
Swara Amaya akrab disapa Cuwa, seorang artis yang terkenal karena skandal demi skandal yang sengaja dia lempar ke internet, hanya demi diceraiakan oleh suami yang tidak pernah mencintainya. Jonathan Wirautama selain wajahnya yang rupawan, sikap dan perlakuannya pada Cuwa tidak ada manis – manisnya dan satu lagi yang bikin Cuwa kesel, Jonathan alias Jojo ini pelit padanya.
Suatu hari Jojo yang biasanya memandang sambil lalu, tiba – tiba mulai berubah sikap padanya, bukan karena benih cinta mulai tumbuh,...
BAB 1
Seseorang terdengar memasukkan kode untuk membuka pintu. Aku tau satu-satunya orang yang memiliki pas kode apartemen ini hanya orang itu. Karena asistenku atau orang lain tentu akan menekan bel terlebih dulu untuk bisa masuk ke dalam sini. Ku pikir selamanya bajingan itu tak akan menginjak apartemen ini lagi.
Pasalnya aku sudah mendengar bahwa dia sudah kembali dari ekspansi bisnisnya sejak sebulan yang lalu dan tidak pernah sekalipun menampakkan batang hidungnya di depanku. Kemudian untuk apa sekarang repot-repot datang, kalau bukan untuk menceraikan istri jahat macam diriku. Ah senangnya sebentar lagi aku akan jadi janda, artinya aku akan bebas yeay! jalan-jalan di pantai dengan bikini cantik, dan oh....pria-pria cantik, muda dan energik itu telah menungguku begitu lama.
Aku mencebik tatkala lintasan pikiran menyenangkan itu terganggu dengan kehadiran sebentuk wajah maskulin berhias cambang. Pria angkuh nan sombong itu mengenakan fantovel model kaku, sekaku wajahnya ketika bertemu muka denganku. Tapi sejahat apapun aku, tidak boleh memperlihatkannya di depan keluargaku secara langsung. Apalagi di hadapan pria yang disebut suami ini. Level jahat ku hanya sampai pada antisipasi tidak disakiti orang lain. Kalian pasti tahu, dunia entertainment itu begitu kejam.
"Jojo kamu pulang?" aku ingin muntah karena panggilan ini, ditambah suara centilku yang rasanya mampu melukai hati suci dan murni ku sendiri. Ya Tuhan kenapa aku harus terjebak bersamanya selama setahun ini.
Jonathan menatapku tanpa riak tanpa emosi, dia hanya berdehem sekilas sebelum berlalu begitu saja masuk ke dalam kamar kami. Jangan salah paham, kami tidak pernah menggunakannya bersama. Dia begitu jijik padaku, jangankan menghabiskan tidur di ranjang yang sama, menatapku lama saja bisa menyebabkan otot wajahnya kejang-kejang. Aku terus mengikutinya seperti istri sholeha.
"Jojo, apa kamu sudah makan. Aku masak sedikit shasimi" aku memeluk lengannya dengan gestur akrab padahal, alam semesta tahu betapa tersiksanya aku melakukan ini.
"Oh, aku lupa kamu tidak suka sajian mentah. Ku masakan yang lain sebentar ya" jelas kamu tidak akan sudi makan masakanku, cepat ambil apa yang kau butuhkan dan sana pergi, aku muak melihat wajah membosankan itu. Biarkan aku disini memupuk mimpi-mimpi ku sendiri tanpamu.
Dia menatapku lama seperti tengah mencari jawaban dari sesuatu yang mengganggunya sebelum menjawab singkat.
"Tidak." Aku berkedip beberapa kali menetralkan rasa basah di dadaku, tak menyangka efek suaranya masih mampu membuat jantung ini berdebar.
Tak hanya dalam bertutur kata pria berkepribadian rendah ini juga pelit uang belanja padaku. Setelah menikah kamu hanya memberiku satu kartu dengan nominal lima puluh juta, dan nominal itu tidak pernah bertambah. Nanti jika saatnya tiba, kartu jelek sedikit digit itu akan ku jejalkan ke bibir dan mulutmu, lihat saja.
Matanya memperlihatkan ketidaksukaan akan sentuhan yang ku lakukan, tapi mulutnya terkunci sampai aku bisa melihat bibir itu tidak memiliki celah sangking rapatnya. Tentu aku berpura-pura sedih, memasang wajah nelangsa karena lagi-lagi suami yang ku cintai menolak usahaku. Ada jejak kebingungan yang asing di mata pria itu. Tumben dia memperlihatkan emosi di depanku meski hanya sedikit.
"Kalau begitu, apa kamu ingin mandi. Ku siapkan air hangat ya?" Senyum paling manis ku pasang seharusnya orang lain akan merasa tak tega menolakku, sangking manisnya aku. Aku tidak berlebihan menyebut diriku manis, aku seorang artis yang sedang naik daun. Yah meski citra jahat yang ku buat selalu menambah jumlah haters ku setiap hari, aku tidak peduli, aku tidak makan dari mulut kejam mereka. Aku bisa makan dan hidup berkecukupan karena usahaku sendiri.
"Tidak usah. Tunggu di luar, akan ada yang datang sebentar lagi" bibir ku tersenyum mafhum, tapi di hati aku berdecih. Memangnya aku senang berlama-lama denganmu. Ngomong-ngomong apa pria sialan ini akhirnya mengundang pengacara dan menceraikanku. Apakah telah tiba waktunya untuk ku bisa menjadi diriku sendiri.
Jonathan menatap wajahku lebih lama, wajah tertutup kabutnya menampilkan sekilas emosi lain yang tak bisa ku prediksi apa itu. Sedikit bingung, dia kenapa. Heran banget sih, dia membuka topeng jeleknya di depanku, kesurupan mungkin dia kali ya. Aku mengendik diam-diam, tak peduli.
"Memangnya siapa yang akan bertamu ke rumah kita, Jojo?"
"Pengacara" jawabnya masih menatapku lamat-lamat. Mungkin dia baru sadar aku cantik. Ya ampun, apakah aku tidak salah dengar? Oh my good, aku akan berpesta tujuh hari tujuh malam kalau sampai pengacara itu akan mengatur perceraian kami.
Aku berkedip bingung "Suamiku, Jojo" sumpah aku eneg mendengar suaraku sendiri.
"Untuk apa pengacara datang?"
Jonathan menatapku aneh, kedua alisnya menukik tajam, seolah dengan begitu dia mampu menekan laser panas keluar dari matanya "Kita akan bercerai"
Aku berseru gembira, hore, hore! Yey yey! Akhirnya ya tuhan....! Pria sialan ini akhirnya mendapatkan pencerahan, dia akhirnya sadar bahwa bercerai dariku adalah jalan terbaik. Tapi ekspresi yang ku tampilkan di luar adalah kesedihan yang teramat sangat.
Aku sangat terpukul mendengar pernyataan itu. Mataku berkaca-kaca, "Jojo, semudah itu kah kamu menyerah dengan pernikahan kita?" Aku sangat mencintaimu, kamu tahu itu. Beri waktu sedikit saja untuk dirimu mengenalku lebih lama lagi"
Bilang jangan, aku sudah sangat muak padamu, setuju tidak setuju, kita akan tetap bercerai.
Aku tidak tahu kenapa setelah kalimat yang hanya mampu ku rapalkan dalam pikiranku menyebabkan mimik wajahnya jadi makin aneh begitu. Dia mirip seperti sedang sembelit berhari-hari.
Dia menggeramkan namaku dengan sadis, maksudku giginya terkatup rapat, hingga suara yang keluar seperti mendesis. "Cuwa!"
Marahlah, marah saja. Katakan aku ini perempuan rendahan bak benalu yang hanya memanfaatkan situasi dengan menikahimu demi karir artisku. Katakan juga bahwa sudah saatnya kamu tahu dimana posisimu, lepaskan rumah tangga kita yang sejak awal memang salah, cuwa!
Air mata tak lagi bisa ku tahan, semoga aktingku kali ini terlihat alami. Jauh-jauh sekolah akting ke Singapura seharusnya aku bisa membuatnya percaya kalau aku memang sedih.
"Aku mohon, jangan ceraikan aku"
Ku tarik untuk ku cengkeram kemeja bagian dadanya. Kepalaku menunduk pilu. Air mata mengaburkan pandanganku.
"Jojo... Bagaimana hidupku kalau tanpamu"
Tentu hidupku akan bahagia, cepat ceraikan aku, aku tak tahan denganmu, Tuan Jonathan si buta dari kota Jakarta. alih-alih pengidap sisters kompleks, si bodoh ini menyia-nyiakan wanita sebaik dan secantik aku hanya demi adik liciknya itu. Aku tahu sebentar lagi kamu akan melotot padaku lalu kamu akan mendorongku keluar dari kamar kita dan menutup pintu tepat di wajahku.
Jonathan menatapku dengan keterkejutan luar biasa. Selama bersamanya dalam sembilan tahun ini, delapan tahun bertunangan dan satu tahun menjadi istri diatas kertasnya aku memahami dan sangat terbiasa dengan sikap dinginnya, tapi tak pernah melihat jenis ekspresi lain selain marah kecuali hari ini. Dia kenapa?
"Cuwa!" katanya semakin marah. Iya benar, kamu harus semakin marah dan bertetap hati menceraikan ku. Dan aku melonjak dalam hati menari bagai dancer mengiringi simfoni merdu yang bergema di seluruh ruang di hatiku.
Pria-pria muda dan cantik, pantai dan bikini, wait me please. Pria jelek di depan ku, minggat sana.
BAB 2
Suaraku yang terisak mungkin membuat kepala Jonathan mau pecah, hingga dia berkata rendah.
"Diam, Cuwa"
Aku tidak akan diam sampai kau benar-benar memberiku surat cerai, serta surat resmi pembagian properti dan gono-gini.
Jonathan menyipitkan matanya, lalu membuang muka dariku.
"Tapi kenapa, apa salahku padamu? Selain setahun ini kita jarang menghabiskan waktu bersama, kita bahkan tidak pernah bertengkar" nada suaraku mengandung keputusasaan yang luar biasa. Istri teraniaya sepertiku, bisa apa selain menangis pilu.
"Jojo, apa kurang ku, apakah aku tidak cukup baik, aku kurang cantik? Katakan agar aku bisa memperbaiki kekurangan ku"
Tidak sudi, aku sudah dengan sengaja membuat citraku sendiri jadi jahat, menyebar rumor, hanya demi agar kamu menggagalkan pertunangan. Tapi kamu bertindak seperti anak SD yang labil. Kemaren kamu mendelik jijik padaku, besoknya kamu menggandengku ke acara-acara penting hingga semua jadi salah paham mengira kamu menyukaiku. Dan skandal seks yang sengaja ku lempar ke internet itu seharusnya mampu membuatmu sadar bahwa kamu perlu membuang ku jauh dengan selembar kertas cerai.
"Cuwa" Jonathan menggeram, entah kenapa dia suka sekali melakukannya saat menyebut namaku.
Aku tidak tahu ada apa dengannya, hingga ragu-ragu membubuhkan segaris tanda tangan di atas namanya. Hanya tinggal satu gerakan menggores saja aku akan resmi jadi janda kaya raya, bebas, dan bahagia. Oh pria-pria cantik dan menawan tunggu aku.
Ku usap linangan air mata dengan menyedihkan, namun anehnya Jonathan memandangku penuh kecurigaan.
"Jojo, apakah kamu sudah memikirkan ini? Bagaimana dengan orangtua kita?" wajahku tidak sampai sembab seperti seharusnya, nyatanya semalaman aku justru melakukan perayaan kecil dengan minum beberapa anggur merah mahal yang jarang sekali bebas ku konsumsi. Tapi luruhan air mata mestinya mengirimkan perasaan kasian pada orang-orang di depanku saat ini. Kecuali Jonathan sialan itu, ada dua orang pengacara yang datang ke apartemen hadiah pernikahan dari ayah Jonathan.
Bilang bahwa urusan orangtua kita akan menjadi urusanmu sepenuhnya. Aku hanya perlu bekerja sama denganmu untuk mengakhiri pernikahan ini. Ayo katakan begitu...
Sementara itu kau pasti tau dengan baik, ibumu itu tidak menyukaiku. Apalagi adik cantikmu yang ya ampun, harusnya dia juga jadi aktris saja, aku yakin dia akan mampu bersaing denganku untuk sebuah piala citra.
"Aku tidak akan menceraikannya" Jojo menoleh pada salah satu pengacara, tapi tatapan tajamnya terus kepadaku.
"Apa!" Brengsek sialan ini membuat jantungku jatuh ke perut hanya dengan sekali ucap.
Dua orang pengacara yang dia bawa itu saling memandang. Nampak jelas mereka sedikit terganggu karena waktu mereka terbuang percuma untuk datang kemari. Sedangkan Jonathan, entah apa yang dia kagumi dari wajahku sampai terlihat seperti orang yang kelaparan dan ingin menelanku bulat-bulat.
Aku menangis, benar-benar sedih, tapi pikiran rasional ku kembali menguasai diri. Jadi ku tarik senyum miris seolah aku bahagia dengan keputusan barunya. Seakan aku sedang menangis haru karena tak jadi diceraikan seorang Jonathan Wirautama. Huhu, sialan ini.
"Oh, Jojo... Apakah kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan" kamu pasti sedang tidak sadar karena kerasukan. Aku ingin membunuhmu sekarang juga.
"Syukurlah kalau kamu berubah pikiran, aku janji akan jadi istri yang lebih baik untukmu mulai sekarang" aku tersenyum mengusap air mataku yang mulai mengering. Dua orang pengacara pamit undur diri, aku mengucapkan maaf dan terimakasih kepada mereka. Mereka hanya mengangguk tak enak padaku, apalagi melihat tatapan mata Jonathan padaku kali ini terlihat lain. Aku menggigil dia tidak mengalami syndrom terlambat jatuh cinta padaku kan. Aku mendengus, dasar pria labil, anak Paud saja tak selabil dirinya.
Aku akan jadi ibumu yang mengajari bagaimana menjadi lelaki berprinsip, tegas, dan bertanggungjawab. Oh, sabar Cuwa, anggap suamimu adalah anak SD yang baru duduk di kelas 1, yang untuk meraut pensil saja masih harus ijin guru, apalagi menentukan masa depan percintaannya. Itu pasti berat untuknya. Sabar Cuwa.
Sangking asyiknya aku merutuki suami tidak dewasaku ini, aku sampai tidak sadar dia menyipit dingin padaku. Kulit wajahnya yang ku akui cool dan ganteng telah ditutupi lapisan es Antartika. Aku menjamin sebentar lagi keringatnya akan berubah jadi kristal es. Bunyi kletuk mengalihkan perhatian ku dari wajahnya ke pulpen yang dia genggam. Alamak, patah jadi dua, itu bisep kalau digunakan untuk aktivitas yang lain pasti lebih greng, semisal mengukungku di atas sofa ini. Aku menggeleng mengusir pikiran nakal yang tiba-tiba muncul kala menatap body machonya.
Mataku mengerjap menampar diri. Jangan lagi tergoda tampang memabukkan itu. Dia pria paling bajingan yang pernah ku temui. Cih, mana mungkin sih dia mengungkung ku di sofa lalu sudi mencumbuiku, dia itu alergi bersentuhan dengan wanita cantik sepertiku.
"Cuwa, dengarkan aku. Jangan kira aku tersentuh dengan semua yang kamu katakan, cepat atau lambat kita akan tetap berpisah tapi..."
Labil, tidak dewasa, kurang ajar, dasar bunglon, kenapa tidak kau tandatangani saja yang di atas meja itu.
Tak sedikitpun dia melepas tatapannya, dalam, tajam dan langsung tembus ke hatiku. Aku sedikit salah tingkah dengan mengalungkan rambutku ke telinga. Gerakan tangannya yang perlahan tapi meyakinkan membuatku was-was, sekilas aku terpaku pada ototnya yang astagahhh, pantas dulu aku pernah jatuh ke dalam pesonanya. Jonathan menyobek surat cerai itu jadi beberapa bagian. Mulutku menganga. Dalam hati menangis meraung-raung, surat berhargaku....
Aku mendahuluinya untuk melanjutkan apapun yang hendak dia katakan. "Tapi, kamu harus memberi kesempatan pada hatimu untuk mengenalku lebih jauh"
dan akan ku tunjukkan lagi seberapa jahat dan binal aku sehingga tidak pantas bersanding dengan pangeran tampan seperti mu. Sehingga kamu akan menyesali hari ini karena telah menunda menceraikan ku.
Aku tersenyum manis, mendekat padanya dan menempatkan kepalaku di lengannya. Dia menaikkan sebelas alisnya, menungguku berucap. Harum cemara dari tubuhnya terasa nyaman di penciuman, meski sedikit mengingatkan aku dengan pewangi lantai.
Tapi dia memang tampan sih, tapi duh... Aku sudah menetapkan membencinya sepanjang tahun dan akan begitu selamanya sepanjang hidupku.
"Jojo, kalau kamu tidak menyukaiku sedikit saja, kenapa dulu kamu selalu menunda membatalkan perjodohan kita. Bahkan setahun lalu aku sudah memberimu kesempatan untuk meninggalkanku di hari ijabsah. Tapi Jojo, kamu tak pernah benar-benar benar-benar pergi, akhirnya kamu selalu kembali padaku" dan aku benci itu, kamu pikir aku ban serepmu, yang akan siap sedia kau pakai kapan saja, pria sialan. Siapa yang tidak tau kamu suka selingkuh sejak dulu, kamu suka berganti-ganti pacar di belakangku. Yang membuatku makin muak adalah kamu mencintai adikmu.
Suara maskulinnya memotong rentetan omelanku. Dia terdengar lelah menghadapi ku.
"Cuwa" Dia memijit pangkal hidungnya. Dari arahku yang masih menyandar manja di lengannya, aku bisa melihat bulu matanya yang sedikit lentik.
"Katakan sejujurnya apa yang kamu mau dariku" meski dia diam saja saat aku menempatkan kepalaku dengan nyaman di lengannya, tapi dari suaranya dia sangat tertekan dan menahan marah padaku. Emosinya membumbung tinggi hingga cicak di dinding saja tak berani menampakkan diri.
Jelas aku ingin kebebasan, ceraikan aku, bajingan! Tapi di depanmu selamanya aku akan jadi gadis baik-baik, pantang terucap kata perceraian dari mulutku, kalau kita harus berpisah, itu kamu yang akan memintanya.
"Jojo," suara centil dan manja ku buat memelas.
"Bukankah sudah jelas." Lanjutku, dia menatap mataku, aku juga balas menatapnya. Andai mataku bisa mengeluarkan radiasi nuklir, aku akan bersyukur karena akan meracuninya.
"Aku ingin menjalankan pernikahan ini seperti yang ayahmu dan ayahku mau. Lagipula hanya kamu satu-satunya pria dalam hidupku"
Jelas saja bertunangan delapan tahun itu kalau ibarat kredit rumah dua tahun lagi lunas, kredit motor dapet 4, kredit mobil dapet 2. Kamu harus membayar masa mudaku yang terlewati begitu saja. Ya tuhan, bodohnya aku sempat tergila-gila dengan wajah tampannya. Kalau membunuh itu tidak dosa dan tidak dipenjara, aku pasti akan membunuhnya berkali-kali.
"Apa kamu sudah tidak menyukaiku lagi" katanya dengan suara datar yang dalam dan khas. Jujur aku sempat merasakan getaran liar dalam perutku mendengarnya, rahimku bergejolak.
"Cuwa" Jonathan menarikku dari keterpukauan. Mata elangnya mengunci pandanganku.
I..i..iit...itu... Brengsek, jelas sekarang aku benci padamu. Pria menjengkelkan sepertimu tidak layak mendapatkan rasa suka dariku. Di luar sana banyak pria cantik dan muda mengantri untuk bersanding denganku. Dan bodohnya aku harus menghabiskan waktuku mencari jalan memutar hanya untuk berpisah denganmu.
Bodohnya pipiku pasti merona, tapi bukan aktris penerima golden award namanya kalau tidak bisa mengatasi keadaan ini.
"Pertanyaan macam apa itu, suami? Kamu tahu lebih dari apapun betapa aku ini sangat menyukaimu" senyumku yang mengandung pemanis buatan dan MSG mulai kaku, aku jijik ya Tuhan, tolong cabut nyawanya saja kalau begitu.
"Cuwa!"
"Ada apa Jo?" Aku berkedip polos, aku cemberut karena bentakannya. Tak tahu kenapa dia jadi makin marah. Otot di dahinya berkerut, alisnya hampir menyatu, matanya manatap kejam. Aku bergidik, bersiap berdiri dan memasang kuda-kuda untuk berlari kalau sampai Jojo memukulku.
"Berhenti menyumpahiku mati"
Bab 3
Mataku memiliki cekungan lebar yang kusam dan segera akan menghitam. Menjerang air lalu menyeduh kopi pahit, air hitam pekat itu semoga menghilangkan kantuk yang tak tertahan. Ampasnya untuk kompres mata pandaku pasti lumayan ampuh. Hari ini aku tidak punya waktu untuk melakukan perawatan di salon langganan, jadwalku penuh sampe sore nanti. Aku menguap untuk yang ke sekian kali sampai mataku berair, ngantuknya ah....
Mungkin malaikat terheran-heran, jin dan iblis ikutan mengernyitkan dahi. Jonathan Wirautama berbagi ranjang denganku. Semalam itu adalah malam keduaku bersamanya, setelah setahun lalu di malam pertama hal yang sama terjadi.
Setelah melempar tatapan aku tidak sudi menyentuhmu, dia tidur dalam damai di sebelahku. Sangking damainya hampir aku membuat nisan di atas kepalanya dengan kutipan Rhyme in Peace. Sementara aku cuma bisa berkedip-kedip mirip boneka Susan sambil menggerutu bahwa kehadirannya sangat mengganggu. Aku sampai takut bergerak karena takut menggeser selimut bagiannya, jadi sepanjang malam aku hanya terlentang saja sampai seluruh ototku mau putus sangking kakunya.
"Jojo, kamu sudah bangun? Mau minum apa, biar ku buatkan" air comberan mau?
Jonathan hanya menatapku datar, dia sudah rapi dengan setelan jas yang telah lama dia tinggalkan di apartemen ini. Dulu, biasanya Jonathan hanya akan menjadikan apartemen ini sebagai tempat singgah, karena memang lebih dekat ke kantor pusat milik keluarganya. Entah dia bermalam dimana, yang jelas pagi-pagi sekali pria itu akan datang hanya untuk numpang mandi dan berganti baju. Meninggalkan baju kotornya begitu saja untuk ku cuci, itu termasuk boxer dan kancutnya juga loh. Mengingat itu aku menatap kearah dimana kancut segitiganya terpasang pas di tubuhnya.
Kurang ajar nggak sih dia. Jadi ingat kesialan ku karena kancut itu, aku mendapat omelan ibu mertua. Manusia tidak sopan lah karena melondri underwear suaminya, istri pemalas lah, isinya doyan bungkusnya nggak mau, dan bla bla bla. Setelah itu aku terpaksa mencuci kancutnya sendiri. Padahal seluruh jagad alam raya tahu, aku belum tahu wujud isinya kancut si Jonathan.
"Kopi" sahut pria itu dengan muka merah. Dia kenapa sih, lama tak bertemu jadi aneh banget.
Aku tersenyum mengangguk, bersyukur karena akhirnya dia memperlakukan aku seperti seharusnya istri. Tapi dalam hati aku masih tidak puas, bagaimana wajahnya yang terlihat segar dan fresh, tidurnya pasti nyenyak sekali semalam, sementara aku harus tersiksa sendiri dengan tubuh kaku seperti menekin.
Kalau aku kenal Jesicca, aku ingin tanya dia beli sianida dimana, terus seberapa campurannya biar baunya tidak terlalu pekat dan bisa langsung memberikan efek menghentikan pernafasan.
"Swara Amaya"
Dadaku bergemuruh, ada apa dengan pria itu hingga memanggil namaku dengan lengkap seperti seorang sipir mengabsen penghuni lapas. Intonasinya rendah tapi di telingaku terdengar mendayu, tatapannya ganas. Tapi saat mataku mengerling padanya, dia kemudian memijit sudut matanya.
"Ke... kenapa Jo?" Ada apa dengan mata itu, setelah lama tak bertemu dia jadi suka sekali memperhatikan wajahku.
"Berapa lama kita tidak bertemu?" Matanya menatap dalam tapi dingin.
"Ehm, tiga bulan ya?" Aku tidak yakin, itu sudah lama sekali.
"Selama itu kau pikir aku kemana?"
Mana aku tahu dodol! Aku tidak pernah mendapat kabar darimu, aku juga tidak ingin tau sih, apa peduliku.
"Maafkan aku Jojo, seharusnya aku menghubungimu mencari tahu, tapi aku lupa tak menyimpan nomer pribadimu. Itu karena terlalu lama kamu tidak bisa dihubungi, ku pikir kamu lupa memberitahu nomor barumu. "
Aku menghapusnya enam bulan lalu, berkali-kali aku menelponmu tapi kamu terus-menerus mengabaikan ku. Sungguh, Jonathan aku tidak peduli kamu kemana. Huh, ada apa dengan pertanyaan mu, ada apa denganmu tiga hari ini. Kapan kamu membuatku jadi wanita single happy sih. Bajingan tengik bau karbol ini!
Menghela nafas lelah. Aku menunduk sedih, nada suaraku tentu menyalahkannya soal itu. Seharusnya sebagai suami yang baik dan bertanggung jawab dia punya inisiatif menghubungi terlebih dulu. Atau sesekali dia menghubungiku apakah aku sudah makan, apakah uang belanjaku cukup? Apakah adik dan ibunya masih membuliku. Aku capek Jo, kapan kau menceraikan ku. Dan kamu bebas menikahi adik angkatmu yang mirip putri kodok itu.
Wajah Jonathan menggelap, dia seperti menghidu aromanya sendiri. Tapi gesturnya halus sampai aku yakin aku berhalusinasi melihatnya begitu. "Apa yang kau lakukan selama ini tanpa kehadiranku?"
Kau pikun ya, selama aku berubah status jadi istrimu, kau itu sudah mirip bang Toyib. Bahkan semua orang di lingkaran ku memanggilku janda to be soon karena kealpaan mu selama ini. Aku dirawat di RS selama sepuluh hari karena kecelakaan di lokasi syuting 6 bulan lalu, mana pernah kamu tahu. Tidak taukah kau selain membuang waktuku bertahun-tahun ini kau juga tak berguna sama sekali, untuk makan saja aku harus mengandalkan tanganku sendiri. Aku berdecak.
Alis pria itu mengkerut, dia berdehem dalam beberapa kali, seolah ada duri tersangkut di tenggorokannya.
"Aku bekerja keras siang dan malam Jojo, demi agar aku bisa membahagiakan mu." Memasang wajah baik hati nan tulus seperti Dewi Kwan Im, aku berusaha jadi istri baik yang ikhlas membantu suaminya bekerja demi agar dapur tetap mengebul.
"Kalau uangku banyak kamu tidak perlu lagi susah payah bekerja demi diriku sampai tak pulang-pulang seperti selama ini. Kamu juga tidak perlu malu karena tak mampu memberiku uang belanja, kamu hadir disini itu sudah cukup koq"
Aku ingin tertawa mendengar nada tak berdaya dari bibirku, abaikan wajah Jonathan yang berganti menjadi merah hijau. Dia berkacak pinggang, kemudian melonggarkan dasinya. Dia tidak tercekik kan, hingga seperti orang kehabisan oksigen begitu.
"Tidak bisakah kau berhenti mempertontonkan tubuhmu di depan banyak orang" dia menatap tubuhku sekilas lalu kembali ke wajahku, yang hanya mengenakan piyama pendek tanpa lengan. Di bawah ketiak, bra-ku masih akan terlihat karena modelnya memang begitu. Ku rasakan kilat di mataku bersama dengan bibir ini yang tersenyum licik. Sedangkan bibirnya mengatup tanpa mood.
"Suamiku, kamu cemburu ya? kenapa kamu jadi posesif begini sih" aku bergerak merapat ke tubuhnya seperti perempuan jablay. Mengalungkan tanganku pada lengannya seperti perempuan kegatelan. Senyum jalang juga ku pertontonkan.
Jonathan memejamkan mata, aku menangkap gestur gugup dari dirinya. Dalam hati cekikikan, masak sih dia tidak tergoda sama sekali denganku. Kalau semalam dia tak sempat melihatku mengenakan gaun seksi, sekarang dia bebas memanjakan matanya, atau itunya sudah tumpul dan berkarat karena kelamaan dianggurin, hingga tak mampu menangkap sinyal-sinyal bergelora penuh godaan dari tubuhku.
"Semalam kamu tidur lebih awal, aku bahkan belum menunjukkan piyama imut ini. Ini hadiah dari CEO Newback karena peluncuran produk barunya yang aku iklankan berhasil bulan lalu."
"CEO Newback?" Ulangnya dengan wajah sedatar dada waria gang senggol. Jonathan menatap ekspresiku dengan alis sedikit naik. Mungkin dia teringat dengan skandal bulan lalu dimana namaku kembali viral karena dikabarkan jadi simpanan tua bangka itu.
Setiap kali melihatku si tua itu akan terus mencari kesempatan untuk memepet seperti aksi angkot rebutan penumpang. Tapi aku menyukai piyama sutra ini, halus dan nyaman di kulit. Tidak menyukai orangnya bukan berarti tidak menyukai produk bagusnya.
Aku masih wanita paling realistis di industri hiburan dibandingkan wanita-wanita lain. Aku sangat menyukai uang, tapi masih ogah diajakin ngamar para sutradara, produser, maupun sponsor. Di dunia hiburan hal seperti itu sangat biasa. Makin sering kau memeluk paha orang berduit makin banyak tawaran pekerjaan yang masuk padamu, dan semakin melejit pula karirmu.
Aku juga melakukan skandal yang sama meskipun itu semua cuma sebatas skandal tak terbukti. Seperti yang ku katakan di awal, aku menebar berbagai rumor itu karena ingin diceraikan. Aku sudah tak tahan selalu jadi mantu tak dihargai dan istri tak diharapkan. Sangking mengenaskannya rumah tangga ku macam sinetron, aku sampai hafal lagunya Rossa, ku menangis.......
Ngomong-ngomong soal pekerjaan, tentu saja aku bersih. Aku mendapatkan berbagai peran karena rajin casting. Aku juga tidak terlalu pilih-pilih baik protagonis maupun antagonis, selama itu mengasah kemampuanku dan utamanya menghasilkan rupiah, akan ku ambil. Tidak jarang aku terlibat persaingan dengan artis lain yang sama-sama mengincar sebuah peran. Tidak jarang juga pertengkaran demi pertengkaran ku lakukan, lumayan kan sebagai bahan skandal. Selain itu semakin sering kamu menang dari lawanmu semakin banyak orang yang akan berpikir dua kali untuk menjatuhkanmu. Tapi latar belakangku tidak bisa mereka anggap remeh, jadi mereka akan berpikir dua kali untuk tidak membuat masalah denganku.
"Jangan sembarangan mengambil pekerjaan mulai dari sekarang, berhenti berulah"
Aku mengendik tak peduli pada peringatannya. Kalau kamu memberiku uang belanja yang digitnya berlimpah akan ku pertimbangkan.
Tanpa ku duga tanpa ku kira, dia mengeluarkan dompetnya dan mengambil kartu kredit berlogo bank Asia yang ada di Indonesia.
"Gunakan sesukamu" ujarnya singkat.
Belum sempat menerka berapa limitnya, belum juga pulih aku dari keheranan tentang tumben dia memberiku nafkah, aku masih dikejutkan dengan tindakan Jonathan selanjutnya.
Dia menyesap kopiku dengan cara yang membuatku ikut haus. Aku seolah bisa melihat air kopi melewati mulutnya menuju pangkal tenggorokan, lalu jakunnya yang bergerak dramatis menambah kesan seksi, astaga... Aku mengerjap, itu tadi apa?
Aku shock, tampangku sekarang pasti sudah mirip kuda Nil sangking lebarnya aku menganga. Dia meminum kopi dari gelas yang sama dengan ku? Aku tersipu, apa itu bisa di sebut ciuman, ah pemikiran abege norak, kenapa aku jadi ikutan berotak norak ya akibat hal kecil begitu.
Karena terlalu banyak melamun, jadi lupa kalau bang Toyib-ku minta dibuatkan kopi.
"Pait" katanya tanpa mimik berarti. Tanganku masih bergelandot manja. Lupa sepenuhnya kalau sebelumnya dia alergi padaku.
"Memang, aku diet!" Cantik seksi begini kamu tak bisa melihatku, apalagi kalau aku gendut.
"Ngapain?" Katanya, tidak ada riak sama sekali pada nadanya. Intonasinya juga biasa-biasa saja.
"Biar body langsing ku terjaga lah. apalagi" aku cemberut, dasar.
"Kamu gendut" katanya sebelum menyesap kopi pahit itu lagi.
Sontak aku melepas tangannya, mengukur lingkar perutku dengan kedua lenganku sendiri. Mataku meneliti diriku dari atas ke bawah. Aku berpikir, masa sih kaloriku bertambah drastis sampai kelihatan gendut. Jadi aku spontan berbalik memunggunginya, lalu mengambil timbangan digital di bawah meja makan, harus menungging karena kemaren aku meletakkannya menggunakan kaki, hasilnya butuh kekuatan ektra untuk meraih timbangan itu.
Suara batuk Jonathan membuatku sadar posisiku yang pasti terlihat aneh. Rok diatas lutut kalau ku buat nungging pasti bakal memperlihatkan isi bokongku kan. Aku cekikikan lagi, meski bibirku cuma tersenyum lebar.
"Jangan liat aku, Jo!" Aku berpura-pura murka, menempatkan diriku sebagai korban matanya yang cabul.
"Jaga etiketmu, Cuwa!" Dia menggeram rendah, yang ku balas dengan tawa dari bawah meja.
BAB 4
Seminggu ini hidupku kembali tentram dan sejahtera. Tentram tanpa si Jonathan kancut itu, yang kembali menghilang tak ada kabar. Sejahtera karena limit credit card yang dia berikan ternyata sangat memanjakan nafsu belanjaku yang sedang liar. Aku tidak peduli nanti malam atau bahkan sebentar lagi dia akan marah sampai jin Qorin dalam dirinya ikut ngamuk. Salahnya sendiri, setahun hanya memberiku lima puluh juta. Buat perawatan wajah saja tidak cukup, dikiranya menikahi ku sama dengan menikahi kaktus dalam pot yang cuma disiram air penuh cinta seminggu sekali bisa tumbuh subur. Ishhh....
+628*** is calling...
Aku tersenyum, bisa dipastikan siapa yang menelpon. Jadi aku berdehem untuk menetralkan suaraku, memasang suara manis penuh rayu.
Belum ku sapa dia sudah berseru rendah. "Swara Amaya" aduh kenapa musti menyebut nama panjangku, jantungku kan berdebar hebat jadinya, takutnya getarannya turun ke rahim kan susah, yang halal membuahi kagak doyan.
"Jojo, ini kamu?" Pasti di seberang sana dia sangat tidak sabar.
"Kamu sembelit ya? Suaramu kenapa?" Aku memperdengarkan nada khawatir yang berlebihan.
"Cuwa" dia mendesis seperti terinjak sapi, aku bisa membayangkan wajahnya yang merah dengan alis menukik tajam dan mata galak yang melotot. Tangannya pasti sedang memijit tengkuk atau ujung matanya. Aku tertawa dalam hati, kalau kamu tak menceraikan ku sesegera mungkin, bersiap-siap saja akan ku buat stroke di usia muda.
"Aku masih belanja, Jo" suara bernada manja ku lantunkan.
"Kamu dimana, aku jemput"
"Di Thamrin"
Tuutt.....
Aku terbahak air mataku sampai merembes keluar sangking sakitnya perutku karena desakan tawa yang luar biasa. Shofi asistenku, dan Phia managerku yang setia menemaniku berbelanja sampai heran dan mencolek-colek pundak ku agar aku berhenti bertingkah gila. Pasti semua pengunjung gerai ini sedang memperhatikanku dengan rasa ingin tahu.
Bahuku terguncang, "Please beri waktu aku sebentar" aku melanjutkan tawaku yang tak bisa ku bendung. ya ampun, Jonathan si bodoh itu begitu saja sudah marah. Limit kartu kreditnya masih tinggal 25 juta. Sayang kalau tidak di habiskan. Sebentar lagi dia pasti akan mengucapkan cerai. Kebebasan, tunggu aku sebentar lagi, pria muda dan segar sabar dulu ya...
Di usia 36 tahun si Jonathan bisa apa sih, selain memberiku uang 50 juta dan kartu kredit limit 450 juta. Duh emang berapa penghasilannya, takut banget uangnya ku belanjakan habis. Dia tidak tahu apa ya, kalau di dalam rejeki suami itu ada rejeki istri. Kalau dia tahu pengeluaran pribadiku selama sebulan apa nggak mati berdiri dia sih. aku mencebik, menghinanya adalah hobiku setahun terakhir meski bisanya ku lakukan dalam hati.
Sembari menunggu suami tercintaku menjemput, ayo gesek sekali lagi. Kalau nanti sampai kartu itu zonk, buang aja. Biar sekalian deh repotnya si Jonathan itu.
Aku meraih beberapa tas belanja dari tangan Shofi. Mencari gaun santai yang cantik tapi seksi dan sesuai dengan cuaca panas Jakarta. Menimbulkan kernyitan heran di dahi gadis 26 tahun itu.
"Apa yang kamu lakukan?" Katanya bingung melihatku mencari gaun floral cantik 32jt yang tadi ku beli. Aku juga akan menuju counter Chanel untuk memoles wajahku agar tak kelihatan kusam setelah dua jam jalan-jalan di mall ini.
"Jonathan akan menjemput ku, biarkan aku tampil cantik dan merampas hatinya kali ini" aku menjawab sambil lalu. Karena tanganku telah menjatuhkan pilihan pada sepasang high heels musim semi yang menawan, bisa dipastikan bakal menambah kesan liarku karena membuat kaki lebih kelihatan jenjang. Begini doang hampir 50 jt, belum tas sama polesan muka, ah dasar si Jonathan emang pelit. Kalau dia tidak bisa memenuhi nafkah lahir batinku buat apa sih dia bertahan dalam pernikahan konyol ini. Tidak tahu ya, modal jadi atris itu gede.
"Mimpi apa si pangeran gunung es sampai menjemputmu?" Phia manager 4 tahunku membelalak setelah melihat aku yang tidak main-main.
"Sudah empat tahun aku mendengarmu mengucapkan kalimat yang sama" sahut Shofi asistenku, tatapannya mengandung ejekan, kemudian dia melanjutkan.
"Tapi dia tidak juga jatuh padamu."
Sayangnya dia benar, oh sakitnya hatiku. "Selama itu juga kami bersama, tapi seperti terpisahkan dua benua." Aku menghela nafas sedih karena kebenaran kalimatku tersebut, tapi senyumku tetap terpatri, aku mengingat kala pria dingin itu mengucap janji suci didepan wali.
"Anehnya dia tak pernah ingin benar-benar berpisah denganku, bahkan meskipun surat cerai sudah di depan matanya" lanjutku sendu. Ini benar-benar apa yang ku rasa di palung hatiku, setiap kali aku berusaha membuatnya mengucap kata talak, selalu saja gagal. Semua hanya berakhir dia semakin membenciku.
"Kamu memang bodoh, kenapa kamu tak menggugat dulu, cinta membuatmu bodoh." Ujar Phia, mereka berdua ini sebenarnya adalah teman masa putih abu-abuku. Phia bisa menjadi managerku karena dia lebih beruntung memiliki kemampuan itu, keluarganya juga banyak yang berkecimpung di industri hiburan. Jadi tidak heran kalau Phia memiliki banyak koneksi untuk mengembangkan karir ku. Sementara Shofi, dia bukan kawan akrabku sih sebenarnya tapi tahun itu, aku menolongnya dari hutang sehingga dia bersumpah setia akan melayani ku sebagai asisten kepercayaan.
"Kalau aku cinta kenapa aku harus minta cerai, dodol!" Balasku tak terima.
"Itu karena kamu tak mau terluka semakin dalam" mata Phia menyipit padaku kala mengatakan argumennya.
"Jangan bermulut besar! Sudah ayo ke Chanel, Jojo pasti sudah dekat" aku tak mau orang lain membaca hatiku. Biar saja aku yang tau.
"Kalau dia marah padamu bagaimana?" Shofi menggunakan intonasi yang sarat kekhawatiran, kenapa dia musti khawatir. Bukankah sudah biasa ya Jojo marah padaku.
"Aku akan menyumpal mulutnya dengan ATM platinumku yang lain. Ditambah ATM kurus miliknya"
"Seperti kamu bisa" kata shophia nama gabungan yang ku buat untuk mereka berdua.
Setelah dua puluh menit, aku memandang pantulan ku di cermin, hanya mempertegas alis dan mengganti warna lipstick dan eyeshadow sudah membuatku puas. Cantik begini ditolak orang yang sama selama delapan tahun. Betapa buruk nasibku, ya tuhan.
+628***** is calling....
Pucuk dicinta ulam pun tiba, baru saja ku pikirkan, si dia sudah tak tahan memendam rindu padaku. Aku terkekeh dalam hati karena kalimatku sendiri. Ayo kita lihat apakah si pelit nafkah ini akan muntah hanya karena uang segitu.
"Jojo" ku sapa dia selemah lembut yang aku bisa.
"Keluar" perintahnya datar, dia memang membosankan. Setiap kali dengan Jonathan tidak bisa aku tak mengumpat, dia memang selalu berhasil membuatku jengkel hanya dengan sepatah kata dari mulutnya.
"Jemput aku Jo, kalau aku keluar sendiri bisa dipastikan aku akan sangat terlambat menemui mu" suara tak berdaya mengalun lancar dari mulut bergincu merahku. Maksudnya adalah aku akan kewalahan menghadapi beberapa orang yang sering sekali minta tanda tangan atau foto ketika bertemu.
"Dimana?" Apa saat pelajaran bahasa Indonesia dia terlalu meresapi ciri-ciri kalimat poster yang singkat, padat, dan jelas itu ya? Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri.
"Counter Chanel lt.1"
"Mhm" sahutnya singkat sebelum dengan tidak sopannya dia menutup panggilan sepihak.
Ku kantongi ponselku sembari berpikir, apalagi ya yang bisa membuatnya kesal. Bagaimana kalau rumor prostitusi online, dia pasti akan menceraikan ku seketika. Aku mengangguk-anggukan kepala setuju dengan ide brilian itu.
"Perhatikan anak-anak ku dengan baik ya, jangan sampai ada satupun yang kalian anak tiri kan" ingat ku pada dua orang ini. Mereka sangat paham bagaimana aku memperlakukan barang-barang mahal ku. Aku duduk dengan tenang di sofa yang di sediakan. Shofi dan Phia menatapku ingin tahu, mereka mulai khawatir dengan apa yang aku dapat dari berharap pada Jonathan.
Tak lama berselang, Jojo terlihat memasuki counter ini dan berjalan ke arahku. Rambut cepaknya memberi kesan tegas yang tak terbantahkan. Jas semi formal seperti itu memanjakan mata kaum hawa meski penampilannya agak kusut. Terimakasih semesta memberiku suami tampan, tapi tolong cabut biang es dalam dirinya biar aku tak lelah hayati setiap kali menghadapinya.
"Ayo" dia berhenti lima langkah di depanku, memperhatikan wajahku sekilas lalu berbalik dan berjalan ke arah pintu keluar. Tidak ada ekspresi lainnya yang bis aku lihat, apakah dia senang, marah, bahagia. Ah membosankan sekali dia ini.
Aku mencibir, selain pelit dia juga tidak gentle. Lelaki terhormat Seharusnya memperlakukan wanita dengan terhormat pula. Jadi ayo lihat, sampai dimana saraf pekanya.
Aku masih duduk tenang dengan kaki terlipat anggun. Menatapnya dengan kilat jail, menyebabkan asisten dan managerku geleng-geleng kepala.
Setelah Jonathan menyadari aku masih tak bergerak, dengan wajah tertekuk dia kembali menghampiri ku dengan tatapan tidak suka.
"Cuwa, ayo"
"Jo, aku capek, kakiku keram"
"Apa perlu ku bawakan kursi roda?"
Jahat banget sih, mentang-mentang duitnya baru saja ku habiskan. Uang segitu beli underwear ku saja paling dapat tiga biji, dasar pelit.
Mengabaikan mukanya yang aneh saat menatapku.
Bukannya memang begitu ya akhir-akhir ini, dia suka menatapku diam-diam. Jatuh cinta tahu rasa.
Jonathan membuang mukanya segera setelah balas ku pandang dengan binar cinta yang ku buat-buat.
"Jo..."
Aku merengek, lalu mengangsurkan tanganku agar dia sambut. Jonathan melirik semua orang yang memelototinya di tempat ini karena tak kunjung menerima uluran ku. Maka dengan berat hati dia menuju tempatku dan meraih tanganku.
"Terimakasih, suami" kataku riang. bukannya membalas senyumku dia justru menggenggam tanganku dengan kekuatan kuda liar. Menimbulkan rasa sakit dan pasti akan memerah sebentar lagi, tidak tahu ya kulitku itu sensitif, biaya sekali perawatan 150 juta. Duit semua itu. Sekali menafkahi ku saja sudah berani kasar begini, ku tuntut pasal KDRT tau rasa.
Seolah tahu apa yang ku pikirkan, dia mengendurkan pegangannya.
"Sudah puas belanjanya" tanyanya dengan sarkasme yang kental.
Belum, aku belum puas mengerjaimu, aku akan terus merusuh dan mengacau denganmu sampai kamu menceraikan ku dengan surat resmi.
"Maaf Jo, ku gunakan kartu pemberianmu" ku pasang wajah penuh penyesalan, Jonathan mengangkat sebelas alisnya.
"Kemaren aku bertemu Renita adik tersayang mu" adik tiri tak tau diri yang sok polos dan suci yang ingin memonopoli dirimu sendiri, rubah ekor sembilan itu selalu menjelek-jelekkan aku si depanmu, membuatmu semakin membenciku.
"Cuwa, aku nonton film terakhirmu. Apa kakakku tak memberimu uang, kenapa baju murahan kau pakai dalam film sebagus itu, sungguh membuat keluargaku malu"
Aku tidak bohong soal ini, Renita si lili putih itu memang menghinaku begitu, andai dia tahu, kakak tersayangnya memang memalukan. Cih.
Aku terus berjalan mengikuti langkah Jonathan yang panjang-panjang. Tak sempat mengintip apakah ada perubahan emosi di wajahnya meskipun setipis tisu toilet.
"Jadi ku jawab, kakakmu bekerja keras untuk keluarga, bagaimana bisa aku berfoya-foya menghabiskan jerih payahnya, aku hanya ingin dia segera pulang dan kembali berkumpul denganku seperti seharusnya. Apakah aku salah Jo, berkata begitu pada adik kita." Adikmu saja, bukan adikku. aku tak memiliki adik rubah yang di luar seperti kapas di dalam seperti kapuk mati, lecek semua.
"Jadi kali ini, jangan salahkan aku kalau aku sedikit memanfaatkan uang nafkah mu, aku tak ingin kamu malu memiliki istri yang memiliki celah untuk dihina seenaknya. Soal makan kamu tak perlu khawatir, aku bisa membuatmu kenyang dengan cinta. Seperti kata anak muda, tai kucing rasa coklat"
Aku terbahak dalam hati, cuwa omong kosong mu sungguh menggelitik, aku eneg sendiri ya tuhan.
Lagi-lagi aku melewatkan apakah warna wajah Jonathan berubah, tapi dia hanya menambah tekanan hingga membuatku berhenti. Ini sakit, tentang kulitku yang sensitif itu bukan bualan. Minggu depan jadwalku syuting produk perawatan kulit. Tidak lucu kalau ada sedikit saja lebam di pergelangan tanganku.
"Jo, kamu menyakitiku" aku menepis gandengannya, tega sekali dia. Sekalipun dia akan membela adiknya, tapi jangan keterlaluan sampai bermain fisik begini.
Air mata menggenang di sudut mataku, ah make up mahalku.
Kulirik kerumunan ibu-ibu di loby mall ini. Ayo membuat skandal lagi, kali ini denganmu, Jojo sayang.
"Aku tau kamu menyayangi adikmu, tapi aku istrimu, Jo" ku tambah volume suaraku yang pasti akan di dengar oleh mereka pencinta gosip, dan sebentar lagi kamera-kamera jahat yang bisa bikin cantik seketika itu akan menyala. Hahaa.
"Selama ini aku sudah mengalah, adikmu memonopoli dirimu untuk dirinya sendiri. Bahkan dengan perlakuan mu yang selalu memihaknya, aku masih selalu mencintaimu" Jonathan memicingkan satu matanya.
Kasak-kusuk mulai terdengar, aku bersiap menumpahkan air mata dengan cara paling menyedihkan namun paling cantik yang bisa ku lakukan. Aku ahlinya bermain peran, lihat saja si Jojo bajingan ini, dia akan semakin marah, lalu memaki-maki ku dengan isi kebun binatang, lalu dia akan bilang, Ayo cerai cuwa, kali ini ku pastikan aku menandatanganinya.
Namun, sebelum mata dan kamera-kamera itu memuaskan rasa ingin tahunya, Jojo mencium bibirku dengan cara yang paling profesional yang pernah ku lakukan dengan aktor-aktor itu. Aku menarik kepalaku mundur, tapi dia menahan tengkukku dan mencium bibirku makin dalam.
Bajingan ini apa yang dilakukannya, kamera ibu-ibu netijen menyala, dan sial kenapa jadi begini.
"Ini hukumanmu, Cuwa." Katanya, lalu menarik jemariku lembut seperti pasangan mesra pada umumnya. Dia berjalan santai dengan aku yang sedikit terseret, wooa, apa dia sedang tersenyum.
Aku mengerjap barangkali aku salah liat.
Benar kan, bibirnya hanya berbentuk garis lurus, mana mungkin dia tersenyum, aku hanya berhalusinasi.
Bajingan brengsek, jangan begini, kalau aku jatuh cinta padamu lagi bagaimana.
BAB 5
Aku termenung di balkon apartemen.
Gadung ini adalah salah satu proyek yang dimiliki Samsu Group milik kelurga Jonathan. Samsu adalah nama kakek buyut Jonathan, pengembang pertama bisnis keluarga itu. Semua aset yang berada di bawah naungan keluarga ini akan memiliki embel-embel Samsu. Bagaimana bisa aku menikah dengan anak sultan macam Jonathan Wirautama?
Huftt, aku menghembuskan nafas berat.
Ayahku adalah pengusaha kecil, kecil apabila dibandingkan dengan Samsu Group. Tapi sekecilnya perusahaan percetakan milik ayah, satu-satunya orangtua yang sayang padaku tersebut mampu membiayai ku sekolah di National University of Singapore jurusan teater dan seni peran. Setelah ku hitung ayah mengeluarkan hampir 250 jt per tahun untuk biaya kuliah ku di sana. (Bisa cek Google, barangkali para pembaca yang Budiman ada yang berminat kuliah di NUS dengan jurusan ini. Hampir 200jt per tahun untuk biaya kuliah saja belum akomodasi pribadi).
Belum lagi kehidupan mewah ibu yang dulunya juga seorang aktris. Jadi kalau kalian tanya darimana bakat ku dan kecantikan yang ku peroleh, tentu saja jawabnya dari ibuku.
Suatu hari kakek Jonathan, menderita gagal jantung. Cerita klasik, seorang korban dan penolongnya, kalian pasti tahu akhirnya. Tapi hutang budi kakek Jonathan tak sampai membuat beliau menjanjikan perjodohan.
Ayahku yang baik hati itu, tak sengaja mendengar salah seorang karyawan membocorkan formula Samsu Group pada perusahaan saingan, padahal terhitung lima belas hari dari hari itu, produk tersebut akan diluncurkan. Selang waktu tiga hari saja dari jadwal peluncuran Samsu Group. Perusahaan saingan terlebih dahulu melakukan aksi dengan mengenalkan produk tersebut kepada pasar. Apa yang terjadi kemudian?
Pihak Samsu Group menggugat perusahaan saingan dengan ayah sebagai saksi. Pena perekam yang selalu ayah bawa adalah bukti penguatnya. Dan seperti yang kalian tebak, sekali lagi Kakek Jonathan berhutang Budi pada ayahku. Disinilah peran kakek Jonathan dalam perjodohan kami.
Setelah semua itu, hidup ayah tak lagi tenang. Teror demi teror diterimanya karena dianggap telah menjadi penyebab bangkrutnya perusahaan saingan kakek Jonathan. Plagiarisme merupakan isu mengerikan sehingga dalam hitungan bulan saja, perusahaan tersebut berhenti beroperasi karena tak ada lagi klien yang datang.
Bangkrutnya sebuah perusahaan tak hanya berimbas pada pemilik saja, ratusan bahkan bisa jadi ribuan karyawan terancam dirumahkan. Jadi mengingat rasa kemanusiaan, kakek Jonathan membeli perusahaan lawan yang telah bangkrut untuk akhirnya dikelola dalam bendera Samsu Group.
Dendam kesumat si pemilik dan beberapa orang berkepentingan yang merasa dirugikan tak hanya ditujukan pada keluarga kakek Jonathan, tapi pada ayahku juga.
Apa yang terjadi selanjutnya? Ayahku meninggal akibat ditusuk dua kali oleh orang tak dikenal di perutnya. Aku jadi yatim, ibuku jadi janda. Aku kehilangan arah, ibuku menggila belahan jiwanya telah tiada. Tak ada lagi tulang punggung, tak ada lagi tempatku berkeluh kesah. Tertinggal ibuku yang sejak aku lahir membenciku, terus-terusan menyalahkan kehadiranku karena merusak masa depannya.
Hidupku sempurna sebagai putri kecil ayahku, tapi hidupku tersiksa sebagai anak tak diharapkan ibuku.
Kenapa begitu, Cuwa?
Aku adalah penyebab karier ibuku hancur. Penyebab kemurkaan orangtua ibuku yang marah bertahun-tahun, karena anaknya hamil di luar nikah.
Pemberitaan media yang selalu mengandung intrik, menghalalkan segala cara asal beritanya laku, rela menjatuhkan objek berita sampai tak punya nurani. Ibuku stres berat kala itu. Beberapa kali ibu mencoba menggugurkan anak ini yang pernah disebut haram oleh banyak orang bahkan oleh mulutnya sendiri. Cinta buta yang menyakitkan kata ibuku.
Banyak uang yang harus dikeluarkan ibu dan ayahku kala itu untuk membayar pinalti karena menyalahi kontrak. Ibuku tentu harus mangkir dari kontrak karena telah menikah dan hamil yang tentu tak bisa ditutupi terus. Sementara ayah yang justru bahagia karena memilikiku jelas melarang ide ibu untuk melenyapkan diriku sebelum lahir ke dunia. Jadi hingga umurku setua ini ibu akan terus mencerca diriku karena telah merusak karirnya yang setelah itu tak lagi bisa kembali. Ibu juga menggungatku karena akibat mengandung diriku, body-nya melar kemana-mana, padahal setahun setelahnya ibu kembali langsing karena berbagai perawatan. Ibu juga bilang, tidak pernah bisa lagi tidur nyenyak karena dihantui tangisanku setiap malam.
Ibu menderita syndrom baby blues karena banyak menerima tekanan dari semua pihak, dijauhi teman-temannya, termasuk orangtuanya sendiri. Intinya banyak ketidakpuasan yang ia alami, selalu dikaitkan dengan keberadaan ku. Itu menjadi kebiasaan hingga aku bertambah usia setiap tahun. Maka jangan kaget kalau hingga ayah meninggal aku tetap jadi anak tunggal. Ibuku tak lagi sanggup memiliki bayi lainnya lagi.
Kala itu aku duduk di awal semester empat saat ayah meninggal. Aku yang telah dipersunting keluarga Wirautama beberapa bulan sebelumnya, menjadi tanggung jawab kakek Jonathan termasuk biaya kuliahku yang tidak murah, kompensasi keluarga Wirautama untuk ibuku juga tidak sedikit. Ketika kakek Jonathan tutup usia tiga tahun setelahnya, hanya papa Jonathan yang baik padaku. Barata Wirautama mungkin jadi iba setelah tahu bagaimana ibuku memperlakukan aku. Beliau jadi satu-satunya yang menerimaku setelah kakek Jonathan berpulang di keluarga itu.
Karenanya hingga detik ini, aku tidak akan menjadi pihak yang menceraikan pria dingin itu. Aku telah menghabiskan lebih dari 1M uang mereka untuk biaya kuliahku ditambah kompensasi untuk ibuku. Jasa mereka mengantarkan ku menerima gelar dari jurusan Bachelor Art of Theatre Studies. Aku tidak berlebihan saat bilang aku berprestasi. Aku merangkak dari bawah, mulai dua tahun menjadi stuntman di Singapore dan Bangkok. Casting sana sini untuk peran kecil di tanah air hingga naik terus ke level aku di dapuk jadi juri di pergelaran film se-Asean, meski ku akui untuk yang itu adalah rekomendasi dari almamater.
Lalu bagian mana dari kedudukan ku yang berhak mengakhiri hubungan dengan keluarga Wirautama, tidak ada. Kecuali jika keputusan itu datang dari Jonathan sendiri.
Cerita sampingannya, ibu dan adik tiri Jonathan itu terlalu cemburu padaku. Sementara Jonathan sendiri sangat menghormati ibu tirinya layaknya ibu kandung. Wanita itu membesarkan Jonathan dengan baik dan tulus sejak berusia 10 tahun, sedangkan Renita berusia 4 tahun.
Kabar buruknya anak dari pernikahan pertamanya itu mencintai Jonathan bukan sebagai kakak, tapi sebagai pria. Kabar lebih buruk lagi, si Jonathan merasakan hal yang sama. Kalian pikir aku sok tahu? Tidak, di tahun ketiga usia pertunangan kami, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana cara mereka berdua saling tatap. Itu membuat mataku iritasi hebat, perutku mual dan diare berhari-hari. Aku tidak bohong saat mereka berdua saling mencecap bibir masing-masing di balik pilar halaman samping rumah mereka.
Salahkah aku jika menyebut pria itu selingkuh dariku? Tuh kan, aku eneg lagi kalau ingat itu.
"Cuwa, Renita ada disini"
Aku mengerang mendengar suara bass Jonathan dari balik tubuhku. Siluetnya memang sempurna, tapi, Oh... aku butuh ke toilet. Dorongan luar biasa terasa menekan keluar dari dalam perutku.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
