
Putus asa.
kehilangan arah.
Sendirian.
Ara pun menyerah dalam hidupnya.
Hal itu yang mengantarkannya ke sebuah negeri antah berantah yang tidak dikenalnya.
Mampukah dia bertahan?
SELAMAT MEMBACA…
Part 1
(JAKARTA, 2019)
Yiara Feranda.
Nama lahir yang jarang ditemukan itu tidak terpatri disepanjang masa hidupnya. Semua orang memanggilnya Ara. Mudah diucapkan dan diingat. Hari ini adalah hari kelahirannya yang ke-26 tahun dan genap tahun ke-3 dia menghilang dari peredaran. Tidak bertemu teman, kerabat, apalagi keluarga. Hidupnya yang dididik mandiri membuatnya terbiasa sendiri. Kini pun dia sedang duduk sendirian di halte angkutan umum di dekat tempat tinggalnya.
Matanya memandangi jalanan yang mulai sepi dengan tatapan kosong.
Rasa lelah, sedih, tertekan, dan terpuruk membuatnya membutuhkan bantuan. Namun, bantuan itu tidak pernah datang. Ingin rasanya meminta bantuan, tetapi itu tidak mungkin dilakukannya. Semua orang mengenalnya sebagai gadis yang ceria dan selalu tampak baik-baik saja. Saat melihatnya dengan kondisi sebaliknya, mereka hanya menganggapnya sebagai cari perhatian belaka.
Terlebih lagi, kedua orang tuanya mengenalnya sebagai sosok yang mandiri, berani, kuat, dan baik budi. Padahal dia tidak sekuat itu untuk menopang kehidupannya sendiri dan tinggal jauh dari jangkauan orang tua.
Tanpa disadarinya, buliran air mata menetes di pelupuk matanya.
Kesakitan yang ditahannya sendirian seumur hidupnya kini membuatnya ingin menyerah. Dia ingin mengakhiri segalanya detik ini juga, di sini, sendiri. Seperti hari-hari yang sudah dilaluinya sendiri tanpa ada orang lain di sisinya.
Perlahan dipejamkan nya sepasang matanya.
Dia dapat merasakan angin malam menyapu wajahnya. Dinginnya udara malam menusuk kulit wajah dan telapak tangannya yang terbuka. Ujung hijab hitam polosnya melambai ringan terbawa angin malam. Diambilnya napas panjang lalu dihembuskan nya perlahan lewat mulutnya yang agak terbuka.
Kemudian, dikosongkan nya pikirannya yang selalu sibuk, perasaannya yang bercampur aduk, dan pendengarannya yang sensitif. Detik itu juga semuanya menjadi kosong dengan sepasang matanya yang masih terpejam. Suara beberapa kendaraan yang berlalu-lalang pun tidak bisa didengarkannya lagi. Suasananya begitu sepi. Dia merasa damai.
^^^
Ara mengerjabkan matanya perlahan.
Rasa kantuk masih menyelimutinya. Cahaya menyilaukan membuatnya susah membuka mata. Merasa tubuhnya berbaring, dia bergerak untuk duduk. Dibukanya sepasang matanya dan berusaha sadar dari tidur lelapnya. Dia pun terbelalak lebar. Tumbuhan ilalang yang sudah mengering berada di hadapannya. Otomatis kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri dengan cepat.
Tiba-tiba panik menyerang dan detak jantungnya berdetak lebih cepat. Buru-buru dia berdiri. Kepanikan semakin menyerbunya tanpa ampun. Kini dia tengah berdiri di tengah-tengah ladang ilalang yang terdampar luas. Ada beberapa ilalang yang masih berdiri tegak dan ada juga yang sudah berjatuhan di tanah.
“Kenapa gua ada di sini?” tanyanya pada diri sendiri.
Ketakutan pun mendominasi di barisan paling depan.
Dia ingat jelas, sebelumnya tengah berada di bangku panjang di halte. Menutup mata dan mengosongkan pikiran, perasaan, serta pendengarannya. Hari juga masih gelap. Namun, sekarang dia sudah ada di tengah-tengah ladang ilalang kering dengan matahari yang bersinar sangat terang.
Ketika itu, terdengar suara ilalang kering diinjak menuju ke arahnya. Dia terpaku diam di tempatnya. Seketika sekujur tubuhnya merasa kaku ketakutan.
Hewan kah?
Tanya batinnya dengan mulut terkunci.
Refleks, matanya mengedar pandangan untuk menemukan arah suara. Suara itu semakin dekat, dekat, dan… Mulutnya hampir menjerit saat melihat 2 orang berada di depannya. Seorang laki-laki dan perempuan. Bisa diperkirakan umurnya hampir mencapai 50 tahun. Dua orang itu menatap Ara dengan teliti dari kepala hingga kaki.
Kedua orang itu tampak begitu waspada menatap sosok Ara. Akan tetapi, ada yang membuat Ara merasa aneh dari keduanya, yaitu pakaiannya. Pakaian yang mereka kenakan seperti pakaian orang Korea pada zaman dulu seperti yang ada di drama-drama kolosal Korea yang sering di tontonnya.
“Kamu siapa?” tanya si Laki-laki menggunakan Bahasa Korea.
Ara mendelik mendengarnya. Dia paham artinya tetapi tidak mampu menjawabnya dengan Bahasa Korea juga. Dikarenakan terlalu sering menonton drama-drama Korea, dia jadi agak paham meskipun tanpa menggunakan teks Bahasa Indonesia.
“Saya…” Ara mendadak diam.
Mana mungkin mereka paham bahasa gua.
“Can you speak English?” tanya Ara dengan cepat mengganti bahasanya.
Mendengar ucapan Ara, si Laki-laki mencabut pedang yang dibawanya keluar dari sarungnya. Perempuan yang ada di belakangnya juga mengeluarkan pisau kecil yang dibawanya dengan waspada.
“Wow! Wow! Stop!” Ara menjerit ketakutan dan panik karena pedang itu tampak asli.
Kedua orang itu diam di tempat dengan tatapan waspada, begitu juga dengan pedang dan pisau yang mereka pegang.
“Kalian orang Korea? Saya orang Indonesia. Bali. Kalian pasti tahu Bali, kan? Saya tidak bisa berbicara Bahasa Korea. Apa kalian bisa berbicara Bahasa Inggris? Ini di mana? Saya tidak tahu ini di mana, dan juga kenapa kalian berpakaian seperti itu? Apa ada shooting drama di sini?” Ara berbicara panjang lebar sambil menahan dadanya yang dag-dig-dug tidak karuan.
Tanpa menjawab, kedua orang itu mulai bergerak siap dengan pedang dan pisau.
Refleks, Ara bergerak mundur cepat sambil mengangkat tangan setinggi dadanya ke depan untuk menghentikan mereka. “Stooooop!!!” Ara menjerit lebih keras.
Gua harus apa? Bisa mati gua kalau begini.
Pikiran Ara bercabang dan tidak menemukan ujungnya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung membalikan badan dan berlari. Baru beberapa detik berlari, kakinya berhenti tiba-tiba saat ada beberapa orang berpakaian serba hitam menunggangi kuda muncul tepat di depannya. Mereka semua turun dari kuda sambil membawa pedang milik masing-masing.
Ara jadi bingung dan ketakutan. Di depannya ada mereka dan tepat di belakangnya ada orang dua tadi.
Mereka menyerbu bersamaan menuju tempat Ara. Begitu juga dengan dua orang tadi yang berada tepat di belakang Ara. Detak jantung Ara memacu semakin cepat. Ara berusaha menghindar dan jatuh ke tanah. Salah satu dari mereka yang berpakaian hitam menuju ke arah Ara dan menghunuskan pedangnya. Laki-laki yang tadi dengan sigap mengayunkan pedangnya saat melihat Ara tidak melakukan apa pun.
Pedangnya berhasil memotong tangan salah satu dari mereka yang berpakaian hitam yang akan menghunuskan pedang ke arah Ara. Tangan yang terpotong itu berlumuran darah jatuh tepat di hadapan Ara. Itu membuat Ara mual dan langsung memuntahkan semua isi perutnya. Ara bersusah payah menyeret tubuhnya yang lemas untuk menjauh perlahan.
Mata Ara dapat melihat dengan jelas si Laki-laki dan si Perempuan tadi melawan mereka yang berpakaian hitam dengan sengit. Kepala Ara berdenyut nyeri saat melihat si Laki-laki menghunuskan pedangnya tepat di leher sang lawan. Penglihatannya ikut memudar dan lama-lama menggelap. Tubuhnya melemas dan jatuh di atas tumbuhan ilalang.
Bersambung…
SALAM SEHAT,
JINAAN00.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
