
Bismillahirrahmanirrahim,
Agustus kita mulai dengan yang baru ya 😍
Semoga lancar jaya sampai tamat. Aamiin.
Selamat membaca, semoga suka.
Salam ❤️
Bab 1
"Selamat pagi, Pak Nic."
Nic membuka mata sembari menguap lebar. "Pagi, Mila." Terbelalak melihat sang Sekretaris tersenyum manis. Hal langka dalam dua bulan belakangan ini.
"Kamu kenapa? Keenakan semalam?" Raut muka melotot membuatnya terkekeh.
"Lumayan enak, tapi bukan karena itu." Sengaja memancing rasa penasaran.
"Pasti bonus!" Tertawa kecil mengingat semua wajah yang ditemuinya saat memasuki kantor juga berekspresi sama. "Makanya kalau dikasih kerjaan ekstra, jangan langsung pasang muka jelek seakan dunia runtuh. Hasil tidak akan mengkhianati usaha."
Mila cengengesan. "Terima kasih untuk bonus yang sangat besar, Pak Nic. Namun ini jauh lebih membahagiakan dari itu."
"Kamu hamil?"
"Bukan juga!"
"Lantas apa, Karmila?" Hanya dia yang berani bercanda dengannya.
"Akhirnya kita berhasil mendapatkan PA baru! Yeay!" Akhir dari penderitaan! Hampir tak pernah beristirahat dengan benar dalam dua bulan belakangan ini karena merangkap pekerjaan.
"Aku tidak dilibatkan dalam proses interviu?"
"Tidak ada proses interviu."
"Kok bisa?"
"HRD yang memilih, tidak menerima penolakan dengan alasan apa pun! Kecuali Pak Nic bersedia mencari sendiri dan bayar gaji dari kocek pribadi."
"Kejam amat! Boleh seperti itu?"
"Apa saja boleh kalau PA-nya Cinta Pitaloka."
"Dia?" Ingatan tertuju ke sebentuk wajah. Apa mungkin ada Cinta Pitaloka yang lain?
Mila tersenyum lebar. Mana mungkin ada pria yang mampu melupakan anugerah Tuhan secantik itu. Ia saja sebagai wanita berdecak kagum bercampur cemburu.
"Iya, dia, Pak Nic! Hanya ada satu Cinta Pitaloka!" Tertawa menyaksikan reaksi menggaruk kepala.
"Boleh menolak?"
"Tidak ada alasan menolak Cinta, semua tahu kapasitasnya."
Ya, memang tidak ada celah untuk menolak. Cinta adalah PA terbaik, melebihi ekspektasi bos mana pun. Sudah lama kantor pusat mengincarnya dengan menawarkan posisi lebih tinggi, tapi selalu ditolak.
"Tumben dia mau?"
"Dia mengajukan resign dengan alasan tidak jelas. Bu Ambar bergerak cepat saat tahu dia berencana pindah ke Jakarta.
"Oooh! Begitu?"
Mila mengangguk dengan senyuman lebar. Kebersamaan selama empat tahun membuatnya sangat mengenal Nicholas Ivander.
"Boleh aku pertimbangkan dulu?"
"Sekarang masalahnya apa lagi? Apa yang kurang dari seorang Cinta Pitaloka? Seharusnya Pak Nic happy dapat PA sebagus itu."
"Dia terlalu muda! Aku suka wanita yang lebih matang."
"Kalau begitu tukaran dengan Pak Jhon aja, gimana? Ibu Joice memenuhi kriteria." Tak peduli mendapati ekspresi sebal. "Pak Jhon pasti dengan senang hati bersedia bertukar PA. Siapa yang kuat menolak Cinta Pitaloka?"
"Enak aja!"
"Tadi katanya suka yang matang ...."
Nic kembali menggaruk kepala. Cinta memang sangat sempurna, tapi ada sesuatu tentangnya yang tidak ia suka, bahkan membuat ilfil. Tidak mungkin memberitahukan sesuatu itu kepada orang lain.
"Kenapa namanya harus Cinta? Coba gimana cara manggilnya?"
"Ya ampun, Pak Nic ... please deh! "Cici, Tata, Pita, Ita, Kaka, atau panggil Miss PA sekalian. Ribet amat!"
Terbahak menyadari kekesalan Mila. Jelas kesal karena Cinta adalah tiket kebebasannya kembali ke kehidupan normal. Tidak lagi terpaksa merangkap pekerjaan.
"Nanti aku pikirkan alasan lain."
"Berarti tidak ada alasan yang sangat mendasar?"
"Kopi, mana kopi?"
"Baiklah, Pak Bos." Melangkah gontai menuju pantri mini di sebelah kanan ruangan.
Tak mengerti mengapa Nic tidak antusias. Semoga tidak sampai menolak meski terkenal nekat. Seseorang yang akan mempertahankan pendapat bila yakin merasa benar.
Bukan salah HRD juga sampai pada keputusan tak melibatkannya. Dua bulan terakhir ini sudah empat kali lowongan kerja dibuka hanya untuk mencari PA untuknya.
***
Grizelle menarik tangan Nic memasuki toko berlian. Nic masih berbicara di telepon sejak mereka turun dari mobil. Sudah sangat terbiasa dengan gangguan yang selalu mewarnai romansa mereka.
Datang ke sini untuk mencari kado pernikahan sepupu di mana calon suaminya adalah juga kenalan Nic. Memanfaatkan waktu untuk melihat-lihat sembari menunggu Nic selesai menelepon.
"Coba lihat yang itu, Mbak. Bukan! Yang di sebelah kiri liontin merah. Ya, yang itu."
Perhatian Grizelle teralih. Banyak kalung berjejer di hadapan seorang wanita dengan penampilan biasa saja meski berwajah di atas rata-rata.
Kalung yang ditunjuk diambil oleh pelayan, cantik sekali. Liontin berbentuk love knot yang ia tahu lebih mahal dari kalung-kalung yang telah dilihat oleh wanita itu. Hati langsung tertambat, sebuah hadiah yang cocok untuk Fayya!
Seketika minat untuk melihat-lihat hilang. Menanti dengan was-was, berharap wanita itu segera mengembalikan kalung kepada pelayan begitu harga disebutkan. Namun itu tidak terjadi, ekspresinya sangat biasa, sama sekali tidak menampakkan keterkejutan.
"Yang ini saja. Tolong dibungkus untuk kado."
Grizelle pasrah saat dia mengeluarkan kartu untuk membayar. Kesal membuatnya menyikut perut Nic yang masih menelepon.
"Kenapa?" Nic bertanya tanpa suara.
"Kamu kelamaan, barangnya udah dibeli orang." Membuang muka saat dia mengusap-usap punggung.
"Lanjut nanti Bu Ambar." Nic mematikan sambungan telepon dengan raut muka bersalah.
"Ayo kita pilih!"
"Aku mau kalung dengan liontin seperti yang dia beli."
Nic mengikuti arah yang ditunjuk. Seorang wanita berdiri membelakangi, menunggu pelayan membungkus kado.
"Ada liontin seperti yang dibeli Mbak itu?" bertanya dengan suara pelan.
"Maaf, habis, Pak. Bagaimana kalau model yang agak mirip?"
"Boleh, coba lihat." Nic menarik tangan Grizelle untuk berdiri lebih dekat. Dia menurut meski ogah-ogahan.
"Semua model punya keindahan tersendiri. Juga terlahir dari ide-ide kreatif bernilai seni tinggi. Coba lihat, ini cantik juga. Yang ini juga, semua cantik."
"Aku udah terlanjur jatuh hati dengan model seperti yang dibeli wanita itu."
Memang tidak mudah menghapus kesan pada pandangan pertama. Nic berpikir sejenak sebelum sebuah ide datang.
"Model yang dibeli oleh wanita itu, ada dalam bentuk lain? Mungkin cincin, gelang atau anting?"
"Ada, Pak. Sebentar …."
Akhirnya senyum tersungging, Nic lega saat Grizelle dengan antusias mengambil anting.
"Bagaimana kalau ini?"
"Oke, Bos!"
Grizelle mengambil kartu yang disodorkan oleh Nic. "Thank you, Darling." Mengecup mesra dengan hati berbunga-bunga.
Nic tidak pernah menolak apa maunya. Mampu membayar sendiri, tapi Nic tak pernah membiarkannya melakukan itu. Merasa sangat puas bahwa hadiah untuk Fayya lebih mahal dari kalung yang dibeli oleh wanita itu. Entah mengapa itu mampu mengurangi rasa kecewa.
"Pak Nic! Halo, apa kabar?”
Keduanya terpaku saat wanita itu berbalik, menyapa ramah.
"Kamu kenal dia?"
Nic benar-benar tidak siap bertemu secepat ini. Baru saja berargumen dengan Bu Ambar, mengeluarkan segala jurus untuk menolak meski tidak diterima. "Siapa ya?" Sadar kebohongannya tidak berhasil, wanita itu malah tersenyum lebar.
"Oh maaf, aku salah orang. Permisi." Melangkah dengan makian di dalam hati.
"Benar gak kenal? Dia tahu namamu!"
"Bisa jadi dia tahu, tapi aku belum tentu kenal."
"Oke!" Toh bukan kali pertama Nic disapa oleh orang yang tidak dia kenal.
Nic diam-diam melirik ke eskalator, kebetulan wanita itu juga sedang melihat ke arahnya. Tersenyum sadis sembari mengacungkan jempol mengarah ke bawah!
###
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
