
Sejak kematian Yang Kakung, Ayah dari mendiang suami Angie, ibu dari ini Candri mengajak kedua anaknya ‘pulang kampung’ untuk menemani Yang Ti, seorang janda kaya raya yang sebelumnya tidak pernah akrab dengan Angie maupun Candri.
Karena merasa tidak pernah diterima di kerajaan itu sejak kecil, Candri berulang kali menolak ajakan Angie untuk ke rumah besar yang menyimpan banyak misteri itu.
Pagi itu udara terasa dingin, walaupun di tengah perkotaan besar yang biasanya membuar keringat bercucuran saat musim kemarau menuju musim hujan. Di tengah padatnya kota, sebuah apartemen berlantai 35, diliputi hawa yang membuat menggigil.
Candrina Ayu Baskoro. Seorang gadis berusia 16 tahun. Badannya tinggi dan ramping, tidak kurus namun tidak juga gemuk, cukup berisi. Memiliki rambut hitam tebal dan panjang yang selalu ia biarkan tergerai. Parasnya cantik hanya saja nampak memiliki beban pada sorot matanya. Pemurung, sedikit tempramental.
Di apartemen itu Candri tinggal bersama ibu dan adiknya. Anggi Asmiranda, ibu Candri yang menjadi seorang single parent beberapa bulan setelah melahirkan anak kedua, adik laki-laki Candri, Abimanyu Anggito Baskoro, yang sekarang menjadi anak berusia 8 tahun, anak yang sangat usil.
Perawakan Anggi berbeda dengan Candri. Anggi berambut sebahu dan berombak. Wajahnya keibuan dan selalu berusaha nampak ceria, menyembunyikan beban dan tidak memperlihatkannya merupakan kebiasaannya semenjak menikah dengan mendiang suaminya dahulu, Raden Candra Ardhianto Baskoro, pria keturunan langsung bangsawan daerah.
Anggi memutuskan untuk memboyong keluarganya tinggal di Apartemen semenjak Abimanyu berusia 5 tahun, setelah kondisi keuangannya berangsur membaik pasca ditinggal meninggal suaminya.
Sekitar 3 tahun yang lalu, mereka tinggal di kontrakan kecil dan sekarang sewa apartemen berfurnitur yang menurut Anggi, lebih praktis dan dekat dengan tempat kerjanya. Sehingga mereka hanya membawa pakaian dan kebutuhan alakadarnya saja beserta barang-barang peninggalan Candra.
Apartemen sederhana itu memiliki tiga kamar tidur. Ruang tamu tidak bersekat menjadi satu dengan ruang keluarga dan dapur, satu kamar mandi yang menjadi rebutan Candri dan Abimanyu saat pagi hari sebelum berangkat sekolah, juga tidak lupa balkon yang cukup luas untuk sekedar duduk-duduk dan menjemur pakaian.
Kamar Candri menghadap ke taman apartemen lantai paling atas, jendelanya berembun. Saat itu memang sangat dingin, meskipun tanpa memasang pendingin ruangan, udara yang dirasakan bersuhu sekitar 16°-20° celcius.
Candri terbangun dari tidurnya. Ia melihat alarm di depan lampu tidur kecil di atas nakas. Masih pukul 3 pagi. Candri gemetar kedinginan. Sempat menggosok-gosokan tangan dan kakinya lalu menarik selimut, kembali pulas.
Sekitar pukul empat pagi Anggi bangun, ia memang terbiasa bangun sepagi itu untuk beribadah. Namun pagi itu ia merasa tidak seperti biasanya. Setelah selesai beribadah, Anggi melihat telepon genggamnya. Delapan panggilan tidak terjawab dan beberapa pesan masuk. Dibacanya satu-satu, nampak kaget dengan berita yang dikirim kepadanya. Anggi hampir terjatuh, lututnya lemas. Ia berusaha untuk duduk di kursi terdekat sambil berjalan sempoyongan, penyesalan nampak pada wajahnya. Cukup lama ia duduk di kursi itu. Terfikirkan suatu hal, sesuatu yang membuatnya terasa mengganjal.
Anggi berusaha bangkit sembari mengusap-usapkan tangan ke wajahnya, menghela nafas.
Ia melihat isi kulkas, sangat bersyukur terdapat bahan baku makanan kesukan kedua anaknya.
Berharap misinya berhasil, Anggi mulai memasak makanan kesukaan Candri dan Abimanyu.
Candri keluar dari kamarnya, membawa pakaian dan handuk, masuk ke kamar mandi. Anggi hanya menoleh, lalu melanjutkan masak.
Abimanyu terbangun, setelah itu mengambil sebuah roti lapis yang sudah tersedia di meja makan, ia duduk di depan televisi menyalakannya lalu menonton acara kesukaan di pagi hari dengan masih lengkap memakai piyama.
"Abi sudah bangun?" Tanya Anggi sambil tetap menghadap kearah kompor.
"Sudah dong! Ibu masak apa sih? Harum banget, hmm ... kayanya Abi tau deh ibu masak apa!"
"Apa coba kalau Abi tau? " Goda Anggi sambil sesekali menoleh kearah Abi.
" Kayaknya ... Udaaang goreeeng tepuuuung! Asiik kesukaan Abi!!!"
"Looh looh ... Kok tau sih kamu?" Tanya Anggi heran.
"Ya tau lah bu! Kan semalam Abi lihat di kulkas ada udang." Jelas Abi sambil menghampiri Anggi dan mengambil beberapa udang goreng tepung yang sedang ditiriskan.
"Waah, kamu nyolong start yaa ... Sini mending bantu ibu, masukin udangnya ke piring yg dimeja ..."
"Siap bos! " Sambil berlagak hormat ala-ala prajurit.
Abimanyu berperawakan tampan, bermata bulat dengan rambut keriting seperti mendiang bapaknya, sangat mirip. Abimanyu membantu Anggi menata meja dan meletakan makanan sementara Candri keluar dari kamar mandi menggosok-gosokan rambutnya dengan handuk.
"Ada berita buruk apa nih?" Sindir Candri sambil melihat makanan di atas meja. Candri sudah hapal prilaku ibunya. Bila menyediakan makanan kesukaan kedua anaknya akan ada berita yang hendak disampaikan kepada mereka.
Anggi terdiam, matanya sesekali lepas dari penggorengan melirik Candri.
" Kakak kenapa sih? Ibu kan cuma masak yang Abi sama kakak suka, ga ada berita buruk kok, tuh ibu bikin roti lapis sama salad kesukaan kakak ..." Sahut Abi yakin. Candri mengacuhkan adiknya.
Anggi menghela nafas. Dengan segera mengangkat gorengan terakhir dan menatanya di samping sayuran kesukaan Candri yang sudah diletakkan Abi di atas meja, lalu duduk.
"Kita duduk dulu yuk ... " Ajak Anggi. Sambil masih menggosok rambutnya, Candri menurut, karena penasaran.
Anggi menuangkan sedikit nasi ke piring Abimanyu dan piringnya. Meletakan roti lapis dan salad sayuran di depan Candri. Candri mengalungkan handuk ke lehernya, masih menatap Anggi.
"Makan dulu ... " Ujar Anggi. Candri makan, namun matanya masih menatap Anggi, curiga, sedangkan Abimanyu dengan lahap memakan makanan kesukaannya. Setelah makanan Candri hampir habis, Anggi pun mulai menyampaikan kabar yang didapatnya tadi pagi.
" Tadi pagi, Ibu dapat kabar ... " --Anggi terdiam sejenak.-- "... Yang Kung meninggal."
"Oh …. " Jawab Candri, saat itu tatapannya sudah tidak ditujukan pada Anggi, ia mulai makan seperti biasa, seolah-olah berita yang disampaikan ibunya tidak penting. Sedangkan Abimanyu terdiam menatap ibunya. Buntut udang menyembul keluar dari mulutnya, belum terkunyah.
"Abi punya eyang kakung?" Tanya Abi bingung kepada Anggi dan Candri tapi tidak dijawab oleh Anggi yang terus menatap Candri.
" Ibu kira, ini saatnya untuk kita bisa lebih dekat dengan Yang Ti setelah ... " ucapan Anggi terpotong. Candri tiba-tiba tahu ke arah mana omongan ini akan berlangsung.
"Aku menolak ... " Jawab Candri, garpu diletakannya ke piring salad.
"Candri ... Tolong ... "
"Sekeras apapun ibu coba bujuk Candri, jawabannya tetap tidak." Candri bangun dari tempat duduknya bergegas ke kamar.
"Candri ... Ini kesempatan kita ... " Candri menutup pintu kamarnya dengan keras.
Di Dalam kamar, Candri menjatuhkan dirinya ke kasur. Ingin berteriak, ingin menangis. Bukan karena mendapat kabar bahwa Yang Kung meninggal, tetapi karena kesal dan tahu bahwa mereka akan dibawa ke rumah suram itu untuk menemani Yang Ti yang baru saja menjadi janda kaya raya yang kesepian.
Candri membenci kedua eyangnya, sebagaimana yang ia tahu bahwa Eyangnya juga membencinya. Sewaktu kecil, Candra bapaknya, pernah mengajaknya ke rumah Eyang. Rumah itu besar banyak pelayan namun tidak seorangpun ramah. Didepan wajah Candri kecil Yang Kung mengusir Candra dengan semena-mena. Yang Ti hanya menatap sinis kepada mereka. Itu adalah pengalaman satu-satunya Candri bertemu Yang Kung dan Yang Ti, pengalaman yang tidak menyenangkan.
"Candri ga punya eyang! Biarin aja Yang Ti sendirian! Candri ga akan mau diajak kesana lagi!" Teriak Candri dari dalam kamar.
Anggi hanya menatap pintu kamar Candri, air mata menetes. Abi menatap ibunya bingung.
"Abi punya Eyang? Kok Abi ga tau bu?"
Anggi hanya tersenyum dan menghela nafas sambil menghapus air matanya.
"Sudah ... itu udangnya dimakan lagi, habis itu kamu mandi dan siap-siap berangkat sekolah ya, nak"
"Kok ibu ga jawab Abi? Abi punya Eyang?"
Anggi hanya tersenyum, membelai rambut Abi dan mengangguk perlahan.
Candri duduk terdiam dalam kamarnya. Tangannya terkepal, ia kesal dengan kenyataan yang akan dihadapi. Candri mengambil bantal. Ia berteriak dengan membenamkan wajahnya ke bantal itu, hingga suaranya serak.
'Kenapa Yang Kung harus meninggal sih! Kenapa kita yang harus kesana? Kenapa ibu mau kita ketemu Yang Ti yang jahat itu!' batin Candri.
Setelah sedikit lega sehabis berteriak di bantal, Candri bangun, menyeka air matanya dan bersiap-siap memakai seragam sekolah.
Anggi memandangi anak keduanya. Matanya tidak lepas dari wajah anak itu.
"Bu, Abi boleh tanya nggak?" Anggi mengangguk.
"Kok ibu ga pernah cerita ke Abi tentang Yang Kung dan Yang Ti? Abi cuma tau kakek Cahyo sama Nenek Rembulan saja..." Anggi menghela nafasnya, tersenyum seraya kembali membelai kepala anak itu.
"Kakek Cahyo dan Nenek Rembulan itu orang tua ibu, ibu dan bapaknya ibu... Kalau Yang Kung namanya adalah Raden Bagus Suhendra Baskoro dan Yang Ti Raden Ayu Mirah Miranti adalah orang tuanya bapakmu."
"Berarti Abi bakalan ketemu sama Yang Ti Raden Ayu bu?" - " Yang Ti Ayu Mirah" Anggi membetulkan panggilan Yang Ti, mata Abi berbinar.
"Yeeeees! Asiiik! Akhirnya Abi punya eyang!".
Candri yang mendengar sorakan Abimanyu dari dalam kamarnya, semakin kesal dengan adiknya itu.
Orang tua Anggi, Cahyo Wibisono dan Rembulan Sekar Maryam lebih dahulu meninggal sebelum Anggi menikah dengan Candra anak semata wayang keluarga kaya raya Baskoro.
*****
Candri dan Anggi berjalan ke tempat parkir dalam diam. Yang terdengar hanya celotehan Abimanyu mengomentari apa saja yang dilihatnya.
Di mobil, Candri duduk di belakang sehingga membuat Abimanyu girang bukan kepalang. Biasanya Abimanyu berebut ingin duduk di depan, Abimanyu selalu kalah dan mengalah dari Candri dengan alasan Candri akan turun terlebih dahulu di sekolahnya, setelah itu Abimanyu bisa pindah kedepan. Namun kali ini Candri langsung masuk melalui pintu belakang Anggi dan menaiki mobil. Candri memasang earphone dan menutup matanya dengan hoodie jaket yang dikenakannya, pura-pura tidur. Anggi melihatnya dari kaca spion dalam. Abimanyu mengutak-atik radio mobil dengan girang. Mengganti-ganti saluran siaran, terdengar selang-selingan berita, acara musik, gosip dan lantunan doa. Abimanyu terkikik, karena hal ini jarang ia lakukan. Anggi tersenyum padanya.
Namun di kursi belakang, Candri marah karena sangat berisik dan mengganggunya.
"Bisa diem ga sih Bi! Kamu mau aku makin sebel sama kamu? Matiin ga!"
Abimanyu kaget dan mematikan radio.
Anggi menegur Candri.
"Kamu bisa nggak, bersikap lebih baik ke adikmu?" Candri pura-pura tidak dengar. Membuat Anggi terlihat lelah.
"Candri! " Bentaknya.
"Apa! Ibu mau seperti Eyang Eyang itu yang mengusir bapak dari rumahnya sendiri? Ibu mau usir Candri sekarang?" Bentak Candri."Kamu lagi Abi! Bisa nggak diam sedikit! Gara-gara kamu juga... Bapak jadi... "
"Candri cukup! "
Abimanyu yang tadinya riang, seketika berubah pucat menahan nafas.
"Diam sekarang atau kita pulang lagi kerumah! " Bentak Anggi, terlampau kesal.
"Ibu.. Sudah bu... Abi mau sekolah saja, tolong antar Abi dan kak Candri ya... "
" Ah, sok kamu bi.. Mentang-mentang kamu kesayangan ibu!"
"Caan drii naaa...." Anggi berusaha bersabar dengan nada marah dan memperlambat pengucapan nama Candri disertai penekanan.
"Ibu … " Abimanyu menggeleng-gelengkan kepalanya kearah Anggi dengan tatapan serius.
"Kita jalan aja yuk ... " Ajak Abimanyu.
Abimanyu terbiasa dengan perilaku Candri sedari kecil. Abimanyu tahu bahwa Candri tidak pernah suka kepadanya. Kepada seorang anak yang merebut kebahagiaannya diwaktu kecil. Seorang anak yang lahir dan membuat sebuah nyawa terenggut. Ya, nyawa bapak mereka, Candra Baskoro yang mati kecelakaan sewaktu Abimanyu berusia 6 bulan. Abimanyu sama sekali tidak ingat wajah bapaknya selain dari foto. Semenjak itu, selama delapan tahun sejak kelahiran Abimanyu, Candri tidak pernah suka padanya.
"Maaf ya nak ... Baiklah, kita jalan sekarang." Anggi berkata sambil melepaskan rem tangan dan memacu gas.
Abimanyu melirik takut-takut ke arah Candri. Candri menatap sinis dan membuang muka menghadap jendela.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
