
Sadam Ardiwilaga membuka cafe baru yang telah ia impikan sejak lama, apalagi ia sendiri pun sebagai penikmat kopi selalu berkeliling indonesia untuk mencari biji kopi terbaik. Di hari pertamanya ia membuka cafe, ia tidak menyangka bahwa cafe nya akan viral melalui sosial media.
Sherina M Darmawan, jurnalis tv kondang yang selalu mendapatkan sorotan di kantornya kini harus bisa menerima kabar dari Pak Ilyas bahwa ia harus membuat liputan ke Palestina. Bukannya ia tidak mau,...
Coffee smells like freshly ground heaven - Jessi Lane Adams
Brazil, Vietnam, Peru, Indonesia dan beserta lima negara lainnya selalu menjadi penghasil kopi terbesar di dunia. Bagi Sadam membuat sebuah kopi itu seperti candu layaknya orang - orang menghisap rokok kretek atau cerutu yang diagungkan oleh orang - orang yang berasal dari keluarga ningrat. Setiap pagi menjelang matahari terbit, ia selalu memiliki ritual untuk lari pagi dan bermeditasi. Sadam memilih untuk berpisah dari ibunya beserta dua kakaknya yang telah menikah yang kini tinggal di Negeri Kangguru tersebut, karena ia merasa dirinya sudah pantas untuk menghidupi dirinya sendiri tanpa ketergantungan dua kakaknya.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, kini ia berada tepat di depan sebuah meja yang tertata rapi di dekat dapurnya sambil memperhatikan lima toples berisi biji kopi andalannya, toples pertama yaitu kopi arabica yang ia beli dari Lampung, kedua jenis Robusta yang berasal dari Flores, serta tiga diantara lainnya yang ia hasilkan dari bagian Timur Indonesia. Kopi itu sendiri menciptakan rasa yang beragam seperti jalannya sebuah kehidupan antara manis dan pahit atau keduanya saling menyatu sehingga membuat lidah menjadi nikmat atau kebalikannya.
Sadam dengan semua keceriaan dalam hidupnya selalu merasa bahwa kopi bukan hanya sekedar minuman namun lebih dari itu, terkadang ia dapat menebak perasaan seseorang. Suara bel apartment berbunyi, lantas ia membuka pintu sambil masih memutar manual grinder nya untuk membuat secangkir hot americano, lalu muncul lah satu teman Sadam sekaligus orang kepercayaannya untuk membuka cafe “Happy Coffee” yang menurut Danar itu nama yang norak.
Danar pun langsung masuk tanpa meminta izin sang tuan rumah.
Datang - datang, Danar langsung berdecak, “pasti lagi mau buat hot americano lagi, kan?” Tanyanya sambil menjatuhkan bokongnya di atas sofa panjang di ruang tengah.
Sadam hanya tersenyum miring sambil tetap menghancurkan biji kopi dengan manual grinder nya.
“Udah nggak perlu banyak tanya dulu, gimana persiapan pembukaan cafe kita nanti sore? Aman kan semua?" Sadam mulai memasak airnya hingga mendidih lalu ia menuangkan espresso nya terlebih dahulu kemudian ditambahkannya dengan air panas.
“Lo mau? Gue bikin untuk dua cangkir, nih," tawar Sadam yang langsung diterima oleh Danar.
“Dam, kali ini gue yakin, cafe si Happy Coffee buatan lo ini bakalan booming. Apalagi lo sampai mengundang salah satu influencer ternama saat grand opening nanti malam.”
Danar belum tahu saja setengah tabungannya sudah hampir habis hanya karena ia harus memakai jasa si model L untuk menjadi Brand Ambassador yang ia kontrak untuk satu tahun.
Sadam hanya bisa mencibir, “gue kasih tahu ya, untuk acara beginian doang dengan marketing yang profesional seperti yang lo bilang dulu, gue udah hampir bangkrut untuk menguras seluruh tabungan gue. Dan ini strategi marketing lo, ya, kalau nggak berhasil, elo yang gue salahin,” ucap Sadam dengan nada bercanda.
“Tenang, setelah hari ini, gue yakin hidup lo bakalan berubah,” ucap Danar seperti layaknya seorang cenayang.
Sadam datang ke acara pembukaan Happy Coffee pada pukul tiga sore, dua jam sebelum dibuka secara resmi, lantas ia kembali memeriksa semua yang telah dipersiapkan oleh panitia.
“Dan, semuanya udah beres? Anak - anak kitchen sama barista juga udah pada datang apa belum?” Tanya Sadam kepada Danar.
Danar tidak menjawab, ia hanya mengacungkan dua ibu jarinya tanda semuanya sudah siap dan siap untuk grand opening.
Satu jam menuju pembukaan cafe, ternyata sudah banyak pelanggan yang berdatangan dan menunggu di pintu masuk, hal tersebut dikarenakan design interior dari Happy Coffee sangat futuristik dan unik serta terdapat beberapa spot untuk foto yang bisa dimasukan ke dalam sosial media. Lalu di dekat pintu terdapat banner bertuliskan “grand opening promo 30%” untuk semua pembelian menu di Happy Cafe.
Sadam tidak pernah menyangka bahwa pembukaan cafe nya di hari pertama akan seramai ini, tentu saja ia berharap cafe nya dapat dikenal oleh orang banyak namun tidak secepat ini. Senyum merekah tersungging dari bibirnya lalu ia mengambil sebuah notes kecil dari seorang pelanggan yang membuatnya penasaran.
“Melalui kopimu akhirnya aku dapat merasakan setitik rasa bahagia yang sempat menghilang” lalu dibawah notes nya tertulis inisial “S” di dalam kertas tersebut.
“Danar,” panggil Sadam ketika semua karyawan sibuk di bagian kitchen dan grinder.
“Ada yang mau dikomentari pak Sadam?”
Sadam menggeleng, “enggak, gue mau nanya. Lo tadi lihat orang yang nulis ini, nggak?” Sadam memberikan notes kecil itu kepada Danar.
“Mana merhatiin Dam, lo ga lihat cafe lo membludak gini?” Danar kembali ke arah kitchen tanpa berkomentar kemudian Sadam terus menatap notes kecil tersebut lalu ia masukan ke dalam saku celananya.
Ini yang nulis siapa, sih. Gue mau ketemu orangnya.
***
Sore hari ini menjadi hari yang paling menyebalkan bagi Sherina, bagaimana tidak, Pak Ilyas, atasannya di Nex TV memintanya untuk meliput kejadian di Palestina, bahkan Aryo pun setelah mendengar keluh kesah Sherina pun sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk berangkat ke negera yang berbatasan langsung dengan Negeri yang terkenal dengan Piramidanya.
Sherina mangambill map yang berada di meja Aryo lalu mengibaskannya ke arah wajahnya yang penuh keringat, “kan, gue bilang juga apa, lo nggak akan mau pergi ke daerah Gaza, bukan karena lo nggak simpati, kan?”
Aryo menggelengkan kepalanya, “gue sih dukung banget Palestina, tapi kalau disuruh liput kesana jadi kameramen juga gue mesti mikir dua kali, Sher. Gue masih harus jadi tulang punggung keluarga gue, memang sih bisa meninggal dalam keadaan Syahid, tapi gue belum siap,” Aryo mengusap - ngusap wajahnya dengan gusar.
Akhir - akhir ini banyak pemberitaan tentang Palestina yang membuat semua orang geram dibuatnya, termasuk Aryo yang rela terus menerus menyuarakan kekejaman zionis yang tega menghabiskan nyawa anak - anak dan wanita. Bahkan Sherina pun tanpa sepengetahuan dari perusahaannya selalu mendonasikan sedikit gaji dan bonusnya untuk Palestina.
Sherina menghela napasnya panjang sambil masih mengipas - ngipas wajahnya.
Aryo yang sejak tadi duduk di atas meja langsung mendaratkan kakinya ke lantai lalu mengajak Sherina untuk pergi ke cafe dekat kantor yang sudah viral sejak satu minggu lalu karena membuat pemasaran yang unik untuk pembukaan cafe tersebut.
“Sher, dari pada bibir lo cemberut terus, mending kita kesini,” Aryo masuk ke dalam aplikasi instagram dan menunjukkan sebuah cafe yang bernama “Happy Coffee” lalu ia memberikan ponselnya kepada Sherina.
“Apa nih?” tanya Sherina.
“Rumah hantu,” balasnya dengan tatapan sinis namun ia tetap menyelipkan nada bercanda disana.
“Ya cafe baru yang mau buka hari ini lah, Sher. Lo emang kadang - kadang ye otaknya,” ejek Aryo.
“Yeee, maksud gue, apa nih tuh, ini cafe tuh isinya apaan terus ada promo apa nggak?" ucap Sherina sewot.
“Ihhh, lo mah, terlalu pintar kali ya, makanya jadi agak - agak. Ya lo tinggal lihat itu, jelas - jelas dari promo, menu makanan dan minuman sudah tertera jelas disana,” balas Aryo gemas, ingin menjambak wanita yang berdiri dihadapannya ini namun tidak bisa.
Sambil berdecak, akhirnya Sherina menyetujui untuk mendatangi cafe tersebut.
Suara riuh pengunjung yang ramai membuat kepala Sherina semakin pusing, namun ia tetap menemani Aryo yang sudah bersusah payah untuk mengajaknya kesini.
Sherina memesan ice americano sedangkan Aryo memesan kentang goreng sosis serta ice matcha latte.
“Wuiihh, terlihat menggiurkan nih,” celetuk Aryo begitu melihat kentang wedges yang ada di atas meja dengan tiga sosis bratwurst yang dapat menggugah seleranya.
“Katanya laper, kenapa lo cuma pesen kentang goreng sama sosis? Mendingan lo bikin sendiri nggak sih dirumah?” Sherina masih terlihat kesal dan mood nya sudah berantakan semenjak perbincangan di kantor dengan Pak Ilyas.
“Marah - marah mulu bu Sher, udah lo makan aja, darimana dumal nggak jelas,” titah Aryo.
Sebelum mengambil makanannya, Sherina langsung mencium harum kopi yang ia pesan, lalu memasukan sedotan ke dalam mulutnya dan memejamkan mata.
Dalam hatinya ia membatin bahwa ini adalah ice americano paling enak yang pernah ia minum.
“Gimana, Sher? Sesuai sama taste lo nggak? Secara lo penikmat kopi banget,” ujar Aryo.
Sherina mengangguk sambil mencibir, “pilihan lo oke juga. Mungkin kapan - kapan kalau gue mumet, gue bakalan balik lagi kesini.”
Lantas Sherina mengeluarkan sebuah sticky notes dan bolpoint dari dalam tasnya kemudian menuliskan sesuatu disana. Sambil tersenyum ia lalu memasukan kembali bolpoint nya ke dalam tas.
“Bunglon ya lo, dikit - dikit ngambek, udah gitu senyum - senyum. Udah kaya orang kena mental health,” ejek Aryo dari lubuk hatinya yang terdalam.
Sherina lalu mendelik sinis ke arah Aryo, “gue begini juga lo tahan kerja sama gue selama tiga tahun, bahkan tahun kemarin aja lo nolak lo kerja sama jurnalis lain."
Aryo langsung nyengir sambil menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya kemudian membalas, “peace.”
“Ya udah, gue masih harus berpikir keras nih supaya Pak Ilyas tidak jadi ngirim kita kesana.”
Mungkin kali ini takdir belum bisa mempertemukan mereka, masih banyak hal yang akan menjadi jarak dalam perjalanan yang masih panjang, karena bisa jadi sebuah kalimat yang Sherina tulis, adalah awal dari pertemuan mereka berikutnya yang akan datang.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
