
Usia Gemini kelewat matang untuk seorang wanita yang masih melajang. Hampir tiga puluh lima tahun, dan dia masih sendiri. Gemini sudah mati rasa ketika sepuluh tahun lalu gagal menikah. Dia tidak percaya dengan yang namanya cinta, paling tidak dia tidak merasa dicintai kecuali oleh keluarganya sendiri.
Gemini tidak memiliki niatan untuk melepas masa lajangnya meskipun kakaknya sudah mewanti-wanti Gemini untuk segera menikah. Dia sudah nyaman dengan kehidupannya yang serba sendiri sampai ketika seorang...

Gemini membetulkan posisi kacamata hitamnya yang sedikit melorot. Terik dan panas, padahal dia masih berada di dalam mobilnya. Sesekali dia menengok ke luar jendela. Memastikan kalau orang yang sedang dia tunggu belum terlihat sama sekali.
Sepuluh menit yang lalu Gemini sudah sampai di tempat ini. Salah satu dari sekian banyak tempat yang paling Gemini hindari. Ketika dia sudah melihat beberapa orang dewasa berkumpul, barulah Gemini turun dari mobilnya.
Dress abu-abu tua sepanjang betis yang sederhana dengan sepatu pumps hitam berhasil mencuri perhatian semua orang disana. Cuek, Gemini ikut menyusup di antara kerumunan yang didominasi oleh wanita dibandingkan pria.
“Aunty Gem!” Teriakan cempreng itu membuat Gemini mencari dimana pemilik suara itu berada. Mishayla, keponakannya sedang berlari kecil menghampirinya. Saat berada di hadapan Gemini, dia langsung menggandeng tangan Gemini begitu saja.
“Kok tau Aunty yang jemput pulang sekolah?” Kemarin Gemini memang bilang pada Clarissa kalau dia mau menjemput Mishayla di sekolah sekalian mampir main ke rumah.
Gemini memang lumayan dekat dengan Clarissa yang sudah seperti kakak perempuan sendiri baginya. Alasannya menjemput Mishayla adalah Gemini tidak ingin datang malam hari. Dia tidak bisa bebas bicara dengan Clarissa karena ada Galang. Selain itu dia juga masih marah dengan Galang. Jadi sebisa mungkin dia akan menghindari pertemuan dengan Galang. Dan hal yang paling utama adalah Gemini ingin menghindari Zion.
Dia sedang tidak ingin bertemu dengan bocah itu. Zion menyebalkan, tapi di lain sisi Gemini juga kasihan pada anak itu. Zion sudah seperti anak terlantar yang tidak terurus oleh orang tuanya. Mentang-mentang mereka punya uang bukan berarti mereka bisa melakukan hal seenaknya. Membiarkan anak sekecil itu mondar-mandir di kafe nya dan menyusahkan dirinya.
Gemini bukan tempat penitipan anak. Dengan keponakannya sendiri saja kadang Gemini risih, apalagi dengan anak orang lain. Mengusir pun dia tidak tahu harus mengusir Zion dengan cara apa. Apalagi kemarin saat anak itu datang tanpa ada pengawasan dari Mbak Ratih. Gemini ingin memaki wanita itu, tapi dia sadar diri. Bukan wewenangnya untuk ikut campur.
“Kan tadi pagi waktu Misha mau sekolah Mama bilang Aunty yang jemput nanti…” Gemini manggut-manggut mendengar penjelasan keponakannya. Untuk anak usia enam tahun, Mishayla sudah lancar berbicara dan bisa dimengerti oleh orang dewasa.
“Misha mau makan apa? Aunty sudah bilang sama Mama kalau kita mau makan siang diluar…” Gemini bisa melihat binar bahagia di mata Misha. Tentu saja, Clarissa bukan tipe orang tua yang memperbolehkan anak-anaknya makan sembarangan.
Tahu sendiri kan suaminya Dokter Spesialis Anak, jadi Galang juga memperhatikan setiap hal yang diberikan untuk anak-anaknya. Kalau mau mengajak anak-anaknya makan di luar, Gemini harus minta izin terlebih dahulu. Dia juga sudah tahu makanan apa yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh anak-anaknya.
“Boleh makan ayam goreng nggak Aunty?” Tanya Mishayla penuh harap. Gemini mengangguk, membuat mata bulat Mishayla berbinar. Dia menggandeng keponakannya itu menuju ke mobil. Mendudukkan Mishayla di samping kemudi kemudian memasangkan sabuk pengaman. Baru Gemini berputar dan duduk di belakang kemudi.
Gemini mencari restoran ayam goreng cepat saji yang lumayan dekat dari sekolah Mishayla. Biarlah sekali-sekali, toh Galang dan Clarissa tidak melarang kalau tidak terlalu sering. Tidak sampai sepuluh menit, mereka sudah sampai.
Satu potong ayam goreng, nasi, dan juga coklat dingin untuk Mishayla, sementara Gemini hanya memesan lemon tea untuk dirinya. Dengan lahap Mishayla langsung menyantap makanannya. Makanan yang jarang-jarang bisa anak ini nikmati.
“Aunty nggak makan?” Tanya Mishayla ketika melihat hanya ada segelas minuman di hadapan Gemini. Meskipun Mishayla menyebalkan, tapi harus Gemini akui terkadang keponakannya ini begitu perhatian, bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun.
“Aunty sudah makan sebelum jemput Misha tadi. Misha saja yang makan…,” Mishayla sedikit ragu, namun akhirnya dia mengiyakan Gemini dan menikmati makanannya.
“Sha, waktu terakhir Aunty ke rumah Papa ada ngomong apa nggak?” Tanya Gemini penasaran. Jangan salah, Mishayla boleh anak kecil dan belum mengerti banyak, justru karena itu kadang Mishayla bisa jadi informan paling baik di keluarga mereka. Setidaknya untuk sementara ini.
Mishayla berpikir sebentar, kemudian menggeleng.
“Papa nggak ada bilang apa-apa. Memang kenapa? Aunty berantem sama Om Tata ya?” Tanya Mishayla. Gemini mengernyitkan keningnya bingung.
“Om Tata? Siapa?”
“Itu loh, yang kemarin di rumah kita. Masa Aunty sudah lupa…” Ingin Gemini men-jitak kepala Mishayla kalau tidak ingat keponakannya ini bisa menangis kencang dan menyusahkannya nanti.
“Dokter Tara maksudnya? Dirgantara?” Mishayla mengangguk. Gemini tidak habis pikir dengan keponakannya ini. Main seenaknya saja mengganti nama orang.
“Misha biasa panggilnya Om Tata, soalnya Om Tata lucu…”
“Memangnya kamu sering ketemu sama Om Tata?” Gemini mendekatkan tubuhnya yang terhalang meja pada Mishayla, berusaha menginterogasi keponakannya itu.
“Lumayan. Berapa ya,” Mishayla mengangkat kedua tangannya dan berusaha menghitung dengan jari-jari kecilnya. “Dulu tiga kali datang katanya ada sekolah sama Papa, terus kemarin jadi sering main sama Misha. Kata Papa Om Tata sudah pindah ke sini.”
Gemini manggut-manggut. Ternyata Galang dan Tara bukan hanya saling mengenal cukup lama, tapi juga masih sering menghabiskan waktu bersama. Bisa dimengerti karena mereka sama-sama Dokter Spesialis Anak, paling tidak mereka punya jadwal yang mirip-mirip, begitu juga dengan seminar dan yang lainnya.
“Berarti Om Tata sering ke rumah dong ya…” Lagi-lagi Mishayla mengangguk. Setelahnya Gemini tidak bertanya lagi. Dia membiarkan Mishayla menikmati makan siangnya. Sudah cukup informasi yang bisa diambil dari bocah ini.
Setelah Mishayla selesai makan, Gemini langsung pulang ke rumah Galang. Jam sudah menunjukkan hampir setengah dua siang. Kalau dia tidak salah, setengah jam lagi Mishayla harus tidur siang.
Benar saja ketika sampai di rumah Clarissa sudah menunggu di depan pintu, menyambut mereka sekaligus membawa Mishayla ke kamarnya. Mengganti pakaian dan bersih-bersih singkat. Meskipun mereka punya asisten rumah tangga yang cukup, Gemini harus mengacungkan jempol pada Clarissa yang selalu ingin mengurus keperluan anak-anaknya semaksimal mungkin.
Gemini mendudukkan tubuhnya di sofa setelah mengambil sebotol air dingin dan meneguknya. Hari yang panas dan melelahkan. Sambil menunggu Clarissa selesai, dia mengeluarkan ponselnya. Tidak ada notifikasi penting apapun. Tidak ada pesan apa-apa, bahkan dari Tara pun tidak. Tidak lama kemudian Clarissa sudah bergabung bersamanya di sofa.
“Langsung tidur habis kenyang makan…,” Kata Clarissa singkat. “Tumben kamu mau repot-repot jemput Misha. Kenapa Dek?” Gemini menghembuskan nafasnya.
“Kalau aku bilang ada yang lebih menyebalkan selain menghabiskan waktu sama Misha, Mbak bakal percaya nggak?” Clarissa tertawa keras mendengarnya. Mana mungkin dia percaya, Mishayla begitu menjengkelkan untuk Gemini. Clarissa tidak tersinggung sama sekali. Dia tahu Gemini tidak menyukai semua hal yang merepotkan. Mungkin sekarang menyebalkan, tapi paling tidak lima sampai sepuluh tahun ke depan Mishayla tidak akan menyusahkan seperti sekarang.
“Apa lagi sih yang bikin kamu pusing memangnya? Lagian kamu tuh mau main ke sini saja harus tunggu Mas Galang nggak ada dulu. Kalian tuh ampun deh, kaya kucing sama anjing sekarang nggak pernah akur. Dia tuh Mas mu loh Dek…”
“Yang bilang bukan siapa Mbak? Lagian itu suami Mbak makin tua makin ngeselin! Mas Galang sengaja menjodohkan aku sama Mas Tara ya Mbak?!” Ujar Gemini sewot. Lagi-lagi Clarissa tertawa mendengarnya. Yang lucu dari kakak adik ini adalah mereka punya sifat yang sama. Menghadapi Gemini seperti menghadapi suaminya tapi versi wanita.
Clarissa pertama kali mengenal adik iparnya itu saat Gemini baru berusia dua puluh tahun. Gadis itu sedang dalam tahap akhir persiapan skripsinya. Dari kesan pertamanya, Gemini begitu ceria dan enak untuk diajak bicara. Jauh berbeda dengan Galang yang lebih kalem dan pendiam.
Kehilangan kedua orang tua di usia yang masih belia tidak merebut kebahagian Gemini begitu saja. Rasa sedih itu pasti ada, tapi sepanjang yang Clarissa tahu, Gemini tidak membiarkan kesedihan mengalahkannya begitu saja.
Lalu datang Reska. Clarissa tidak terlalu banyak ikut campur dengan hubungan keduanya. Yang dia tahu Reska adalah sahabat baik Galang. Dia juga mengenal lelaki itu, hanya sekilas. Reska jauh dari kata ramah. Bukan berarti jahat, hanya saja kalau Galang pendiam, maka kadar diam Reska jauh di atas Galang.
Clarissa pikir Reksa dan Gemini adalah pasangan yang cocok. Bersama dengan Gemini Reska hari-hari Reska jauh lebih berwarna. Gemini yang banyak ulah dan Reska yang lurus-lurus saja. Hubungan mereka tidak pernah diterpa masalah serius. Saat Reska membatalkan pernikahan begitu saja, Clarissa tidak habis pikir mengapa.
Semenjak itu Gemini berubah, jauh seratus delapan puluh derajat. Gemini jadi pemurung, mudah marah, dan tidak tersentuh. Bahkan bagi Clarissa sendiri. Gemini seolah punya dunianya sendiri dan tidak ada yang boleh memasukinya sama sekali.
Sebegitu besar pengaruh Reska pada Gemini hingga Setengah jiwa Gemini seolah ikut pergi bersama lelaki itu. Gemini mungkin baik-baik saja dari luar, tapi apa yang dirasakan di dalam siapa yang tahu. Tidak ada yang bisa menyentuh Gemini sama sekali.
Beberapa waktu yang lalu saat Galang mengatakan berniat mengenalkan Gemini pada Tara, Clarissa tidak setuju. Baginya Gemini punya kehidupannya sendiri, menikah ataupun tidak menikah sama sekali. Lain lagi dengan jalan pikiran Galang. Tapi Clarissa bisa apa, dia hanya sebagai pendengar di sini.
“Nggak perlu Mbak jawab juga kamu tahu kan Mas mu? Lagian Dokter Tara sepertinya baik Dek. Jangan kamu anggap sama semua laki-laki yang dikenalkan oleh Mas mu. Nggak semuanya sama seperti Reska. Mungkin Mas Galang memang terlalu memaksa, tapi ada benarnya juga. Kamu kalau nggak dipaksa nggak jalan-jalan Dek.” Clarissa menatap Gemini dengan sendu.
“Dia duda loh Mbak, punya anak satu. Bukannya gimana-gimana sih, tapi sulit Mbak. Memulai sama yang sama-sama belum pernah menikah saja sulit, apalagi sama yang sudah punya masa lalu. Mas Galang lama-lama makin nggak beres deh Mbak jalan pikirannya.” Gemini kembali merebahkan punggungnya ke sandaran sofa. Dia lelah dengan semuanya, terutama beberapa hari belakangan ini. Rasanya semua beban dunia bertumpuk di pundaknya.
“Terus maumu bagaimana? Mau Mbak coba bicara pada Mas Galang? Tapi Mbak nggak bisa janji apa-apa.” Gemini menggeleng, dia tidak ingin mengorbankan ketentraman rumah tangga Galang dan Clarissa hanya karena ego nya.
Clarissa tidak akan bisa berdebat dengan Galang. Gemini tahu kakak iparnya itu selalu jadi pihak yang akan mengalah dan menghindari pertikaian. Kalau dia memaksa Clarissa untuk membelanya sama saja menyodorkan Clarissa pada tiang gantungan untuk digantung hidup-hidup.
“Kamu nggak mau coba untuk saling mengenal dulu dengan Dokter Tara?” Gemini menatap balik Clarissa. Pertanyaan Clarissa barusan sama dengan tawaran Tara tempo hari. Entah mengapa dia jadi merasa semua orang sedang bersekongkol melawan dirinya, menjatuhkan pendiriannya. Tapi Clarissa, sekalipun Gemini ingin berpikir seperti itu tapi dia tidak bisa.
“Is that worth trying to Mbak? Menurut Mbak?”
“Nggak ada hal yang nggak layak untuk dicoba selama kita tahu kalau itu baik. Nggak ada salahnya mencoba mengenal Dokter Tara. Kalau Mas mu saja suka sama dia, berarti dia punya sesuatu. Jangan samakan dengan Reska, Mbak tahu dia begitu menyakiti kamu. Tapi sebelum itu dia juga lelaki yang baik kan Gem. Maafkan kalau kata-kata Mbak bikin kamu kesal…”
Selama pacaran dengan Reska, lelaki itu tidak pernah membentak Gemini sekalipun saat mereka bertengkar. Reska selalu menghormati Gemini dan semua keputusan Gemini. Entah itu bisa dikatakan karena Reska baik, atau malah lelaki itu tidak peduli padanya dan hubungan mereka.
Orang-orang hanya tahu kalau Gemini sakit hati, tapi sekalipun Gemini tidak menceritakan semuanya secara detail. Bahkan kepada Tasya pun ada hal-hal yang tidak Gemini ungkapkan. Mereka hanya menerka-nerka dan berusaha paling memahami situasi Gemini, padahal kenyataannya tidak.
“Menurut Mbak aku bisa nggak menikah?” Pertanyaan yang mampu membuat Clarissa mengerutkan keningnya. Tidak disangka Gemini akan melontarkan pertanyaan seperti itu.
“Apa yang bikin kamu berpikir kamu nggak bisa menikah Dek?” Gemini mengedikkan bahunya.
“Aku sudah nggak muda lagi Mbak. Kata orang-orang perempuan kalau semakin berumur semakin susah lakunya. Siapa yang mau sama perempuan seusia aku. Mas Galang juga sudah putus asa sepertinya sampai menjodohkan aku sama duda. Kesannya seperti kalau nggak sama dia aku mau sama siapa lagi, nggak ada yang mau sama aku. Makanya aku lebih mau sendiri saja. Menikah karena terpaksa, apalagi karena umur itu nggak akan menyenangkan Mbak…” Clarissa jadi tahu sedikit tentang yang dipikirkan oleh Gemini. Matanya jadi berkaca-kaca. Ternyata Gemini bukannya tidak memikirkan, dia hanya tidak ingin menunjukkan kekhawatirannya pada siapa-siapa.
“Jalani saja dengan Dokter Tara, kalau kamu merasa nggak mau setelah mengenalnya jangan dipaksa. Mbak akan bicara dengan Mas Galang. Jangan pernah merasa kami putus asa dengan kamu Dek. Kamu itu luar biasa membanggakan untuk kami. Kamu tahu kan Mbak akan selalu mendukung kamu sepenuhnya.”
Gemini tetap diam, dia tidak memberikan tanggapan apa-apa pada Clarissa. Pikirannya sedang melayang kemana-mana dan tidak jelas. Banyak ketakutan di dalam Gemini, tapi yang lebih membuatnya kesal adalah orang-orang disekitarnya tidak membiarkannya untuk beristirahat dari pikiran-pikiran sialan itu.
Ketakutan Gemini berasal dari kekhawatiran orang-orang terdekatnya. Pada dasarnya dia takut mengecewakan keluarganya, terutama Galang dengan keputusannya yang masih menyendiri hingga saat ini. Gemini juga tidak bisa menyalahkan Galang, dia tahu kakaknya juga punya ketakutannya sendiri pada Gemini. Lalu apa yang bisa mereka lakukan selain saling ribut dan bertengkar kemudian diam-diaman hingga berbulan-bulan?
Bicara baik-baik hanya ilusi belaka. Kenyataannya saat mereka mulai bicara, saat itu juga emosi mereka tumpah ruah hingga tak tertampung lagi. Yang ada mereka hanya saling sahut-sahutan dan saling menyakiti perasaan satu sama lain. Hubungan kakak adik yang penuh dengan gengsi dan menyebalkan.
***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
