MENDUA | I Saw Your Husband With Another Girl (Chapter 1)

5
4
Deskripsi

Saat pertama kali Julia melihat dengan mata kepalanya, Bian Lee, suaminya, menjamah wanita lain dengan penuh kesadarannya, rasanya Julia ingin mati saat itu juga.

***

"Kenapa selingkuh? Dari semua kejahatan yang ada, kenapa kau harus memilih selingkuh?"

"Aku masih mencintai istriku. Tapi... Aku tidak bisa bilang aku tidak mencintainya juga."

"Aku benci kau milik orang. Aku benci aku tidak bisa memilikimu. Aku benci kau tidak bisa menjadikanku wanitamu satu-satunya."

Juni, 2022 (20.15)

 

"Sera. Semuanya baik-baik saja, kan?"

 

Sudah dua kali pertanyaan itu Julia lontarkan kepada gadis lugu nan pendiam kepada Park Sera. Gadis berusia 21 tahun itu sudah bertingkah aneh—yang terlalu mengganjal, semenjak bertamu tiga puluh menit yang lalu ke rumahnya. Sampai Julia selesai meracik minuman untuknya, dan kembali, masih mendapati wajah gelisah Sera seperti tadi.

 

Sera tidak baik-baik saja. Tapi gadis cantik itu masih bingung harus memulainya darimana.

 

Sementara Julia masih menanti jawabannya dengan senyuman, di balik itu tersirat kekhawatiran, takut terjadi sesuatu kepada Sera yang telah ia anggap seperti saudaranya sendiri.

 

"Eonni, aku..."

 

"Kenapa, Sera? Kau jangan membuatku khawatir. Ayo minum dulu. Kau bisa berbicara pelan-pelan setelah itu."

 

Sera meraih cangkir yang berisi teh hangat dengan tangan sedikit gemetar. Menyesap isinya dengan hati-hati. Lalu meletakkan kembali cangkir itu ke tempat semula.

 

"Kalau sudah tenang, bicaralah," ucap Julia dengan penuh kesabaran walau dia sudah terlampau penasaran.

 

Sera menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. Berusaha membuang rasa takut serta keraguan yang menghambat keberaniannya. Lalu menatap Julia serius.

 

"Eonni... Sebenarnya aku tidak yakin. Apakah aku harus memberitahumu hal ini, atau aku pura-pura tidak tahu saja. Aku hanya tidak ingin dibilang ikut campur masalah orang lain. Tapi, kau sudah terlalu baik padaku selama ini. Jadi, sepertinya aku akan merasa sangat bersalah jika menutupi hal ini darimu."

 

Julia mengerutkan keningnya ketika Sera selesai dengan kalimat panjangnya.

 

"Sera, aku tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan."

 

"Aku berbicara tentang suamimu, eonni..."

 

Kepala Sera sedikit tertunduk saat menyebut nama itu. Hatinya gelisah sampai tidak sanggup menatap mata Julia yang sekarang semakin dibuat heran serta penasaran.

 

"Kenapa dengan Bian? Apa terjadi sesuatu padanya?"

 

Wajah Sera terangkat lagi untuk menatapnya. "Bian oppa... Aku melihatnya bersama seorang wanita..."

 

Wajah Julia tertegun selama beberapa detik. Lalu terdengar suara kekehan kecil.

 

"Lalu, apa masalahnya dengan itu, Sera? Bian punya banyak klien perempuan. Pekerja sepertinya sudah terbiasa terlihat bersama dengan siapapun dan di manapun di luar sana."

 

Sera menggeleng seakan-akan menguatkan alibinya. "Eonni. Aku tahu. Aku bisa membedakan mana rekan kerja, mana pasangan yang sedang berkencan."

 

Seulas senyuman kecil di bibir Julia memudar dengan sendirinya. Lalu tertarik ingin tahu lebih.

 

"Maksudmu?"

 

Keberanian Sera untuk membuka suara kini mulai meningkat. Namun ia tetap berbicara dengan hati-hati agar Julia mendengarnya dengan jelas.

 

"Aku sudah tiga kali melihat Bian oppa bermesraan dengan seorang wanita. Aku tidak tahu, apakah itu wanita yang sama atau berbeda. Awalnya, aku melihat Bian oppa merangkul wanita itu di Bioskop. Aku berharap, aku salah lihat. Tapi saat Bian oppa sempat menoleh, itu benar-benar dia. Tapi saat itu aku masih ragu dengan hubungan mereka. Jadi aku pura-pura tidak melihatnya. Dibhari lainnya ketika aku naik Bus, dia juga terlihat di lampu merah dengan seorang wanita di dalam mobilnya. Dan..."

 

Sera menggantungkan kalimatnya sambil masih menatap pada Julia yang sejak tadi mendengar dengan seksama. Gadis muda itu merasa tidak sanggup menceritakan detail apa yang dia lihat. Tapi dia yakin, Julia pasti sudah bisa menangkap maksud dari apa yang ingin ia katakan.

 

Julia ingin tidak percaya. Tapi yang berbicara adalah Park Sera. Seorang gadis yang telah lama ia kenal dengan sangat baik, bahkan ia lebih dulu mengenal gadis ini sebelum menikah dengan Bian. Sera tidak pernah berkata bohong. Tapi Julia juga sangat mempercayai Bian. Suaminya itu tidak pernah membuatnya menangis selama mereka hidup bersama. Kecuali menangis karena dia bahagia, Bian selalu memberinya banyak cinta. Julia bisa merasakan itu di setiap harinya, di setiap kebersamaan mereka. Sekalipun dia pernah menemukan sehelai rambut perempuan di kemejanya, aroma parfumnya yang asing, sering lembur. Tidak pernah sekalipun Julia berpikir jauh ke sana. Itu karena dia telah memberikan seluruh kepercayaannya pada laki-laki itu.

 

Entah apa yang lucu ketika Sera melihat wanita itu sedikit terkekeh. Mungkin Julia hanya sedang menenangkan hatinya.

 

"Kau yakin tidak salah orang, Sera? Kau yakin itu Bian Lee? Di Korea ada banyak sekali wajah yang terlihat serupa."

 

"Eonni... Aku tahu kau tidak bisa langsung percaya. Tapi kalau kau ingin memastikannya, pergilah ke Hotel28 Myeongdong. Kemarin malam aku menjadi jasa catering dalam sebuah acara di sana. Suamimu ada di acara itu bersama seorang wanita. Mereka kerap memamerkan kemesraan. Aku bersyukur karena Bian oppa tidak tahu kalau aku pernah melihatnya tiga kali ini."

 

Sera bilang dia melihat Bian di Hotel28 Myeongdong, sedangkan yang dia tahu, suaminya itu sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar Kota selama 4 hari. Dan besok dia akan pulang karena mereka akan merayakan pesta ulang Tahun Bian yang ke-30.

 

Deringan ponsel Sera menyentak gadis itu. Sera segera menjawab panggilan yang ternyata dari Ibunya.

 

"Iya, Ibu. Sebentar lagi aku akan pulang."

 

Sera kembali menatap fokus pada Julia setelah selesai berbicara dengan Ibunya di Telepon.

 

"Eonni..." panggil Sera dengan ragu-ragu.

 

Siapa sangka bahwa sekarang Julia masih bisa tersenyum tulus padanya, seperti biasa.

 

"Kau sudah mau pulang?"

 

"I-iya... Aku harus membantu Ibu membeli beberapa bahan sayuran."

 

Julia mengangguk. Nafasnya terdengar berhembus.

 

"Eonni... Maafkan aku karena harus menyampaikan hal ini."

 

Sera benar-benar merasa khawatir jika saat ini perasaan Julia sedang terluka.

 

"Tidak apa-apa, Sera. Terimakasih, aku sangat menghargai rasa pedulimu padaku. Aku akan menangani masalah ini."

 

Julia semakin melebarkan senyumannya. Untuk sekarang, dia belum merasakan hancur sebelum melihat perbuatan Bian dengan mata kepalanya.

 

Namun, ketika Sera telah pulang. Julia segera mengambil kunci mobil.

 

Sambil mengemudi dengan kecepatan rata-rata. Dengan ekspresi datar tanpa berkedip sekalipun. Fokusnya berkelana, membuka memory kebersamaannya bersama Bian. Cara Bian menatapnya, cara Bian tertawa, cara Bian membisikkan kata-kata cinta, cara Bian memperlakukannya dengan hangat, juga cara laki-laki itu menciumnya dengan penuh kasih sayang.

 

Lantas, bagaimana bisa Julia semudah itu membayangkan Bian bersama wanita lain?

 

****

 

Pukul 10 malam Julia tiba di Hotel28 Myeongdong. Kedatangannya disambut ramah oleh staff di bagian pintu masuk serta di bagian lobi.

 

"Aku ingin bertemu dengan tamu yang bernama Bian Lee. Kira-kira dia berada di room berapa?"

 

"Apa Anda sudah membuat janji dengannya terlebih dahulu?"

 

"Sebenarnya aku ingin memberinya kejutan."

 

"Baik. Tapi, saya perlu identitas Anda."

 

Julia menyerahkan segala yang diminta oleh Staff lobi itu.

 

Setelah mengetahui letak kamar Bian berada, Julia juga memesan satu kamar untuk dirinya, tepat di sebelah kamar Bian.

 

Tok Tok Tok

 

Julia mendengar pintu kamarnya diketuk. Dan itu adalah seorang cleaning servis. Dia sengaja memanggilnya untuk suatu alasan.

 

"Kau mau uang?" tawar Julia kepada seorang karyawan laki-laki yang masih terlihat muda itu.

 

Siapa yang tidak mau uang? Pikir pemuda itu.

 

"Apa yang harus saya lakukan untukmu, nona? Saya tidak mau jika Anda—"

 

"Tenang saja. Aku tidak membayarmu untuk menjadi seorang pembunuh. Ini hanya hal yang sederhana."

 

Julia menjelaskan sambil mengambil perlengkapan yang sudah ia sediakan sekaligus sejumlah uang cas yang tidak sedikit.

 

"Cukup?" kata Julia ketika pemuda itu hanya terdiam menatap uang dalam tangannya dengan takjub.

 

"I-iya. Saya akan melakukannya."

 

Julia tersenyum teduh, sama sekali bukan senyuman jahat.

 

"Terimakasih."

 

Dan sekarang dia tampak resah setelah si cleaning servis keluar. Lalu bergerak menuju pada meja yang terdapat sebuah laptop yang menyala. Tidak lama kemudian muncul gambaran CCTV yang dipasang oleh pemuda sebagai cleaning servis tadi—memasanginya di kamar Bian. Setelah itu Julia harus menunggu. Karena seperti yang diberitahu staff bagian lobi tadi, Bian sedang keluar bersama beberapa rekannya.

 

Sekiranya dua jam lebih Julia menunggu tanpa meninggalkan kursi tempat ia duduki, matanya pun tidak lepas dari layar laptop. Dia tidak boleh tertidur walau kantuk sudah menyerang hebat. Mengingat ia belum mendapatkan istirahat karena sibuk menyiapkan kejutan untuk perayaan Ulang Tahun Bian besok.

 

Ketika Julia ingin pergi mengambil minuman, dia melihat pergerakan pada layar laptop yang membuatnya urung beranjak. Bian telah kembali. Dan dia tidak sendiri. Siapa wanita yang sedang bersamanya itu? Julia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

 

Syok. Ketika Julia melihat kenyataan yang membuat jantungnya berdegup kencang. Degupan yang seolah-olah akan membunuhnya secara perlahan.

 

Seumur hidup, Julia tak pernah membayangkan akan melihat Bian mencium wanita lain seperti ini.

 

Walau dia tahu tontonan ini akan memporak porandakan perasaannya, namun Julia merasa hal itu masih belum cukup. Dia ingin mendengar setiap perbincangan di antara mereka dengan semakin menambah volume dengan tangan bergetar.

 

Namun kebanyakan yang terdengar hanya suara desahan yang saling bersahutan. Serta kekehan manja dari sang wanita.

 

"Istrimu akan membunuhku..."

 

"Hm... Dia akan membunuh kita berdua."

 

"Sudahkah kau pikirkan apa yang akan kau lakukan jika kita ketahuan?"

 

"Aku tidak bisa berpikir saat ini. Karena pikiranku sedang dikuasai oleh dirimu."

 

Setetes cairan bening jatuh membasahi pipi Julia. Bersamaan dengan terdengar suara pekikan manja dari sang wanita ketika Bian menggendong tubuhnya dan melemparkannya ke tempat tidur. Dengan gerakan panik serta tubuh gemetaran Julia meraih ponselnya. Menghubungi ponsel Bian yang saat itu juga menghentikan aksi mereka ketika panggilan tersambungi.

 

"Aku pikir tidak akan ada yang mengganggumu malam-malam begini."

 

Wanita yang bersama Bian terdengar mengomel. Dan sebelum Bian mengambil ponselnya yang terus berdering, dia mencium bibir wanita itu sebentar agar tidak kesal sampai decapannya tersampaikan ke telinga Julia yang langsung membuatnya merapatkan kedua mata dengan dada sesak.

 

"Tidak usah ngambek. Aku harus menerimanya agar tidak ada gangguan lagi."

 

Julia melihat Bian hanya menatap layar ponselnya.

 

"Siapa yang menelpon?"

 

"Julia."

 

Wanita itu berdecak kesal. Merasa cemburu.

 

"Aku akan menerimanya."

 

Setelah memberi isyarat pada wanita itu untuk jangan membuat suara, Bian lekas menjawab panggilan istrinya sambil duduk di tepi ranjang.

 

"Hai... Belum tidur? Ini sudah hampir larut."

 

Wanita di belakang Bian menatap penuh jealous mendengarnya bicara selembut itu kepada istrinya.

 

"Aku hanya ingin mendengar suaramu. Kau belum menelponku dari tadi siang."

 

Helaan nafas Bian terdengar seperti merasa bersalah.

 

"Ah, maafkan aku, sayang. Aku tidak bermaksud melupakanmu. Aku baru akan menghubungimu setelah ini."

 

Sungguh menjenuhkan, mendengar percakapan Bian bersama istrinya. Wanita itu mencari perhatian dengan sangat sengaja mencium punggung tegap Bian dan bagian-bagian tubuh lainnya. Julia bisa melihat bagaimana Bian tampak berusaha menghentikan kelakuan wanita itu, atau sebenarnya Bian juga menikmatinya. Hal itu membuat Julia jadi kehilangan fokus, berkali-kali menahan air matanya agar tidak bercucuran di saat sekarang.

 

"Bagaimana denganmu? Apa yang sedang kau lakukan sekarang?"

 

Kelakuan wanita di sampingnya membuat Bian tidak bisa fokus mendengar ada kejanggalan dari suara Julia yang jelas terdengar berbeda.

 

"Aku baru saja selesai dengan pekerjaanku. Dan sekarang aku hendak istirahat."

 

"Kau pasti lelah. Kalau begitu istirahat saja."

 

"Kau juga, ya. Segera lah tidur. Samp—"

 

Belum sempat mereka mengucapkan kata berpisah, ponsel Bian sudah direbut oleh wanita itu lalu memutus sambungan, dia bahkan menyalakan mode pesawat tanpa persetujuan dari sang pemilik ponsel.

 

"Yak! Apa yang kau lakukan?"

 

Bentak Bian, sepertinya tidak benar-benar marah.

 

"Sudah jelas. Aku tidak suka melihatmu bermesraan seperti ini. Jika ingin melakukan itu, lakukan di belakangku saja."

 

"Julia Kim istriku."

 

"Lalu?"

 

Kecemburuan wanita itu membuat Bian menghela nafas.

 

"Jangan pernah melakukan itu lagi, atau..."

 

"Atau apa?"

 

"Atau aku akan 'menghabisimu'..."

 

Wanita itu memekik manja saat tubuhnya didorong oleh Bian yang langsung menindihnya. Alih-alih marah, Bian justru dibuat gemas dengan tingkahnya.

 

Julia tidak mengerti kenapa dirinya lebih memuaskan rasa penasarannya dengan terus menonton kegiatan panas mereka, jelas-jelas paru-parunya seperti sulit memompa oksigen hingga membuatnya sesak nafas. Apalagi ketika wanita di sana mendesah dengan sangat keras akibat kenikmatan yang diberikan Bian.

 

Kesanggupan Julia hanya sebatas ketika Bian menghentak-hentak wanita itu dengan berutal, menghasilkan bunyi gesekan yang membuat Julia langsung terkena serangan mental. Julia yang tiba-tiba mual dan ingin pingsan segera berlari menuju Toilet.

 

Julia berjongkok dengan melongokkan setengah badannya di Toilet duduk. Rasanya seluruh organ perutnya akan keluar melalui tenggorokannya. Julia pikir dia akan mati, hanya karena merasakan jiwanya seperti tersedot dari raganya.

 

Wanita malang itu menyudutkan tubuhnya di samping Toilet duduk dengan kedua kaki ditekuk. Kedua tangannya meremas kepalanya kuat-kuat. Berusaha untuk tetap terjaga pada kesadarannya. Dan di tengah-tengah itu dia terisak kuat-kuat, menangis hingga sesenggukan. Mengeluarkan segalanya seperti tidak ada lagi hari esok.

 

Mimpi buruk apa yang baru saja ia alami. Bahkan ini lebih mengerikan dari mimpi buruk. Julia tidak bisa menahan rasa sakit di dadanya. Terlalu sakit sampai dia ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga.

 

'Bian, apa salahku sehingga kau menyakitiku sehebat ini...'[]

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Mendua
Selanjutnya MENDUA | Bad Promise... (Chapter 2)
8
3
Apa yang telah kau lakukan pada Julia, berengsek? Sontak saja Bian melebarkan matanya. Maksudmu? Apa yang kau bicarakan? Julia kenapa? Aku yang bertanya padamu. Sudah kubilang, aku orang pertama yang akan menghajarmu jika kau berani macam-macam dengannya. Aku tidak— Pulanglah. Kita bicara setelah kau di sini!"
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan