Manusia Dewa Bab 3-4 - Menjelang Lahirnya Dewa Wasa

11
2
Deskripsi

Bab 3

Di sebuah ruang dalam istana kerajaan, saat ini terdapat dua sosok pasangan tua yang sangat menawan dan anggun sedang melakukan sebuah pembicaraan.

“Kanda Raja, mengapa hatiku tiba-tiba merasa gelisah ya?” Tanya wanita tua yang anggun itu.

“Entahlah Dinda Ratu, aku juga merasakan hal yang sama, mungkinkah ini menyangkut tentang kelahiran cucu kita nanti?” Tanya Raja Danu balik.

“Akan tetapi kanda, menurut kabar dari Aya, putri kita masih memiliki waktu satu bulan sebelum melahirkan, meskipun itu tidak menutup kemungkinan lebih cepat, tapi sangat tidak mungkin jika lebih cepatnya selama satu bulan.” Ungka Ratu Intan dengan keadaan yang gelisah.

Sedangkan di luar pintu ruangan itu, saat ini terlihat Aya sang kuda putih sedang berdiri diam.

Dia ragu ingin mengatakan informasi yang di dapatkan tentang Jaka, karena dia saat ini juga dalam keadaan yang sedikit gelisah, entah mengapa, tapi hampir semua yang berhubungan dengan Putri Sinta saat ini merasakan hal yang sama dengan Aya, Raja Danu dan Ratu Intan.

~

Tanpa terasa 2 hari berlalu dengan begitu cepat.

Rombongan Jendral Siwa saat ini telah terlihat di gerbang masuk pedesaan.

Semua warga yang melihat kedatangan prajurit kerajaan mereka satu persatu memberi jalan dan memberikan sebuah hormat.

Banyak sekali warga yang terfokus dengan kereta kuda yang di bawa oleh rombongan kerajaan tersebut.

Ada beberapa orang yang juga sudah menebak kalu itu adalah Tuan Putri Sinta, yang di kabarkan pergi dan hidup sendiri bersama suaminya.

Banyak orang yang kagum terhadap keberanian Putri Sinta meninggalkan kerajaan dan hidup sendiri bersama suaminya.

Karena jika ada seseorang keturunan kerajaan dan mereka hidup sendiri seperti itu pasti akan lebih banyak tekanan dan ancaman di luar, apalagi putri langsung dari raja, pasti banyak yang mengincarnya, entah itu musuh, atau orang-orang yang ingin mendapat sebuah keuntungannya sendiri.

“Bukakan pintu, Jendral Siwa telah tiba.” Teriak seorang prajurit gerbang istana yang melihat rombongan Jendral Siwa semakin mendekat.

Jendral Siwa pun tanpa sepatah kata langsung melaju menuju pendopo tengah villa. Dia hanya mengangguk pelan kepada prajurit penjaga gerbang itu.

Sesampainya di depan pendopo, Jendral Siwa secara perlahan menurunkan Putri Sinta, yang di susul oleh Sona yang tadinya tertidur kembali bangun dan melompat ke dalam pelukan Putri Sinta.

Sedangkan terlihat ada satu dayang istana yang langsung berlari menuju ke dalam istana tempat ruangan Raja Danu dan Ratu Intan berada.

Di sana dia melihat Aya sang pemimpin dayang sedang berdiri di depan pintu ruangan Raja Danu.

Dayang atau biasa di sebut dengan pembantu istana itu akhirnya berjalan pelan menuju ke Aya dan melaporkan bahwa Putri Sinta telah tiba.

Aya yang mendengar laporanitu pun mengangguk pelan dan mengisyaratkan dengan tangannya agar pembantu itu kembali melakukan tugasnya.

Tak berselang lama Aya pun akhirnya mengetuk pintu ruangan dan masuk dengan di iringi salam hormat.

“Hormat hamba kepada Raja dan Ratu, izin melapor bahwasannya Tuan Putri sudah tiba di istana, dan sekarang berada di aula pendopo depan istana.” Ucap Aya dengan penuh hormat.

Raja Danu dan Ratu Intan pun saling memandang sebentar dan kemudian berjalan keluar dengan cepat.

Setelah mereka berdua hampir tiba di pelataran pendopo, keduanya mendapati pemandangan yang sangat ramai dan membingungkan.

Bahkan cuaca di siang hari saat ini dengan tiba-tiba menjadi gelap di iringi dengan suara petir dan datangnya hujan.

“Ada apa ini, kenapa ramai sekali?” Tanya Ratu Intan kepada Raja Danu dengan kebingungan.

Raja Danu pun saat ini hanya menatap kerumunan orang dan melihat ke atas langit secara bergantian, seperti merasakan firasat yang buruk.

“Gawat, Putri kita akan melahirkan sekarang.” Gumamnya pelan.

Tanpa berpikir panjang lagi, mereka berdua langsung berjalan cepat menuju ke tengah kerumunan orang.

Di tengah kerumunan, saat ini terlihat Putri Sinta yang sudah terbaring lemas di atas sebuah kasur tipis dengan darah yang terus mengalir dari bawah perutnya.

“Cepat panggil Nyai Rani.” Teriak Raja Danu kepada Jendral Siwa.

“Hormat Baginda. Nyai Rani sudah hamba panggil, dan saat ini sedang dalam perjalanan kemari.” Jawab Jendral Siwa dengan cepat.

Saat ini dirinya pun terlihat sangat buruk juga, dengan keringat yang mengucur deras di wajahnya.

Terlihat sekali kalau dirinya sedang dalam ketakutan, karena bagaimanapun tadi Putri Sinta saat turun dari kereta kuda masih baik-baik saja, bahkan dia sempat berbicara menanyakan kabar dari Ibunya.

Namun tak berselang lama, saat Jendral Siwa sedang menyiapkan tempat duduk untuk Putri Intan, tiba-tiba sang Putri berteriak kencang dan jatuh ke lantai sembari memegang tangan kanan Jendral Siwa.

Sedangkan tangan kanan Jendral Siwa saat ini terlihat lemas dan terkulai seperti kehilangan tulangnya.

Ya, Tangan kanan Jendral Siwa memang patah dengan tulangnya yang hancur karena cengkraman dari Putri Sinta.

Akan tetapi dirinya tidak memperdulikannya, bahkan dia tidak sempat untuk merasakan rasa sakitnya, dia hanya khawatir terhadap Tuan Putrinya.

***

 

BAB 4

Darrr…

Darrr…

Glurr…

Suara petir yang dengan tiba-tiba datang dan menyambar beberapa bangunan istana hingga hancur.

Mendengar itu, semua orang yang saat ini berada di pendopo sangat panik, karena pendopo itu pun memang bangunan yang terbuka, jadi jika ada petir pasti akan mudah untuk menyambar mereka.

Setiap beberapa tarikan nafas, petir-petir di langit menyambar kembali.

Tapi anehnya, petir-petir itu tidak menyambar ke arah pendopo, melainkan seperti di pantulkan dari arah atas pendopo.

“Sial, sebenarnya apa yang sedang terjadi.” Gerutu seekor kera yang sedang memegang tongkat kecil di tangan.

“Jika seperti ini terus, maka aku pun juga akan tersambar petir, meskipun tidak mati, tapi bulu indahku pasti akan hangus terbakar juga.” Lanjutnya sembari mengayunkan tongkatnya menghalangi dua petir berturut dan mengarahkan jauh keluar istana.

Tanpa orang-orang sadari, ternyata di atas pendopo mereka saat ini terdapat seekor kera kecil yang selalu menghadang petir-petir langit.

Mereka semu tidak tahu, bahwa ternyata petir-petirnya memang sebelumnya menyambar tepat ke arah pendopo.

Namun dengan bantuan Sona, petir-petir langit itu di alihkannya menuju ke arah luar pendopo.

Di saat semua orang sedang kebingungan melihat petir yang di luar pendopo, saat ini terdengar suara teriakan keras dengan nada yang tergesa-gesa dar belakang kerumunan.

“Minggir, cepat minggir, beri jalan Nyai Rani, cepat minggir.” Teriak seorang prajurit lain menggantikan Jendral Siwa di posisinya.

Prajurit itu juga yang telah menyaksikan bagaimana tangan Jendral Siwa bisa sampai seperti itu, hingga akhirnya dia berinisiatif untuk membantu Jendral Siwa yang terlihat sedang menahan sakit.

Mendengar teriakan prajurit itu, orang-orang langsung memberi jalan untuk Nyai Rani hingga tiba di samping Putri Sinta.

Nyai Rani pun langsung dengan cepat membuka peralatan tabibnya untuk membantu Putri Sinta melahirkan.

“Tarik nafas pelan, dan keluarkan kembali Tuan Putri.” Ucap Nyai Rani.

“Tarik nafas, dorong perlahan.” Lanjutnya.

Nyai Rani dengan hati-hati memandu Putri Sinta.

Sedangkan Raja Danu saat ini terlihat sedang menopang istrinya yang sedang pingsan.

Mereka berdua tidak menyangka bahwa akan terjadi seperti ini, bahkan mereka juga baru pertama kali ini melihat orang melahirnya dengan di barengi perubahan cuaca.

Raja Danu yang sangat mengerti tentang kultivasi dan keberadaan Dewa, langsung menautkannya dengan proses kelahiran cucunya ini.

“Mohon bantu berilah kemudahan dan kelancaran untuk lahirnya cucu kami.” Ucapnya dalam hati dengan menatap beberapa petir di luar.

Semakin lama Raja Danu melihat petir itu, semakin merasakan ada yang aneh, karena terlihat petir-petir itu dengan sengaja di pantulkan.

Dia pun akhirnya meletakkan istrinya di sebuah kursi panjang yang ada di dalam pendopo, dan menyutu Aya untuk menjaga istirinya. setelah itu dia keluar dan melihat ke atap pendopo yang saat ini terlihat seekor kera kecil dengan tubuh yang sudah sedikit gosong sedang mengayunkan tongkatnya menghalangi petir-petir menyambar pendopo.

“Sial, siapa sebenarnya sosok itu, bahkan menahan petir dengan begitu lamanya?” Gumamnya lirih.

“Setelah ini, aku akan menemuinya dan berterimakasih kepadanya.” Lanjutnya.

Kembali ke dalam pendopo, Raja Danu menoleh ke arah istrinya, dan berjalan menuju samping putrinya.

Dia memegang tangan putrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang.

“Bertahanlah Sinta, Ayah ada di sini.” Ucap Raja Danu pelan sambil mengusap rambut putrinya.

Haahhhh….

Huuuuhhh…

Suara nafas Putri Sinta yang semakin melemah.

“Ayo sedikit lagi Tuan Putri, Tarik nafas, dorong perlahan.” Ucap Nyai Rani perlahan sembari memegang sesuatu dari bawah perut Putri Sinta.

Dengan di temani sang Ayah, akhirnya Putri Sinta kembali mendapatkan semangatnya, dan pelan-pelan mendorong perutnya,

Dengan keringat dingin yang sudah keluar sangat deras di wajahnya, dia pun berjuang keras hingga akhirnya sebelum dia pingsan terdengarlah suara teriakan seorang bayi.

Akhirnya anak dari Putri Sinta terlahir ke dunia.

“Putriku…!!!” Gumam Raja Danu dengan panik melihat anaknya tiba-tiba menutup matanya.

Dia pun langsung meraba denyut nadi putrinya dan pernafasannya, karena masih merasakan denyut nadi dari putrinya, akhirnya Raja Danu pun merasa tenang.

Meskipun denyut nadi dan nafasnya terasa sangat lemah, setidaknya anak perempuannya masih hidup.

Aaaaaa…

Oeaakk….

Oeaakk….

Teriak tangis bayi itu dengan keras, hingga membuat semua orang yang ada di sana menutup telinganya.

Bahkan terlihat telinga Nyai Rani saat ini mengeluarkan darah segar.

Ratu Intan yang pingsan pun langsung terbangun dan menutup telinganya juga.

Raja Danu yang juga sangat dekat dengan teriakan itu pun juga merasakan rasa sakit yang luar biasa pada telinganya, hingga perlahan terlihat cairan merah juga keluar dari telinganya.

Raja Danu memegang telinganya dan melihat sekeliling bahwa ternyata hampir semua orang mengalami kejadian yang sama, bahkan ada beberapa yang tidak kuat sudah pingsan dan ambruk.

Jendral Siwa pun yang memiliki kultivasi mumpuni dalam seni bela diri saat ini juga terlihat sudah tak sadarkan diri.

Sedangkan Sona yang sudah bersiap untuk menghalau satu petir lagi yang lebih kuat, saat mendengar teriakan bayi, ia juga langsung terkejut dan tanpa sadar menghindari petir itu.

Sehingga satu petir yang terlihat lebih kuat dari sebelumnya langsung menyambar ke arah pendopo itu, dan menuju tepat ke tengah yang saat ini sedang terdapat Putri Sinta sedang pingsan.

“Gawat,” Ucap Sona yang langsung menghilang dari atap pendopo dan muncul tepat melayang di atas Raja Danu dan Putri Sinta.

Dia berniat langsung menahan petir itu dengan tubuhnya, mengorbakan tubuhnya untuk istri dari sahabatnya.

“Maafkan aku Jaka, aku hanya bisa menjaga istrimu sampai detik ini saja.” Gumamnya lirih dan memejamkan matanya.

Setelah beberapa tarikan nafas menunggu dan memejamkan matanya, dia merasa ada yang aneh, karena tidak tersambar petir, melainkan merasakan sebuah daya serap yang sangat kuat datang dari belakangnya.

Akhirnya Sona pun membuka matanya dan berbalik perlahan merasakan daya serap itu.

“Sial, A-apa yang terjadi, makhluk kecil apa itu sebenarnya, mengerikan?” gumamnya lirih sembari melayang turun secara perlahan.

Dengan rasa terkejut, Sona melihat sisa dari petir yang sudah berubah menjadi ribuan arus listrik secara cepat masuk ke dalam tubuh seorang bayi yang masih terpejam.

Seakan waktu terasa berhenti, semua orang tidak bergerak sama sekali, dan hanya Sona yang dapat melihat dengan jelas proses mengerikan itu.

Tidak hanya ribuan petir yang masuk kedalam tubuh bayi itu, tapi juga berbagai elemen seperti tiba-tiba muncul secara tipis di sekelilingnya dan masuk kedalam tubuh bayi itu.

Semua itu seperti di munculkan secara paksa, di serap oleh tubu seorang bayi kecil.

Bahkan jika di ingat bayi itu hanya menangis dengan dua teriakan saja, setelah itu tidak ada suara lagi, seperti tidak bernafas, tapi di mata Sona, itu sangat berbeda.

Dia dengan jelas melihat proses mengerikan itu, dan membayangkan betapa mengerikannya bayi itu di masa depan.

***

Ada sebuah kode voucher sebesar Rp3,200 yang bisa kalian gunakan ya di bawah ini:
 Manusiadewa1
Kode voucher tersebut hanya terbatas 15 kali pemakaian saja.
Bisa di gunakan untuk Paket dan Satuan.

Terimakasih :)

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Manusia Dewa Bab 5-6 Keanehan Bayi Bermata Biru
13
1
Bab 5Di atas langit yang jauh, di balik tabir transparan tipis di antara bintang-bintang.Kini terlihat ada beberapa sosok yang berbeda-beda, sedang berdiri melayang dalam kehampaan.Sosok itu terlihat seperti sedang menatap tajam ke arah sebuah alam yang saat ini sedang berada dalam kekacauan alam, seperti matahari yang terlihat semakin menjauh, bulan yang berputar dengan cepat, bahkan beberapa batu angkasa terlihat seringkali bertabrakan tak berarah.“Maha Dewa, sepertinya tatanan kehidupan manusia akan mulai berubah,” Ucap salah satu sosok yang memiliki sayap setengah putih dan separuh lagi hitam.Sayap itu bahkan terlihat mampu menutupi beberapa semesta dan planet.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan