
Lanjut yuk baca Bara, masih Gratis!
"Aruni, Aruni, Aruniiii terus sekarang. Kayaknya sekarang hidup kamu tuh cuma buat dianya?! Terus kamu anggap aku ini apa?!" ungkap kekesalan Fera yang belakangan merasa kehilangan kekasihnya.
"Kamu sadar gak sih udah diperalat sama cewek kampung itu?!" tambahnya lagi.
“Babee..” tanda sadar Bara melayangkan tatapan protes pada kekasihnya.
"Jawab Bara!" bentak gadis bertubuh molek itu, sambil menyentakkan kakinya.
"Fera.. udah belum marahnya? Kalau masih, lupain aja dulu, gakpapa.. I'm listening to you, right now. Tapi kalau udah selesai marahin akunya, kasih kesempatan aku buat jelasin, oke. Are you gonna listen to me, or not?" Bara akhirnya buka suara. Alisnya menyatu pada dahi yang berkerut, menunggu jawaban Fera.
Walau masih gondok, Fera mengangguk tanda ia sudah bisa diajak bicara oleh sang kekasih. Ya mau gimana, Fera memang dikenal bucin dan posesif pada Bara.
Pemuda bertubuh jangkung itu menghela napas, ada rasa bersalah pada gadis ini. Benar, kadang ia lupa ada janji dengan Fera jika sudah bersama Arunika. Ia sendiri tak paham alasannya kenapa.
"Aku minta maaf kalau waktuku banyak tersisa belakangan. Kamu kan tau aku harus bertanggung jawab sama cewek itu. Dia benar-benar... kesulitan."
"Tuh kan! Cewek itu lagi, cewek itu terus! Lalu sama akunya kapan? Aku bukan pilihan, aku prioritas kamu bebiii...!" pekik Fera yang memotong penjelasan Bara.
Pemuda itu pun berhenti sejenak, "Sssh.. Sssh.. Babe, tenang dulu dong, aku kan lagi ngejelasin sama kamu. Aku gak ngapa-ngapain kok sama dia. Kamu sendiri yang selalu nolak tiap aku ajak ketemu dengan Aruni. It's not easy Fer, aku harus membagi waktuku... belum lagi aku ada event lomba yang ada di Singapore empat bulan lagi. Aku dan tim harus ekstra maksimal ngerjainnya. Fokus ku juga banyak tercurah ke event itu. Karena bukan cuma bawa nama kampus, tapi bawa nama negara kita," terang Bara yang pakai bawa-bawa nama negara segala.
Meskipun benar yang diucapkannya, tapi tidak sepenuhnya karena dia harus konsentrasi lomba, ada faktor lain yaitu kebersamaannya dengan Arunika yang membawa rasa nyaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Keduanya berada di sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari kampus di jalan Dramaga. 'Sisi Barat Coffe' namanya, cafe yang menawarkan pemandangan alam nan indah karena terletak persis disebelah Sungai Cisandang Barang ini menjadi tempat nongkrong favorit anak-anak muda.
Karena selain tempatnya yang instagramable, makanan yang enak, suasana alam dan suara aliran sungai yang memberi ketenangan menjadi tempat yang cocok terutama mahasiswa yang ingin mengerjakan tugasnya dengan suasana tenang, ditambah tiap weekend ada live musik yang menambah hangat suasana.
Tak terasa sudah satu minggu lebih Bara menemani keseharian Arunika. Selama itu pula Fera selalu uring-uringan. Sedangkan Bara begitu menikmati waktunya dengan Arunika. Gadis manis yang polos, dan ceria namun pintar, hingga tanpa sadar rasa kagum itu mulai berubah menjadi... suka.
Ya, Bara mulai menyadari ada perasaan lain pada gadis yang ia tabrak. Tapi baru sebatas itu yang ia tahu, karena Bara masih terikat komitmen pacaran dengan Fera. Tak bisa dipungkiri, Bara telah terbiasa dengan Fera, ia begitu hafal tiap inchi dan lekuk yang ada pada tubuh Fera.
"Aku? Disuruh ikut nemenin dan menyaksikan kamu jadi kacung cewek itu?! Gak sudi!" jawab Fera ketus.
"Mending aku perawatan di salon sambil nunggu kamu selesai sama urusan gak penting itu. Boleh ya baby.." Fera mulai manja, dengan memainkan kuku-kukunya yang baru diberi cat warna nude kecokelatan. Wajahnya sengaja di tekuk agar sang kekasih merasa iba.
Bara tersenyum. "Boleh dong, kamu mau nyalon di tempat biasa? Ini bawa aja kartu aku. Nanti kalo udah sesuai aku jemput kamu ya babe..." dengan cepat Bara memberikan kartu debit gold-nya pada sang kekasih.Tak ingin berlama-lama menyaksikan rengekan Fera. Telinganya sudah pengang, kepalanya pun berdenyut.
Pusing juga menghadapi rengekan kekasihnya. Manja tapi menggemaskan.
Lihat, bagaimana Bara memperlakukan Fera seperti seorang istri. Kalau Fera merajuk, obatnya hanya satu. Kartu debit, maka seketika senyum cantik nan menggoda itu langsung terbit dari wajah imut Fera. Bara cari aman.
Jangan harap ada cerita Bara pakai black card seperti di novel-novel romance yang biasa Aruni baca.
"Namanya juga masih mahasiswa, belum pantas pakai kartu itu!" begitu ucap Hari pada putranya.
Tapi jangan kaget, saldo di rekeningnya cukup membuat mata kita jatuh menggelinding begitu melihatya! Kartu gol itu sengaja di pilih, karena punya limit tertentu per harinya, agar Bara tidak kebablasan menarik habis uangnya di rekening. Wkwkwk.
Setelah menurunkan Fera di salon kecantikan langganan, Bara melanjutkan tugasnya menjemput Arunika di kampus pariwisata yang letaknya sekitar 8 kilometer lebih dari kampusnya.
Biasanya butuh waktu 23 menit dengan mobil untuk menuju ke sana. Namun, kali ini Bara memacu kendaraannya lebih cepat karena sudah terlambat. Hanya butuh waktu 17 menit untuk Bara tiba di kampus Arunika.
Begitu tiba, pemuda itu turun dengan tergesa menuju gedung tempat Aruni ujian. Langkahnya cepat dengan pandangan yang ia edarkan mencari sosok Arunika. Khawatir.
Selama Bara ke kampus untuk mengantar dan menjemputnya, Aruni menjadi topik hangat yang digunjingkan oleh rekan mahasiswi lain di kampus pariwisata itu. Iri, lebih tepatnya.
Bagaimana bisa Aruni si miskin yang kuliah gratisan jalan dengan seorang pemuda bule tampan, kaya dan kharismatik begitu?!
"Gak habis fikri! Diluar nurul! Gimana caranya si Runi dapet bule ganteng begitu?" ucap Mei, seorang mahasiswi tingkat 3, senior Aruni yang merajai kantin kampus.
Runi, adalah sebutan untuk Arunika darinya. Karena katanya, Runi lebih cocok untuk gadis sepertinya, daripada Arunika, kebagusan!
"Iya gue juga bingung. Gak masuk diakal aja gitu, dia kan kismin ya? Gimana bisa ketemu sama cowok tajir melintir model hot begitu? Curiga gue, jangan-jangan dia..." ucap seorang lagi, Hesti namanya. Dengan kalimat yang sengaja menggantung, untuk menggiring opini negatif pada Aruni.
"Jual diri maksud lo? Dia open BO?? Anjrit lah kalo bener mah!" ujar teman satu geng, Geby.
Lirikan ketiganya tajam tertuju pada Aruni yang sedang mengusap kakinya yang mulai berdenyut karena kegiatannya hari ini.
Karena ujian, Aruni ingin hadir langsung di kelas. Mengingat ia kuliah karena beasiswa, rasanya tak enak jika ia harus izin, sekalipun kondisinya sedang sakit. Toh ia diantar dan dijemput oleh Bara, pikirnya.
Sedangkan yang dibicarakan, sedang menunggu Bara di depan gedung bercat serba putih itu. Arunika telah selesai ujian 15 menit lalu, ia masih setia menunggu jemputan -Bara- sambil duduk dengan kaki yang di selonjoran ke kursi disampingnya.
Melihat Aruni, Bara langsung berlari menuju gadis yang sedang mengibaskan tangannya, mulai gerah.
"Aruni, duuh maaf ya.. Aku terlambat. Tadi masih ada kelas. Kamu udah nunggu lama ya?" Bara memasang wajah bersalah. Pun berbohong dengan alasan ada kelas, padahal ia sedang sibuk meyakinkan Fera. Dasar Bara!
"Eh Kak Bara, eng- enggak kok kak, aku baru duduk 15 menitan. Gak papa kok beneran. Maaf ya kak, jadi merepotkan, mengganggu jadwal kuliah kak Bara juga," ucap Aruni tulus meminta maaf. Ia benar-benar merasa tak enak hati, tapi mau bagaimana lagi, dia juga membutuhkan Bara.
"Yaudah, yuk aku bantu.." Bara mengulurkan tangannya ingin membantu gadis itu untuk berdiri. Namun sejurus kemudian, Aruni mengaduh kesakitan. Kakinya ternyata merasa nyeri yang begitu kuat.
"A-aaw! Aduuuh sakit!" wajahnya meringis, matanya memejam mengeluarkan air mata. Saking sakitnya.
"Aruni, kamu kenapa?" Bara ikut panik menyaksikan Aruni yang kesakitan.
Aruni menggeleng cepat. "Aku gakpapa, tapi kayaknya kaki ku sakit lagi.."
"Kamu bawa pain killer-nya?" tanya Bara khawatir.
Aruni hanya menggeleng. "Enggak.. Kupikir gak bakal sakit. Jadi obatnya gak kubawa, kak. Gak taunya sakit lagi begini.." kembali ia meringis, menahan sakit.
Bara menghela napas. "Yaudah, aku gendong aja gakpapa ya.. Jangan dipaksain jalan, nanti takut angkel kamu geser lagi. Sebentar, aku bawa mobil ke sini dulu biar lebih deket. Tunggu ya.." ucap Bara lembut. Tanpa sadar dia mengusap pucuk kepala Aruni. Mengalirkan getaran hangat di hati gadis itu. Lagi-lagi jantungnya berdetak tak karuan karena perlakuan Bara.
Gegas, pemuda itu berlari menuju mobil dan membawanya mendekat ke arah Aruni. Sebelumnya ia meminta izin lebih dulu pada satpam kampus, dan menjelaskan kondisi gadis yang wajahnya bersemu merah saat ini. Tatapnya tertuju pada tiap gerak gerik Bara, cara Bara bicara, mimik wajahnya yang khawatir padanya, dan senyumnya. Semua begitu memesona di mata Aruni.
Apalagi mengingat perlakuan lembut Bara kepadanya, membuat ia merasa diistimewakan oleh pemuda keturunan Belanda itu.
"Kak Bara.." suaranya lirih menyebut nama pemuda itu dengan senyum tipis.
To be continue..
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
