
"Boleh ya ma? Ayo dong ma, Kai kan belum pernah kesana." Rengek Kai pada Mentari. Sejak kapan putranya ini berubah jadi suka merengek, memaksakan kemauannya. Biasanya kalau Mentari bilang tidak Kai pasti menurut. Sekarang lihat, sudah hampir satu jam Kai mengulang-ngulang hal yang sama, meminta izin padanya.
"Kai, mama kan sudah bilang kalau tidak boleh. Jangan terlalu banyak merepotkan Om Melvin." Tegas Mentari.
"Om Melvin nggak bakalan repot kok ma, makanya Kai minta mama ikut juga buat nemenin...
Kai dan Mentari masih sarapan ketika bel rumahnya berbunyi. Melvin menepati janjinya. Pukul delapan kurang sepuluh menit lelaki itu sudah ada di depan pintu rumahnya bersama Disha yang masih setengah mengantuk walaupun sudah rapih dan wangi. Mentari menggeser sedikit tubuhnya, mempersilahkan Melvin dan Disha untuk masuk.
"Disha sudah sarapan?" Tanya Mentari yang dijawab dengan anggukan oleh Disha.
"Sudah Tante, tadi makan nasi goreng sama telur mata sapi. Mama yang buat." Jawab Disha lengkap.
"Aku nggak ditawarin sarapan?" Tanya Melvin.
"Memangnya kamu belum sarapan?" Melvin menggeleng. Dia memang belum sarapan.
"Minum air putih bukan termasuk sarapan kan?"
Mentari mengisyaratkan Melvin untuk menuju ke meja makan, tempat dimana Kai masih menyantap makanannya.
"Hai jagoan."
"Om!!!" Lihat sendiri kan? Putranya begitu bersemangat menyambut kedatangan Melvin.
Disha yang katanya sudah sarapan pada akhirnya meminta segelas susu yang sama seperti yang diminum Kai dan duduk di meja makan bersama Melvin dan Kai. Ketiga orang itu tenggelam dengan pembicaraan mereka sementara Mentari menyiapkan roti panggang dan kopi untuk Melvin. Kurang baik apa dirinya. Setelah itu dia kembali melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda.
Setelah sarapan, mereka langsung bergegas ke mobil Melvin. Mentari duduk di samping Melvin, sementara Kai dan Disha ada di kursi belakang. Berbeda dengan suasana di kursi belakang yang begitu ceria, di depan semuanya tampak suram. Mentari diam, sementara Melvin curi-curi pandang tapi tidak berkata apa-apa. Setengah jam kemudian mereka sudah sampai di Ancol.
Seumur hidupnya, Mentari tidak menyangka kalau dia akan kembali menginjakkan kaki di Dufan lagi. Dia sudah terlalu tua untuk ada disini. Terakhir kali dia kemari adalah ketika Kai belum ada. Semenjak kehadiran Kai, Mentari melupakan semua kesenangan yang seharusnya bisa dia dapatkan ketika usianya masih dua puluhan.
Pandangan Mentari terjatuh pada Melvin yang sedang membeli tiket. Pertama kalinya dia melihat Melvin dengan pakaian santai. Kaos putih berkerah, celana pendek biru muda bercorak awan, dan juga sepatu sneakers warna abu-abu.
Melvin sendiri jangan ditanya betapa bahagianya dia. Sejak bangun pagi tadi, senyumnya sudah merekah. Bahkan ketika menjemput Disha pun dia sempat membuat Lora bergidik ngeri. Satu pesan Lora padanya, jangan meninggalkan putrinya di Dufan. Lora tahu seperti apa love and hate relationship Melvin dengan Disha.
Dufan bukan sebuah kebetulan. Melvin memang sudah merencanakannya dari jauh-jauh hari, apalagi kalau bukan salah satu misi untuk mendekati Mentari. Ini adalah misi terakhirnya, misi ketiga. Rasanya Kai sudah bukan masalah mengingat berapa banyak waktu yang telah dia habiskan dengan anak itu.
Melvin berusaha mengorek informasi sebanyak-banyaknya dari Kai, namun apa yang bisa dia dapatkan dari anak yang belum genap berusia sepuluh tahun? Dia tidak peduli lagi, intinya sekarang Mentari memang sendiri, dan dia akan segera mengakhiri status itu pada Mentari.
"Ayo masuk!" Melvin memberikan tiket yang sudah dibelinya tadi pada Kai dan Disha. Kedua anak itu begitu bersemangat.
Hari ini bukan hari libur, hanya akhir pekan biasa, jadi tidak terlalu ramai. Tapi tetap saja Melvin membeli tiket masuk VIP agar mereka tidak perlu berlama-lama mengantri. Demi pendekatan yang sukses. Kalau mau mengambil hati Mentari, terlebih dahulu dia harus mengambil hati anaknya.
Jangan tanya seperti apa antusiasnya Disha dan Kai. Kedua anak itu sudah tidak sabar mencoba berbagai wahana. Mentari mengawasi dari belakang, bersama dengan Melvin tentunya. Mereka langsung mencoba beberapa wahana. Mentari tidak luput mengawasi mana yang boleh dan tidak boleh dinaiki oleh anak kecil.
Mentari sendiri lebih banyak menemani, tidak ikutan naik kecuali masuk istana boneka dan naik poci-poci. Selebihnya Melvin yang menemani kedua anak itu. Melvin begitu bersemangat, kalau melihat tingkahnya dia malah lebih mirip seperti orang yang baru pertama kali ke Dufan dibandingkan Kai dan Disha, norak.
"Kamu nggak mau coba yang lain? Nggak menyesal cuma naik itu saja?" Tanya Melvin ketika mereka sedang berjalan dibelakang anak-anak.
"Nggak, aku nggak begitu suka kesini." Jawab Mentari cuek.
"Terus kamu sukanya kemana dong? Aku ajak makan di restoran nggak suka, diajak ke taman hiburang nggak suka juga."
"Dirumah, nggak ngapa-ngapain." Melvin geleng-geleng sendiri. Dia tidak habis pikir kok ada orang model Mentari. Disaat semua orang berusaha menyelipkan hiburan dan liburan pada rutinitas mereka yang padat, Mentari malah sebaliknya. Saat berada di klub malam saja sempat-sempatnya dia memeriksa pekerjaan.
"Hiburan itu penting, pantas saja kamu jutek begini, orang jarang liburan."
Kepala Mentari perlahan menoleh menatap Melvin, persis seperti adegan horor. Lengkap dengan mata tajam dan raut wajah datar andalan Mentari.
"Kebutuhan orang beda-beda, jangan disamakan semua. Aku nggak suka banyak main seperti kamu." Tunjuk Mentari pada Melvin.
"Kata siapa aku banyak main?" Melvin tidak terima dibilang begitu oleh Mentari.
"Udah deh, kita mau ribut nih? Mau berantem aja kita depan anak-anak sekalian?" Kata Mentari kesal. Tanpa mereka sadari, mereka sudah seperti pasangan suami istri yang sedang berargumen di tempat umum.
"Ya elah Tar, begitu amat sih..." Kata Melvin pelan. Dia mengalah, Mentari mungkin sedang datang bulan jadi begitu sensitif. Sejak tadi tidak ada senyum-senyumnya sama sekali. Padahal kalau Mentari mau senyum sedikit saja, dia tentu kelihatan jauh lebih cantik. Tidak semenyeramkan sekarang. Melvin seperti berjalan disamping anjing Polisi.
"Om!" Pekik Disha. "Ada gulali! Bentuknya lucu. Boleh beli nggak?" Tanya Disha sambil menunjuk gulali berbentuk bunga yang dia maksud.
"Boleh, kalau ada duitnya. Ada duitnya nggak?" Ledek Melvin. Disha langsung cemberut kesal.
"Yah, Om Melvin mah nggak peka. Aku minta beliin, bukan minta izin beli pakai duit sendiri. Payah ah punya Om begini." Sungguh kalau bukan keponakannya, Melvin ingin menarik bibir itu lepas dari tempatnya. Belajar dari mana sih anak sekecil itu sudah berani tidak sopan pada orang dewasa.
Mentari tertawa puas mendengarnya. Sepersekian detik tawa Mentari membuat ujung bibir Melvin melebar. Akhirnya dia bisa melihat lagi wanita pujaan hatinya tertawa. Dia mengeluarkan dompet, mengambil selembar uang seratus ribu, kemudian memberikannya pada Disha. Paling tidak dia harus berterima kasih pada keponakan resenya karena telah mengembalikan senyum Mentari.
"Nih, beli sama Kai juga. Beli sendiri ya, belajar. Om sama Tante Mentari lihat dari sini. Jangan lupa kembaliannya." Pesan Melvin pada Disha.
Disha langsung berlari setelah mengambil uang tersebut, mengamit lengan Kai dan setengah menyeret Kai ke tempat gulali tadi. Melvin dan Mentari yang menyaksikannya hanya bisa melongo.
"Disha agresif kaya kamu ya..." Kata Mentari spontan.
"Kayanya dulu wakti hamil Disha, mba Lora benci banget sama aku deh." Melvin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Keheningan kembali menyelimuti kedua orang dewasa tersebut. Mentari fokus memandangi Kai dan Disha yang masih menunggu gulali mereka, sementara Melvin menyempatkan diri mengecek ponselnya sejenak.
"Loh Tar? Kok disini?" Seseorang menyapa mereka. Sontak saja Melvin dan Mentari langsung menoleh ke arah suara.
Anggun, beserta suami dan anaknya ada disini, di Dufan, tepat di hadapan mereka. Anggun menatap bingung pada Melvin dan Mentari secara bergantian. Raut wajah Anggun tidak bisa dibohongi. Dia bingung, kaget, terkejut, apapun itu pokoknya Anggun tidak habis pikir bisa bertemu Melvin dan Mentari disini.
"Kalian ngapain disini? Jangan bilang...," Tatapan garang Anggun langsung jatuh pada Melvin. Dia melotot kesal pada lelaki itu. Mentari sendiri hanya diam saja, bingung harus melakukan apa. "Kalian pacaran? Jangan bilang kalau kalian pacaran ya! Vin! Jangan main pelet sama temen gue lo!"
Suami Anggun yang ada disampingnya dengan sigap langsung menutup telinga anak mereka. Mentari kaget, rupanya Anggun mengenal Melvin. Ingatannya kembali pada saat pesta lajang Safira waktu itu. Pantas saja Melvin ada disana.
"Apaan pelet, pelet! Lo kita Tari ikan apa gue kasih pelet!" Kata Melvin tidak terima.
Anggun maju beberapa langkah, tangannya sudah siap ingin memukul Melvin dengan tasnya. Melvin yang tahu kalau keadaan selanjutnya dia bisa babak belur oleh pukulan Anggun langsung berlindung dibalik badan Mentari.
"Heh! Sini! Jangan macam-macam! Sini! Jangan beraninya dibelakang Mentari! Jangan mau dekat-dekat sama dia Tar!" Suami Anggun langsung sigap menahan isterinya, begitu juga Mentari yang mencoba menghalangi Anggun untuk memukul Melvin.
"Stop! Stop Nggun! Ada Kai! Jangan bikin malu!" Lerai Mentari. Dia sempat menengok sebentar pada putri Anggun yang untungnya sekarang sudah ada dalam pengawasan pengasuhnya. Anggun berhenti menyerang Melvin, matanya mencari-cari dimana keberadaan Kai. Ketika dia menemukannya, Anggun mundur beberapa langkah.
"Jangan dekat-dekat dia Tar, nanti lo digigit."
Mentari memejamkan matanya. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Melvin dan Anggun, yang jelas mereka tidak akur sama sekali.
"Enak aja, lo kira gue nyamuk? Lo tuh nyamuk tau-tau nyempil aja disini." Kata Melvin kesal. Anggun langsung ingin melangkah lagi memberikan pelajaran untuk Melvin sebelum ditahan oleh suaminya.
"Diam," Kata Mentari dengan intonasi yang begitu dalam dan mengintimidasi pada Melvin, kemudian dia beralih pada Anggun. "Please, lagi ada anak-anak Nggun. Udah dulu ya, gue nggak tahu kalian kenapa. Yang jelas untuk sekarang kita selesai dulu. Besok-besok baru kita bahas lagi, ketemuan sekalian kalau perlu habis Safira balik dari honeymoon." Mohon Mentari. Deru napas Anggun masih terdengar, tapi dia jauh lebih tenang sekarang.
"Oke, beneran loh Tar kita harus bahas ini. Penting soalnya." Kata Anggun.
Mentari mengangguk, tentu saja mereka harus bicara karena dia sendiri penasaran ada apa dengan Melvin. Setelah menyakinkan Anggun, akhirnya sahabatnya itu mau juga mundur. Dia kembali bersenang-senang dengan keluarga kecilnya.
"Jangan percaya sama mulut Anggun, dia nggak suka kalau lihat kita bahagia." Kata Melvin setelah kepergian Anggun.
***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
