Baca Duluan Chapter 8,9,10 - TO WIN YOUR HEART

42
14
Deskripsi

Chapter 8 - Kita Bertemankan?

Chapter 9 – Kehadiran Sang Mantan Terindah

Chapter 10 - Apa Yang Tidak Untuk Kamu, Kei?

Chapter 8 - Kita Bertemankan?

Melan dan asistennya Riska, menunggu di pinggir pantai, sebentar lagi rombongan dari Bhadrika akan sampai. Setelah sekian lama mensupport pendanaan untuk LSM mereka, baru kali ini Bhadrika mengirim utusan untuk mengecek implementasi dana yang sudah dan akan mereka kuncurkan.

Speed boat yang dikemudikan oleh Yudi mulai merapat, terlihat tiga orang pria yang juga hadir di saat rapat minggu lalu. Ketiganya tampak lebih manusiawi dengan pakaian santai dan wajah ramah.

“Ini Melan dan Riska, bagian finance.” Yudi memperkenalkan mereka.

“Aku Dika, yang in charge untuk monitoring and evaluation CSR program. Ini Pak Reza, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis. Dan ini  Ivan, asisten Pak Reza.”

“Halo, welcome...” Melan tersenyum penuh semangat, sekarang baru ketahuan siapa bosnya. Kenapa sih, bos itu selalu identik dengan kegantengan tingkat tinggi? Sementara asisten bos, selalu terlihat kaku dengan wajah yang sangat serius.

“Kei dan pasukannya masih di lapangan, sore nanti baru balik. Ayo, silahkan masuk.”

Reza yang berjalan paling belakang, tidak langsung masuk ke halaman. Dia berdiri sejenak memperhatikan keseluruhan bangunan pondok yang di desain dengan sempurna dan artistik.

Sebuah bangunan panjang dua lantai, tingkat atas sepertinya adalah kamar. Teras lebar di bagian depan lantai bawah dan atas, menjadi tempat yang sangat nyaman untuk bersantai. Tinggal di sini untuk bekerja, pasti akan terasa seperti sedang berlibur.

Setelah disuguhi minuman dan makanan ringan, Yudi mengajak mereka berkeliling pondok sekaligus mengantar ke kamar untuk beristirahat sejenak.

Sebuah speed boat merapat. Mereka yang sedang bekerja di teras lantai atas, melihat seorang wanita dan tiga pria yang memakai pakaian diving turun dari boat

"Bukan Mbak Kei, kan?" Dika menaikkan sedikit kacamata hitamnya.

"Bukan, gayanya beda," jawab Ivan yang membuat Reza menahan senyum. 

"Memangnya gaya si Kei seperti apa?"Keduanya langsung tertawa.

Reza memejamkan mata dan merebahkan tubuhnya ke hammock. Dia memang datang khusus untuk menemui Kei. Mereka harus mendiskusikan masalah baru yang timbul, rencana pernikahan lima bulan ke depan. 

Tadinya dia berencana untuk menjelaskan status pertunangan mereka kepada orang tuanya, tetapi dia kalah cepat. Papa sudah lebih dahulu mengumumkan rencana pernikahan kepada keluarga besar. Sepertinya Papa juga mengetahui bahwa dia sudah memutuskan Kei.

Masalah semakin pelik dengan diumumkannya rencana pernikahan, kebersamaannya dengan Kei bakalan sering terjadi. Sebagai calon istri, Kei sebisa mungkin diharuskan hadir dalam acara-acara keluarga. Itu akan membuat dia semakin sulit untuk membatalkan pernikahan.

Suara motor yang berhenti, membuat Dika dan Ivan melihat kembali ke halaman. Seorang wanita berpakaian diving dengan rambut tergerai dan berkacamata hitam, turun dari APV. Kei!

"Gayanya Mbak Kei, ya seperti itu." Reza menahan senyum mendengar jawaban Ivan walaupun sangat telat.

"Lara Croft banget," sambung Dika yang membuat Ivan tertawa.

"Sudah, jangan berisik! Kerja, kerja, kerja!" Keduanya masih tertawa tanpa bersuara. 

***

Kei cukup surprised melihat Reza termasuk salah satu dari tim Bhadrika yang datang. Keduanya sempat saling menatap beberapa kali selama makan malam. Tidak ada seorang pun yang menyinggung rencana pernikahan mereka, keduanya langsung mengerti bahwa sama-sama menjaga sebuah rahasia.

"Pak Reza akan kembali besok siang, aku dan Ivan akan stay sampai Sabtu."

Kei langsung bisa menebak maksud kedatangan Reza.

"Kei, setelah ini temani Pak Reza."

"Oke, bos." Kei tersenyum penuh arti. Sejauh ini sandiwara berjalan dengan sangat mulus.

Melihat senyum Kei yang sangat mencurigakan, membuat Melan langsung menyenggol kakinya. Kei mendelik, memberi kode untuk tidak norak. Dari sore tadi, sosok Reza sudah menjadi pembicaraan hangat para wanita di pondok. Pria dengan kategori plus plus, selain Panji, termasuk barang langka di pulau. 

Setelah makan malam, Kei mengajak Reza untuk duduk di halaman. Cuaca malam ini begitu cerah, langit penuh bintang dengan angin sepoi-sepoi. 

"Kamu datang karena itu?" 

Reza mengangguk. "Aku ingin merayu kamu untuk bekerja sama."

Kei langsung tertawa. "Kenapa kamu tidak jujur ke Om Toni?"

"Aku kalah cepat."

"Om Toni menelepon aku langsung, dari nada bicaranya dia tahu kamu sudah memutuskan aku."

"Kei, boleh aku meminta tolong?" 

"Hm..."

"Kamu tolong ikuti permainan ini sampai aku menemukan cara terbaik untuk membatalkan pernikahan tanpa perlu menyakiti siapa pun."

Kei terdiam. "Kamu tahu kisah Mamaku dan Papa kamu?"

"Aku belum senekat Mama kamu dan Mamaku juga tidak terlalu sehat. Aku khawatir sikap gegabahku akan membuat Mama stres dan kembali sakit."

"Kalau begitu kamu harus bisa mengambil hati Tante Maharani. Buat dia membela kamu."

"Itu rasanya juga tidak mungkin. Mama memang tidak membenci Maya, pacarku, tapi dia sangat menyukai kamu."

Kei tersenyum menyadari Reza sebenarnya adalah sosok yang sangat peduli kepada keluarga. Haruskah dia menolongnya?

"Aku rasa, tidak mungkin ada yang tidak tersakiti. Kamu harus nekat, urusan meminta maaf bisa dilakukan nanti. Biarkan situasi mereda setelah itu. Biarkan semua orang punya waktu untuk introspeksi diri. Aku yakin, pada akhirnya mereka bisa mengerti dan kamu dimaafkan." Lha, kenapa dia malah memotivasi Reza? Sebenarnya, dia mau apa? Kei agak-agak menyesali kebaikannya.

"Kalau keluarga kamu yang memutuskan pertunangan, ceritanya akan sangat berbeda..."

"Heh! Jangan pernah bermimpi itu akan terjadi!" Kei langsung menghardik yang membuat Reza tertawa. 

Mereka baru saja saling mengenal tetapi dari cara berbicara dan bahasa tubuh, seperti sudah berteman sangat lama. Kebenciannya kepada Kei tidak sedikit pun bersisa.

"Sebenarnya ada jalan lain yang paling gampang, cepat dan nikmat." Kei menahan senyum.

"Apa?" Ekspresi wajahnya membuat Reza curiga.

"Get her pregnant!” Kei tertawa sangat keras yang membuat Yudi dan yang lain melihat ke arah mereka.

"Sableng!" Reza ikut tertawa.

“Tentu saja kamu harus terlebih dahulu menikahi dia. Kamu pria, bisa menikah tanpa wali.”

"Tidak ada ide yang lebih ekstrim lagi?"

"Banyak sih, tapi kamu pengecut! Ide liarku tidak cocok untuk kamu. Tapi ideku sangat masuk di akalkan? Siapa yang sanggup menolak kehadiran cucu dari darah daging sendiri? Mereka mungkin akan tetap tidak menyukai istri kamu, tapi itu hanya soal waktu."

Reza hanya tersenyum, tentu saja ide yang sama sudah lama ada dalam benaknya, tetapi Kei benar, dia memang pengecut. Dia belum mempunyai kenekatan untuk menyakiti orang-orang yang disayanginya. 

"Kamu punya pacar, Kei? Atau ada pria yang sedang kamu sukai?" 

Kei mendelik, mencoba menebak arti pertanyaan Reza. Dia akhirnya menggeleng.

"Good! Kamu akan membantuku sampai aku punya ide yang lebih baik."

"Bagaimana kalau aku menolak?"

"Apa kamu tega?" 

Kei langsung mengangguk. "Aku pribadi yang sangat cuek."

"Tapi kamu terlihat sangat tulus. Kamu mungkin cuek kepada orang lain tapi tidak kepadaku karena kita berada di posisi yang sama."

“Posisi kita tidak sama! Setelah Nenek meninggal, aku pasrah menerima pernikahan tanpa mengenal kamu.” Reza terdiam dan menatapnya dengan penuh selidik. "Tapi tentu saja, setelah melihat penolakan kamu, aku juga tidak mau menikah dengan kamu. Karena kamu yang menolak, kamu yang harus berjuang sendirian. Aku hanya bisa menolong mengulur waktu." 

Sekarang dia benar-benar tidak mengenali dirinya. Bukankah dia pernah berencana untuk memenangkan hati Reza?

"Thank you, Kei." 

Reza mengulurkan tangan sebagai awal dari kerjasama mereka. Kei menjabat erat dengan tersenyum lebar. Sukar menjelaskan perasaannya saat ini tapi yang pasti dia mulai menyukai sang calon suami yang secara terang-terangan menolak menikahinya. 

Mungkin dengan bersedia bekerja sama, bisa mendekatkan mereka. Bukankah ada banyak jalan untuk mencapai tujuan? Tetapi dia masih ragu, sebenarnya dia mau apa? 

***

Paginya Kei menemani Reza menyelam, hanya sebentar karena terlalu banyak yang harus diperlihatkan sebelum siang menjelang. Yudi memang sengaja menugaskan Kei untuk melayani Reza saja.

"Nanti kapan-kapan aku akan kembali ke sini." Kei tersenyum sambil melepaskan topi selam dan membiarkan rambutnya tergerai dipermainkan angin. 

Reza duduk di samping Kei yang menghidupkan mesin speed boat dan mulai mengemudi. Mereka akan melanjutkan perjalanan ke beberapa nelayan binaan.

Boat yang melaju kencang membuat Reza cukup was-was. Dia sangat terbiasa menyetir dengan kecepatan tinggi di jalanan tetapi cukup keder melayang-layang cepat di atas permukaan air. Bahkan terkadang boat terasa seperti terbang.

"Kei, pelan sedikit." Kei tertawa melihat wajah Reza yang khawatir.

"Aku mengenal setiap sudut jalur ini dan aku punya lisensi mengemudi kapal."

"Aku tahu, tapi please pelan sedikit." 

Akhirnya Kei menurut, Reza langsung menarik napas lega. "Kecepatan seperti ini cukup?" 

"Jangan ngeledek!" Keduanya tertawa.

Bukankah mereka menjadi sangat akrab? Kei langsung mengalihkan tatapan dari wajah Reza. Menatap Reza mulai membuatnya sedikit berdebar dan itu pertanda yang tidak baik.

***

Saat untuk berpisah telah tiba. Kei menyandarkan boat ke dermaga Pelabuhan Paotere Makassar dan mengantar Reza sampai ke tempat parkir. Di sana sebuah mobil sudah menunggu untuk mengantarnya ke bandara.

"Kapan kamu ke Jakarta lagi?"

"Untuk apa bertanya?" 

"Kita bertemankan?" 

Apakah mungkin berteman dengan mantan tunangan yang segera akan menjadi mantan calon suami? "Aku bukan teman kamu, aku hanya orang asing yang bersedia membantu kamu."

Reza tertawa, dia berpikir Kei pasti sedang bercanda. "Apa pun itu, hubungi aku. Aku pasti akan menyediakan waktu untuk menemani kamu."

"Aku hanya menjalankan perintah bos." 

Reza memperhatikan Kei yang berkacamata hitam dengan seksama. Mengapa dia merasa Kei menjadi agak ketus? "Kamu wajib mengabari aku." Tanpa terduga Reza menaikkan kacamata hitam Kei ke puncak kepala dan dia menatapnya lekat-lekat.

"Apaan?"

Reza tersenyum lebar. "Sampai jumpa, Kei. Thank you sudah mau berkompromi denganku."

Kei tidak menjawab, dia segera berbalik dan melangkah cepat kembali ke dermaga. Reza masih belum beranjak sampai boat yang dikemudikan Kei dengan pelan meninggalkan pelabuhan.

Setelah agak jauh meninggalkan dermaga, Kei mempercepat laju boat. Tindakan Reza yang menaikkan kacamatanya dan menatap tajam, cukup membuatnya terusik. Kei merasa telah bertemu dengan pria yang tepat tetapi di waktu yang tidak tepat. 

Ah, mengapa begitu mudah dia bisa menyukai Reza? Apa karena Reza tunangannya? Mungkinkah dia secara tidak sadar sudah menyukai Reza dari dulu walaupun hanya pernah berjumpa dalam sekejap mata? Dia memang tipikal wanita yang mudah tertarik kepada pria tetapi belum pernah seekspres ini.

 

 

Chapter 9 – Kehadiran Sang Mantan Terindah

Yudi dan Melan tidak sabaran menunggu kepulangan Kei, mereka cukup penasaran dengan kesan dan tanggapan Reza. Bagaimanapun, mengambil hati bos adalah salah satu langkah tercepat untuk mendapat dukungan lebih. 

Mereka juga baru mengetahui bahwa Reza adalah salah satu orang yang berpengaruh di Bhadrika. Bukan saja karena prestasi kerjanya, dia juga adalah salah satu pewaris perusahaan Bhadrika. 

"Bagaimana, Kei? Apa Pak Reza puas? Kamu melayani Pak Reza dengan sangat baikkan?"

Kei tersenyum lebar, Yudi langsung menyambutnya dengan pertanyaan yang cukup menggelikan. Dia hanya memberi kode dengan mengacungkan jempol sambil melangkah masuk ke halaman.

"Kei..." Melan tidak puas dengan jawaban Kei yang abstrak.

"Sangat puas dan bergairah. Kalau ada waktu, dia akan balik lagi untuk bisa bersamaku." Kei tersenyum genit sambil mengedipkan mata, sontak Melan dan Yudi tertawa. 

"Makasih Kei. Kamu memang the best of the best." Yudi hampir saja memeluk kalau Kei tidak segera menghindar.

"Aku berkeringat. Kalian membuatku sangat capek hari ini." 

Kei memang tampak sangat kelelahan, hampir seharian dia berada di laut. Mulai dari menemani Reza menyelam, mengunjungi nelayan, bahkan Kei juga harus mengemudi kapal ke Makassar yang sekali perjalanan bisa memakan waktu lebih kurang satu jam.

***

Maya terduduk lemas setelah mendengar penjelasan Reza tentang status terkini pertunangannya dengan Kei. Semua di luar yang bisa dia pikir dan bayangkan. 

"Aku harus menunggu sampai kapan, sayang? Aku pikir semua sudah beres dengan kamu memutuskan dia. Kenapa rencana kita malah tambah tidak jelas?" Tanyanya dengan wajah putus asa. Impian menuju kehidupan yang mudah dengan harta berlimpah, harus tertunda lagi. 

"Kita pasti akan menikah, May. Tolong bersabar sebentar lagi."

"I love you, sayang. Aku takut kehilangan kamu."

Reza mencium kening Maya dan memeluknya dengan erat. Dia bisa memahami perasaan Maya, mereka sudah sangat lama menjalin kasih. Sejak SMA, sempat terputus saat dia kuliah ke Kanada tetapi cinta selalu bisa menemukan jalan untuk mempertemukan mereka kembali hingga hari ini. 

Dia termasuk tipe pria setia, hatinya hanya bisa terpaut kepada satu wanita dan dia siap memberikan yang terbaik untuk wanita yang dicintainya. Selama ini Maya sudah mendampingi dengan sabar dan penuh cinta. Selalu ada saat dia butuhkan, menemani melewati hari-hari yang terkadang sangat melelahkan. Walaupun Maya tidak bisa menjadi teman diskusi yang sepadan, tetapi keberadaannya selalu bisa menenangkan.

Maya menjadi agak tenang, pelukan Reza telah kembali memberinya keyakinan. Ah, seandainya saja Reza adalah pria yang bisa diajak untuk berbuat nekat. Mereka pasti sudah menikah dari dulu bahkan mempunyai anak.

Reza memang sangat mencintainya tetapi dia memiliki cinta yang lebih besar untuk keluarga. Itu yang selalu menjadi penghalang mereka untuk bersatu. Reza tidak tega mengecewakan apalagi menyakiti keluarga.

Keintiman mereka pun selalu dalam kontrol Reza. Maya sudah lelah mencoba menggoda dengan berbagai cara untuk membuat hubungan mereka terikat lebih dalam. Reza, seberapa besar pun hasratnya, selalu tahu batasan. 

Reza sebenarnya menjaga dan menghormatinya, seharusnya dia berbahagia telah mendapatkan pria yang nyaris sempurna. Tetapi impiannya untuk segera berstatus istri konglomerat, telah membuatnya tidak sabar dengan kemajuan hubungan yang sangat lamban.

***

'Kei, aku sudah sampai.'

Kei membaca pesan dari Reza dan tidak mempunyai keinginan untuk membalas. Dia barusan juga sudah menghapus semua foto Reza di kamera. 

Ternyata begini rasanya menyukai pria yang sama sekali tidak memiliki rasa ketertarikan yang sama. Perasaan tidak diinginkan, sungguh membuat nelangsa. Di sisi lain, dia juga merasa sangat jahat telah tertarik kepada pria yang sudah mempunyai pacar. 

Tetapi, Reza tunangannya kan? Apa salah bila dia tertarik kepada tunangannya sendiri? Apa dia akan disebut sebagai orang ketiga? Atau malah Maya, pacar Reza yang telah menjadi orang ketiga dalam status pertunangan mereka? Bolehkah dia berjuang untuk menyelamatkan pernikahan walaupun Reza menolak?

Selama ini mantan-mantannya adalah dari kelompok yang memang mempunyai ketertarikan kuat kepadanya sehingga hubungan untuk bersatu terjalin dengan sangat mudah. Yah, walaupun akan berakhir dengan sangat mudah dan cepat juga. 

***

"Halo, selamat pagi..." Sebuah sapaan dengan suara cukup keras dari halaman, membuat semua yang sedang sarapan, melihat keluar.

Seketika gumaman heboh langsung terdengar dari Melan, Riska dan Enjel setelah melihat siapa yang datang.

"Gilang!"

"Kei, Gilang datang tuh," teriak Melan ke Kei yang tidak terpengaruh dengan euforia mereka.

"Hai, apa kabar semua?" Sapa Gilang dengan senyum yang menimbulkan khayalan. Dia segera masuk ke teras dan menyalami semua orang. Panji yang juga datang bersamanya, melirik Kei yang bangkit.

"Apa kabar, Kei?" 

Ivan dan Dika menyaksikan momen romantis itu. Terlihat jelas tatapan keduanya yang begitu dalam. Tentu saja mereka mengetahui siapa Gilang Gardapati. Dia adalah host program Pria Petualang di salah satu stasiun televisi swasta.

"I'm okay."

"Give me a big hug." Gilang membuka lebar lengannya dan Kei memeluk dengan erat.

"Aku kangen kamu. Kamu memutuskan komunikasi tanpa memikirkan perasaanku," godanya yang membuat Kei tertawa.

"Sorry."

"Get ready semua! Hari ini kita berfokus ke program Pria Petualang. Kei, kamu akan menemani Gilang," seru Panji sambil memberi kode bahwa waktu mereka tidak banyak. Dia tahu hubungan masa lalu keduanya dan melihat mereka berpelukan, cukup membuatnya tak nyaman.

"Oke, Bli." 

Semua langsung bergerak mempersiapkan perlengkapan. 

***

"Halo, apa kabar? Bertemu lagi dengan aku, Gilang Gardapati, si Pria Petualang," sapa Gilang membuka acara. Tanpa skrip, dia terbiasa berbicara bebas.

"Sekarang aku sedang berada di sebuah pulau kecil seluas kurang lebih enam hektar, namanya Pulau Bontosua yang terletak di Sulawesi Selatan."

"Di sini kita akan melihat Program Restorasi Terumbu Karang yang dilakukan oleh sebuah LSM Internasional, Seahorse, bekerja sama dengan LSM lokal, Sahabat Samudra dan tentunya melibatkan seluruh masyarakat Pulau Bontosua."

"Dalam episode kali ini, aku akan ditemani oleh dua petualang spesial yang pantas aku sebut sebagai The Real Thalassophile. Thalassophile itu adalah sebutan untuk orang-orang yang sangat mencintai lautan. Pertama kita akan berkenalan dengan Mas Panji dari Seahorse International."

"Halo, Mas. Apa kabar?"

"Baik, sangat baik." 

"Dan seorang lagi, yang ini masih bisa membuat aku nelangsa setelah sekian lama waktu berlalu..." Terdengar suara tawa dari kru.

Kamera berpindah ke Kei yang tersenyum manis sambil melambaikan tangan.

"Hai, aku Keiora dari LSM Sahabat Samudra."

"Halo, Kei. Lama tidak bertemu," goda Gilang dengan wajah berbinar-binar. Yang melihat bisa merasakan bahwa masih ada cinta yang terlalu dalam. "Kei pernah menemani aku menyelam di Lombok. Kita lihat sekilas cuplikan episode kedua Pria Petualang empat tahun yang lalu." Jeda sesaat.

"Nah, masih ingat diakan?"

"Kei yang itu?" Teriak salah satu kru yang membuyarkan konsentrasi Gilang. Semuanya, termasuk Kei, ikut tertawa.

"Kalian membuat aku grogi." Terdengar suara tawa lagi. "Iya, Kei yang itu..." jawab Gilang dengan wajah sedikit merona. 

Kei sebenarnya merasa jengah sekali, tetapi dia tetap tersenyum dengan tenang. Semua kru dan penggemar setia yang mengikuti perjalanan karir Gilang, pasti akan mengingat siapa Keiora dan bagaimana Gilang pernah patah hati karenanya.

***

Proses syuting berlangsung selama dua hari tanpa hambatan berarti. Panji mengundang semua orang untuk makan malam bersama, melepas tim Pria Petualang yang besok pagi akan meninggalkan pulau.

Gilang menghampiri Kei yang sedang berdiskusi dengan Ivan dan Dika. "Boleh aku pinjam Kei sebentar?" Ivan dan Dika langsung mengangguk.

Kei tersenyum. "Nanti di pondok, kita sambung lagi ya," ucapnya sambil mengikuti langkah Gilang yang berjalan di tepi pantai.

"Apa kabar tunangan kamu, Kei?" Gilang berhenti melangkah dan memandang ke sinar lampu yang berasal dari kapal-kapal kecil penangkap cumi-cumi.

"Dia baik, sehat. Kami sudah bertemu." 

"Kamu suka dia?" Gilang berpaling.

Kei diam sesaat, dulu sewaktu memutuskan Gilang, dia jujur menceritakan tentang sosok tunangan yang tidak dikenalnya. "Aku rasa, aku menyukai dia."

"Kamu tidak yakin dengan perasaanmu sendiri, itu sesuatu yang tidak benar. Apa dia menyukai kamu?"

"Saat ini belum, mungkin nanti."

"Kei, don't waste your time untuk hal-hal yang tidak pasti. Kamu berhak bahagia dengan pria pilihanmu sendiri."

"Aku tahu tapi sepertinya aku tidak keberatan untuk menunggu."

"Kamu tidak pernah berubah, masih keras kepala seperti dulu," protesnya tetapi dengan wajah tersenyum.

"Kamu apa kabar?" Sejak bertemu, dia belum sempat menanyakan kabar Gilang.

"Aku masih sering merindukan kamu. Seandainya kamu tidak memilih tunangan kamu itu, mungkin kita sudah menikah, Kei." Keduanya sama-sama tertawa.

Sebelum bertemu Reza, dia terkadang masih sering memikirkan Gilang. Tetapi sekarang sudah tidak! Berjumpa kembali dengan Gilang, hanya menghadirkan memori indah di masa lalu tanpa ada penyesalan yang tersisa.

Apakah itu artinya dia memang benar menyukai Reza? Apakah itu rasa suka yang sudah naik tingkat menjadi perasaan mencintai? Atau sebenarnya ini hanya sebatas rasa kagum saja? Sebelumnya dia tidak pernah mempertanyakan perasaannya sampai sedalam ini. 

 

 

Chapter 10 - Apa Yang Tidak Untuk Kamu, Kei?

Pekerjaan sampingan sebagai trainer selama enam bulan ke depan akan segera dimulai. Kei, Yudi dan Melan sedang serius mendiskusikan poin-poin penting yang harus tim lakukan selama Kei tidak berada di pulau.

Perjalanan akan dimulai minggu depan dengan tugas pertama berkeliling pulau Jawa selama dua minggu. Setelah itu, dia akan mendapat cuti selama satu minggu yang bisa dimanfaatkan untuk kembali ke pulau.

Kei sangat antusias, dia suka berada di lingkungan berbeda dan bertemu dengan orang-orang dari berbagai suku. Walaupun nelayan dan masyarakat yang tinggal di pesisir pantai adalah hal yang sangat umum, tetapi setiap daerah selalu mempunyai cerita tersendiri yang semakin menambah wawasan.

Panji datang bergabung, dia sebenarnya agak keberatan dengan ketidakhadiran Kei tetapi memilih untuk berkompromi. Sahabat Samudra sedang berjuang membangun image, mencari dukungan untuk program-program mereka di masa depan. Sudah seharusnya dia sebagai teman yang lebih senior, memberikan dukungan.

"Thank you, Bli." Kei mengantar Panji ke halaman.

"Apa yang tidak untuk kamu, Kei?" Godanya yang membuat Kei tersenyum. "Work hard and play hard, okay?"

"Oke, Bli. Sekali lagi, terima kasih ya."

Panji hanya tersenyum sambil melambaikan tangan dan melangkah pergi. Semula dia cukup senang mendengar dari Melan bahwa tunangan Kei sudah memutuskan hubungan. Itu artinya, dia mempunyai kesempatan untuk mengungkapkan isi hati.

Belum lagi dia sempat berterus teras, kabar tentang Kei yang akan segera menikah, membuat harapannya sirna dan mengubur dalam-dalam niat baik yang sepertinya tidak akan pernah tersampaikan.

***

"Iya, Om?" Kei yang sedang menunggu bagasi di terminal kedatangan, menjawab telepon dari Om Toni.

"Kamu sudah sampai?"

"Aku.." Kei terdiam sesaat. "Om kenapa bisa tahu kalau aku baru sampai?" Tanyanya curiga yang langsung disambut dengan tawa.

"Tentu saja dari Mama kamu." 

Mama yang sangat antusias dengan rencana pernikahan, perlu diberi sedikit peringatan. Kei memang terbiasa memberitahu keluarga bila dia akan berada di luar pulau.

"Ada Pak Jo yang sudah menunggu di luar. Dia akan menjadi supir kamu, atau apa kamu mau menyetir sendiri?"

"Tidak usah, Om. Aku tidak mau merepotkan."

"Sama sekali, tidak. Kamu akan segera menjadi bagian dari keluarga Bhadrika. Apa Om tidak boleh memanjakan calon menantu?"

Kei tahu, ini adalah bagian dari pengawasan yang pernah dikatakan Om Toni.

"Baik, Om. Aku pakai supir saja."

"Mama kamu bilang, kamu punya masalah beradaptasi dengan kamar baru. Kamu terbiasa menginap di hotel dan kamar yang sama."

Aduh, Mama benar-benar harus diberi peringatan keras! Bagaimana mungkin Mama membeberkan hampir semua rahasianya?

"Iya, Om."

"Mulai sekarang, setiap kamu bermalam di Jakarta, kamu akan menginap di rumah atau di apartemen Om. Yang mana yang lebih dekat dan memudahkan kamu. Pak Jo sudah membawa kartu akses apartemen."

"Oke, Om." Kei tidak melihat celah untuk menolak.

"Kapan kamu punya waktu luang, kabari ya? Sudah lama sekali Om dan Tante tidak melihat kamu."

"Baik, Om. Terima kasih."

Rencana pernikahan ini ternyata sangat serius, Om Toni bahkan menyempatkan diri untuk mengurus keperluannya di tengah jadwal kerja padat sebagai pengusaha sukses. Kei menjadi sangat gelisah memikirkan apakah Reza akan berhasil membatalkan pernikahan. Kalau tidak batal, berarti dia akan menikah dengan pria yang tidak mencintainya. Agak-agak horor membayangkan bila itu terjadi.

***

Setelah mengecek apartemen yang berlokasi lebih dekat dengan tujuannya, Kei memutuskan untuk bermalam di sini saja. Kediaman Om Toni agak jauh dan waktunya juga sangat padat, tidak mungkin bisa beramah-tamah dengan leluasa.

Apartemen dengan dua kamar ini sangat sempurna, kesunyian membuatnya bisa bekerja dengan fokus. Tadi Mas Andru KKP mengabarkan bahwa dalam acara malam ini akan hadir beberapa pengusaha sukses. Dia diminta untuk membuat laporan singkat perkembangan Sahabat Samudra. 

Kei langsung mengucapkan terima kasih berulang kali, tentu saja dia akan menyajikan sebuah laporan yang sempurna. Ini kesempatan yang jarang ada.

Pintu apartemen terbuka tanpa Kei sadari, dia yang sangat terfokus seakan berada di dunianya sendiri. Tidak ada yang bisa mengganggu bila dia sedang dalam konsentrasi penuh.

Reza cukup kaget melihat sosok yang duduk di kursi makan, membelakangi posisinya. Dia langsung tahu bahwa itu adalah Kei dan bisa segera menebak alasan mengapa Kei berada di apartemennya.

Suara pintu kulkas yang terbuka, mengagetkan Kei dan begitu melihat seseorang yang sedang mengambil minuman, dia segera mengerti apa maksud Om Toni.

"Ini apartemen kamu?" Tanyanya yang membuat Reza berbalik, tetapi Kei sama sekali tidak melihat ke arahnya. Fokusnya masih ke laptop dengan jari mengetik cepat.

"Iya."

"Apa aku mengganggu kamu?"

"Tidak. Aku hanya sesekali kemari."

"Om Toni menyuruh aku menginap di sini. Kalau kamu keberatan, aku akan segera pergi setelah pekerjaanku selesai." 

Reza menatap Kei yang masih belum juga melihat ke arahnya. Dia merasa diabaikan. 

"Aku hanya menginap satu malam, besok pagi-pagi sekali aku sudah pergi." Kei lebih memperjelas karena Reza tidak juga menjawab. Dia pasti keberatan dan itu membuatnya agak bersedih. Dia jarang sekali berada dalam situasi yang tidak diinginkan.

"Tentu saja kamu boleh menginap di sini, kapan pun kamu mau."

"Thank you," ucapnya sambil menutup laptop dan bangkit.

Reza menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal melihat Kei melangkah menuju kamar dan masih belum sudi menatapnya. Dia merasakan perubahan Kei sejak mereka  berpisah di dermaga. Padahal sebelumnya Kei sangat ramah bahkan dalam kebersamaan mereka di pulau, Kei sering meledeknya. Apa Kei sengaja memberi jarak?

***

"Kei!" Reza mengetuk pintu kamar. Dia sudah memesan makan malam dengan porsi untuk dua orang.

Kei yang sedang menatap sosoknya di cermin, tersenyum sambil melirik ke pintu. Dia pikir Reza sudah pergi setelah dia cuekin.

"Keiora!" Reza memanggil lagi.

Kei segera keluar dan mendapati wajah Reza yang bengong menatapnya.

"Apa?" Kali ini dia tersenyum ramah.

"Kamu mau pergi? Aku sudah memesan makanan."

Pertanyaan bodoh sebenarnya. Tentu saja Kei akan pergi. Dia sudah memakai gaun selutut dan high heels dengan wajah yang di make up tipis. Rambut yang biasanya dibiarkan tergerai lepas tidak beraturan, kali ini ditata dengan rapi. Sehingga dia terlihat menjadi sosok yang benar-benar berbeda. 

"Aku ada undangan makan malam," jawab Kei sambil melangkah pergi.

"Oh…."

Kei ingat sesuatu, dia berbalik sebelum membuka pintu.

"Kamu akan pergikan? Aku tidak mau menginap di apartemen yang sama dengan pria yang tidak aku kenal."

"What?"

Kei menahan diri untuk tertawa. Wajah Reza tampak sangat tidak senang. Ya, dia memang sedikit bersikap jahat malam ini. Itu semua dia lakukan supaya mereka tidak terlalu akrab, supaya mereka tetap berjarak. 

Sungguh dia bingung dengan dirinya sendiri. Ada keinginan yang begitu kuat untuk menikmati keramahan yang Reza tawarkan tetapi di sisi lain dia juga takut pada akhir kisah, akan menjadi pihak yang tersakiti.

Seperti semua mantan-mantan pacar, Reza adalah juga sosok yang penuh perhatian. Dia yang cuek akan cepat luluh bila dipertemukan dengan pria bertipe seperti ini dan akan berbahaya bila pria tersebut adalah juga sosok yang membuat dia kagum.

***

Begitu memasuki ruang VIP tempat makan malam diselenggarakan, suasana hangat dan penuh keakraban langsung menyambut Kei. Dia kembali dipertemukan dengan kolega-kolega senior yang sudah lama tidak saling berjumpa. Dulu saat dia baru memulai menapak karir di LSM, mereka adalah atasan yang banyak memberi pengaruh baik pada hasil kerjanya saat ini.

Seseorang muncul yang langsung disambut dengan hormat. Kei cukup kaget menyadari bahwa pria yang memakai kemeja batik dengan rambut berwarna keabuan itu adalah Om Toni. Saat itu juga dia ingin segera kabur. Dia yang bermaksud menyembunyikan diri, hanya bisa pasrah membalas senyum Om Toni yang langsung mengenalinya.

Seperti yang Kei khawatirkan, Om Toni dengan bangga langsung mengenalkannya sebagai calon menantu. Berita bahagia itu disambut dengan antusias oleh orang-orang yang sudah mengenalnya sejak lama. Kei menjadi sangat kikuk, secuek apa pun dia, tiba-tiba dihadapkan pada situasi seperti ini tanpa persiapan, membuatnya berkeringat dingin sekaligus cemas. 

Semakin banyak orang yang tahu statusnya, maka akan semakin sulit untuk membatalkan. Ini semua sudah diluar perkiraan. Tadinya dia berpikir, rencana pernikahan hanya diketahui antar dua keluarga saja, tetapi sekarang malah sudah menyebar sampai ke kolega kerja. Bila pernikahan ini batal, maka dia akan menjadi pihak yang sangat dirugikan.

***

Begitu sampai di apartemen, Kei langsung menelepon Reza. Mengingat sikapnya tadi yang sangat cuek, Reza sengaja tidak segera menjawab. Dia hanya tersenyum sambil menikmati deringan telepon yang terus berbunyi.

'Hi, there! Pick up my call, urgent! Aku tunggu dalam 10 menit atau kerjasama kita batal!' 

Kei mengirim pesan suara dan dalam sekejap langsung terlihat tanda sudah dibaca. Reza mengerjainya. Tidak pakai lama, Reza langsung menelepon.

"Urusan apa yang urgent banget?" Tanyanya dengan suara agak malas. 

"Kamu datang ke sini, sekarang juga! Aku tunggu."

"Kei, ini sudah midnight."

"Aku tunggu, bye!"

"Busyet!" Tapi Kei sudah memutuskan sambungan. 

Reza yang kesal sampai meninju-ninju kasur untuk melampiaskan rasa tertindas. Si Kei ini di satu sisi begitu menyenangkan dan menghadirkan rasa betah tetapi di sisi lain, bisa berubah sangat memuakkan.

Seberapa kesal pun, Reza tetap saja segera meluncur ke apartemen. Saat ini dia yang membutuhkan pertolongan, itu yang membuat Kei bisa secara leluasa memberi ancaman. Berada dalam posisi seperti ini memang harus banyak-banyak bersabar dan sedikit mengesampingkan harga diri.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Baca Duluan - TO WIN YOUR HEART Chapter 11,12,13
37
11
Halo,Ini paket Baca Duluan terakhir sebelum terbit ebook full chapter.Nantinya sebelum keluar ebook, di bagian akhir cerita ini akan dicantumkan VOUCHER yang bisa dipakai untuk mendapatkan discount bagi yang mau memmbeli ebook.   Chapter 11 : Kalian Sudah Saling Suka?Chapter 12 : Sebrengsek Itu kah, Dia?Chapter 13 : Apa Salah Bila Dia Memberi Sedikit Peringatan?Selamat membaca!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan