sang adik. Yang berhasil didapatnya adalah lampu tidur. Ilen tak segan mengusir Ilandi dengan benda tersebut.

Ilandi sigap menghindari lemparannya, lalu kemudian memutuskan untuk keluar kamar sambil berteriak meminta tolong pada sang mama.

"Adik biadab!" kesal Ilen, lalu menangisi lampu tidurnya yang sudah tak berbentuk.

_________

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Pak Bos Mantanku (Bab 14 : Pesta)
4
1
Aileen Qalesya Arundati atau yang sering disapa Ilen, sejak dulu memiliki keinginan bekerja di perusahaan Pradana Group.Saat datang ke kantor anak perusahaan tersebut, Ilen menemukan pesawat kertas yang ternyata adalah hasil ulangan seseorang.Nilai yang buruk. Ia jadi berpikir, penilaian perusahaan tersebut dilihat dari nilai selama berada di bangku sekolah.Ilen menjadi kurang percaya diri, hingga membawa kakinya ke lantai atas di mana pesawat-pesawat kertas itu berasal.Di sinilah Ilen, bertemu lagi dengan seseorang dari masa lalunya, di sepuluh tahun lalu.__
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan