Ternyata Kita Tetangga - 1. Awal Mula Semuanya

19
2
Deskripsi

Karmila ingin menenggelamkan dirinya ke dalam Samudra Atlantik, tenggelam dan mati membeku ketika tahu kalau tetangga baru di samping unit apartemennya adalah Pradipta. Ya, Pradipta yang lima belas tahun lalu menolak cintanya mentah-mentah dan mempermalukannya ketika mereka masih berseragam putih abu-abu.

Lima belas tahun, dan semuanya sudah berubah kecuali Pradipta. Lelaki itu masih tengil, kurang ajar, dan sialnya juga masih tampan, tidak berkurang sedikitpun malah semakin bertambah. 

Dipta menganggap...

“Aku suka sama kamu!” Ungkap Mila dengan tegas dan lugas. Matanya sama sekali tidak berkedip menatap lelaki di hadapannya sekarang. Senyum culas sedikit tersungging di bibir lelaki itu.

Mila harus mendongak agar bisa tetap menatap lelaki tersebut karena tingginya hanya sebatas dada lelaki itu saja. Harap-harap cemas, Mila menanti jawaban dari lelaki yang amat disukainya itu sejak pertama kali mereka bertemu di bangku sekolah menengah atas.

Pradipta, kakak tingkatnya yang kini menjadi teman sekelas Mila di tahun terakhir sekolah menengah atas berkat kecerdasan otak Mila yang memungkinnya naik dua tingkat dari seharusnya. Dan kali ini Mila tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan yang dia punya.

Mila masih menatap Dipta, berharap lelaki itu memberikan jawaban untuknya. Mila ingin tahu apakah Dipta juga memiliki perasaan yang sama untuknya atau tidak. Kalaupun tidak juga Mila tidak akan memaksa. Paling tidak dia tidak akan menyesal karena memendam perasaannya dalam-dalam ketika lulus nanti.

Dipta begitu menarik perhatian Mila sejak lelaki itu menolong dirinya yang terkunci di dalam toilet. Bukan terkunci, tapi dikunci lebih tepatnya oleh segerombolan anak-anak nakal yang menyebalkan.

Disaat Mila hampir lemas karena lelah berteriak minta tolong, Dipta tiba-tiba mendobrak pintu dan mengulurkan tangannya membantu Mila berdiri dan keluar dari sana. Dipta adalah definisi pangeran berkuda putihnya Mila.

Hari-hari selanjutnya dijalani Mila dengan banyak pertolongan dan kejahilan Dipta. Lelaki itu orang yang humoris, terkadang suka mengganggu Mila tapi mampu membuat Mila tersenyum. Boleh dibilang Dipta dengan kenakalannya malah mencerahkan hari Mila.

Jangan tanya seberapa sering Mila curi-curi pandang memperhatikan Dipta di sekolah. Saat di kantin, saat sedang main basket, bahkan saat Dipta hanya bengong dan melamun di pinggir lapangan juga jadi pemandangan yang menarik bagi Mila.

Kebetulannya lagi, Dipta selalu ada di saat Mila sedang dalam kesusahan. Entah mengapa lelaki itu selalu datang tepat waktu, menyelamatkan Mila dari kejahilan-kejahilan yang dibuat oleh anak-anak lain. Bagaimana Mila tidak menjatuhkan hatinya pada lelaki itu.

“Jangan karena gue suka nolongin lo terus lo jadi besar kepala. Gue kira lo pinter, beda dari yang lainnya. Nggak taunya sama aja. Ada begonya juga.”

Wajah Mila kaku ketika mendengar perkataan Dipta. Untuk pertama kalinya dia mendengar Dipta bicara seperti itu. Mereka memang jarang bicara, hampir tidak pernah kalau tidak ada perlunya. Tapi kali ini kata-kata Dipta cukup menghantam Mila.

Otak cerdasnya bekerja lebih keras untuk mencerna semuanya. Dipta mungkin melihat Mila hanya sebatas kaget biasa, tapi sebenarnya Mila tengah berpikir keras harus melakukan apa.

Dipta membungkukkan sedikit tubuhnya, mencoba mensejajarkan pandangannya dengan Mila dan membuat jarak mereka sedikit lebih dekat. Mila yang masih diam sejak tadi mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali, berusaha memperoleh kesadarannya yang sejak tadi sudah menguap entah kemana.

“Gue jadi kasian sama lo. Ckckck…” Dipta menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Kemudian dia pergi meninggalkan Mila begitu saja. Mila hanya terdiam menatap punggung Dipta yang makin menjauh. Lelaki itu bahkan tidak mau repot-repot lagi menoleh ke belakang untuk melihatnya.

Sekuat tenaga Mila menggigit bibirnya, menahan air mata yang sebentar lagi akan tumpah. Dia sudah berjanji tidak akan marah ataupun sedih jika Dipta memang tidak membalas perasaannya. Tapi ini, lain lagi ceritanya.

Dia tidak menyangka kalau laki-laki yang dia anggap sebagai pangeran berkuda putihnya itu ternyata memiliki mulut sampah seperti tadi.

***

BRAKKKK…

 

Suara pintu toilet yang dibuka dengan kasar menggema. Mila memicingkan matanya, mendapati tiga orang perempuan yang sudah berdiri menghalangi jalannya. Dia menghela nafas, siapa lagi kalau bukan Dior, siswi paling menyebalkan yang selalu mengganggu anak-anak lainnya, dan paling seringnya mengganggu Mila.

Dior tersenyum lebar mengejek, tentu saja diikuti oleh dua orang lainnya yang menurut Mila lebih mirip pembantu Dior dari pada sahabat karena sering disuruh-suruh oleh Dior.

“Gue nggak nyangka nyali lo berani juga, kutu buku…,” Dior berjalan pelan mendekati Mila, namun sanggup membuat Mila merinding seperti melihat setan. Dia hanya berharap untuk hari ini dia tidak akan berakhir terkunci di toilet lagi.

“Hebat banget bisa suka sama Dipta.” Kata-kata Dior seperti tamparan telak yang menghantam Mila. Wajah Mila yang sedari tadi menunduk langsung terangkat menatap Dior yang tersenyum mengejek. Senyum yang tidak asing di ingatan Mila. Senyum yang sama seperti yang Dipta berikan saat dia menyatakan perasaannya.

Seketika wajah Mila memucat. Dia yakin hanya tinggal dirinya dan Dipta yang ada saat itu karena mereka memang ada jadwal piket bersama. Sumpah demi apapun hanya tinggal mereka berdua, lalu bagaimana Dior bisa mengetahui semuanya.

“Dipta dan gue bukan sekedar teman dari kecil, cowok yang lo suka itu tergila-gila sama gue. Lo pikir kenapa dia mau repot-repot nolongin lo dari gue? Karena dia nggak mau lo buka mulut dan bikin gue susah nantinya. Memang sialnya aja gue hobi gangguin lo soalnya lo bego sih, diem aja kalau digangguin.” Lanjut Dior lagi dengan wajahnya yang mengejek Mila habis-habisan.

Mila kembali tertunduk, tidak berani menghadapi Dior dan antek-anteknya. Lagi pula dia juga tidak punya tenaga lagi untuk melawan. Patah hati tidak sampai membuatnya menangis meraung-raung, tapi cukup untuk membuatnya malas melakukan apa-apa.

Terlebih lagi sekarang dia baru tahu kalau Dipta menyukai perempuan yang suka mengerjainya habis-habisan ini. Lalu kebaikan Dipta selama ini, palsu. Hanya untuk melindungi Dior.

Mila pasrah, Dior masih mencaci makinya dengan segala perkataan yang tidak dia dengarkan. Masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Sampai ketika lengannya digenggam Dior sedikit keras mengakibatkan Mila merintih kecil.

Sesuai prediksi, Dior mendorongnya masuk ke dalam salah satu toilet, mengunci pintunya dari luar, dan yang lebih parah lagi mereka menyiram Mila dengan air dari atas toilet. Entah air apa yang mereka gunakan, tapi dari baunya Mila tahu ini bukan air keran biasa.

“Selamat bersenang-senang di dalam!” Dari luar Dior dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Dia bisa mendengar suara pintu dibanting ketika mereka keluar.

Tanpa bisa Mila cegah, bulir-bulir air matanya jatuh. Mila menangis dengan diam, tanpa suara, tanpa kata. Kali ini dia yakin kalau Dipta tidak akan menolongnya. Lelaki itu tidak akan datang.

Untuk beberapa saat, Mila hanya akan menangis meluapkan semua perasaan yang sejak kemarin dia pendam sampai dia puas. Baru nanti ketika rasa sesak di dadanya berkurang dia akan berteriak meminta pertolongan.

 

***

 

Dipta menatap kursi kosong yang berada tiga baris di depannya, tempat duduk Mila. Sudah dua hari Mila tidak masuk sekolah karena sakit, padahal sebentar lagi ujian kelulusan. Ada perasaan bersalah ketika mengetahui Mila sakit.

Dia bukannya tidak tahu kalau dua hari yang lalu Dior merundung Mila dan mengunci perempuan itu di kamar mandi. Dipta hanya diam membiarkan, tidak menolong Mila. Canggung rasanya berada di hadapan Mila setelah kejadian saat itu.

Dipta akui dia salah karena meminta Dior berhenti mengganggu Mila hingga membuat Dior curiga, dan mau tidak mau Dipta menceritakan semuanya. Selama ini Dipta hanya tidak ingin Dior mendapatkan masalah karena terlalu sering mengganggu Mila si siswi cerdas dan berprestasi yang menjadi kesayangan guru-guru. Karena itu sebisa mungkin Dipta selalu menolong Mila.

Jujur saja dia tidak menyangka kalau Mila malah menyukainya dan membuat semuanya menjadi runyam. Dior marah besar, dan Dipta sudah tidak ingin terlibat dengan semuanya lagi.

Secara tidak langsung dia sudah membuat Mila berharap lebih dengan semua perlakuannya, dan sekarang Mila sakit. Harusnya kemarin Dipta bisa menurunkan egonya dan menyusul Mila ke toilet.

Dari penjaga sekolah Dipta tahu kalau Mila baru pulang sekitar pukul lima sore, dengan baju setengah basah dan badan yang menggigil. Itu juga karena penjaga sekolah sedang berkeliling memeriksa setiap sudut sekolah sebelum pulang. Kalau tidak mungkin Mila baru bisa ditemukan besok paginya entah dengan kondisi yang seperti apa.

Dipta selalu tidak berdaya di hadapan Dior. Dia terlalu mencintai perempuan itu. Dipta selalu membereskan kenakalan-kenakalan yang Dior buat. Secara tidak langsung, Dipta akan dengan senang hati menjadi tameng bagi Dior.

Dior, perempuan itu adalah perempuan paling manis yang pernah Dipta temui. Perpisahan kedua orang tuanya membuat Dior berulah demi mendapatkan perhatian kedua orang tuanya. Dipta memahami itu karena mereka tumbuh besar bersama. Dipta yakin kalau seiring dengan berjalannya waktu Dior akan kembali seperti dulu. Ceria, manja, dan baik hati.

Sementara Mila, Dipta hanya bisa meminta maaf dalam hati. Nanti ketika mereka sudah lulus, dia akan mendatangi Mila dengan sangat amat menyesal dan rendah hati untuk meminta maaf atas semuanya. Baik perkataannya yang menyakitkan maupun tindakan Dior yang tidak menyenangkan hingga membuat masa-masa sekolah perempuan itu seperti di neraka.

 

***

 

Tiga hari tidak masuk sekolah membuat Mila jadi tambah malas untuk ke sekolah. Kalau bukan karena ujian yang sebentar lagi rasanya dia ingin bolos saja. Dua hari demam dan menggigil ternyata tidak buruk jika dibandingkan dengan apa yang harus dihadapi di sekolah.

Dengan lesu Mila berjalan menyusuri koridor sambil menundukkan kepala. Dia hanya berharap tidak akan bertemu dengan Dior hari ini. Lelahnya belum pulih, tubuhnya juga masih lemas. Kalau sampai harus menghadapi Dior rasanya Mila bisa pingsan seketika.

Mila berjalan pelan menuju ke ruang kelasnya. Hingga ketika dia baru sampai di ambang pintu, sorakan riuh dari dalam kelas membuatnya terpaksa mengangkat kepalanya. Mila menatap bingung pada teman-teman sekelasnya.

“MILA SUKA SAMA DIPTA!!!”

“Cie yang habis nembak Dipta duluan terus ditolak deh sama Dipta!”

“Mila diem-diem nggak tahu malu ya, padahal kan Dipta tuh sukanya sama Dior…”

“Kebanyakan main sama buku sih jadi nggak tahu kan kalau Dipta sama Dior itu couple…”

Mila menatap satu persatu mereka-mereka yang melontarkan perkataan pedas untuknya. Mata Mila tertuju pada Dipta yang duduk di pojok belakang. Lelaki itu terlihat sangat santai seolah-olah sedang duduk di pantai menikmati semuanya. Mata mereka saling tatap, dan sialnya mata Mila sudah mulai kabur karena air mata yang menggenang. Mila benci dirinya yang cengen dan hanya bisa diam.

Untuk semua yang Dipta katakan padanya saat itu, Mila bisa memaafkan. Bahkan ketika Dior mengetahui semuanya pun Mila masih bisa memaafkan. Tapi untuk kali ini rasanya hati Mila begitu sakit.

Perasaannya untuk Dipta tulus, tapi lelaki itu menganggap perasaan Mila sebegitu tidak berharganya hingga pantas menjadi bahan bercandaan satu kelas. Bahkan ketika Mila tengah di olok-olok pun Dipta hanya diam.

Mila tidak pernah meminta Dipta untuk menyukainya juga. Mila tidak masalah kalau lelaki itu bahkan tidak memiliki setitik perasaan pun untuk dirinya, tapi kalau begini jadinya Mila menyesal pernah menyatakan perasaannya pada Dipta. Bahkan dia juga menyesal karena menyukai lelaki yang ternyata mampu mempermalukannya hingga luar biasa begini.

Niat awal Mila kembali masuk sekolah runtuh. Air matanya tidak mau berhenti keluar. Mila berbalik, berlari sekencang yang dia mampu meninggalkan ruang kelas yang seketika terdiam mendapati kepergian Mila.

Seluruh kelas terkejut. Mila yang biasanya diam tidak memiliki ekspresi apapun tiba-tiba saja menangis. Kali ini mereka benar-benar sudah keterlaluan. Dior yang memberi tahu mereka dan menyuruh mereka mengejek Mila, tentu saja hanya untuk senang-senang tapi tidak menyangka kalau Mila bisa menangis sampai segitunya.

Mila berlari sekencang mungkin menuju ruang tata usaha, meminjam telepon untuk menelpon orang tuanya, meminta sopir untuk segera menjemputnya. Beberapa guru mencoba menenangkan Mila. Tangisnya memang reda tapi mulutnya terkunci rapat ketika ditanya ada apa. Mila hanya menggeleng dengan keterdiamannya hingga akhirnya semua orang menyerah membujuk Mila.

Yang pasti semua orang disana tahu kalau murid berprestasi itu sedang tidak baik-baik saja. Karena itu Mila diijinkan untuk pulang lagi karena dianggap belum sanggup untuk mengikuti pelajaran karena kondisinya yang belum begitu sehat.

Hari itu Mila pulang dengan tangisan yang menggema di dalam mobil. Apa yang tidak bisa dia luapkan kini dia lakukan di dalam mobil, disaksikan oleh sopir keluarganya yang juga ikut prihatin dengan keadaan Mila.

Mila benci semuanya. Mila benci sekolahannya, benci teman-temannya, dan yang terutama dia benci Dipta dan Dior. Semoga dua manusia itu tidak akan pernah bisa bahagia selama-lamanya.

***

Kalau selama ini Mila terlihat seperti siswi biasa lainnya, Mila menyesal sudah melakukan itu. Dia pikir dia bisa punya teman, yang ada dia tetap saja jadi bahan bulan-bulanan di sekolah. Kalau tahu dari dulu akan seperti ini, sudah sejak pertama saja Mila menggunakan kekuasaan orang tuanya.

Lihat sekarang, dia bisa bersantai belajar dengan tentram dan aman di rumahnya sendiri sampai ujian nanti. Jangan remehkan Karmila, putri tunggal pengusaha kaya raya. Hanya dengan mendengar putri kesayangannya itu menangis, ayahnya langsung membatalkan semua pekerjaannya dan pulang menemani Karmila. Mengelus sayang kepala putrinya dan menemani Mila hingga tertidur.

Besoknya Mila menceritakan semuanya, memohon pada ayahnya supaya dia bisa belajar di rumah sampai dengan ujian nanti. Jangan ditanya betapa marah ayahnya saat mendengar ceritanya. Kalau tidak ada ibunya yang menenangkan mungkin ayahnya sudah akan pergi kesekolah dan menghajar semua teman sekelasnya.

“Pokoknya papi nggak mau begini lagi ya Mil! Kamu tuh kalau ada apa-apa ngomong sama papi, jangan diam saja. Terus kalau sudah keterlaluan begini baru kamu cerita, nangis-nangis begitu,” Mila hanya mengangguk.

“Atau kamu mau pindah sekolah aja? Papi bisa urus nanti, kamu nggak perlu khawatir soal ujian akhir.” Lanjut ayahnya lagi. Dengan cepat Mila menggeleng menolak.

“Jangan pi! Udah tanggung, Mila belajar di rumah aja. Nanti ujian akhir aja Mila baru datang, ditemenin mami tapi.” Mila menatap ibunya dengan pandangan merajuk.

Dan tebak apa yang dilakukan ayahnya agar Mila bisa belajar di rumah sampai dengan ujian akhir nanti. Mengancam sekolah dengan perundungan yang Mila dapatkan. Ayahnya mengancam akan memperkarakan perundungan yang Mila terima ke publik kalau Mila tidak diijinkan untuk belajar di rumah sampai dengan ujian akhir.

Terkutuklah Mila karena menggunakan kekuasaan ayahnya, tapi dia tidak peduli. Toh dia tidak merugikan siapa-siapa. Kalau dia mau malah dia bisa menuntut teman-teman kurang ajarnya dan membuat mereka kehilangan masa depan yang tinggal selangkah lagi. Kalau dibandingkan dengan apa yang sudah mereka lakukan pada Mila, dia masih tergolong baik hati.

Mila akan menghapus nama Dipta dari hatinya. Lelaki itu tidak pantas mendapatkan cintanya, bahkan tidak pantas dicintai oleh siapapun, kecuali Dior. Sebelas dua belas, Dipta dan Dior. Pasangan yang serasi, tidak punya hati nurani.

Segala sesuatu tentang Dipta akan Mila kuras habis dari hidupnya, termasuk rencana masa depannya. Dulu dia bersikeras masuk ke perguruan tinggi yang sama dengan Dipta, salah satu perguruan tinggi swasta yang cukup bergengsi di dalam negeri.

Sekarang Mila sudah tidak ada minat ke sana. Dia bersyukur karena dengan kejadian ini dia jadi tidak menyia-nyiakan masa depannya. Tuhan terlalu baik karena menyelamatkannya dari kehancuran. Tentu Mila akan mengejar cita-citanya, melakukan apa yang dia suka, dan tentu saja tidak lupa untuk tetap bahagia.

 

Bye-bye Dipta laknat, semoga kamu tidak akan pernah bahagia selamanya. Amin…” Ujar Mila dalam hatinya sambil tersenyum.

***

Hari-hari berikutnya jadi hari yang terasa aneh tanpa kehadiran Mila. Tiba-tiba saja guru-guru mengumumkan kalau Mila tidak bisa menghadiri sekolah seperti biasa, tapi akan tetap ikut ujian akhir nantinya. Semakin mereka bertanya, semakin mereka tidak mendapatkan jawaban apa-apa. Mila benar-benar tidak muncul sama sekali.

Dior dan dirinya sudah dipanggil ke ruang kepala sekolah karena Mila. Perundungan yang dilakukan Dior berakibat fatal, dan ini yang Dipta takutkan sejak dulu. Untung saja orang tua Mila tidak menuntut Dior dikeluarkan dari sekolah karena permintaan Mila.

Sekali lagi, perempuan itu terlalu baik setelah apa yang mereka lakukan padanya. Perasaan bersalah di hati Dipta semakin menggerogoti. Dia ingin sekali bertemu Mila, meminta maaf dan melakukan apa saja untuk perempuan baik itu. Tapi sayang sepertinya nasib sedang tidak berpihak padanya.

Mila tidak muncul sampai dengan ujian akhir. Bahkan ketika ujian akhir pun Mila hanya datang ditunggui oleh ibunya, kemudian langsung pulang ketika ujian sudah selesai. Dipta sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk bicara dengan Mila. Belum lagi dengan kesibukan Dipta yang jadi panitia untuk acara perpisahan nanti.

“Gue minta tempat duduk di samping Mila nanti.” Ujar Dipta yang membuat seisi ruangan menjadi kaget. Beberapa dari mereka saling pandang, tidak percaya dengan apa yang baru mereka dengar tadi.

Seorang Dipta, salah satu yang menyebabkan masalah ini berkepanjangan malah minta untuk duduk di samping Mila saat acara perpisahan nanti. Siapa yang tidak geleng-geleng kepala.

“Mila nggak akan hadir nanti. Orang tuanya sudah bilang ke pihak sekolah kalau Mila nggak mau datang, dan akan langsung ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya.” Salah satu dari mereka angkat bicara, membuat Dipta mematung.

Sebegitu bencinya Mila pada mereka hingga perpisahan saja sampai tidak mau hadir? Dipta menghela nafas lelah. Selama beberapa hari ini dia selalu berusaha mendekati Mila, tapi Mila begitu lengket dengan ibunya.

Mau menerobos dan bilang kalau mereka butuh bicara, Dipta tidak berani. Entah apa yang akan dia terima dari ibunya Mila karena berani menampakkan diri di hadapan mereka. Pukulan, cacian, atau tamparan mungkin. Kenyataannya Dipta memang pengecut.

“Kayaknya lo nggak akan punya kesempatan untuk minta maaf sama dia. Lagian gue heran kalian sekelas kok bisa pada kompak begitu ngerjain Mila…”

Entah, Dipta sendiri tidak tahu kenapa Dior begitu suka mengerjai Mila. Yang lebih gilanya lagi dia tidak mengerti kenapa dirinya bisa diam saja melihat semuanya terjadi. Dipta mengakui kalau dirinya benar-benar brengsek ternyata.

Tidak menanggapi perkataan mereka, Dipta keluar dari sana, berjalan pelan di koridor sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Kepala Dipta menengadah menatap langit yang cerah.

 

“Maaf Karmila, semoga kamu baik-baik saja dan selalu bahagia…” Ujar Dipta pelan.

 

***

post-image-66d156c968b8e.jpg

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Ternyata Kita Tetangga - 2. Diluar Ekspektasi
14
0
Karmila ingin menenggelamkan dirinya ke dalam Samudra Atlantik, tenggelam dan mati membeku ketika tahu kalau tetangga baru di samping unit apartemennya adalah Pradipta. Ya, Pradipta yang lima belas tahun lalu menolak cintanya mentah-mentah dan mempermalukannya ketika mereka masih berseragam putih abu-abu.Lima belas tahun, dan semuanya sudah berubah kecuali Pradipta. Lelaki itu masih tengil, kurang ajar, dan sialnya juga masih tampan, tidak berkurang sedikitpun malah semakin bertambah. Dipta menganggap dirinya bertemu dengan teman lama, sedangkan Mila tidak pernah menganggap lelaki sebagai itu teman. Dipta tidak tahu saja kelakuannya ketika menolak Mila mentah-mentah sambil mempermalukannya di depan seluruh kelas dulu menjadi trauma tersendiri untuk Mila.Mila kira bertetangga dengan Dipta sudah merupakan kutukan yang dia terima, tapi ternyata masih ada hal yang lebih mengerikan lagi selain itu. Benar-benar mengerikan karena bisa membuat Mila yang tidak punya riwayat asma jadi sesak nafas seketika.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan