
Bab 11: Mata Ketiga
Setelah berhasil menghapus satu lapisan energi negatif dari sosok Julia—arwah gentayangan yang merasuki Mutiara—Niken harus menggunakan metode yang paling dia hindari; meminjamkan tubuhnya sebagai wadah untuk membendung energi kelamnya. Risiko yang diterima tentu berdampak bagi kehidupan sehari-hari. Niken harus berbagi kehidupan dengan jiwa yang telah mati itu untuk mempersiapkan tindakan yang lebih jauh, yaitu menyelami masa lalu Julia seutuhnya.
Perjalanan Adi dalam mengenal...
BAB 11: MATA KETIGA
“Ra, udah, Ra. Pulang, Ra.” Niken berusaha mengontak Mutiara yang sukmanya terlampau jauh karena didominasi Julia—sosok korban perundungan yang enggan meninggalkan tubuhnya. Niken tak sengaja mendapat nama itu setelah mengintip masa lalunya.
“Kamu yakin mau mindahin sosok ini ke badan kamu, Ken?” tanya Bayu tidak yakin.
“Nggak ada cara lain. Kalau dibiarin terus-terusan, Mutiara yang kasihan. Badannya akan sakit. Aku bakal lock Julia, setelah itu kutelusuri masa lalunya dan nyari akar masalahnya.”
Niken menjabat tangan Mutiara, berusaha mentransfer sosok itu ke tubuhnya dengan harapan dia bisa pulang. Terlalu lama sosok itu bersemayam akan menyulitkan Mutiara kembali. Proses transfer energi ini disaksikan banyak murid, termasuk guru dan penjaga sekolah yang ikut mengawasi dan mempercayakan semuanya ke Niken sebagai praktisi supranatural muda.
“Bagaimana, Nak Niken? Sudah berhasil?” tanya Sarip, penjaga sekolah mereka.
“Sedang saya usahakan, Pak,” jawabnya.
Pak Sarip mengendus raut tegang pada wajah Niken. Beliau tidak bisa bayangkan betapa repotnya menjadi Niken yang harus menjadi penyeimbang antara dua dunia. Sementara Pak Guru di sebelah Pak Sarip, dengan dinding individualisme dan skeptisismenya yang tinggi, hanya santai menyesap rokok tanpa memedulikan aksi transfer energi atau apalah istilahnya itu. Baginya, kesurupan tak lebih dari sekadar pertunjukan dan labilnya anak remaja yang butuh perhatian lebih.
Bagi Bayu dan Niken, tidak masalah orang mau percaya atau tidak. Setiap orang punya preferensinya sendiri-sendiri dan tak boleh dipaksa. Proses transfer energi semacam ini tentu tidak membuat situasi menjadi lebih baik, karena yang paling terdampak adalah si penerima energi itu sendiri. Niken akan merasakan semua pengalaman buruk yang diderita sosok tersebut karena telah mengizinkannya menunggangi tubuhnya. Apa boleh buat? Bagi Niken, Mutiara harus selamat dulu.
“Kamu ada komunikasi apa sama dia?” tanya Bayu penasaran.
“Aku ngizinin dia ikut. Setelah ini, kita harus tuntasin masalahnya bareng-bareng,” ujar Niken meloloskan semua ucapan yang keluar dari mulutnya, tanpa ragu.
“Hah?” respons Bayu tak percaya.
Mutiara tergeletak tak berdaya di hadapan Niken. Dia masih bernapas, tetapi kesadarannya belum terkumpul.
Bayu bertanya, “Udah aman, Ken?”
“Ra? Ra, bangun! Ada air putih nggak?” Niken menepuk pelan wajah Mutiara seraya menyodorkan air mineral untuk diminum.
“Aman kok, Bay. Udah, “dia” udah sama aku,” sahutnya sambil mengacungkan dua jari kirinya dalam maksud tersirat.
“Kamu nggak apa-apa, Ra?” tanya Niken sembari menyingkirkan helai-helai rambut dari wajahnya.
“Aku kenapa?” tanyanya balik.
“Nanti aku ceritain. Ah, bajumu—” Situasi berubah canggung saat Niken menunjuk pakaiannya yang semula bersih, menjadi kotor karena ulah Sofia dan Fiona. Mutiara kelihatan sedih menyadari seragamnya kotor.
“Kepalaku pusing,” keluh Mutiara.
“Ya udah, habis ini kita minta izin sama guru piket biar kamu pulang. Nggak apa-apa, kan?”
Mutiara mengangguk, kemudian kerumunan dibubarkan setelah arwah gentayangan itu berhasil dikeluarkan dari tubuhnya. Pak Sarip, Pak Guru, dan murid-murid melanjutkan aktivitas mereka, sebagian lagi membereskan kekacauan karena ulah sang arwah yang mengacak-acak seisi kelas.
“Mungkin pertanyaanku kurang tepat. Sejak kapan kamu digangguin sama mereka?” tanya Niken saat tengah menyamakan langkahnya dengan Mutiara, sementara Mutiara sendiri mengeratkan rangkulannya pada pundak Niken karena tubuhnya terasa sakit.
“Sofia sama Fiona?”
Niken mengangguk, Mutiara pun buka suara, “Udah lama aku jadi budak mereka. Menyalin jawabanku ke buku mereka cuma satu dari sekian banyak gangguan yang aku terima.”
“Kamu udah coba lapor?”
Mutiara menggeleng. “Orang tua mereka adalah penyumbang terbesar untuk keberlangsungan sekolah ini. Orang nggak mampu kayak aku bisa apa?”
Niken merasa miris mendengarnya. “Tapi kamu ingat apa yang kamu alami sebelumnya?”
“Emangnya ada apa? Aku nggak ingat apa-apa,” ujarnya polos.
“Nanti aja deh.” Niken mengakhiri pembicaraan setelah selesai mengantarnya ke meja piket, lalu berpisah di sana.
*****
“Gimana caranya kita tahu sosok yang kita lihat itu beneran manusia atau bukan?” tanya Adi kritis.
Dahi Niken mengernyit saat mendengar pertanyaan Adi. Dia memelankan suaranya, kemudian berbisik, “Kamu bisa lihat mereka?”
“Nggak, bukan gitu. Aku cuma pengin tahu dari sudut pandang pemilik indra keenam kayak kalian. Tapi ngomongnya emang harus bisik-bisik, ya?” ujar Adi turut berbisik seperti Niken.
“Mereka ada di mana-mana, nggak peduli siang atau malam. Wujud mereka nggak selalu nyeremin. Ada kalanya mereka nggak bisa dibedain karena persis manusia.”
Bulu kuduknya bergidik selepas mendengar ucapan Niken. Niken dan Bayu yang sudah terbiasa melihat mereka saja kerap ketakutan kalau berpapasan dengan hantu yang wujudnya tak seperti hantu. Para entitas itu pandai menyamar, bahkan mampu menyerupai orang-orang yang mereka kenal.
“Gimana sama sosok yang merasuki Mutiara? Apa yang kalian lakuin ke sosok itu?” tanya Clarrisa penasaran.
“Seperti yang kalian lihat waktu itu. Niken minjemin badannya buat sementara waktu sampai dia siap jadi medium untuk menyelami masa lalu sosok itu,” terang Bayu.
Adi bertanya, “Jadi dia bakal nempel terus?”
Bayu mengamini. “Karena Niken udah punya sekelebat masa lalu untuk men-trigger kekuatan dia, jadilah Niken bersedia raganya dipinjam.”
“Apa efeknya buat Niken?”
Niken menjawab, “Selama masih nempel sama aku, aku bakal ngejalanin hidup separuh-separuh. Separuhnya jadi diriku, separuhnya jadi dia. Dan aku harus kontrol itu supaya dia nggak full masuk badan aku, karena kalau lengah dikit aja, aku bakal kayak Mutiara.”
Persoalan Mutiara dan arwah gentayangan memang belum sepenuhnya tuntas. Mengizinkan Julia ikut bersama Niken hanyalah solusi alternatif untuk menghambat keagresifannya. Tidak ada jaminan sosok itu akan melunak, tapi setidaknya, Niken sudah punya modal untuk menggali masa lalunya karena telah menghapus satu lapisan energi negatif yang mencemari jiwanya.
*****
Kepulan asap tipis menyambangi rongga hidungnya saat seduhan cokelat panas mengisi penuh mangkuk kecil bertelinga itu. Laptop diletakkan di atas meja, jemarinya menari di papan tombol, mengetik kata kunci yang akan mengantarkannya pada sumber acak di internet.
Pengalaman Mati Suri
Pengalaman Orang Koma
Melihat Hantu Setelah Koma
Adi memeriksa artikel-artikel yang ditemukannya, membaca pengalaman orang yang pernah mengalami mati suri maupun koma. Dari semua cerita yang dia baca, banyak kisah yang mirip.
Adi berselancar di YouTube, memilih video dengan jumlah tayangan terbanyak untuk menjawab kondisinya saat ini.
“Jadi sensitivitas Mas Danu meningkat setelah mati suri?” tanya seorang pembawa acara stasiun televisi itu.
Mas Danu mengamini. “Betul, Pak.”
“Kalau boleh tahu, makhluk apa yang Mas Danu lihat waktu itu?”
“Saat itu saya lagi duduk di kursi roda. Posisi saya kan menghadap jendela tuh. Tiba-tiba aja, ada sosok kuntilanak melayang di depan saya!” terang Mas Danu berapi-api.
Adi menyesap cokelat panasnya, menyimak baik-baik pengalaman seorang narasumber yang mengaku mampu merasakan hal gaib setelah bangkit dari mati suri. Omong-omong soal kursi roda, Adi jadi familier. Ingatannya pun menerawang ke rumah sakit saat Yudi dan Mirna meninggalkannya untuk sementara karena urusan pekerjaan. Adi terkenang satu nama.
Farel Nugraha.
Suara pembawa acara dan narasumbernya semakin pupus saat Adi menyadari betapa ganjilnya pertemuannya dengan Farel di rumah sakit itu. Kewarasannya dipertanyakan setelah Adi tahu dia melewatkan satu hal. Kenapa Farel tiba-tiba pergi saat senja datang?
Adi terlonjak dari kursinya, sampai-sampai kulitnya tepercik cokelat panas. Adi mengaduh, tapi berusaha untuk tidak berisik karena sekarang pukul 9 malam. Orang tuanya sedang tidur. Beruntung laptopnya terhindar dari percikan.
Suara azan? Jadi, Farel itu....
BAB 12: (COMING SOON)
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
