
Halo,
Ini paket Baca Duluan terakhir sebelum terbit ebook full chapter.
Nantinya sebelum keluar ebook, di bagian akhir cerita ini akan dicantumkan VOUCHER yang bisa dipakai untuk mendapatkan discount bagi yang mau memmbeli ebook.
Chapter 11 : Kalian Sudah Saling Suka?
Chapter 12 : Sebrengsek Itu kah, Dia?
Chapter 13 : Apa Salah Bila Dia Memberi Sedikit Peringatan?
Selamat membaca!
Chapter 11
Kalian Sudah Saling Suka?
Reza membuka pintu apartemen dan melihat Kei yang terbaring di sofa. Rupanya Kei sudah tertidur. Wajahnya tampak lelah, dia sampai tidak tega membangunkan. Apa yang harus dilakukannya? Kei sepertinya tidak akan terbangun dengan segera. Reza memilih duduk di depan dengan mata mulai mengantuk juga.
"Tolong, tolong!"
Reza yang hampir terlelap, kaget mendengar suara pelan yang berasal dari bibir Kei. Matanya masih terpejam dengan wajah yang begitu gelisah dan tampak ketakutan. Keringat mulai membasahi keningnya.
"Tolong! Mama, Mama!" Kei seketika terbangun dengan napas tersengal-sengal. Dia diam cukup lama untuk menenangkan diri.
"Are you okay?" Reza melihat wajahnya yang kaget.
"Kamu, sudah berapa lama kamu duduk di situ?"
"Cukup lama," jawabnya sambil bangkit dan melangkah ke dapur. Tidak lama dia kembali dengan membawa segelas air.
"Terima kasih." Kei meminum sampai habis, dia memang sangat haus. Perasaannya menjadi lebih tenang.
"Mimpi buruk?"
"Mimpi buruk yang hanya akan hadir di saat aku stres berat.” Kei terdiam sejenak, ragu untuk lebih terbuka.
"Mimpi kamu, parah. Kamu sampai berkeringat dan sesak napas. Sudah meminta bantuan psikolog?"
Wajah Reza terlihat tulus, Kei bisa merasakan dia bersimpati kepadanya.
"Tidak perlu, aku jarang banget stres. Sepertinya dulu aku pernah terjatuh ke kolam renang dan tenggelam tanpa bisa berenang. Karena itu aku sangat terobsesi untuk bersahabat dengan air."
"Wanita setangguh kamu ternyata pernah tenggelam juga.” Reza sengaja meledek.
Kei tertawa tetapi langsung terdiam saat mengingat tujuannya menyuruh Reza datang ke sini.
"Papa kamu! Aku jumpa dia di acara makan malam KKP dan dia memberitahukan kepada semua orang tentang rencana pernikahan kita."
Reza mendelik, berita yang cukup membuatnya berkeringat dingin.
"Aku malu sekali, semua seniorku menjadi tahu. Itu artinya semua orang yang mengenalku akan tahu juga. Kamu, please, segera cari cara untuk mengakhiri semua ini. Sepertinya aku akan segera mendapat julukan baru, Kei yang gagal menikah dengan anak konglomerat." Wajah Kei yang memelas, membuat Reza merasa bersalah.
"Sori."
"Berjanji kepadaku, segera cari ide terbaik kamu. Aku wanita dewasa, predikat pernah gagal menikah akan berdampak buruk. Siapa pun yang kelak akan menjadi pacar atau suamiku, pasti akan terfokus sejenak ke status ini."
Benar juga, mengapa dia tidak pernah berpikir bahwa pernikahan yang dibatalkan akan berdampak buruk, khususnya kepada calon mempelai wanita?
"Aku janji akan segera menyelesaikan masalah ini."
Kei menjadi sedikit lega, dia sangat percaya bahwa Reza akan segera menemukan alasan tepat untuk mengakhiri semua ketidaknyamanan ini.
"Thank you sudah datang. Sekarang kamu boleh pergi." Kei bangkit setelah mengusirnya.
"Aku menginap di sini!"
"Heh, mana boleh!"
"Kei, ini sudah hampir pukul tiga pagi. Aku sudah mengantuk berat dan tidak sanggup menyetir."
"Tetap tidak boleh! Kamu menginap di hotel saja, banyak hotel di sekitar sini."
Reza bangkit dan melangkah ke arahnya. "Kalau kamu takut, kunci pintu kamar. Otak kamu yang ngeres!" Tanpa terduga Reza menolak jidatnya.
"Heh, tidak sopan banget!" protes Kei yang kecolongan. Reza yang sudah melangkah hampir sampai ke kamar, tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata.
***
Kei mendorong koper keluar dari kamar, dia sudah bersiap untuk berangkat.
“Reza!” Kei mengetuk pelan, lampu kamar masih padam. Reza pasti masih tertidur.
“Reza!” Dia merasa harus pamit sekalian ingin kembali mengingatkan.
Masih tidak terdengar apa pun dari dalam, dia mencoba memutar hendel pintu yang ternyata tidak terkunci. Sosok yang tertidur dengan hanya memakai boxer tanpa baju, membuatnya mengurungkan langkah untuk mendekat. Menatap dari jauh, memperhatikan setiap lekuk wajah dan tubuh yang terpahat indah. Sayang sekali, dia tidak akan menjadi miliknya.
Dia yang cuek, cukup terganggu dengan tindakan Reza menolak jidatnya. Bukankah tindakan itu mencerminkan betapa dekatnya mereka? Hanya orang dekat yang akan berani berbuat seperti itu dan kedipan mata Reza, sungguh bisa menggetarkan hati yang membuatnya tidak bisa terlelap. Mereka baru saja saling mengenal tetapi Reza sudah bisa mengusik hati.
***
Reza terbangun menjelang siang dan Kei sudah tidak ada. Dia termenung lama memikirkan apa yang dikatakan Kei semalam. Dia harus bergerak cepat, tidak tega menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Orang pertama tempat dia akan mencari dukungan adalah Mama. Mama adalah sosok yang lebih bisa diajak berdiskusi dan berkompromi dibanding Papa dan almarhumah Grandma yang tidak mengenal kata tidak.
"Ma." Dia melihat Mama sedang menikmati secangkir teh sambil memandang koleksi anggrek.
"Kamu tidak ke kantor? Kamu menginap di mana semalam?"
Jam segini dia seharusnya memang sudah berada di kantor. Tidur sangat telat, membuat terbangun kesiangan. "Di apartemen."
Sebuah senyum langsung hadir dengan pandangan menyelidik. "Bukannya Kei juga menginap di apartemen? Kalian sudah saling suka?" Maharani menggoda dengan menggunakan gestur finger heart.
"Bukan begitu ceritanya, Ma."
"So..."
"Kei panik, dia meminta aku datang. Papa dan Kei kebetulan hadir di acara makan malam yang sama dan Papa memperkenalkan Kei sebagai calon menantu."
"Kenapa Kei harus panik?"
"Aku tidak bersedia menikah!"
"Oh!" Maharani mengangguk-angguk. "Apa kita akan membahas tentang perempuan itu?"
"Namanya Maya, Ma."
"Kalau kamu mau mencari dukungan Mama, I would say no, never! Mama tidak akan pernah berpihak kepada kamu, sepanjang pilihan kamu adalah perempuan itu."
"Maya punya salah apa, Ma?"
"Tidak ada! Sikap dan kepribadiannya yang tidak kami sukai. Ketulusannya mencintai kamu, perlu dipertanyakan. Kami melihat dia mencintai kamu karena kamu salah satu pewaris Bhadrika."
"Jangan menuduh seperti itu, Ma." Dia sangat tersinggung, tidak bisa menerima penilaian buruk apa pun untuk wanitanya.
"Itu penilaian kami. Lihat dia sebelum dan sesudah kamu kembali dari Kanada. Hidupnya yang sangat sederhana berubah total hanya dengan menjadi pacar kamu. Luar biasa perempuan ini, merendahkan martabat perempuan. Dia tidak sedikit pun malu memakai uang dan fasilitas yang kamu berikan atas nama cinta. Sangat tidak punya harga diri!" Wajah Maharani berubah sangat geram.
"Mama!" Reza setengah membentak.
"Mama hanya akan membantu kamu kalau istri pilihan kamu, bukan perempuan itu!” tegasnya kembali. “Mama memang menyukai Kei, tetapi masih bisa mentolerir wanita lain yang setidaknya setaralah dengan Kei."
Maharani menarik napas panjang. Dia tidak berhenti berdoa agar hati Reza terbuka dan bisa melihat lebih dalam, tidak terbuai cinta palsu.
"Masa depan kamu berbeda dengan pria kebanyakan. Kamu akan menanggung beban berat, Bhadrika dan semua yang menggantungkan hidup di sana, sebagian besar tanggung jawab ada di pundak kamu. Kamu butuh wanita mandiri, cerdas, wanita yang siap mengimbangi isi kepala kamu. Wanita yang bila suatu hari kamu berada di titik terendah, cintanya tidak akan berubah dan siap untuk bangkit bersama. Kamu yakin Maya bisa seperti itu?"
Reza diam terpaku. Maya adalah sosok manja yang sangat bergantung kepadanya dalam segala hal. Dia terbiasa memanjakan dengan memenuhi semua permintaannya. Apakah itu salah? Dia hanya ingin wanitanya bisa menikmati apa yang dia punya.
Maya memang tidak secerdas dan setangguh Kei yang berkepribadian kuat, tetapi bukankah perasaan cinta bisa terlahir tanpa memandang wajah, otak dan status? Apakah salah bila hatinya terpaut kepada wanita seperti Maya? Sebahagian pria mungkin bisa memilih-milih wanita untuk dicintai, tetapi itu tidak berlaku untuknya. Dia menyukai Maya pada pandangan pertama dan ingin melindunginya dari apa pun.
Chapter 12
Sebrengsek Itu kah, Dia?
Suara tawa terdengar riuh dari pojokan kafe. Maya dan teman-temannya sedang berkumpul.
"Yang penting itu, duit, duit, duit! Tampang masih bisa dinegolah." Terdengar suara tawa lagi.
Mereka baru saja membahas tentang seorang pelayan baru kafe yang ketampanan wajahnya, mereka anggap tidak sesuai untuk pekerjaan selevel pelayan.
"Tapi lu beruntung, May. Lu mendapat paket super komplit. Tampang oke, karir bagus, masa depan cerah, keluarga terpandang dan harta yang rasanya enggak akan habis sampai tujuh turunan."
Maya menampakkan senyum terbaik, menutupi kegalauan.
"Iya, May. Tinggal selangkah lagi lu bakalan menjadi istri konglomerat benaran. Enggak kayak kami, calon istri simpanan om-om kaya yang harus selalu waspada mendapat serangan dari istri tua.” Mereka tertawa lagi.
Suara ponsel Maya berdering, mereka langsung menghentikan tawa. Wajah Maya tampak tidak begitu senang setelah melihat siapa yang menelepon.
"Ada apa, Bu?"
"Surat jalan untuk Pak Dino belum kamu buat?"
"Waduh! Lupa, Bu."
"Kamu ini, selalu lupa! Serius sedikit kenapa sih?" Terdengar suara kesal dari seberang.
"Maaf, Bu."
"Balik sekarang ke kantor, selesaikan tugas kamu kalau tidak mau saya keluarkan surat peringatan ketiga!"
"Baik, Bu." Sambungan telepon terputus tanpa basa-basi. "Huh, sangat memuakkan!" keluh Maya yang langsung menghabiskan segelas jus untuk meredakan kedongkolan.
"Kenapa, May?"
"Aku harus balik ke kantor."
"Yah, acara kita bagaimana dong?" Ketiga temannya langsung berwajah kecewa.
"Aku hanya sebentar, nanti aku susul kalian."
"Oke deh."
Maya bangkit dan buru-buru melangkah keluar. Pekerjaan sebagai karyawan administrasi sudah dijalani hampir lima tahun di kantor yang sama dengan gaji pas-pasan. Semua uang gaji habis untuk membiayai sekolah dua adiknya. Sementara untuk keperluan pribadi dan hang out, bergantung penuh pada uang yang diberikan Reza.
Sudah lama dia ingin keluar dari kantor itu, mengucapkan selamat tinggal dengan wajah penuh kemenangan kepada orang-orang yang sangat memuakkan. Kalau perlu dia akan mengadakan sebuah pesta besar, merayakan perpisahan untuk menunjukkan betapa bahagia dia bisa menjauh dari mereka.
Dia memang tidak berotak encer dan sudah terlalu malas untuk mempelajari hal-hal baru sehingga sangat ketinggalan dibanding karyawan lain. Untuk apa lagi dia harus bekerja keras? Ada Reza yang siap memberikan apa pun yang dia mau. Dia bisa memiliki barang-barang bermerk dan menikmati pergaulan mewah, tanpa harus berjungkir balik.
Itu secara tidak langsung telah menimbulkan kecemburuan sehingga teman-teman kantor sering memandang rendah dirinya. Tidak pernah sekali pun dia memprotes jumlah gaji. Baginya bekerja di kantor hanyalah untuk menunjukkan bahwa dia bukan pengangguran dan untuk menghabiskan waktu daripada bengong di rumah mendengarkan keluh-kesah orang tua yang tidak berujung.
Mereka selalu menuntutnya untuk segera menikah karena kehidupan mereka hanya akan berubah dengan menikahi Reza. Dia yang juga sudah terlanjur terlena dengan kehidupan mewah dan mudah, hanya mempunyai satu tujuan hidup, menikahi Reza.
***
Semua menunggu dengan sabar di depan televisi. Tepat pukul tiga siang, program Pria Petualang akan segera tayang. Ivan yang sengaja sejenak melarikan diri untuk bergabung dengan tim CSR, melihat ke ponselnya yang berdering.
"Segera muncul ke sini!" perintah Reza dengan semena-mena.
"Iya, Bos."
Dika langsung mendorong Ivan keluar dari ruangan yang membuat semua tertawa melihat wajah protes Ivan. "Aku enggak mau jadi tumbal kamu. Kami tidak butuh kamu di sini!" usirnya sambil melambaikan tangan dan menutup pintu.
"Tega benar." Dia menggerutu sambil melangkah cepat.
Reza menatap Ivan dengan penuh selidik. Wajah imut berkacamata minus, tampak cukup merasa bersalah dan tidak berani menatapnya.
"You! Yang aku minta sudah siap?" tanyanya sambil menunjuk dengan mata melotot.
"Sudah, tapi belum saya cetak."
"Kamu Ivan, my personal assistant, atau intern?"
Ivan yang cukup gelisah, akhirnya berani untuk tersenyum. Itu ledekan khas Reza kalau sedang sebal kepadanya. Reza adalah Bos yang sabar dan baik hati.
"Maaf, Bos."
Ivan melirik ke jam di dinding, pukul tiga tepat. Kalau dia menyampaikan tentang program Pria Petualang, apakah Reza akan tertarik menonton?
"Bos, mau lihat Mbak Kei dan teman-temannya muncul di tv?"
"Keiora? Sahabat Samudra?"
Ivan mengangguk dan segera meraih remote untuk mengganti saluran. "Setelah Bos kembali ke Jakarta, ada tim Pria Petualang yang datang untuk meliput. Mbak Kei sering menyebut Bhadrika dalam wawancara."
“Apa kita perlu mencari muka untuk program sekecil itu? Publikasi tentang perusahaan kita masih kurang?” Tapi Reza langsung terdiam begitu acara dimulai.
Acara dibuka dengan menampilkan keindahan Pulau Bontosua yang diambil dari dermaga kecil dengan rangka kayu. Melihat Reza yang fokus menonton, Ivan menarik napas lega. Dia pun segera duduk manis di sofa.
Reza memperhatikan wajah Pembawa Acara yang berbinar-binar saat memperkenalkan Kei, dan dengan terang-terangan mengungkapkan perasaan. Siapa saja pasti bisa menebak bahwa keduanya memang pernah mempunyai hubungan spesial walaupun dia merasa sikap Kei biasa saja.
"Mas Gilang itu mantan Mbak Kei," info Ivan yang tetap fokus menonton. Dia langsung tertawa senang saat melihat sosoknya dan Dika juga muncul di sana.
"Oh, jadi kamu mau kasih lihat ke aku kalau kamu masuk tv?" ledek Reza yang tertawa geli.
"Bukan itu tujuan utamanya, Bos, walaupun ada benarnya juga," jawabnya dengan polos.
Reza berusaha menahan tawa. Ivan memang susah untuk berubah. Masih kampungan, norak, terlalu polos tetapi sangat perhatian, setia dan pemegang rahasia yang dapat diandalkan.
"Cerita tentang Mbak Kei ini sangat menarik, Bos. Lihat sosoknya yang cuek dan seperti tidak punya masalah, tapi sebenarnya menjadi dia tuh, berat banget," jelas Ivan dengan penuh ekspresi.
Reza mengenyitkan dahi, mengapa asistenya menjadi sangat tertarik kepada Kei?
"Dia dan Gilang, empat tahun yang lalu pernah pacaran setahun lebih bahkan sudah berencana untuk menikah. Tapi kemudian Mbak Kei memutuskan hubungan karena ternyata dia dari remaja sudah ditunangkan sama Neneknya."
Melihat reaksi Reza yang tidak memprotes, dia pun melanjutkan. "Kalau menurut saya sih, Neneknya super sadis. Saat Mbak Kei SMA, hubungan asmaranya selalu putus karena Neneknya sangat protektif. Bahkan alasan utama dia memilih kuliah ke Bogor dan jarang pulang ke Padang, karena pengin terlepas dari Neneknya. Kasihan banget dia, kan?”
Reza terdiam, apa pria ini yang dimaksud Kei bahwa dia sudah berkorban banyak?
“Setelah Neneknya meninggal, Mbak Kei memutuskan untuk tidak pacaran lagi dan memenuhi keinginan Neneknya. Dan Bos tahu apa yang paling menyedihkan dari cerita ini? Dia tidak mengenal tunangannya yang brengsek itu, yang kemudian dengan seenak dengkul memutuskan pertunangan.”
Reza sempat melotot mendengar sebutan untuknya tapi kemudian dia tersenyum lebar, sama sekali tidak marah. Mendengar pendapat jujur orang lain tanpa mereka sadari siapa yang dibicarakan, cukup membuat tubuh berkeringat dingin. Sebrengsek itu kah, dia?
"Aku menugaskan kamu ke pulau untuk memonitor dan mengevaluasi program, bukan untuk bergosip."
Ivan cengengesan. "Ya, sekalian Bos. Bukan gosip juga, itu sudah jadi bahan ledekan untuk Mbak Kei. Dia cuek saja bahkan ikut menertawai dirinya."
"Get out! Cetak laporannya sekarang juga!"
"Iya Bos, sebentar lagi ya? Tanggung." Ivan sangat berat untuk mematuhi perintah.
"Now!" tegas Reza dengan ekspresi sekejam mungkin.
"Yah!"
Reza menyenderkan kepala ke sandaran kursi dengan mata masih terfokus ke layar tv. Berulang kali dia menarik napas berat. Kei sedang menari-nari indah di dalam air, matanya yang memancarkan senyum di balik kacamata selam, membuat siapa pun ingin ikut menyelam bersama.
Hampir dua minggu berlalu tetapi dia belum bisa memenuhi janji. Belum ada ide cemerlang apa pun yang muncul, selain pilihan terakhir yang sebisa mungkin tidak akan dia pilih, melarikan diri dan menanggalkan Bhadrika dari jati dirinya.
Chapter 13
Apa Salah Bila Dia Memberi Sedikit Peringatan?
"Yes! Yes!"
Teriakan penuh sukacita memenuhi ruang santai di pondok. Yudi dan tim baru saja selesai menonton program Pria Petualang yang dari segala sisi begitu sempurna. Performa tim sangat profesional yang pastinya akan membawa dampak sangat baik untuk mereka.
Kei yang sedang memberikan pelatihan terakhir di Kampung Nelayan Kejawan Lor Kenjeran Surabaya, terkaget-kaget dengan ponsel yang tidak berhenti bergetar. Apa yang terjadi? Dari pukul tiga siang tadi, dia menerima banyak sekali pesan masuk dan belum mempunyai waktu luang untuk membaca.
"Kei, kamu muncul di program Pria Petualang," bisik Andru sebelum mereka memulai sesi diskusi.
"Oh ya? Aku tidak tahu kalau tayang hari ini."
"Ini banyak yang chat ke aku, pada titip salam manis." Keduanya tertawa pelan.
Pesan yang bertubi-tubi diterimanya pasti berhubungan dengan itu. Gilang mungkin juga sudah memberitahukan dengan mengirim pesan. Selama perjalanan yang hampir dua minggu ini, dia memang telah mengabaikan banyak pesan karena tidak punya waktu luang yang cukup untuk membaca dan membalas.
Selain selalu berada dalam perjalanan dengan waktu istirahat terbatas, dia lebih memilih menikmati waktu luang untuk tidur atau fokus ke materi pelatihan.
"Mereka bilang kamu keren banget, dan aku adalah pria beruntung karena bisa terus bersama kamu. Apa benar aku seberuntung itu?” Andru yang sengaja berekspresi serius, membuat Kei tertawa lagi.
Andru menikmati suara tawa dengan menatap lembut ke wajah Kei yang tampak lelah tetapi bahagia. Dia menyadari perubahan aura wajah Kei yang lebih memikat. Apa ini yang disebut daya tarik seorang calon pengantin?
Mendengar langsung bahwa Kei adalah calon menantu Pak Toni, sebenarnya cukup membuatnya lemas malam itu. Tetapi apa yang hendak dikata? Keluarga Bhadrika jelas sangat tidak sebanding dengan dirinya yang masih harus berjuang keras untuk mencapai jabatan impian.
***
Maya menatap layar ponsel yang sedang memutar tayangan ulang program Pria Petualang yang membuatnya menjadi sangat tidak tenang. Dia bukan penggemar program ini tetapi sebuah nama yang menjadi trending topic sejak siang tadi, begitu mengusik.
Keiora! Sebuah nama yang sudah lama mengganggu ketenangan. Dia yakin bahwa Keiora yang menarik perhatian semua orang, adalah Keiora, bekas tunangan Reza.
Mana mungkin dia bisa melupakan wajah wanita itu yang memakai kacamata hitam saat bertemu di makam. Reza juga pernah bilang bahwa Keiora adalah seorang penyelam profesional. Saat dia melihat logo Bhadrika tertempel di dinding pondok tempat Keiora tinggal dengan Keiora yang beberapa kali menyebut nama Bhadrika, dia menjadi sangat yakin.
"Sudah lama?" Reza tiba di klub dan langsung mengecup lembut bibirnya.
Kecupan singkat itu langsung disambut dengan penuh gairah. Ini salah satu cara untuk menjaga Reza tetap menjadi miliknya.
"Yang, aku pengin ketemu dengan Keiora," pintanya dengan nada manja.
"Untuk apa?" Reza menatap dengan penuh selidik.
Maya memperlihatkan apa yang sedang ditonton, Reza bisa memaklumi kegalauannya. "Aku hanya ingin memberi sedikit peringatan. Aku tidak mau dia mengambil kesempatan dalam kesempitan."
Reza tertawa sambil mengelus jemarinya. "May, I love you! Aku tidak peduli kepada wanita lain, termasuk Kei."
"Tapi aku tidak tenang kalau belum berbicara dengan dia."
"Percaya aku, May. Aku sangat berterima kasih karena Kei sudah mau berdamai dengan keputusanku. Jangan ganggu dia dengan hal-hal yang bisa membuat dia tersinggung. Dia tulus membantu kita."
Maya mengangguk walaupun dengan wajah tidak tulus. Apa salah bila dia memberi sedikit peringatan kepada wanita yang dia curigai ada kemungkinan merebut Reza darinya? Instingnya berkata demikian.
***
Dalam perjalanan pulang kembali ke Jakarta, Kei menyadari bahwa dia lumayan terkenal saat ini. Trending topic tentangnya tidak saja membahas pekerjaan bahkan sampai mengungkit kembali hubungan asrama dengan Gilang. Sungguh, mereka-mereka itu tidak mempunyai pekerjaan yang lebih bermutu.
Untung saja masalah pertunangan hanya diketahui oleh teman-teman dekat yang dia yakin tidak akan berbagi info kepada sembarang orang. Tentang rencana pernikahan yang sempat terpublikasi kepada beberapa senior, dia sudah meminta mereka untuk menyimpan rahasia.
Kekhawatiran lain yang sempat terlintas di benak, ternyata benaran terjadi, Om Toni menelepon.
"Iya, Om."
"Apa hubungan kamu dengan Gilang Gardapati?" Pertanyaan yang tanpa basa-basi sebagai bagian dari pengawasan.
"Setelah Nenek meninggal, hubungan kami hanya sebatas teman, bukan teman akrab. Sebelum itu dia adalah pacarku."
"Mantan pacar? Apa ada mantan pacar lain setelah Gilang?"
"No one."
Kei pasrah, dia sebenarnya bisa saja menunjukkan rasa tersinggung tetapi bukankah yang dilakukan oleh Om Toni adalah hal yang sangat wajar? Menjaga calon menantu! Yah, walaupun permasalahan utama ada pada putranya.
Mengapa dia yang super cuek berubah menjadi sosok yang sangat bisa berkompromi? Mungkinkah kepergian Nenek yang sempat dianggapnya sebagai musuh, membuatnya pasrah atas apa pun yang menyangkut pertunangan?
"Good girl. Keep a low profile okay? Jangan terima wawancara apa pun."
"Pasti, Om."
"Sampai jumpa di Jakarta."
Apa maksudnya dia harus bertemu Om Toni di Jakarta? Aduh! Dia tidak punya waktu untuk itu. Pak Supir memperkirakan mereka tiba sekitar pukul sembilan malam. Dia berencana langsung beristirahat karena besok akan terbang dengan pesawat paling pagi ke Makassar. Pekerjaan sudah menunggunya di pulau.
***
Kei mendorong masuk koper ke dalam apartemen dengan tubuh yang terasa remuk. Ingin sekali dia segera menghempaskan diri untuk bisa tertidur sejenak dengan posisi yang benar. Reza yang muncul dari pintu balkon, membuatnya kaget. Sebenarnya mereka sama-sama kaget.
"Kamu kenapa ada di sini lagi?" Kondisi yang sangat letih, membuatnya tidak ingin bertemu dengan siapa pun.
"Lha, ini apartemenku!"
"Iya, aku tahu. Tapi kan aku sudah bilang, kalau aku sedang menginap di sini, kamu tidak boleh datang kemari!"
Reza menarik napas sedalam mungkin. Pikirannya sedang mumet makanya dia memilih menyepi di sini. Tadinya dia sudah bisa berpikir dengan agak jernih, tetapi setelah bertemu Kei yang sangat tidak jelas, dia malah semakin mumet.
"Mana aku tahu kamu balik malam ini," jawabnya dengan kesabaran tingkat tinggi.
"Nanti aku kirimi schedule, jadi kita tidak perlu bertemu."
Reza tidak menjawab, dia langsung melangkah ke arah pintu. Dia rasa itu sikap terbaik untuk mengontrol emosi. Kei memang susah ditebak. Suatu waktu dia bisa sangat ramah dan tidak berjarak. Di waktu yang lain, dia menjaga jarak bahkan sampai tidak sudi melihatnya.
"Heh, tunggu dulu! Aku belum selesai bicara"
"Apalagi?"
Kei tersenyum manis. Dia tahu Reza pasti sangat sebal. "Pesankan makanan untukku. Aku mau makanan yang panas, pedas dan porsi banyak."
Reza mendelik, Kei memberi perintah tanpa segan sedikit pun. Dia ini, bos! Salah satu direktur di perusahaan yang termasuk dalam peringkat sepuluh terbesar nasional.
"Di ponselku tidak ada aplikasi untuk memesan makanan. Aku sangat lelah, tidak sanggup keluar."
"Kamu pikir di ponselku ada? Aku punya PA yang salah satu tugasnya mengurus itu." Reza bertanya dengan ketus.
Ekspresi wajahnya yang kejam, membuat Kei tersadar dia sedang berhadapan dengan siapa. "Oh, sori, lupakan!" ucapnya pelan sambil kembali mendorong koper menuju kamar.
Reza yang masih emosi, juga segera melangkah keluar.
Empat puluh menit kemudian, Kei menerima panggilan telepon dari seseorang yang mengaku sebagai kurir dan sudah berada di sebalik pintu untuk mengantarkan pesanan makanan.
Makanan yang dikemas di dalam termos sup berisi tomyam dengan isian super lengkap dan dalam porsi sangat banyak. Warna kuah yang merah membuat Kei menelan ludah. Selain itu ada juga nasi dan salad pepaya.
Me : Thank you.
Kei mengirim pesan sebelum menyantap, tidak pernah menyangka Reza akan memenuhi permintaannya. Tubuhnya menampakkan gejala akan sakit dengan napas yang terasa agak panas. Makanan berkuah pedas dan masih panas adalah penawar.
Mereka hanya mempunyai waktu tersisa empat bulan dua minggu sebelum hari akad nikah tiba. Melihat dari tampang Reza yang agak kusut, sepertinya dia belum menemukan solusi yang tepat. Kei berencana mengecek ke Om Toni kapan undangan akan dicetak, dia sangat berharap sebelum waktu itu tiba, mereka sudah berpisah.
Atau mungkinkah keadaan bisa berbalik? Mereka malah disatukan karena Reza memanglah jodohnya?
Kode VOUCHER untuk membeli Full Chapter TO WIN YOUR HEART :
TeurimongGeunaseh
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
