It's Me_ Monik 1

15
9
Deskripsi

It's Me_ Monik 1

 

 

Tumbuh dari keluarga yang tidak utuh, Monik tetap jadi pribadi menyenangkan bagi semua orang. Ceplas-ceplos, sedikit barbar, over percaya diri, dan memiliki kriteria pasangan pria matang, tampan, dan kaya. Sayangnya, pria yang membuatnya jatuh cinta sejak puber itu telah bertunangan dengan kakak tirinya.

Ikuti lika-liku seru kehidupan Monik, jangan lupa beri dukungan ya!

Hallo teman-teman…

Aku datang bawa cerita baru, bisa kalian nikmati gratis kecuali bab akhir-akhir nanti…

Happy Reading 🥰

__________________

 

 

"Elu cuma anak pelakor, bisa-bisanya elu juga mau jadi pelakor, hah!" Felisia menunjuk muka cantikku dengan telunjuk berkutek merahnya.

Aku menoleh ke kanan kiri, memastikan Felisia memang berbicara denganku. Nihil. Tidak ada orang selain aku dan Mawar yang sekarang tengah mendelik. "Gue?" tanyaku mencari validasi dari pernyataan Felisia yang tatapannya sangat angker. Iya, dia mendelik padaku mirip sundel bolong yang hobi borong dua ratus tusuk sate, ih bikin ngeri.

"Emang siapa lagi di sini yang anak pelakor? Iya, elu anjing! Lacur sundel!"

Aishh, kenapa segala sesuatu yang keluar dari bibir Felisia membuat telinga berdengung. Aku benci ada yang menyebut mamaku pelakor. Sontak aku berdiri. Yakin, sekarang wajahku dipenuhi kabut emosi yang sebentar lagi akan jadi guntur kalau yang membuat strugle terus memancing keributan.

"Gue ada rebut cowok lu, setan!"

"Iya! Yusuf bilang suka sama cewek gedung sebelah! Elu, kan?"

"Yusuf?" Otakku mencari-cari siapa nama ala-ala pemilik kaplingan surga yang mungkin kukenal. Otakku berpijar seiring bola mataku yang mengarah pada Mawar. Sedang Mawar sempat kudapati menarik senyum, entah apa maksudnya aku tak tahu, tapi sedetik kemudian matanya berubah menjadi mode serigala betina.

"Yusufnya elu maksudnya, War?" Pertanyaanku tidak terjawab oleh Mawar karena Felisia terburu menjambak rambutku. Aku yang tidak siap, oleng dong.

"Njir, rambut perawatan mahal gue!" jeritku kesal. Hendak kubalas si tersangka tak berperi kerambutan itu tetapi ternyata rambutnya juga sudah dicengkeram oleh sahabatku tersayang. Mawar nama asli, bukan -sebut saja dia mawar- bukan, namanya Mawardah Rohmatan Lil'alamin anak dari Ustad Abdul Rohman yang terkenal seantero Megapolitan.

"Bener-bener kek itil elu Fel!" Mawar memaki, lupa menyaring mulutnya.

"Elu yang kek itil! Apa maksudnya elu mepetin temen genit jalang elu itu ke cowok gue!" Felisia melepas rambutku, berpindah dengan menjambak kerudung indah Mawar. Iya Mawar cewek 'yalil-yalil-yalili' yang speknya bidadari surga tapi ya gitu deh, kadangkala dia juga menjelma jadi kunti bermulut rusuh nan kejam.

"Felisia itil! Sumpah elu itil bukan gue! Elu nggak ada bagus-bagusnya jadi ceweknya Yusuf karena elu gatel, genit, elu suka ngangkangin om-om, ngaku lu cuma simpanan! Ngapa lu ngaku-ngaku jadi cewek Yusuf!"

Tuh kan, mulutnya Mawar kejam. Aku sempat membatin sebelum secara spontan membantu Mawar yang berteriak kesakitan karena pipinya kini berstempel kuku Felisia.

"Rasain tuh, babi berjilbab! Ngaca lu juga gatel sama cowo-cowo tapi bisa-bisanya elu berlindung dibalik jilbab elu, padahal elu juga hobi keluar masuk klub! Ngaku!" Felisia memarkan raut murka. Dia melotot sampai urat-urat di lehernya mencuat. Aku kesal padanya, maka giliranku sekarang memberinya pelajaran.

"Elu yang babi!" Kutarik rambut Felisia yang dicat ash grey dengan kuat sampai perempuan itu meringik sakit. Rasain, umpatku.

"Hey! Elu lawan gue!" Perempuan, salah satu kroco Felisia menarik pundakku -cengkeramanku pada rambut Felisia lepas- demi melayangkan tamparan yang untungnya bisa tepat kuhindari.  Setelahnya kudorong tubuhnya asal hingga dia pun terjungkal. Sengaja aku menaiki tubuhnya yang tertelungkup di lantai. Kutarik rambutnya jijik karena 'iyuh...! Berapa bulan dia enggak keramas, kenapa penuh minyak begini.' Jadi aku berpindah menarik lengannya betakibat dia berteriak. Segera kukatakan di telinganya dengan lantang.

"Ikut campur, gua patahin lengan elu! Lagian kalau mau nantangin gua, sana keramas dulu! Gua malu kelahi sama orang jelek dekil mirip gelandangan kek elu, najis!" Setelahnya ku lap-lap tanganku ke kemeja bagian punggung miliknya, sambil ber-iyuh-iyuh, aku jijik.

"Ih, geliiikk...! Aku meringis geli, semoga ada tisu basah anti bakterial di tasku."

Lalu aku kembali membantu Mawar menjambaki rambut Felisia. Kulirik tangan Mawar dan segera tercengang. 'Bnjir! Banyak banget dia panen rambut ash grey!'

Mawar memang luar biasa ganas apalagi dia pemegang sabuk tertinggi salah satu perguruan silat sejak di pesantrennya dulu. Iya si 'yalil-yalili-ku' itu memang tumbuh di pesantren kecuali setelah kuliah dia berubah jadi anak kos. Heran kenapa tidak dia keluarkan jurus paling mematikan pada Felisia alih-alih cuma main jambak-jambakan.

"Auw!" Rambutku panas! Siapa lagi ini perempuan menor yang menjabakku. Padahal si rambut gelandangan telah menyingkir dan memposisikan diri menjauh sambil memegangi lengannya.

"Mulut sampah elu emang bikin kena mental! Tega bener elu bilang temen gue gelandangan cuma karena dia nggak sempat keramas karena lembur berhari-hari di kantor. Siapa elu, ha! Dasar cewek edan lu!"

Aku memutar tubuhku sampai tangan si menor melintir hingga terpaksa melepaskan jemarinya di rambut mahalku. "Iya, gue edan! Tapi elu mau ngelenong dimane, njir! Udeh ngaca lu hari ini, sampek berani jambak rambut mahal gue!" Aku mendelik. Kepalaku auto menggeleng, tak habis pikir pada unik-uniknya teman-teman Felisia.

"Belagu!" katanya setelah berdecih.

Kuangkat dagu tinggi sambil bersedekap sok belagu seperti tuduhannya. "Gue belagu juga sesuai keadaan. Gue cantik paripurna, enggak sudi diacak-acak topeng monyet kek elu! Sana pergi nyalon dulu! Kalo udah cantik, boleh gue jabanin!"

Wajah si menor terlihat sama terluka dan terhina seperti si rambut minyak. Bukan salahku kalau mereka punya kekurangan. Salah mereka membuat huru-hara denganku.

"Jalang bangsat!" Si menor melayangkan tamparan, kali ini mengenai tengkukku karena aksi menghindarku tak sepenuhnya berhasil. Ah, sampai kapan perkelahian ini? Aku capek, Mama tolongin!

Kukalungkan tali tas selempang mahalku ke leher si menor, sampai dia tercekik. Aku sih takut dia mampus, tapi ini adalah solusi tercepat menghentikan dia ikut campur urusanku dan Felisia.

"Sampai Prada gue ini rusak, ganti 61 jeti! Betewe sekarang dolar mahal beli lagi bisa 71 jeti tau!" Ah, aku ingat bagaimana wajah kakak tiriku saat dia terpaksa membelikanku tas ini karena kalah taruhan mengenai ayah kami, akan memilih makan malam dengan mamanya atau mamaku.

"Belagu bangke! Lepasin gue! Gue mati, gue hantuin elu!"

"Idih, mati ya mati aja sono!" Kutendang bokong semoknya kuat dan terpaksa kulepaskan tasku. Sambil berteriak menyesal, "Pradaku...!"

"Ngadu sana sama Yusuf! Kita lihat, dia bakal belain gue atau elu! Pergi sana itil bau! Najis deket-deket kita, takut herpes sih!"

"Hush!" Aku membekap mulut Mawar, takut ada yang menjudgenya karena penampilannya mostly muslimah anggun nan surgawiable tapi mulutnya bau neraka jahanam. Sementara aku, dengan kibasan tangan mengusir Felisia yang sudah mirip badut karena kalah jambakan dengan Mawar. Dua orang temannya juga kupelototi sebelum mereka ikut minggat.

Mawar menarik telapakku paksa sambil mengeluarkan decakan kesal. "Gue kesel, Monik! Gue belum selesai sama Felisia sinting itu!"

"Gue tau! Tapi jaga mulut elu sebelum ada yang posting video elu lagi misuh-misuh setelah adu jambak berjamaah sama gue, buat bikin Felisia dan dua anteknya babak belur!" Aku soh tak masalah terciduk misuh dan bersikap laknat, lah dia anak ustad, apa boleh?

Aku mengeluarkan tenaga ekstra menariknya untuk berhenti menuding-nuding Felisia yang pergi bersama kroconya, sebelum emosi Mawar makin menjadi. Sesungguhnya yang berpotensi jadi pelakor Yusuf adalah dirinya bukan aku yang cuma kenal itu cowok sambil lalu. Kami jadi pusat perhatian anak-anak gedung ini setelah adu jambak estetik.

"Kenapa dia nuduh elu pelakor dan seolah-olah gue yang adalah sohib kentel si Yusuf dari orok, dia anggap comblangin kelean, mentang-mentang gue juga sohiban ama elu! Khodamnya undur-undur depresi kali yak! Betewe Mon, sakit nggak pala lu? Aduh sialan, hijab gue amburadul!" Mawar beruntung karena memakai inner, jadi aurotnya tidak terpampang nyata seperti aku. Ihiii, jadi malu, aku masih gini-gini aja kendati bersahabat dengan ahli surga sepertinya.

Tiba-tiba dalam sekejab mata, rentetan suara Mawar seolah lenyap. Bahkan tak hanya suara Mawar, semua di sekelilingku seakan berhenti ketika pria itu melangkah dari kejauhan ke arah kami.

Matanya yang teduh, senyum di bibir yang sampai ke kedalaman matanya, dan gestur yang tidak sanggup ku lukiskan dengan kata-kata, serta semua yang menempel di dirinya, sempurna. He's perfect. Dia terbaik. Iya dia paket komplit sebagai seorang pria. Pria ganteng, dia juga matang, dia dewasa, sedang ranum-ranumnya, dia idola semua perempuan termasuk aku. Tapi sayang, dia haram kumiliki karena satu dan lain hal yang tidak bisa ku sebutkan satu-satu. Intinya dia hanya boleh dipandang tak boleh dibawa pulang seperti boneka cantik eh ganteng. Aish...!

Ku nikmati momen langka ini, menikmati dirinya yang mempesonakan aku selalu. Hanya dia, pria ganteng sedang ranum-ranumnya, ya cuma dia yang bisa membuat aku tergila-gila, membuat aku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya, dan salah tingkah walau sesaat. (Wkkk udah kek lagu thn 2000an)

"Monik, tutup mulutmu. Yeah, meskipun kamu tetap cantik dan imut." Katanya berhenti melangkah demi menepuk kepalaku sambil tertawa. Bau harum yang menempel di sekujur tubuhnya selalu membuat getaran, yang merambat dari penciuman ke jantung hati. Harum yang khas, sangat maskulin tetapi begitu ringan dan selalu membuatku terngiang-ngiang.

"Ehehe, Bang Bento." Kusampirkan anak rambut ke belakang kepala. Reaksi alami malu-malu kucing hanya saat bertemu dengannya.

"Ah, aku rindu panggilan sayangmu itu. Berhenti bikin onar, kamu bukan anak-anak lagi, Monik. Sampai ketemu ya," ucapnya sembari meletakkan jasnya di kepalaku.

"Jangan sakit, cuaca begitu buruk hari ini."

Dia juga tampak memastikan aku baik-baik saja. Aku tahu dia melakukannya, dari mata menyejukkan itu yang memindai cepat penampilanku. Anyway, penampilanku yang sedikit berantakan setelah adu jambak. Entah dia tahu dari mana aku habis memporak-porandakan seseorang. Mungkin dari beberapa penonton yang baru bubar. Yang jelas dia selalu tersenyum jenaka setiap kali aku selesai membuat keributan.

Aku mengikuti punggungnya yang makin lama makin jauh. Tanpa bisa dicegah aku berbisik dalam ekspresi melted yang mungkin menjijikan bagi Mawar. "...bye Bang Ben. I love you so much but it's a shame you're not for me."

Aku sangat mirip orang meracau, kan? Kasih tak sampai dariku, seorang punguk, kepada dia yang seoalah bulan purnama, memang klise. Bodohnya aku terus-terusan mengaguminya walau tau dia akan menikahi perempuan lain, yang tidak lain tidak bukan adalah kakak tiriku.

Uwoo, kisahku drama picisan, bukan! Pria yang kucintai sejak aku puber, yang kukira cintaku hanya cinta monyet, tetapi ternyata abadi sampai sekarang, memilih bertunangan dengan kakak tiriku.

Aku? Tentu saja hanya boleh berpuas diri dianggap adik cantik nan imut sejak belia, karena kami dulu bertetangga dekat. Sangking dekatnya aku memanggil mamanya 'mama', dan dia memanggil mamaku 'mama'. Dia kalau ke rumahku minta makan pada mamaku tanpa sungkan, seperti aku kalau bertengkar dengan mama akan minggat ke rumah mamanya, bahkan tidak malu meminta suapi si mama. Tapi itu dulu saat aku masih kecil. Kami dipisahkan jarak antar kota saat dia 3 SMA dan aku 1 SMP. Waktu itu ibuku membawaku minggat dari rumah ayah yang ternyata menipu ibuku, menipu kami. Setelah itu pertemuan kami yang pertama adalah setahun lalu, saat nasi sudah menjadi bubur alias saat Benico Allen menjadi tunangan kakak tiriku.

Dunia terus berjalan meski tak memberikan sedikit pun ekspektasi pada anganku yang setinggi langit. Maka setelah aku tahu pertunangannya, yang membuatku hampir gantung diri di pohon tomat milik mamaku, aku tetap semangat menjalani hidup yang berwarna-warni. Aku menunggu cintaku padanya habis terkikis oleh waktu dengan pacaran sana-sini. Memaafkan keadaan dan menerima takdir, menganggap ini yang terbaik. Aku begitu bijaksana, kan? Iyes, aku memiliki sifat dasar yang sangat arif dan penuh dedikasi terhadap hidup ini. Kupastikan siapa pun akan merasa beruntung memiliki diriku kelak.

"Udah, mandangin crush-mu, Mon?" Mawar menatap bosan penuh hina dina padaku yang tersipu-sipu sambil merasakan hangat jas Bang Ben di kepala. Mataku memandangi ujung koridor yang menelan Bang Bento-ku dengan penuh binar-binar asmara.

"War, gue jujur deh sama elu kalau gue nggak pernah cinta sama pacar-pacar gue karena dia."

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
MonikItsMe
Selanjutnya It's Me_ Monik 2
12
1
2. Tekad Cari Papa Tiri Penyayang
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan