PEDANG NAGA - PEDANG RIBUAN NYAWA // 36-40 // gratis

0
0
Deskripsi

            “Bagaimana jika dia berubah seperti dukun itu?” tanya Hyuk tiba-tiba. Itu membuat mereka menegang diam di tempat masing-masing.

            Selir Choi menelan ludahnya yang kering.

            “Kita akan putuskan saat itu terjadi,” kata Selir Choi bersuara lemah.

            “Bagaimana jika saat itu terjadi dan sudah terlambat?” sambung Pangeran Yi Joon.

            Mendengar itu, Selir Choi semakin lemas dan Dayang Hye Won yang berada di sampingnya langsung memegangi tubuhnya.

 

 

SELAMAT MEMBACA…

Part 36

 

 

 

            “Bagaimana jika dia berubah seperti dukun itu?” tanya Hyuk tiba-tiba. Itu membuat mereka menegang diam di tempat masing-masing.

            Selir Choi menelan ludahnya yang kering.

            “Kita akan putuskan saat itu terjadi,” kata Selir Choi bersuara lemah.

            “Bagaimana jika saat itu terjadi dan sudah terlambat?” sambung Pangeran Yi Joon.

            Mendengar itu, Selir Choi semakin lemas dan Dayang Hye Won yang berada di sampingnya langsung memegangi tubuhnya.

            “Yang Mulia butuh istirahat. Tubuhnya semakin lemah,” ucap Dayang Hye Won pada Pengawal Soo Ho.

            Pengawal Soo Ho segera mengangkat Selir Choi setelah meminta izin.

            “Dia akan baik-baik saja, bukan?” tanya Selir Choi lemah.

            Pengawal Soo Ho menurunkan Selir Choi dengan hati-hati sambil dibantu oleh Dayang Hye Won di tempat yang sudah disiapkannya untuk Selir Choi beristirahat.

            “Jangan terlalu khawatir, Yang Mulia. Dia pasti akan baik-baik saja. Seperti yang dia katakan, dia butuh istirahat. Setelah beristirahat dia pasti akan kembali seperti yang pernah terjadi di lembah dingin. Anda mengingatnya, bukan?” Pengawal Soo Ho menjawab dengan baik agar Selir Choi tenang setelah 

            Selir Choi menganggukkan kepala lemah.

            Pengawal Soo Ho menoleh melihat Ara yang masih diposisi yang sama. Di sana masih ada Pangeran Yi Joon yang mematung berdiri menatap Ara. 

            Dia akan baik-baik saja. Dia akan baik-baik saja.

            Pengawal Soo Ho membantin meyakinkan dirinya sendiri.

            “Pengawal Soo Ho, jaga Ara agar tetap hangat.” Perintah Selir Choi yang masih lemah. Melakukan perjalanan yang mengorbankan banyak nyawa bersama Ara membuat dia tahu bahwa Ara tidak bisa bersanding dengan udara dingin. Api unggun yang dibuat Pengawal Soo Ho cukup membantu Ara tetap hangat dan dapat beristirahat dengan baik.

            Pengawal Soo Ho menganggukkan kepala patuh.

            “Baik,” jawabnya.

 

^^^

 

            Kuda yang ditunggangi Hyun Tak berlari cepat. Begitu juga dengan kuda keempat anggota perguruan yang dibawanya menuju Desa Yuhan. Dia kembali ke sana untuk mengecek hasil pencarian yang dilakukan para anggota perguruan lainnya yang memang ditugaskannya sebelumnya. Sesampainya di sana, Hyun Tak sudah ditunggu.

            “Bagaimana?” tanya Hyun Tak langsung.

            “Kami belum menemukan mereka. Pasukan pertama yang mengikuti mereka saat itu, juga kehilangan jejaknya di hutan terlarang.” Lapor ketua pasukan dua.

            “Hutan terlarang?” ulang Hyun Tak.

            Ketua pasukan dua menganggukkan kepala.

            “Katua pasukan pertama membawa semua anggotanya memasuki hutan terlarang dan menyisakan satu untuk melapor pada kami jika terjadi sesuatu. Hingga saat ini mereka belum kembali. Saya sudah mengirim setengah anggota dari pasukan dua pun belum juga kembali,” lanjutnya melaporkan situasinya.

            “Apa yang terjadi?” tanya Hyun Tak menyadari sesuatu. Perasaannya jadi tidak enak dengan laporan yang diberikan padanya.

            Semua anggota perguruan Ji Soo sudah terbiasa dilatih memasuki hutan terlarang di beberapa daerah dan melacak jejak. Mereka selalu berhasil keluar dari hutan terlarang tersebut dan menemukan jejak yang dijadikan target. Seperti yang mereka lakukan selama ini untuk melacak semua anggota Klan Han yang tersebar di seluruh daerah setelah mangkatnya Ratu pertama. 

            Namun, jika kali ini mereka gagal, itu artinya telah terjadi sesuatu.

            “Saya sudah berkali-kali mengecek hutan di sekitar hutan terlarang itu bersama sisa dari anggota pasukan dua, semuanya ada tanda tidak seharusnya memasuki hutan tersebut. Setelah kami melewati tanda itu, selalu berakhir di pintu utama hutan yang berada tidak jauh dari kediaman Komandan Han Gi Sung. Sepertinya hutan terlarang itu tidak bisa dimasuki bebas,” jelas ketua pasukan dua.

            “Apa maksudmu? Pasukan pertama bisa memasukinya bahkan setengah dari pasukanmu juga.” Hyun Tak menekankan kata-katanya.

            Ketua pasukan dua bungkam tidak tahu harus menjawab apa.

            “Maafkan saya,” katanya hanya bisa mengakui kesalahannya.

            Hyun Tak mendesah kesal.

            “Kalian sudah membersihkan semua tempat ini?” lanjut Hyun Tak.

            Ketua pasukan dua menganggukkan kepala.

            “Pasukan empat sudah melakukannya,” jawabnya.

            “Bagaimana dengan pasukan tiga?” Hyun Tak bertanya lagi.

            “Pasukan tiga masih menyusuri tempat-tempat selain hutan terlarang dan belum ada kabar jika menemukan jejak mereka,” jawab ketua pasukan dua.

            Hyun Tak mengangguk mengerti lalu menoleh melihat kediaman Komandan Han Gi Sung dalam diam. Ingatannya timbul ke permukaan. Dia ingat saat Ara menebaskan pedangnya ke perut Kim Young. Dia juga ingat saat Kim Young yang lemah berlumuran darah tidak sadarkan diri setelahnya. Dia bertekad akan melakukan hal yang sama pada Ara meskipun nyawanya jadi taruhannya. 

            “Aku sendiri yang akan memimpin masuk ke dalam hutan terlarang itu. Aku bawa sisa anggotamu. Perintahkan pasukan empat siaga di tempat. Kamu kembalilah ke perguruan dan lapor pada Nyonya seperti yang kamu laporkan padaku. Mengerti?” kata Hyun Tak memberi perintah.

            “Baik,” jawab ketua pasukan dua patuh.

            Ketua pasukan dua segera melaksanakannya.

            Hyun Tak mengingat setiap gerakan ilmu pedang yang digunakan Ara, begitu lihai dan akurat. Pedangnya pun tepat mengenai jantung dan leher. Itu jelas sama persis seperti pasukan yang telah gugur yang dibawa Pemimpin Jung hari itu. Semua orang yang membuatnya mampu bertahan hidup telah dibunuh oleh Ara. Dia tidak akan membiarkan hidup Ara tenang. 

            Tuan Putri, aku pasti akan menemukanmu.

            Batin Hyun Tak.

 

 

 

Part 37

 

 

 

            Pangeran Yi Joon dan Hyuk masih terus berjalan menjauh dari tempat istirahat Selir Choi. Mereka memutuskan mencari makanan saat Pengawal Soo Ho membuat api untuk menghangatkan udara dingin. Meskipun dinginnya mulai berkurang tidak seperti sebelumnya, tetapi Selir Choi dan Ara tetap membutuhkannya.

            “Pangeran, apa tidak sebaiknya kita memisahkan diri?” Hyuk membuka suara berhati-hati.

            “Hyuk,” panggil Pangeran Yi Joon berhenti berjalan lalu menoleh melihat Hyuk yang juga ikut berhenti berjalan.

            “Ya, Pangeran.” Respon Hyuk patuh.

            “Bukankah kita tidak punya tujuan?” Pangeran melanjutkan dengan penuh arti. 

            Hyuk tertegun mendengarnya. 

            “Paman Gi Sung sudah meninggal. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Hanya ada aku sendiri. Kamu boleh pergi. Tentukanlah tujuanmu sendiri. Kamu sudah melakukan tugasmu dengan baik,” ucap Pangeran tampak tulus dan ikhlas.

            “Pangeran tega sekali?! Aku sudah berjanji pada Komandan Han Gi Sung seumur hidup menjadi pengawal Pangeran. Tujuanku adalah Pangeran. Jadi jangan pernah menyuruhku pergi meninggalkan Pangeran selama aku masih hidup. Jangan pernah,” tolak Hyuk kesal dengan ucapan Pangeran Yi Joon.

            “Kamu menolak perintahku?!” tanya Pangeran Yi Joon dengan kesal pula.

            “Bukan begitu…” kalimat Hyuk terpotong.

            “Itu adalah perintah,” kata Pangeran Yi Joon memasang wajah serius.

            Mendengar itu, Hyuk menegakkan tubuh lalu mengangkat tangan tepat di depan dada dengan kepala menunduk.

            “Tolong tarik kembali perintah itu, Pangeran.” Hyuk juga ikut serius. Dia tampak seperti pengawal yang sesungguhnya.

            Pangeran Yi Joon memperhatikan Hyuk sambil tersenyum geli. Melihat perilaku Hyuk membuatnya senang bisa mempermainkan perannya meskipun hanya pada Hyuk, pengawal yang menjaganya sejak bayi. 

            “Baiklah,” jawab Pangeran Yi Joon yang kembali normal.

            Hyuk memberanikan diri mengangkat wajahnya.

            Pangeran Yi Joon memamerkan senyum lebarnya lalu bergerak kembali menyusuri jalan menuju desa terdekat. Hyuk menghembuskan napas lega dan mengikuti langkah Pangeran Yi Joon. 

            “Jadi kita akan tetap bersama mereka, Pangeran?” Hyuk masih tetap memikirkan hal itu.

            “Iya, lagipula dengan kedatangan mereka membuat kita selamat dari dukun cantik itu. Bukankah seharusnya kita membalas budi?” Pangeran Yi Joon membalas ringan.

            “Ya, aku pikir juga begitu. Tetapi, Pangeran…” Hyuk masih merasa ragu.

            “Apa lagi?” Pangeran Yi Joon menoleh lagi melihat Hyuk.

            “Benarkah dia putri Komandan Han Gi Sung?” tanya Hyuk langsung.

            “Bukan,” jawab Pangeran Yi Joon pendek.

            “Lalu dia…?” Hyuk menyambar cepat.

            “Itu yang sedang aku cari tahu,” balas Pangeran Yi Joon ringan. “Jaga mulutmu sampai aku menemukan jawabannya.” Lanjutnya memperingatkan.

            Hyuk menjawab dengan mengapitkan kedua bibirnya.

            “Bagaimana Pangeran bisa tahu?” tanya Hyuk lagi.

            “Paman Gi Sung memang menikahi Tabib Seo, tapi mereka tidak bisa memiliki anak. Perempuan yang kamu temui itu adalah Tabib Seo, istri Pamanku.” Jelas Pangeran Yi Joon yang terus berjalan. 

            Dia ingat, pamannya itu pernah memberitahu tentang Tabib Seo saat mengajaknya berkunjung ke makam kakaknya untuk yang kali pertama tanpa Hyuk. Pamannya itu meninggalkan istana membawa Tabib Seo. Tanpa diketahui istana, Tabib Seo membawa bayi mungil Pangeran Yi Joon atas perintah Ratu pertama. Keputusan itu diambil agar kejadian yang pernah menimpa kakaknya tidak terulang kembali. 

            Hyuk mengangguk-anggukan kepala baru memahaminya.

            “Dia jelas bukan Putri Yi Ara, tetapi kenapa dukun itu meyakini bahwa dia adalah Putri Yi Ara, Pangeran? Pernahkah Pangeran memikirkan hal itu?” lanjut Hyuk.

            “Mungkin karena aura pedangnya,” jawab Pangeran Yi Joon asal.

            “Pedang?” Hyuk heran dengan jawaban Pangeran Yi Joon yang tidak dipahaminya.

 

^^^

 

            Dayang Eun Byul mempercepat langkahnya menemui Permaisuri Jang.

            Permaisuri Jang tengah menikmati berendamnya sambil menikmati arak kesukaannya saat Dayang Eun Byul datang menemuinya.

            “Ada apa?” tanya Permaisuri langsung.

            Dayang Eun Byul mendekati tempat Permaisuri Jang, memberitahukan hal penting.

            “Mereka tidak bisa menemukannya, Yang Mulia. Pasukan bantuan yang dikirim Kepala Dayang Song juga tidak bisa melacak jejaknya. Tandu yang membawanya juga tidak dapat ditemukan di mana pun,” lapor Dayang Eun Byul.

            “Begitu?” respon Permaisuri Jang tampak puas.

            “Sepertinya telah terjadi sesuatu padanya, Yang Mulia. Menghilang tanpa jejak. Atau mungkinkah…?” Dayang Eun Byul menerka-nerka.

            “Pastikan mereka menemukannya. Hidup atau mati. Perintah mereka untuk segera melaksanakan tugasnya di luar istana. Itu satu-satunya cara yang paling aman untukku.” Permaisuri Jang memberikan perintah lalu menghisap araknya.

            “Baik, Yang Mulia.” Jawab Dayang Eun Byul patuh.

 

^^^

 

            Ara perlahan membuka matanya. Dilanjutkannya menggerak-gerakkan jemarinya lalu mengangkat kepalanya yang berat. Disenderkannya kepalanya di pohon yang berada di punggungnya. Diaturnya napas perlahan pula. Setelah merasa saraf-sarafnya bekerja dengan baik dia menghembuskan napas lega.

            “Sudah bangun?” suara itu membuatnya menoleh.

            Pengawal Soo Ho tengah sibuk dengan api yang berada di samping Ara. Tanpa diperintah, Pengawal Soo Ho berdiri dari jongkoknya menuju air yang mengalir di depannya. Dia memetik daun besar dibentuknya kerucut lalu mengambil air jernih itu dan diberikannya kepada Ara. 

            Ara melepas pedangnya lalu menerima air pemberian Pengawal Soo Ho. Segera diminumnya untuk melepas dahaga di tenggorokannya. Ketika itu, mata Pengawal Soo Ho menatap pedang Ara.

            “Apa dia melakukan tugasnya?” tanya Ara setelah menghabiskan air minumnya. 

            Pengawal Soo Ho menganggukkan kepala.

            “Pangeran bahkan tidak berani menyentuhmu saat pedangmu bergerak keluar dari sarungnya dengan sendirinya,” Pengawal Soo Ho tersenyum tipis.

            Ara melihat pedangnya dan telapak tangan kirinya secara bergantian.

            Gua juga bisa mengendalikan sesuatu.

            Ah, kutukan nggak masuk akal.

            Ara mendesah dalam hati.

            Selir Choi dibantu Dayang Hye Won mendekati tempat Ara.

            “Bagaimana keadaanmu? Baik-baik saja?” tanya Selir Choi yang masih tetap lemah. 

            Ara hanya menganggukkan kepala. Tanpa kentara, diperhatikannya Selir Choi yang tampak masih pucat dan lemah. Kondisinya tidak membaik. 

            Pangeran Yi Joon dan Hyuk ikut ke tempat Ara sambil membawa banyak kentang dan ubi jalae yang sudah dibakar. Mereka pun berkumpul bersama.

            “Makan,” kata Pangeran Yi Joon memberikan ubi jalar bakar pada Ara.

            Ara menerimanya tanpa kata.

            “Terima kasih, Pangeran sudah melakukan banyak hal.” Ucap Selir Choi mewakili.

            Pangeran Yi Joon menatap Ara.

            “Tidak bisakah kamu melakukannya sendiri? Haruskah Yang Mulia yang selalu melakukannya untukmu?” Pangeran mengingatkan Ara dengan kesal. Dia mulai membiasakan menyebut Selir Choi dengan Yang Mulia agar penyamaran yang dilakukannya selama ini sebagai Tuan Muda Han tetap aman.

            Ara menoleh melihat manik mata Pangeran Yi Joon.

            “Jangan membuatku kesal. Meskipun aku baru bangun, tapi kesadaranku sudah kembali penuh.” Balas Ara memperingatkan sambil menunjukkan telapak tangan kirinya yang masih dililit kain.

            “Ah, menyebalkan.” Keluh Pangeran Yi Joon.

            Selir Choi tersenyum tipis.

            Pengawal Soo Ho dan Dayang Hye Won berusaha menyembunyikan senyum masing-masing.

            Hyuk menegang melihat Ara menunjukkan tangan kirinya.

            Ara tidak mengacuhkan mereka yang memberikan ekspresi masing-masing. Dia segera mengupas ubi jalar itu dan memakannya. Perutnya kelaparan setelah bangun dari pingsannya. 

            “Terima kasih,” ucap Ara yang fokus pada ubi jalar bakarnya.

            Pangeran Yi Joon tersenyum miring mendengarnya.

            “Setelah ini, kita akan bermalam di desa terdekat. Pangeran Yi Joon dan Pengawal Hyuk tadi menemukan desa itu saat mencari makanan.” Kata Pengawal Soo Ho memberitahukan sambil memakan kentang bakarnya. Ara meresponnya hanya dengan satu kali anggukan kepala. 

            Ketika semuanya fokus makan, Ara memperhatikan Selir Choi. Tampak jelas Selir Choi tidak nafsu makan. Kondisi tubuhnya yang lemah akan memburuk jika tidak makan. Buru-buru Ara menghabiskan ubi jalar bakarnya. Setelah itu beranjak menuju aliran air mencuci tangan dan meminum air jernih tersebut. 

            “Boleh aku pegang tanganmu, Yang Mulia?” tanya Ara sambil membuka lilitan kain pada telapak tangan kirinya.

            Semua mata memandanginya dengan waspada.

 

 

 

Part 38

 

 

 

            “Aku hanya ingin memeriksa. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang buruk.” Ara menjelaskan cepat karena dipandangi waspada.

            Selir Choi menganggukkan kepala tanpa ragu. Dia percaya Ara.

            Perlahan Ara menyentuh nadi dipergelangan tangan Selir Choi dengan ujung jari tengahnya dan menempelkan telapak tangan kirinya yang terdapat bekas luka itu pada telapak tangan Selir Choi. Saat itu juga, dia bisa melihat semua masa lalu Selir Choi seperti cahaya memenuhi memori otaknya. 

            1 2 3 4 5 6 7 

            Tepat pada hitungan ke tujuh, Ara melepas sentuhan jari tengah dan telapak tangan kirinya pada tangan Selir Choi. 

            Tujuh detik. Gua bisa lihat seluruh masa lalunya dalam tujuh detik.

            Hanya dalam hitungan detik Ara mampu melihat semua masa lalu seseorang. Itu sesuatu yang tidak masuk akal baginya. Penglihatannya berhenti pada makhluk seperti kecebong. Dia ingat itu ada di buku pelajaran biologi. Napasnya agak memburu karena panik atas apa yang dilihatnya. 

            “Kamu baik-baik saja?” tanya Selir Choi.

            Ara menganggukkan kepala berusaha menormalkan sirat pada matanya.

            “Yang Mulia membutuhkan istirahat di tempat yang nyaman,” kata Ara memulai kalimatnya lalu melihat ke arah perut Selir Choi sesaat. “Yang Mulia lemas karena bawaan dari janin yang Yang Mulia kandung,” lanjutnya.

            Selir Choi tersenyum mendengarnya.

            “Tapi Yang Mulia baik-baik saja, bukan?” sambar Dayang Hye Won cepat.

            Ara menganggukkan kepala sekali.

            Dayang Hye Won menghembuskan napas lega.

            “Ayo, kita jalan sekarang.” Ajak Pangeran Yi Joon.

            Semuanya pun bersiap. Hyuk mematikan api dengan menyiramkan air. Pengawal Soo Ho kembali menggendong Selir Choi sambil dibantu Dayang Hye Won. Mereka mulai menuju desa terdekat dengan formasi jalan yang sama seperti sebelumnya. Pangeran Yi Joon dan Hyuk memimpin jalan. Di tengah ada Selir Choi yang digendong Pengawal Soo Ho dan dibantu Dayang Hye Won. Sedangkan Ara berada di paling belakang. 

            Mereka memasuki desa itu melewati pintu samping yang tidak dijaga oleh prajurit yang bertugas. Penginapan yang terdekat menjadi target. Beruntung di sana tidak banyak orang. Setelah memesan kamar, Selir Choi segera beristirahat ditemani Dayang Hye Won. Pangeran Yi Joon dan Hyuk juga beristirahat di kamar tepat di depan kamar Selir Choi. 

            Ara membiarkan Pengawal Soo Ho untuk istirahat terlebih dulu di kamar yang berada tepat di samping kamar yang ditempati Pangeran Yi Joon. Ara yang bertugas menjaga lebih dulu. Lagipula, dia sudah beristirahat saat tadi pingsan.

            “Masuk saja jika aku tidak kunjung bangun,” pesan Pengawal Soo Ho.

            Ara menganggukkan kepala.

 

^^^

 

            Kini, Ara berjaga seorang diri. Dia mengingat masa lalu Selir Choi sambil melihat telapak tangan kirinya yang terlilit kain. Dia masih belum percaya bisa melihat masa lalu seseorang. Itu benar-benar tidak masuk akal. Melihat masa lalu Selir Choi yang sulit membuat Ara tersentuh. Selir Choi merasa kesepian sejak kecil. Perjuangan Selir Choi tidak mudah untuk mencapai tempatnya yang sekarang. 

            Kesepian Selir Choi hilang saat Permaisuri Min yang tengah diasingkan mengisi hari-harinya sejak dia masuk ke istana. Akan tetapi, kesepian Selir Choi timbul kembali saat Permaisuri Min diasingkan dari istana. Sekarang Selir Choi memutuskan untuk melakukan perjalanan panjang yang mengorbankan banyak nyawa demi mengembalikan Permaisuri Min ke istana lagi. Selir Choi tengah memperjuangkan dirinya agar tidak merasakan kesepian seperti dulu.

            Tiba-tiba saja Ara merasa iri dengan Selir Choi. Meskipun perjalanan panjang itu banyak mengorbankan nyawa, setidaknya Selir Choi tidak sendiri. Ada Pengawal Soo Ho dan Dayang Hye Won yang senantiasa berada di sisinya apa pun yang terjadi. Berbeda dengannya yang selama hidupnya hanya berjuang sendirian. Meskipun tidak mengorbankan nyawa, tetapi perasaannya yang tersakiti seumur hidupnya mampu untuk mengambil nyawanya pula.

            Dia juga bukan seseorang yang dilahirkan di keluarga berada. Meskipun rasa sakit di hatinya mampu membunuhnya berkali-kali, dia tidak pernah sekalipun menyalahkan siapa pun atas hidupnya. Dia sangat bersyukur memiliki orang tua yang bekerja keras demi membiayai hidup dan sekolahnya. Maka dari itu, hingga saat ini dia tetap terus berusaha bertahan seorang diri. 

            Hanya ada bahunya sendiri yang dijadikan sandaran. Hanya ada jemari tangannya sendiri yang mengusap setiap air mata. Hanya ada makanan yang dijadikannya pengalihan. Tidak apa-apa meskipun makanan itu membuat tubuhnya gemuk. Tetapi berada di Negeri antah berantah tersebut, tubuh gemuknya menghilang. Ada kepuasaan tersendiri. Tubuhnya kembali seperti saat masih sekolah.

            Entah kenapa dia merasa ingin menetap tinggal di Negeri antah berantah yang kejam tersebut, bahkan nyawa bukan lagi hal yang berharga. Kini dia pun sudah menjadi pembunuh. Seorang pengawal yang sudah tidak memiliki nyawa karena bertanggung jawab atas sebuah nyawa. Lagipula dia tidak tahu apa yang terjadi setelah sekian lama menghilang. Mungkin kedua orang tuanya sudah menggelar namanya di papan nisan. Tanpa sadar, kedua matanya berkaca-kaca.

            “Istirahatlah,” suara Pengawal Soo Ho membuyarkan lamunannya.

            Ara menoleh melihat Pengawal Soo Ho yang sudah berdiri di sampingnya dengan wajah yang tampak segar kembali setelah istirahat di tempat yang nyaman. Ara menjawab dengan anggukan kepala lalu masuk ke dalam kamar yang barusan digunakan Pengawal Soo Ho. 

            Kamar itu sudah dirapikan kembali seperti semula. Pengawal Soo Ho bahkan mengganti alas tidur dan selimut dengan yang baru. Sedangkan bekas yang dipakainya ditumpuk di ujung ruangan. Ara tersenyum miring. Kemudian dia membuka topi jerami, kain penutup wajah, dan kain lain yang membungkus kepalanya. 

            Dibukanya ikat rambutnya. Dia membiarkan rambut hitamnya terurai panjang hingga pinggangnya. Kali ini dia membiarkan rambutnya begitu saja dan tidur. Dia ingin mengistirahatkan rambutnya yang selalu diikat dan terbungkus. Hitungan detik Ara sudah terlelap karena terlalu lelah. Tubuhnya terus dipaksa untuk bergerak tanpa bisa beristirahat dengan layak.

 

^^^

 

            Hyuk sudah keluar kamar lebih dulu.

            Pangeran Yi Joon yang ditinggalkan Hyuk masih terlelap. Hidup dalam pelarian memang sudah biasa baginya, tetapi pelarian kali ini membuatnya begitu lelah dan membutuhkan istirahat lebih lama pula. Fajar sudah mulai menyambut pagi. Sebuah suara membuatnya menggeliat. Dibukanya matanya perlahan, mengedarkan pandangan cepat. Tidak ada Hyuk. 

            Suara itu terdengar lagi. Dipasangnya pendengarannya dengan kesadaran penuh. Asal suara itu dari kamar sebelah kamarnya. Terdengar seperti percikan air. 

            “Bukankah itu kamar Pengawal Soo Ho?” tanyanya pada diri sendiri. 

            Dia tidak mengacuhkan suara itu lalu bergerak menuju air yang sudah tersedia di ujung ruangan. Saat dia akan membasuh wajah, matanya menangkap celah kecil di depannya. Melihat ada sesuatu yang bergerak di balik celah itu, dia pun mendekat. Matanya membelalak lebar. Dia melihat sosok Ara tanpa topi jerami, kain penutup wajah, dan kain yang membungkus kepalanya. 

            “Dia… bukan rakyat Joseon?” ucap Pangeran Yi Joon lirih.

            Wajah Ara yang berbeda dengan rakyat Joseon membuat Pangeran Yi Joon tertegun lama. Hidung tidak mancung. Bibir agak tebal dan memiliki garis coklat melingkari bibir luarnya. Itu yang membuat warna bibirnya tidak berwarna pink seutuhnya. Kedua pipi yang agak tembam. Rambut hitam yang terurai panjang. Postur wajah Ara yang biasa membuat Pangeran Yi Joon tertarik.

            Paras wajah itu jelas bukan bangsa Ming. Asalnya dari mana? Apakah dia berasal dari Negeri Barat?

            Pangeran Yi Joon membatin dalam hati.

            Matanya masih melihat Ara yang kini sedang mengikat rambut hitam panjangnya dengan sebuah lingkaran hitam kecil. Itu tidak seperti pita pengikat rambut perempuan rakyat Joseon. Lalu Ara memakai kain pada kepalanya memastikan rambut tidak ada yang keluar dari dalam kain. Dilanjutkan memakai kain penutup wajah dan topi jeraminya. 

            Tiba-tiba pintu diketuk seseorang. Pangeran Yi Joon segera kembali ke depan wadah air dan membasuh wajahnya.

            “Pangeran, aku masuk.” Kata Hyuk yang membuka pintu dan masuk.

            Hyuk menunggu Pangeran Yi Joon hingga selesai membasuh wajah.

            “Ada apa?” tanya Pangeran Yi Joon sambil mengeringkan wajahnya yang basah dengan kain yang tersedia.

            “Pengawal Soo Ho mengatakan bahwa kita akan makan di pondokan belakang penginapan, Pangeran. Tempat itu sudah dipesannya secara khusus.” Hyuk memberitahukan.

            Pangeran Yi Joon hanya menganggukkan kepala mengerti.

 

 

 

Part 39

 

 

 

            Ara bersama Selir Choi, Dayang Hye Won, dan Pengawal Soo Ho sudah berada di pondokan belakang penginapan menunggu Pangeran Yi Joon dan Hyuk. Makanan juga sudah ada di meja panjang di depan mereka. Pengawal Soo Ho sengaja memesan makanan demikian agar tidak ada yang curiga. Sebelumnya dia juga sudah memberitahukan pada Selir Choi dan menyetujuinya. 

            Tidak lama kemudian, Pangeran Yi Joon dan Hyuk muncul.

            “Maaf jika harus makan di meja yang sama, Pangeran. Ini harus dilakukan agar tidak mengundang curiga,” kata Selir Choi mewakili.

            Pangeran Yi Joon menganggukkan kepala. Dia melihat Selir Choi berada di ujung meja. Di barisan sisi kanannya ada Dayang Hye Won dan disampingnya ada Pengawal Soo Ho. Ara juga duduk tepat di samping Pengawal Soo Ho. Sedangkan barisan sisi kiri kosong. Dia segera menuju tempat itu sambil diikuti Hyuk.

            “Aku sudah biasa melakukannya, jangan khawatir.” Pangeran Yi Joon tampak tenang.

            Selir Choi yang mengawali untuk menikmati makanan lalu dilanjutkan Pangeran Yi Joon. Setelah itu, Hyuk, Pengawal Soo Ho, dan Dayang Hye Won menyusul. Sedangkan Ara hanya memperhatikan makanan yang memenuhi meja. Ada banyak makanan yang tidak dikenalnya membuatnya tidak ingin menyentuhnya. Ayam rebus di depannya pun tidak disentuhnya. 

            Pengawal Soo Ho yang menyadarinya pun ambil tindakan.

            Pangeran Yi Joon keheranan melihat Pengawal Soo Ho menggeser ayam rebus yang ada di depan Ara, menggantinya dengan kentang dan ubi jalar rebus yang terlihat sulit dijangkau oleh tangan Ara sendiri. 

            “Yong Dae tidak makan daging, Pangeran.” Jelas Pengawal Soo Ho yang menjawab tanpa ditanya. 

            “Oh, karena kamu berasal dari Yuhan?” kata Pangeran Yi Joon. 

            “Bukan,” jawab Ara pendek. Kemudian, dia memakan kentang rebusnya lewat ujung penutup wajahnya di dekat dagu dan menjaga agar penutup wajahnya tidak terbuka seperti yang dilakukannya saat baru bangun dari pingsannya di dekat aliran air.

            Pangeran Yi Joon tidak membalas. Dia mulai memakan makanan yang ada.

            Makan kentang dan ubi jalar membuat Ara ingin minum. Dituangkannya air ke dalam gelas. Sebelum diminumnya diciumnya dulu aroma air tersebut. Hidungnya bisa mencium sesuatu yang tidak enak. Diletakan kembali gelas itu ke atas meja. Pengawal Soo Ho memindahkan kendi air lain ke depan Ara dan mengambil kendi arak yang ada di depan Ara. 

            “Air minum biasa,” ucap Pengawal Soo Ho menunjuk kendi air yang baru saja dipindahkannya di depan Ara.

            Ara menganggukkan kepala lalu meminum air minum itu.

            “Kamu sangat pemilihan,” kritik Pangeran Yi Joon.

            “Jangan mengurusiku, Pangeran. Makan saja makananmu,” timpal Ara.

            Selir Choi tersenyum melihat Ara dan Pangeran Yi Joon yang selalu beradu mulut. Dia merasa tidak kesepian setiap kali mendengarkannya. Ada ketenangan yang mengisi relung jiwanya. Diam-diam dia merindukan perasaan itu sejak Permaisuri Min diasingkan. Akankah dia berhasil melakukan hal sedang diperjuangkannya saat ini?

            Dayang Hye Won merasa lega melihat wajah Selir Choi yang cerah. 

            “Apa yang akan Yang Mulia lakukan selanjutnya? Sudah terlambat menemui Komandan Han Gi Sung,” tanya Pengawal Soo Ho disela menikmati ayam rebusnya.

            Selir Choi tampak gugup.

            “Lakukanlah apa yang ingin Yang Mulia lakukan, jika Yang Mulia mempercayai kami.” Sambung Ara datar sambil melihat Pengawal Soo Ho dan Dayang Hye Won secara bergantian. 

            Pengawal Soo Ho dan Dayang Hye Won menganggukkan kepala setuju.

            Tiba-tiba sepasang mata Selir Choi berkaca-kaca. Rasa haru merundunya.

            “Terima kasih sudah mengatakannya, Yong Dae.” Kata Selir Choi. 

            Ara membalas dengan anggukan kepala.

            “Aku ingin melanjutkan perjalanan ini, meskipun tanpa Komandan Han Gi Sung.” Selir Choi mengatakan keinginannya dengan jujur. “Sepertinya ada alasan lain kenapa aku bertemu denganmu, bukannya Komandan Han Gi Sung,” lanjutnya menatap Ara.

            Ah, inilah gua. Selalu bantuin orang lain padahal nggak bisa bantuin diri sendiri. Inilah kelemahan gua. Nggak bisa lihat orang lain kehilangan harapan, padahal gua sendiri udah nggak punya harapan. 

            Ara tidak merespon. Tenggorokannya terasa kering merasakan perasaan di dalam hatinya sendiri. Dihabiskannya sisa air minum di dalam gelasnya.

 

^^^

 

            “Itu artinya, tujuan selanjutnya adalah…” Pengawal Soo Ho meragu.

            “Tempat Yang Mulia Permaisuri Min diasingkan,” Selir Choi melengkapi keraguan Pengawal Soo Ho

            Hyuk terbatuk saat menelan air minumnya.

            Pangeran Yi Joon langsung menoleh melihat Selir Choi. 

            “Tujuan utamaku adalah mengembalikan Yang Mulia Permaisuri Min ke istana, Pangeran. Aku menemui Komandan Han Gi Sung karena membutuhkan bantuannya. Hanya Komandan Han Gi Sung yang punya kuasa atas tempat pengasingan Yang Mulia Permaisuri Min. Karena sekarang Komandan Han Gi Sung tidak ada, maka aku yang akan melakukannya.” Jelas Selir Choi. 

            Pangeran Yi Joon menghembuskan napas berat.

            Semua mata menatap Pangeran Yi Joon.

            “Jujur, aku tidak punya tujuan. Aku sendiri tidak tahu untuk apa aku dilahirkan. Aku bahkan tidak mengenal orang tuaku sejak lahir. Setelah kejadian malam itu, aku menyadari sesuatu, bahwa nyawaku sangat terancam.  Ke mana pun aku pergi, tidak ada tempat aman bagiku. Tetapi bersama kalian, aku merasa aman.” Pangeran Yi Joon melepas belenggunya tanpa paksaan.

            Hyuk yang merasa iba hanya bungkam di tempatnya.

            Ara bersama Pengawal Soo Ho dan Dayang Hye Won juga ikut bungkam.

            “Pangeran adalah Putra Mahkota. Langit yang sudah menentukannya. Jika Pangeran berkenan, aku bisa…” kalimat Selir Choi terhenti karena Pangeran Yi Joon memotongnya lebih dulu.

            “Tidak perlu. Aku tidak pernah menginginkannya. Aku bahkan tidak pernah membayangkannya. Aku hanya meminta satu hal darimu, Yang Mulia. Tolong izinkan aku ikut rombonganmu mencapai apa yang menjadi tujuanmu dan sembunyikan identitas asliku di muka umum. Biarkan aku menjadi Yi Joon, bukan Putra Mahkota Yi Joon.” Kata Pangeran Yi Joon memotong kalimat Selir Choi penuh harap.

            Hyuk menoleh melihat Pangeran Yi Joon dengan haru. Dia merasa bangga dengan Pangeran Yi Joon yang dilahirkan dengan tujuan besar tetapi dengan begitu mudah mampu melepaskannya tanpa ada belenggu. 

            Wah, keren.

            Ara tersenyum tipis di balik penutup wajahnya. 

            Selir Choi memaksakan bibirnya untuk tersenyum. Itu mengharukan tetapi mampu menyayat perasaan.

            “Baik, Pangeran.” Jawab Selir Choi menyetujuinya.

 

 

 

Part 40

 

 

 

            Fajar baru saja menyambut hari dengan cerah.

            Kepala Dayang Song bersama dayang lain membawakan teh hangat untuk raja. Sesampainya di kamar raja, Kepala Dayang Song terkejut melihat kondisi raja. Kasim yang menemani raja sejak semalam tampak begitu khawatir. Raja menghabiskan malamnya dengan kendi-kendi arak yang kini berantakan di meja. Raja terlihat merana. Kepala Dayang Song pun memberikan perintah pada dayang lain untuk meninggalkan ruangan.

            “Yang Mulia…” ucap Kepala Dayang Song berhati-hati.

            “Belum ada kabar juga tentangnya?” tanya raja dengan suara rendah.

            “Maafkan saya, Yang Mulia.” Kepala Dayang Song menundukkan kepala.

            Mendengar jawaban itu, raja membanting keras kendi arak yang ada di tangannya di atas meja hingga pecah membuat tangannya sendiri berdarah. Kasim segera bergerak mengambil kain dan membalutnya untuk menghentikan pendarahan.

            “Seseorang di luar, tolong panggilkan tabib!” perintah kasim.

            Raja menghentikan Kepala Dayang Song yang akan melangkah keluar.

            “Apa yang diinginkannya? Kenapa dia melakukannya?” suara raja lemah.

            Kepala Dayang Song tidak jadi keluar dan terpaksa kembali ke tempatnya. Belum sempat Kepala Dayang Song menjawab, raja sudah bersuara lagi.

            “Lama-lama aku bisa gila,” keluh Raja.

            Kepala Dayang Song dan kasim memilih diam, membiarkan raja agar menyelesaikan kalimatnya.

            “Kenapa mereka tidak menemukannya juga? Bukankah kalian bilang mereka juga sudah menyusuri lembah dingin? Aku tidak bisa kehilangannya juga. Kau yang sudah membantunya keluar dari istana, Kepala Dayang Song. Kembalikan dia padaku,” lanjut raja penuh harap sambil menahan kemarahan.

            Kepala Dayang Song menarik napas panjang sebelum menjawab. Inilah kesempatannya untuk bertindak. Dia berharap apa yang akan dikatakannya bisa membantu Selir Choi yang sedang berada di luar istana. 

 

^^^

 

            Pengawal Soo Ho memimpin jalan menuju tempat penjual kuda. Mereka membutuhkan yang baru. Beruntung mereka mendapatkan tandu berkuda juga. Meskipun tidak sebesar milik Selir Choi dari istana, tetapi itu cukup nyaman. Di belakangnya juga terdapat ruang untuk menyimpan barang. Perlengkapan bawaan yang dibawa Hyuk dan Dayang Hye Won sebelumnya segera disimpan di sana. 

            Kali ini Dayang Hye Won berada di dalam tandu berkuda Selir Choi untuk berjaga jika dibutuhkan darurat karena kondisi Selir Choi yang belum pulih seutuhnya. Pengawal Soo Ho yang menjalankan kuda di tandu berkuda Selir Choi. Sedangkan Ara bersama Pangeran Yi Joon dan Hyuk berkuda dengan kuda yang ditungganginya masing-masing. 

            Hyuk yang bertugas memimpin jalan berada paling depan. Tandu berkuda Selir Choi berada di belakangnya. Setelahnya ada Pangeran Yi Joon dan Ara yang berada paling belakang seperti biasa. 

            “Kenapa dia yang selalu ada di belakang?” tanya Pangeran Yi Joon.

            “Pendengarannya sangat tajam, Pangeran. Saya membutuhkannya siaga di belakang,” jawab Pengawal Soo Ho.

            Pangeran Yi Joon melihat ke arah tangan kiri Ara.

            “Jauh sebelum itu, Pangeran.” Lanjut Pengawal Soo Ho yang langsung mengerti. 

            Pangeran Yi Joon hanya menganggukkan kepala mengerti.

            Mereka segera berangkat dan melanjutkan perjalanan. Beberapa rakyat di desa tersebut tampak keluar rumah dan memulai aktifitasnya. 

            Kuda yang mereka tunggangi berlari dengan berkecepatan sedang agar tidak mengundang banyak perhatian. Mereka harus tetap menjaga penyamaran. Ketika tiba di ujung desa untuk keluar ke pintu tengah, ada kegaduhan yang terjadi membuat jalanan dipenuhi beberapa rakyat. Terpaksa rombongan berhenti di sana. Hyuk yang turun dari kuda untuk menyelesaikannya.

            “Ini ada apa?” tanya Hyuk pada laki-laki yang berada paling belakang.

            “Perempuan penghibur itu melakukan kesalahan. Tuan bangsawan sedang memberinya hukuman,” jawab laki-laki itu.

            Hyuk memperhatikan orang-orang yang menonton di sana. Pakaian mereka sama satu dengan yang lainnya. Mereka tampak seperti pelayan. Kepala Hyuk mendongak ke atas menuju papan nama pada pintu utama tempat kejadian itu terjadi. 

            “Rumah bordir,” sebut Hyuk pelan dan langsung paham. 

            Hyuk membalikan badan dan mendapati Pangeran Yi Joon bersama Ara sudah ada di dekat Pengawal Soo Ho di tempat dia mengendalikan kuda pada tandu berkuda Selir Choi. 

            “Ada apa?” tanya Pangeran Yi Joon mewakili rasa ingin tahu semua orang.

            “Sepertinya mereka pekerja di rumah bordir itu. Salah satu pelayannya mengatakan bahwa ada bangsawan yang sedang menghukum perempuan penghibur,” jawab Hyuk.

            Tiba-tiba keramaian itu semakin heboh. Terlihat bangsawan berjanggut lusuh tampak masih mabuk sedang menarik rambut seorang perempuan penghibur yang hanya mengenakan pakaian putih polos hingga jatuh ke tanah. Perempuan lain yang masih berpakaian rapi ingin menenangkan bangsawan berjanggut itu tetapi didorong hingga terjatuh juga. 

            Ara menggenggam tangan kirinya erat saat merasakan ada sengatan pada bekas lukanya yang dikutuk. Matanya melihat kejadian itu dengan emosi yang ditahan. 

            “Aah!” Ara merintih karena sengatan itu semakin menyakiti tangannya.

            Dia membuka lilitan kain pada bekas lukanya. Garis-garis merah di sekitar bekas lukanya yang terlihat seperti akar menjalar tampak bergerak. Dia berusaha menahannya sambil memejamkan mata sejenak. Beberapa detik kemudian, dibukanya matanya. Bola matanya yang berwarna hitam sudah berubah menjadi coklat. 

            Tiba-tiba dia turun dari kudanya lalu berjalan menuju kerumunan sambil melilit kembali bekas lukanya dalam diam.

            “Oh, tidak.” Desah Pangeran Yi Joon yang melihat perubahan warna bola mata Ara.

 

^^^

 

            Pengawal Soo Ho mengetuk tandu Selir Choi memberitahukan keadaan Ara lalu ikut turun dan mengejar Pangeran Yi Joon bersama Hyuk yang sudah pergi lebih dulu. Mendengar itu, Selir Choi segera keluar dari tandunya diikuti Dayang Hye Won.

            Ara menerobos kerumunan dengan mudahnya hingga mencapai tempat kejadian. Tangan kanannya mencengkeram pergelangan tangan bangsawan berjanggut itu hingga terlepas dari rambut perempuan penghibur yang jatuh di tanah. 

            “Beraninya kau menyentuhku!” bentak bangsawan berjanggut itu.

            Ara memilit tangan bangsawan berjanggut itu lalu mendorong tubuh bangsawan berjanggut itu hingga jatuh tersungkur. Semua pelayan yang melihat berteriak histeris. Ara tidak mengacuhkannya. Matanya melihat perempuan penghibur itu dengan kondisi rambut yang berantakan, baju atas yang terbuka memperlihatkan belahan dadanya, dan wajah yang terdapat beberapa goresan luka berdarah. 

            Kemudian, kepala Ara menoleh ke samping pada kumpulan perempuan yang berpakaian rapi, wajah penuh riasan, dan rambut yang disanggul tinggi. Mereka ketakutan di tempat. Jari telunjuk kiri Ara menunjuk perempuan paling depan dan menggerakan jarinya memberi tanda untuk menghampirinya. 

            Perempuan itu perlahan mendekati Ara dengan takut.

            Ara mengambil jubah lebar yang ada di tangan perempuan itu lalu dipakaikannya pada perempuan penghibur yang menjadi korban. Setelah itu, dia menoleh kembali pada perempuan yang jubah lebarnya diambilnya sambil memberikan tanda dengan dagunya agar membantu perempuan yang menjadi korban tersebut. 

            Perempuan itu melaksanakannya dengan patuh.

            Ketika itu, bangsawan berjenggot tadi menyerang Ara dengan pedang. Semuanya melihat dengan tegang di tempat masing-masing. Ara dengan mudahnya menghindari pedang yang melayang tidak akurat ke arahnya. Berkali-kali bangsawan berjenggot itu menyerang tetapi tidak pernah mengenai Ara. Bangsawan berjenggot itu pun sangat marah lalu berlari menuju Ara dan menyerangnya. 

            “YAAA!!!”

            Ara jengah dengan bangsawan berjenggot itu. Dia tidak mau bermain-main lagi. Dia bersiap di tempatnya. Saat pedang hampir tiba mengenainya, dia merendahkan badan lalu meninju keras tepat di dada bangsawan berjenggot itu hingga membuat bangsawan berjenggot terdorong ke dinding yang ada di belakangnya dan jatuh terduduk lemas. 

            “Tuan!!!” sebuah suara mengalihkan pandangan Ara.

            Datanglah beberapa pengawal yang menolong bangsawan berjenggot itu. 

            “Tangkap dia!” perintah laki-laki yang terlihat seperti pemimpinnya.

            Semua pengawal bangsawan berjenggot itu langsung menarik pedang masing-masing dari sarungnya.

 

 

SALAM SEHAT,

JINAAN00.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya PEDANG NAGA - PEDANG RIBUAN NYAWA // 41-45 // gratis
0
0
Ara.Pangeran Yi Joon.Pertemuan yang tidak mengenakkan.Saling menyudutkan satu sama lain, dengan cara yang cukup mencuri perhatian.Siapa yang mengalah lebih dulu, dia yang luluh.  SELAMAT MEMBACA…
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan