
Widuri diberikan kesempatan kedua untuk terlahir ke dunia sebagai Anyelir Saraswati. Di kehidupan keduanya ini dia memutuskan untuk membawa semua kenangan dan ingatan di kehidupan masa lampaunya. Satu-satunya tujuan Widuri hanya untuk menyelesaikan semuanya supaya dia bisa kembali pulang.
Kehidupan Anyelir yang awalnya biasa saja dan monoton berubah ketika Sagara datang sebagai karyawan baru di tempat Anyelir bekerja. Lelaki itu adalah gambaran sempurna dari seseorang yang juga pernah ada di kehidupan...
Kemana manusia pergi setelah mati? Kebanyakan jawabannya adalah dua tempat. Antara Surga, atau Neraka. Apakah kedua tempat itu ada? Apakah kedua tempat itu nyata? Kalau kamu berbuat baik, maka Surga akan jadi tempat terakhirmu. Lalu kalau ternyata kamu tidak cukup baik? Maka kamu akan disiksa di Neraka, dibakar hingga habis dan tidak bersisa.
Lalu bagaimana dengan mereka yang mengakhiri hidupnya sendiri? Kemana mereka pergi? Ke Surga? Tidak mungkin. Seseorang yang mengakhiri hidupnya sendiri sama saja dengan berlagak seperti Tuhan. Bukan di sana tempat mereka. Lalu di mana? Neraka? Mungkin saja.
Widuri sudah bersiap kalau dia harus dicampakkan ke api Neraka. Hidup terlalu kejam untuknya, sama kejamnya seperti di Neraka. Dia sudah berdoa agar semua itu berlalu daripadanya, namun ternyata doanya tak didengar. Mungkin dosanya yang terlalu besar hingga Tuhan pun malas mendengarnya.
“Apa yang mau kamu lakukan?” sebuah suara membuat mata Widuri yang tadinya terpejam jadi terbuka. Dia tidak tahu dirinya sedang ada di mana. Tempat ini kosong. Hanya seperti ruang putih kosong yang tidak memiliki apa-apa. Tidak ada siapa-siapa. Suara tadi membuat Widuri merinding.
“Tidak ada tempat untuk seseorang yang belum waktunya untuk pulang.” lagi suara itu membuat Widuri termenung. Kemanapun dia mencari di tempat ini tidak ada siapa-siapa.
Widuri bodoh, dia hanya orang rendahan yang seumur hidupnya ditindas. Tapi untuk saat ini Widuri merasa dirinya sedikit pintar. Dia mengerti sekarang. Tidak ada tempat untuk seseorang yang belum dipanggil pulang. Dia mengantarkan dirinya dengan sukarela untuk pulang ke rumah yang belum siap untuknya.
Lalu kemana Widuri harus pergi setelah ini? Dia tidak mungkin kembali ke dunia, tidak mungkin juga berada di Surga, bahkan Neraka saja tidak menerimanya. Manusia terdiri dari tiga hal, tubuh, jiwa, dan roh.
Saat mati, tubuh akan kembali hancur dan melebur dengan tanah, roh akan kembali kepada yang Maha Kuasa? Lalu bagaimana dengan jiwa? Jiwa akan menguap ketika roh kembali kepada Sang Pencipta. Itu artinya jiwa Widuri tidak diterima dimana-mana. Dia akan tetap terlantar di tempat antah berantah sampai waktunya menerima penghakiman tiba.
“Apa yang mau kamu lakukan?” lagi pertanyaan itu diulang dan tetap saja sekali lagi Widuri meremang mendengarnya. Membuat Widuri tersadar dari lamunannya sendiri. Senyum Widuri terbit, dia menggeleng lemah.
“Tidak ada, aku sudah lancang karena berani mengakhiri hidupku sendiri. Tapi seandainya aku diberikan kesempatan untuk mengulang lagi, aku tetap akan melakukan hal yang sama, mengambil keputusan yang sama. Kalau Tuhan itu baik, kenapa dia membuatku begitu menderita disaat banyak orang di luar sana berbahagia? Setidaknya meskipun sedikit, hanya sedikit, paling tidak dia bisa memberikan kebahagiaan padaku. Sedikit saja…” lirih Widuri.
Rasa sesak di dada itu masih ada. Bahkan setelah tiada, Widuri masih bisa merasakan sakit di hatinya. Bukankah seharusnya dia sudah mati rasa? Yang Widuri ingin hanya tidak merasakan rasa sakit ini lagi. Namun rupanya setelah mati pun dia masih harus merasakannya.
“Aku berikan kau satu kesempatan lagi memperbaiki semuanya. Kembali ke dunia sebagai orang yang berbeda dan mengakhiri semuanya hingga selesai.” Widuri kembali tertegun.
Dia teringat saat pertama kali jiwanya keluar dari tubuhnya. Widuri bisa melihat dirinya sendiri, terbaring dengan bersimbah darah. Tubuhnya kecil, wajahnya dan sekujur tubuhnya pucat. Dia terlihat damai seperti tertidur kalau saja tidak ada darah yang menggema.
Kemudian dia hanya memandangi tubuhnya yang sudah tidak bergerak itu. Tidak ada yang tahu kalau saat itu Widuri sudah tidak ada di dunia ini. Dia sendiri bahkan tidak tahu kapan orang-orang sadar dan menemukan jasadnya. Apa yang terjadi pada kedua orang tuanya?
Widuri sudah terlanjur tersedot dan tiba-tiba dia ada di tempat ini. Kosong, tanpa siapapun. Kesempatan kedua? Apakah dia menginginkannya? Kembali sebagai orang yang berbeda? Ah, perjalanannya belum selesai rupanya. Bagaimanapun juga dia harus tetap melanjutkan perjalanannya, mengakhiri semuanya dengan benar kan?
“Kalau begitu jangan berikan aku kesedihan lagi. Bisa kah?” kata Widuri. Dia memang perempuan tidak tahu diri. Bisa-bisanya dia bernegosiasi dan meminta untuk diberikan kehidupan tanpa kesedihan.
“Jawabannya ada pada dirimu sendiri. Jalan yang sudah disediakan banyak, kamu yang akan memilih.”
“Baiklah.” jawab Widuri pasrah.
“Aku berikan dua pilihan. Lahirlah sebagai manusia yang baru, menghapus semua memori yang pernah terjadi di kehidupan sebelumnya, atau terlahir kembali dengan mengingat segalanya yang pernah terjadi, namun…,” suara itu berhenti, tidak melanjutkan kata-katanya.
“Namun apa?” tanya Widuri penasaran.
“Mengingat segalanya berarti membawa semua kenangan yang pernah ada. Kamu akan hidup bersama kenangan masa lampau mu hingga akhir. Berarti kamu juga harus siap dengan kesendirian dan kesepian di dunia yang kamu bilang kejam.”
Widuri terdiam. Dua pilihan yang sulit baginya. Melupakan semuanya, ada rasa tidak terima kalau dia harus melupakan lelaki yang dia cintai. Namun memilih untuk mengingatnya? Apakah akan begitu buruk baginya? Hidupnya nanti juga tidak dia ketahui akan seperti apa. Kalau hanya kenangan yang bisa dia simpan, maka Widuri akan memilih untuk menyimpannya.
“Aku akan tetap menyimpan semua kenanganku…” putus Widuri pasti. Dia tidak akan menyia-nyiakan kehidupannya lagi. Dia tidak ingin terombang ambing tidak jelas seperti sekarang. Widuri hanya bisa berdoa semoga kehidupannya yang akan datang tidak sekejam kehidupannya di masa lampau.
Seketika Widuri terasa tertarik masuk ke dalam terowongan panjang dan gelap. Dia ingin berteriak namun lidahnya kelu, bibirnya terkatup rapat. Sekelebat bayangan muncul di kepalanya. Bagaimana ibunya menjerit saat melihatnya terkapar di lantai. Kemudian ayahnya yang juga histeris. Beberapa orang berlalu lalang hingga seorang pemuda membopong tubuhnya keluar dari sana.
Pemuda yang dia tahu persis siapa. Lelaki yang begitu dia hindari hingga Widuri rela mengakhiri hidupnya. Mirisnya Widuri bisa melihat lelaki lain yang sedang dia tunggu kedatangannya hanya berdiri mematung, melihat tubuh Widuri dibawa entah kemana.
Lelaki itu diam, kakinya beberapa kali melangkah kecil berusaha mengikuti kemana Widuri dibawa. Widuri kira lelaki itu tidak datang. Widuri kira dia akan melalui semuanya sendiri, namun ternyata dia datang meskipun terlambat.
Setelah sedikit penglihatan itu semuanya kembali gelap. Widuri tidak sadarkan diri. Kepala nya berat seolah dia terhantam batu yang cukup keras. Membuat kesadarannya perlahan sirna. Widuri tidak sadarkan diri setelahnya.
***
Anye terbangun dengan keringat di sekujur tubuhnya. Dia langsung terduduk dengan nafas yang terengah-engah. Dia menatap pendingin ruangan yang masih menyala, namun entah mengapa dia masih merasa kepanasan. Ingatkan dia untuk membersihkan pendingin ruangannya minggu nanti.
Mimpi itu lagi. Mimpi itu datang lagi. Belakangan ini Anye selalu memimpikan hal yang sama, berulang-ulang dan semakin intens. Mimpi itu selalu bisa membuat dada Anye nyeri, seperti orang yang punya penyakit jantung. Padahal beberapa kali ke Dokter Spesialis Jantung tidak ada yang aneh dengan kondisinya. Dokter nya saja sampai bingung.
Anye turun dari tempat tidur, membuka tirai dan membiarkan matahari masuk ke kamar kost nya. Dia berjalan menuju meja yang difungsikannya untuk bekerja. Meneguk air minum yang ada di dalam tumblr berwarna hijau tua. Airnya masih dingin.
Anyelir Saraswati, dia terlahir kembali dengan nama cantik itu. Ditinggalkan di pintu depan panti asuhan Kasih Bunda saat keadaan sedang hujan badai. Untung saja ada yang menyadari Anye ada di sana karena dia tidak menangis.
Anye tidak takut ketika petir dan hujan mengerubunginya. Hidupnya di masa lampau sudah sama seperti badai, hanya karena hujan deras disertai petir tidak akan membuatnya takut. Besar di panti asuhan membuat Anye mengerti apa makna dari tidak memiliki. Dia harus mau berbagi dengan anak-anak lain yang juga tinggal di sana.
Pada usianya yang ke lima tahun, semua ingatan kehidupan lampau Anye muncul. Membuatnya demam hingga tiga hari. Mulai dari situ Anye tahu untuk apa dia terlahir ke dunia ini. Anye ingat siapa dirinya, Widuri. Gadis malang dengan semua kesedihan. Gadis rendahan yang selalu diremehkan, sekarang dia malah terlahir menjadi seorang yatim piatu.
Kesendirian dan kesepian, dua kata itu begitu membekas di ingatan Anye. Mungkin ini yang dimaksud dengan kesendirian dan kesepian. Anye tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini. Dia hanya sendiri, tiga puluh tahun hidup di dunia yang ramai ini Anye hanya sendiri.
Kehidupan di masa lalu nya membuat Anye tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Anye tidak memiliki teman, tidak memiliki sahabat. Semuanya hanya sebatas kenalan saja. Bahkan dengan rekan-rekan kerjanya pun Anye hanya sekedarnya.
Usianya tiga puluh tahun di tahun ini. Jangankan kekasih, bagaimana bisa punya kekasih kalau teman saja dia tidak punya. Di kehidupannya kali ini Anye lebih banyak mensyukuri semua yang terjadi.
Di usianya yang ke tujuh belas tahun, saat dia akan lulus dari bangku sekolah menengah atas, salah satu donatur di panti asuhan tempat dia tinggal menawarkan beasiswa untuk anak-anak yang berprestasi agar bisa melanjutkan pendidikannya.
Anye salah satu yang beruntung. Dia sudah siap kalau dia harus mencari pekerjaan hanya dengan berbekal ijazah SMA, namun kali ini sepertinya Tuhan mendengar doa nya. Anye bisa kuliah, hingga dia lulus dan bisa mapan berdiri di atas kakinya sendiri.
Ternyata benar, di kehidupan ini kalau banyak-banyak bersyukur meskipun sulit selalu ada saja jalannya. Itu yang Anye rasakan di tiga puluh tahun kehidupannya yang sekarang. Dia punya pekerjaan yang dia cintai, orang-orang yang kadang menyebalkan tapi selalu bisa membuat Anye tertawa.
Uang yang meskipun tidak banyak tapi cukup untuk kehidupannya sehari-hari. Waktu yang bisa dia habiskan dengan lebih bermanfaat bagi sesama. Anye tersenyum sendiri kalau mengingatnya. Dia bergegas bersiap untuk berangkat bekerja.
Jarak dari kost nya ke tempat kerja lumayan, tapi bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama dua puluh menit. Jadi Anye tidak perlu keluar ongkos tambahan lagi. Hari ini dia menggunakan pakaian yang lebih santai namun tetap rapi. Celana panjang kulot dengan blouse senada. Di luarnya dia memakai coat tipis berwarna coklat muda yang panjangnya hingga selutut.
Anye memoles wajahnya dengan tipis. Dia tidak terbiasa menggunakan riasan yang tebal. Kadang dia hanya menggunakan sunscreen dan lip balm supaya bibirnya tidak pecah-pecah. Bersiap dengan barang-barangnya, Anye langsung pergi. Biasanya dia akan mampir di kedai kopi terdekat sekedar untuk membeli kopi dan sarapan paginya.
Berjalan pelan, untungnya hari ini matahari tidak terlalu terik. Jadi Anye tidak seperti anjing kepanasan sehabis jalan kaki. Sambil mendengarkan lagu dari headset, Anye melirik jam. Baru pukul setengah delapan kurang sepuluh menit. Dia masih ada waktu empat puluh menit lagi sebelum jam kerjanya.
Dari kost ke tempat kerja, Anye akan melewati jembatan dan kali yang cukup besar dan deras juga. Mungkin kali ini yang merupakan jalur air kiriman dari Bogor ke Jakarta. Makanya selalu saja debit airnya tidak pernah rendah dan tidak pernah tenang. Kalau dibuat main arum jeram sepertinya bisa.
Kali ini ada yang berbeda di perjalanan pagi Anye ketika dia sedang melewati jembatan. Mata Anye tertuju pada seorang anak muda, perempuan. Usianya mungkin baru lima belas tahun. Berdiri di pinggir jembatan. Gelagatnya aneh.
Anye memelankan langkahnya sambil matanya terus mengamati anak perempuan tersebut. Dia masih menggunakan seragam sekolah khas anak SMA. Benar dugaannya, ada yang tidak beres saat anak itu melangkahkan satu kakinya menaiki pinggiran jembatan.
Anye berlari secepat yang dia bisa, menahan lengan anak perempuan itu dengan satu tangannya. Mata mereka saling menatap. Anye menggeleng beberapa kali, mengisyaratkan pada anak perempuan itu untuk tidak melakukan apa yang ada di pikirannya.
“Nggak ada yang bisa didapat dari bunuh diri.” kata Anye pelan.
Mata anak perempuan di hadapannya ini sudah memerah, berkaca-kaca menatap Anye, sementara lengannya masih dipegang kuat oleh Anye. Dia takut anak ini nekat dan melompat di hadapannya. Arus air di bawah deras, kecil kemungkinannya kalau melompat dia bisa naik ke atas permukaan.
“Nggak akan menyelesaikan apa-apa. Kamu cuma menambah luka untuk orang-orang di sekitarmu.” lanjut Anye lagi.
“Aku nggak pengen hidup lagi kak, nggak ada apa-apa lagi, nggak ada yang sayang aku.” anak perempuan itu tertunduk. Setetes air matanya jatuh, namun dia tidak mengusapnya. Membiarkan air mata itu jatuh selagi dia masih sanggup menangis.
“Kalau kamu nggak sayang dengan diri kamu sendiri bagaimana orang lain mau sayang sama kamu? Harus dari kamu lebih dulu. Bunuh diri nggak akan menyelesaikan apa-apa. Kamu cuma akan menyesal nantinya.” Anye berusaha meyakinkan.
Lagi-lagi gadis itu menggeleng, namun dia tidak berusaha melepaskan cengkraman Anye dari lengannya. Mereka sudah jadi tontonan beberapa orang yang lewat. Memalukan, tapi Anye juga tidak ingin melepaskan cengkramannya, paling tidak sampai dia yakin kalau perempuan ini tidak akan melompat.
“Aku hamil, Papa sama Mama ngusir aku dan sekarang laki-laki ini nggak mau tanggung jawab. Aku nggak tahu harus kemana dan bagaimana lagi…” ujarnya lemah. Anye juga ikutan melemah mendengarnya.
Perlahan Anye menggiring anak itu untuk menjauh dari sana. Sekarang mereka sudah duduk di pinggir trotoar, mirip gelandangan cuma tidak compang-camping saja. Anye bukan motivator, dia tidak pandai memberikan motivasi dan semangat bagi orang lain. Tapi dia juga tidak bisa tinggal diam kalau ada yang nekat seperti anak ini.
“Kamu butuh tenang, kalau nggak tenang nggak akan ada yang terpikir. Yang pasti bunuh diri nggak akan menyelesaikan apa-apa. Aku pernah merasakannya, nggak ada satu orang pun yang boleh pulang sendiri kalau belum dijemput.”
***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
