SLWTV 1-5

0
0
Deskripsi

Second Life with The Villain dari bab 1 sampai 5 gratiss ya..

  • SLWTV 1

Brakk..

Tubuh yang kurus nan ringkih itu terhempas dilantai kotor ruang bawah tanah akibat dorongan keras dari manusia berhati iblis tersebut. Luka dan lebam di sekujur tubuhnya, membuat gadis itu tak berdaya sama sekali.

Namun, tidak dengan matanya yang selalu menampakkan kemarahan dan kekecewaannya.

Sebuah penghianatan yang tidak bisa ia terima begitu saja, tidak ada satu orang pun yang perduli dengannya, semua hanyalah topeng yang mereka jalani untuk melancarkan rencananya.

Dia, Kalea Nazeera.

Gadis ceria yang mudah dimanfaatkan, diberlakukan tidak adil oleh keadaan, menjadikannya wanita bodoh yang akan hancur kapanpun. Kini ia menyerah, tapi dengan semua dendam yang kapanpun akan dia bawa hingga menutup matanya.

Matanya menyorot sendu pada lelaki yang berdiri jauh dibelakang wanita itu, pakaian jas mahalnya membuat auranya semakin dominan. Raut datar tak menampilkan ekspresi apapun, justru tatapan jengah yang ia dapati. Tidak ada kobaran cinta dan obsesi dimatanya, ia salah langkah, harusnya lelaki itu yang ia miliki, bukan lelaki brengsek itu.

Ini salahnya karena terlalu naif, ia sangat bodoh hingga terus terperdaya oleh wanita licik itu.

"Camkan satu hal, sekalipun aku mati. Dendam ini akan selalu menghantui kalian yang masih bernyawa, hingga kalian hancur dengan tangan kalian sendiri." Ujar Kalea dengan lantang.

Sahutan tawa menggema di setiap sudut ruangan, seakan-akan mereka baru mendengar lelucon yang sangat lucu.

"Aku memberikanmu kesempatan untuk menghayal, sampai aku potong lehermu nanti."

  • SLWTV 2

෴⁠ 

Dan detik ini, ia termenung.

Kembali pada masa dulu itu hal yang sangat mustahil, namun jika semuanya adalah bunga tidur, kenapa begitu sangat nyata?

19 Februari 2019

Kalender itu tidak salah, suasana saat ini pun tidak berubah. Ini gila, bagaimana bisa ia kembali tepat dua tahun sebelum kejadian itu terjadi?

Apakah ini pertanda bahwa Tuhan menginginkan akhir yang lebih baik untukku? Apa maksudnya tadi ia diberi spoiler tentang masa depannya?

"Arghh, udah gila makin gila sih ini."

Tapi tunggu, bukannya seperti ini lebih baik? Ia akan mencegah kematiannya dan membalaskan dendam kepada si penghianat-penghianat itu.

Dengan senyum smirknya, gadis bersurai hitam itu menyimpan banyak ide-ide menarik yang akan ia lakukan untuk mengubah nasib buruknya.

"Biarkan aku, yang seorang protagonis ini memerankan tokoh dengan sangat sempurna. Let's start this game, penghianat!"

Suara ketukan pintu kamarnya membuyarkan acara melamunnya, ia baru saja membersihkan tubuhnya yang tampak lengket karena keringat yang membasahi tubuhnya pasca terbangun dari mimpi itu.

"Nona, sudah waktunya makan malam." Ujar salah satu maid dari balik pintu kamarnya.

"Aku akan segera kesana." Sahutnya dari dalam kamar.

Ia segera merapihkan tatanan rambutnya sebelum turun keruang makan. Diruang makan sendiri sudah ada Ayahnya yang sudah standby di sana, ia segera menghampiri sang Ayah lalu menyapanya.

"Selamat malam, Ayah." Sapanya dengan riang.

"Hm."

Ayahnya sungguh menyebalkan, namun kali ini ia tidak akan marah atau membenci lelaki paruh baya ini.

Ayahnya adalah kunci. Hidupnya ada di sana, jika kunci itu berada ditangan yang salah, maka hidupnya akan berakhir sama seperti sebelumnya.

"Ayah ingin makan apa? Akan Kalea ambilkan." Tanya Kalea dengan membawa sebuah piring ditangannya, ia berniat untuk menyiapkan makanan untuk sang Ayah.

Pradana Ajendra selaku sang Ayah menatap aneh putrinya, hubungannya dengan sang putri tidak terlalu baik. Jadi jika putrinya itu bertindak seperti ini, berarti ada hal yang diinginkan dia untuk bisa dikabulkan olehnya.

"Ada apa?" Tanyanya tanpa berbasa-basi.

"Hah? Memangnya ada apa? Aku sudah lama tidak dekat dengan Ayah, aku jadi merindukan masa-masa dulu."

Kalea tau hubungannya dengan sang Ayah bisa dikatakan tidak seperti sepasang Ayah dan anak pada umumnya, maka dari itu mungkin Ayahnya merasa aneh dengan tindakan tiba-tiba darinya.

"Cepat Ayah ingin makan apa?" Desak Kalea pada Pradana.

"Semur ayam."

"Apa lagi?"

"Bakwan jagung."

Setelah mengambilkan semua menu yang diinginkan oleh Ayahnya, ia segera memberikan piring itu pada Ayahnya.

"Ini makanan untuk Ayah sudah siap."

"Terimakasih."

"Sama-sama, Ayah."

Mereka menikmati makan malam itu dengan damai dan tenang, tidak Kalea rasakan aura dingin disekitarnya walau masih sedikit canggung untuknya.

"Setelah makan malam ini, temui Ayah diruang kerja." Ujar Pradana padanya.

Kalea menganggukkan kepalanya, lalu menjawab, "Baiklah, kebetulan ada yang ingin Kalea sampaikan untuk Ayah."

Pradana hanya diam, sudah ia duga pasti ada sesuatu yang diinginkan oleh putrinya. Ia tidak masalah akan itu, namun jika apa yang diinginkan putrinya adalah menyangkut dengan pacarnya yang tak berguna itu, maka ia enggan untuk mengabulkannya.

Setelah makan malam selesai, mereka sudah berada di ruang kerja milik Pradana yang dibuat khusus olehnya jika ingin bekerja dirumah.

"Ada perlu apa Ayah?" Tanya Kalea.

"Duduk." Titah Pradana.

Pradana menatap Kalea dengan wajah datarnya, Kalea sudah duduk manis di sebuah sofa yang tersedia di ruangan itu.

"Ayah akan pergi ke Jepang selama satu bulan penuh, ada beberapa masalah 
yang harus Ayah atasi disana." Ujarnya lalu kembali melanjutkan kalimatnya.

"Kau akan Ayah titipkan dengan tunanganmu." Titah Pradana tegas.

"Tapi Aya-" belum sempat Kalea mengeluarkan pendapatnya, Pradana sudah lebih dulu memotongnya.

"Ayah sudah memberitahu Alfred tentang ini, jangan coba-coba untuk kabur dengan pacar tak berguna mu itu." Ucap Pradana tak ingin diganggu gugat.

Kalea hanya diam, ia sudah tau hal ini akan terjadi. Waktu dulu ia akan menolak dan kabur begitu saja ketempat pacarnya tanpa menghiraukan amarah dari sang Ayah dan juga tunangannya.

"Ayah tidak akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu terhadapmu, kau hanya patuhi permintaan Alfred itu saja." Ucapan sang Ayah membuat Kalea kembali membayangkan saat dirinya berhasil ditemukan oleh Alfred dan dihukum olehnya karena sudah berani kabur darinya.

Hukuman yang selalu menyakitkan untuknya, dan hal itu yang membuatnya sangat benci terhadap Alfred.

"Huh, baiklah Ayah. Aku mengerti." Jawab Kalea patuh. Lagipula daripada ia dihukum oleh Alfred lebih baik menurut bukan?

"Tapi Ayah, apa boleh Kalea meminta sesuatu dari Ayah?" Tanya Kalea pada Pradana, ada sesuatu yang sangat mengganjal dan ia harus meluruskannya sekarang sebelum semuanya benar-benar terjadi.

Pradana berdehem, bukannya ia tidak akan melarang Kalea untuk meminta sesuatu darinya kecuali jika ada sangkut pautnya dengan pacarnya itu kan.

"Jangan menikah lagi."

Mendengar kalimat itu Kalea menatap bingung ke arah anaknya itu, kenapa tiba-tiba?

Kalea menghela nafasnya panjang, "Huh, Kalea tau jika Kalea tak berhak melarang Ayah untuk menikah lagi, tapi Kalea mohon Ayah, kabulkan lah permintaan Kalea yang ini." Mohon Kalea.

"Tidak akan ada pernikahan." Ujar Pradana. Lagipula dirinya memang tidak berniat untuk menikah lagi.

"Untuk sekarang mungkin belum, tapi nanti? Aku tidak ingin mendengar kabar jika sepulang dari Jepang Ayah ingin menikah lagi." Ujar Kalea agar Ayahnya menuruti permintaannya.

Pradana tidak mengerti pemikiran anaknya itu, ia pergi ke Jepang hanya untuk menyelesaikan urusan bisnisnya saja, apa putrinya khawatir ia akan kecantol wanita Jepang?

"Baiklah. Tapi kau juga putuskan hubunganmu dengan Pacar brengsekmu itu." Jawab Pradana dengan memberikan satu syarat.

Pradana tidak yakin bahwa putrinya itu akan menuruti permintaannya.

"Oke, asal Ayah tidak menikah lagi akan Kalea kabulkan." Ucap Kalea yakin.

"Semudah itu?" Tanya Pradana dengan heran. Ia tau putrinya itu sangat mencintai pacar brengseknya itu, tapi kenapa kali ini?

"Tidak mudah Ayah, tapi akan lebih menyakitkan jika harus melihat ayah dengan istri baru nanti." Ucap Kalea menyakinkan sang Ayah, lagipula memutuskan Vincent, pacarnya itu memang akan ia lakukan dalam waktu dekat ini.

Pradana terdiam, ia tidak tau bahwa Kalea begitu menyayangi almarhum istrinya hingga ia tidak diperbolehkan untuk menikah lagi.

"Maaf."

"No, harusnya Kalea yang mengucapkan itu. Selama ini Kalea selalu menjadi anak pembangkang, Sarah selalu mengatakan bahwa Ayah tidak pernah menyayangiku dan ibu, sebab itu Ayah acuh pada Kalea." Ujarnya menggebu-gebu.
 
"Tapi sekarang Kalea janji gak akan gitu lagi, Ayah. Mari kita berdamai." Ujar Kalea mendekat pada Pradana dengan menunjukkan jari kelingkingnya pada Pradana berharap jika Pradana juga melakukan hal itu.

"Tidak." Tolak Pradana.

Mendengar penolakan dari sang Ayah membuat Kalea melemaskan bahunya, tidak ada harapan lagi ya?

Namun tiba-tiba sepasang tangan kekar milik Ayahnya meraih pinggang Kalea dan membawa tubuh Kalea kedalam pelukannya.

"Selama ini kita tidak sedang bermusuhan, sayang." Bisik Pradana pada putrinya.

෴⁠ 

Pagi hari sekali Pradana sudah berangkat ke Jepang dengan beberapa orang kepercayaannya, dirinya juga sudah berpamitan tadi dengan sang Ayah.

Dan sekarang disinilah ia berada, taman belakang yang menjadi tempat favorit almarhum ibunya semasa hidup. Beberapa tanaman hias yang sengaja di taman oleh ibunya sampai sekarang masih terlihat indah karena selalu mendapat perawatan dari maidnya.

Pradana pasti akan selalu menjaga apapun peninggalan dari sang istri terutama tanaman-tanaman itu.

Kalea melamun, ia terus memikirkan tentang hidupnya. Ada rasa takut jika suatu saat ia akan berakhir sama seperti kehidupan pertamanya, namun juga ada sebuah ambisi untuk membalaskan dendamnya.

"Nona, ada pacar anda didepan." Lapor bik Tina, kepala maid di mansion ini.

"Vincent?"

"Iya nona."

"Aish, malas sekali harus menemui lelaki badebah itu." Guman Kalea berdecak sebal, mendengar namanya saja ia sudah malas apalagi untuk menemuinya. Tetapi demi masa depannya ia harus menemuinya dan segera mengakhiri hubungannya dengan lelaki itu.

"Aku akan segera menemuinya." Ujar Kalea beranjak dari tempatnya lalu pergi kearah ruang tamu.

Terdapat seorang lelaki dengan tampang menyebalkan sudah duduk manis disana, rasa ingin membunuh laki-laki itu tiba-tiba datang.

"Ada apa?" Tanya Kalea dengan jengah.

Vincent yang melihat kedatangan kekasihnya itu pun langsung tersenyum lebar, namun setelahnya ia nampak heran dengan reaksi yang ditampilkan kekasihnya itu. Tidak seperti biasanya yang sangat antusias menyambut kedatangannya.

"Sayang, kau tidak suka aku disini hm?" Tanyanya dengan nada lembutnya.

'Itu tau'

Kalea memutar bola matanya jengah, kenapa dulu ia bisa bersama laki-laki ini sih.

"Aku ingin kita putus." Ucap Kalea bulat.

Vincent lagi-lagi merasa heran dengan sikap Kalea terhadapnya, "Hah? Jangan bercanda seperti itu sayang, aku tidak suka."

"Tidak ada yang bercanda, Vincent!" Ujar Kalea tegas.

"Apa aku melakukan kesalahan? Kamu marah karena semalam aku tidak membalas pesanmu? Aku sangat sibuk tadi malam sayang." Bujuk Vincent, Kalea memang sering merajuk dengannya namun tidak sampai minta putus juga.

'kekanakan sekali, lagi pula aku tau kau tadi malam kemana.' batin Kalea dengan kesal.

"Aku sudah bosan denganmu, jadi aku mau putus darimu." Ucap Kalea lagi dengan nada kesal.

Vincent kembali menyangkal, ia tidak boleh putus dari Kalea karena itu akan mempersulit hidupnya ke depan. "Ini pasti bukan kamu kan sayang, hari ulang tahunku juga masih bulan depan. Tidak mungkin kamu memberi surprise nya dari sekarang kan?"

"Tidak Vincent! Aku tidak peduli tentang ulang tahunmu, stop bicara dan kita putus." Ujar Kalea benar-benar marah.

Vincent menghembuskan nafasnya pelan, "Tidak. Huh, aku anggap kamu masih terlalu banyak pikiran sayang, aku akan menemui mu lagi nanti. Love you." Ucap Vincent kemudian berlalu meninggalkan kediaman Kalea.

"Dasar brengsek gila. Kok bisa aku dulu sangat bucin terhadapnya."

Kalea menatap kepergian Vincent dengan wajah sangat kesal dan marah, ia tidak berhenti memaki-maki lelaki itu. Sampai ia tak menyadari bahwa ada seorang lelaki yang baru saja datang dengan rahang yang mengeras, menandakan bahwa ia sedang marah.

"Apa kalian telah bersenang-senang tadi, hm?" Ujar lelaki itu dengan lirih.
 

  • SLWTV 3

෴⁠

"Apa kalian telah bersenang-senang tadi, hm?" Ujar lelaki itu dengan lirih.

Tubuh Kalea menegang, sontak ia membalikkan badannya menatap sosok laki-laki itu. Aura dominan yang sedari dulu tak bisa ia taklukan kini justru melangkah lebih dekat kearahnya.

"Al-Alfred," Ucap Kalea dengan gugup.

"Yes, Baby. Why? Aku menganggu waktumu, hm?" Ujar Alfred dengan lirih.

Tubuh Kalea benar-benar mematung, dengan jarak yang sedekat ini bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas dari lelaki itu.

"Kau membuatku marah Kalea, hukuman apa yang pantas untukmu hm?" Kata Alfred dengan sesekali menghirup aroma harum tubuh gadisnya.

"TIDAK, eh em- maksudku, apa salahku?" Tolaknya, mendengar kata hukuman dari mulut Alfred rasanya sebuah petaka untuknya.

Jemari tangan Alfred mulai merambat melingkari pinggang Kalea, dan tanpa waktu yang lama ia sudah memeluk tubuh ramping gadis itu dari belakang.

"Salahmu?" Tidak mencintaiku. Lirih Alfred dengan memejamkan matanya, menikmati debaran jantungnya yang selalu berdetak dua kali lebih cepat jika sedang bersama tunangannya ini.

Kalea menganggukkan kepalanya patah-patah, Kalea sangat gugup dipeluk erat oleh seorang Alfred. Jika dulu ia akan selalu memberontak namun sekarang ia membiarkannya.

Terjadi keheningan sesaat di situasi ini, keduanya sama-sama saling menikmati momen. Namun Kalea teringat tentang hubungannya dengan Vincent, ia tak ingin Alfred salah paham akan hal ini.

"Soal Vincent tadi," Ucapan Kalea terpotong.

"Jangan ucapkan nama sialan itu Babe, aku cemburu." Sela Alfred dengan nada tak suka.

Kalea menghela nafasnya panjang, mungkin ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan hal itu, ia juga sebenarnya sangat malas.

"Okey, tapi kamu tidak bisa menghukum ku seenaknya hanya karena dia kesini. Aku tidak memintanya datang." Ujar Kalea tak terima.

"Tapi kau menerimanya, hm?" Tuduh Alfred.

"Ti-tidak, minggir dulu." Ujar Kalea dengan gugup, Alfred tiba-tiba mengendus lehernya bak vampir yang ingin memakan darahnya.

"Kamu wangi, aku menyukainya."

"Tapi Al," Ujar Kalea semakin tak nyaman dengan tingkah Alfred.

"Aku butuh pelukanmu sayang, ini hukumanmu." Ucap Alfred dengan mengubah posisi pelukannya.

"Usap kepalaku." Titah Alfred pada Kalea.

Kalea menghembuskan nafasnya panjang, walau kesal ia tetap menuruti perkataan lelaki itu. Ia masih sangat sayang akan nyawanya.

"Aku tidak akan menemuinya lagi." Ujar Kalea dengan mengusap pelan pucuk kepala lelaki itu.

"Aku tidak menyuruhmu untuk itu, tapi jika saja aku mengetahuinya kamu akan tau hukuman apa yang harus kamu dapat." Ujar Alfred dengan menatap wajah cantik Kalea.

"CK, sama saja!"

"Kemasi barang-barangnya, taruh dimobil." Titah Alfred pada salah satu maid yang kebetulan melewati mereka.

"Hah? Untuk apa?" Tanya Kalea tak mengerti.

"Kau akan tinggal di mansion ku." Ujarnya.

"Kenapa tidak disini saja?" Kalea kembali bertanya.

"Lalu kau dan lelaki itu akan terus bertemu?" Ujar Alfred dengan menajamkan matanya.

Kalea terdiam, ada benarnya juga apa yang dikatakan Alfred. Vincent pasti akan sering berkunjung untuk sekedar membujuknya yang tiba-tiba ingin putus tadi.

Kalea sudah sangat muak dengan lelaki itu, tanpa penolakan akhirnya Kalea pun menuruti apa kata Alfred.

"Kau tampak berbeda hari ini." Ujar Alfred yang sedari tadi memperhatikan gadis itu.

Kalea menegang, apa perubahannya ini terlalu ketara? "Hah? Ber-berbeda apanya?" Gugup Kalea.

"Semakin cantik."

Blush

Bisa-bisanya lelaki itu menggombalnya.

"Tuan, semua kebutuhan nona Kalea sudah beres." Lapor maid yang tadi Alfred perintahkan.

"Baiklah, ayo."

෴⁠

Sedangkan di suatu apartemen terdapat dua manusia beda gender yang sedang bermesraan.

"Ada apa dengan wajahmu, honey." Ujar seorang wanita yang sedang bergelayut manja pada lengan lelaki itu.

"Kalea meminta putus dariku." Ujar lelaki itu dengan wajah keruhnya.

Benar sekali, dia adalah Vincent.

"What?! Kamu apakan dia hingga minta putus darimu?" Tanya wanita itu dengan raut wajah marahnya.

"Aku tidak melakukan apapun, dia sempat menelepon tadi malam. Dan karena aku tidak ingin ada yang menganggu acara kita, maka aku silent ponselku." Papar Vincent menjelaskan apa yang terjadi.

"Bodoh. Harusnya kamu tidak melakukan itu!" Ujar wanita itu tanpa sadar memaki Vincent.

"Kenapa kamu memarahiku hah!!" Bentak Vincent tak terima.

Wanita itu seketika meruntuki kebodohannya, "Bu-bukan begitu sayang, aku hanya takut dia curiga pada hubungan kita. Dan rencana kita akan gagal karena ini, aku tidak bermaksud seperti itu sayang." Sangkal wanita itu.

Vincent pun akhirnya tersadar dari amarahnya, ia memeluk tubuh wanita itu.

"Hm, maaf sayang. Aku akan bujuk dia agar tidak jadi putus, tenang okay." Ujarnya dengan menatap wanita itu.

Wanita itu menganggukkan kepalanya, lalu mencium bibir Vincent. "Tentu, i love you."

"Love you too, sayang."

෴⁠

"Dimana kamarku?" Tanya Kalea sesampainya di Mansion Alfred.

"Bersamaku." Ucap Alfred singkat.

"Hah? Sekamar gitu?" Tanya Kalea memastikan.

Alfred berdehem, lalu kembali berujar "Jika kau ingin tidur di kandang poly silahkan."

Kalea tiba-tiba merinding dibuatnya, Poly adalah singa besar peliharaan Alfred yang suka makan orang. Dulu ia pernah dihukum didalam kandang singa itu, beruntung waktu itu Poly sudah diberikan makanan hingga kenyang. Kalea sungguh kapok jika harus masuk di kandang itu.

Alfred meninggalkan Kalea begitu saja, melihat itupun Kalea langsung menyusulnya. Takut tiba-tiba ada Poly.

Dikamar milik Alfred yang memang sangat luas dengan nuansa dark grey, Kalea tak hentinya mengamati suasana kamar itu yang sangat familiar diingatnya.

Alfred sering kali membawanya kesini, bahkan ia pernah dikurung dikamar ini. Disini, Alfred pernah dengan sangat hati-hatinya merawat dirinya yang sedang demam, namun bodohnya ia justru menepis semua itu.

"Aku akan membersihkan tubuhku, jangan kemana-mana." Ujar Alfred menuju pada kamar mandi yang tersedia.

Kalea hanya menganggukkan kepalanya, ia terduduk di ranjang empuk milik Alfred, seraya bersenandung kecil Kalea mengamati sebuah lemari kaca yang terdapat banyak koleksi mainan robot yang tidak ia ketahui apa namanya. Ia cukup heran untuk tipikal orang seperti Alfred ternyata menyukai mainan seperti itu.

Kakinya melangkah menuju sebuah pigura besar yang berada di kamar itu, tanpa waktu lama pun Kalea langsung tahu kalau pigura itu adalah Poly, singa kesayangannya Alfred yang nampak gagah dan menyeramkan di waktu yang bersamaan.

Namun ada yang aneh menurut Kalea, ia hanya melihat satu pigura besar Poly yang dipajang dikamar ini dan tidak ada satupun foto Alfred yang dipajang. Kebanyakan orang akan memajang foto-foto mereka di kamarnya, namun Alfred tidak, di Kamarnya pun banyak fotonya yang ia cetak besar-besar.

"Manusia seperti dia mana mungkin mau berfoto, apalagi memajangnya." Gumamnya.

"Sudah puas mengamati kamarku, Babe?" Bisik Alfred tepat ditelinga kanannya.

Kalea terhentak karena suara serak basah milik Alfred yang tiba-tiba, ia membalikkan badannya menghadap kearah lelaki itu. Namun ia kembali terkejut dengan penampilan Alfred yang hanya memakai handuk di pinggangnya.

"YAKK!! PAKAI BAJUMU!! DASAR MESUM." Teriak Kalea menutup matanya dengan kedua tangannya.

"Aku tidak benar-benar telanjang sayang, kenapa harus se-histeris itu." Ujar Alfred dengan santai.

Masih tetap menutup matanya Kalea berseru, "Te-tetap saja itu aurat!! Pakai bajumu sana."

"Padahal nanti juga kau akan terpuaskan dengan badanku ini." Cibir Alfred menuju walk in closet miliknya.

"NGOMONG APA KAMU!!"

Selepas Alfred menggodanya tadi, Kalea langsung beranjak menuju dapur mansion mencari cemilan yang cocok untuk menemaninya menonton televisi.

Sesampainya di dapur ponselnya tiba-tiba berbunyi, satu panggilan masuk dan tertera nama 'Sahabatku Sarah🖤' Kalea mengidik ngeri membaca nama itu, ingatkan Kalea untuk mengganti nama itu nanti.

"Ada apa manusia jahanam ini meneleponku." Celetuknya tak suka.

"Kenapa?" Tanya Kalea langsung to the point.

"Kale, aku di rumahmu, kau sedang berada dirumahnya Alfred?" Tanya wanita diseberang telepon.

"Iya, kenapa?" Balas Kalea tanpa minat.

"Apa Alfred melakukan sesuatu padamu Kale? Kau pasti terluka disana, aku harus menghubungi Vincent untuk menjemputmu disana." Cerocos wanita itu yang membuat Kalea memutar bola matanya malas.

"Kau mau aku mati?" Sarkas Kalea.

"Kale, apa maksudmu? Aku hanya ingin menolongmu dari Alfred, kamu jangan khawatir kamu pasti akan baik-baik saja dengan Vincent." Bantah wanita dan seolah mencemaskannya.

"Tidak perlu, dia tidak menyakitiku disini." Jelasnya agar wanita itu tidak lagi ikut campur dalam urusannya.

"Tapi bagaimana mungkin?" Serunya tak percaya.

"Karena aku tunangannya. Sudahlah Sarah, aku tidak apa-apa disini, jangan mengkhawatirkanku." Tukasnya dengan mematikan panggilan itu secara sepihak.

Pip

Menyebalkan, jika dulu dirinya pasti akan sangat terharu dengan semua yang dilakukan wanita itu karena sudah menolongnya bak pahlawan, namun kali ini ia benar-benar sadar akan semua rencana busuk dari wanita itu.

Sarah Ajeng, sudah merangkap menjadi sahabatnya saat ia masih berada di bangku sekolah menengah pertama. Sosok yang ceria sepertinya sudah pasti memiliki banyak teman, tetapi semua teman-temannya tiba-tiba menjauh karena hasutan dari Sarah. Dan bodohnya ia tidak tau itu, Sarah hanya mengatakan bahwa mereka iri atas apa yang Kalea punya.

"Kau terlihat kesal, apa ada yang mengganggumu?"

"Hanya hama kecil."

Cup

"Aku sudah menyuruhmu untuk tetap menunggu dikamar, sayang. Kenapa melanggar hm?" Bisiknya membuat Kalea tidak bisa menutupi raut ketakutannya.

"A-aku lapar, apa ada cemilan?" Cicit Kalea.

"Kau lapar?" Tuturnya.

"Ya."

"Kau boleh memakanku." Balasnya dengan raut menggoda.

• SLWTV 4

Cup

Cup

Cup

Sebuah kecupan bertubi-tubi dari lelaki tampan untuk seorang gadis cantik yang masih terlelap disampingnya membuatnya ia gemas.

Sepanjang malam ia menahan kantuknya untuk memperhatikan wajah menggemaskan gadis pujaannya, tak ada waktu untuk ia menoleh kearah lain. Menurutnya ini adalah kesempatan langka, biasanya gadisnya itu akan memberontak dan selalu membuatnya marah. Entah ada apa dengan gadisnya ini ia tak peduli selagi bisa terus bersamanya ia tak masalah.

"Morning, Babe." Sapa Alfred ketika Kalea terbangun karena ulahnya.

"Jangan menciumiku Alfred." Protesnya karena tidurnya terganggu oleh Alfred.

"Maaf, aku tidak bisa menahannya sayang." Sahut Alfred menatap sayu gadis itu.

Kalea adalah candunya. Mana bisa ia tahan untuk tidak menciumi gadis itu, ia saja bahkan sudah tidak sabar menjadikan Kalea hak patennya.

"Kau tidak tidur?" Tanya Kalea yang mendapati kantung mata Alfred yang nampak menghitam, namun tidak sama sekali mengurangi kadar ketampanannya.

Justru terlihat semakin seksi?

"Kau menghawatirkanku." Goda Alfred menaikan sebelah alis tebalnya dengan tersenyum tipis.

"Ti-tidak." Kalea bersemu merah, ia salah tingkah padahal hanya di goda seperti itu.

Alfred menahan dirinya untuk tidak memakan gadis itu saking gemasnya, ia menormalkan detak jantungnya yang melaju cepat.

"Bersihkan badanmu dan segera turun untuk sarapan." Titah Alfred beranjak dari ranjangnya.

"Kau tidak pergi kekantor?" Tanya Kalea pada Alfred yang masih mengenakan kaos santainya padahal jam sudah menunjukan 8 pagi.

"Khusus hari ini aku akan menemani tunanganku."


Seharian berada di mansion Alfred dan tidak melakukan kegiatan apapun membuat Kalea hampir mati kebosanan, Alfred yang katanya akan menemaninya justru malah sibuk diruang kerjanya.

"Aku sangat bosan." Gumamnya kesal.

Ia berbaring di sofa ruang keluarga dengan terlentang, menatap lampu gantung yang tampak mewah dan tentunya pasti sangat mahal.

Mansion ini terlalu besar untuk Alfred yang hanya tinggal sendiri, ngomong-ngomong dirinya belum terlalu hafal dengan tata letak mansion ini. Room tour mansion sepertinya bukan hal yang buruk, Alfred tidak akan marah kan?

Tanpa berfikir kembali Kalea beranjak dari tempatnya dan mulai melangkah menelusuri setiap ruangan yang ada di mansion Alfred.

Kakinya berhenti melangkah, ia sudah sampai dilantai paling atas. Semua ruangan sudah ia kunjungi, hanya tertinggal satu ruangan yang berada di paling ujung lorong.

"Ruangan apa itu? Gudang? Tapi apa iya gudang berada dilantai atas? Kuncinya tertinggal?" Gumamnya pada diri sendiri saat mendapati sebuah kunci yang masih terpasang di pintu itu.

Kalea mengangkat bahunya ringan, "Tidak masalah kan kalau aku mengeceknya." Ujarnya acuh.

Pintu ruangan itu terbuka, ia melangkah masuk kedalam. Ruangan gelap gulita, ia menyalakan lampu pada saklar yang tak jauh dari pintu.

Prangg

Sebuah vas bunga terjatuh karena tak sengaja Kalea senggol dari atas meja, tubuh Kalea lemas. Bagaimana tidak, ruangan itu hanya dipenuhi oleh semua foto-fotonya. Bahkan beberapa barang yang pernah Kalea pakai pun tersusun rapi disana, seberapa gila Alfred terhadapnya?

"Kau sangat lancang memasuki ruangan ini tanpa seizinku, Babe." Ujar Alfred yang sudah bersedakep dada dan menatapnya tajam.

Tadi ia sangat panik dan marah karena tidak mendapati Kalea dimanapun, bahkan ia sudah memarahi dan memaki para pelayan karena lalai menjaga gadisnya. Hingga salah satu maid mengatakan bahwa dirinya melihat Kalea berada dilantai atas, dan terkejutnya ia mendapati Kalea berada di suatu ruangan yang bahkan orang lainpun tidak ada yang boleh memasukinya kecuali dirinya.

Alfred menghampirinya, ia menyeringai lebar kearahnya. "Tapi aku tidak akan marah. Karena ini adalah ruanganmu."

"Kau mengerti kan sekarang, betapa gilanya aku. Aku ingin kamu, Kalea." Tuturnya dengan terus melangkah lebih dekat sedangkan Kalea justru memundurkan tubuhnya menghindari Alfred.

Kalea yang sudah sangat terpojok pun hanya bisa diam, "Jangan mendekat Al." Cicitnya takut.

Kali ini memang aura Alfred tampak lebih seram berkali-kali lipat dari biasanya, jemarinya mengusap lembut pipinya hingga lehernya.

"Why, baby? Kau adalah milikku kan? tidak boleh dengan yang lain." Tanya Alfred dengan nada rendahnya.

Melihat Kalea yang hanya terdiam membuat Alfred marah. "JAWAB AKU KALEA!"

Kalea tersentak, lalu menganggukkan kepalanya pelan, "A-aku milikmu Al." Balasnya lirih.

"Aku tidak mendengarnya sayang." Ucap Alfred pura-pura tak mendengar.

"AKU MILIKMU AL!" Teriak Kalea yang kelewat kesal dikerjai oleh Alfred.

"Kau memang milikku, sayang."

"Sejak kapan kau menyukaiku?" Tanya Kalea tiba-tiba.

Alfred menerawang beberapa tahun kebelakang. "Saat kau mengikuti lomba menari di Paris." Jawabnya.

Kalea menyorot tak percaya pada Alfred, kejadian itu sudah sangat lama sekali. Kalau tidak salah saat dirinya baru lulus sekolah dasar, dan Alfred sudah menyukainya selama itu, pantas saja Alfred sangat obsesi terhadapnya.

"Apa aku boleh mengurungmu di kamarku?" Tanya Alfred memeluknya erat.

"Jangan." Tolaknya.

Nafas Alfred memburu, ia beranggapan bahwa penolakan Kalea itu karena gadisnya tidak menyukainya.

Seakan peka dengan perubahan Alfred, Kalea memberanikan diri untuk mengusap lembut pucuk kepala Alfred.

"Aku akan tetap menjadi milikmu selamanya, tapi jangan kurung aku. Aku mohon." Ujarnya memohon agar Alfred memberinya kebebasan untuknya.

"Akan aku pertimbangkan, cium aku." Suruh Alfred tanpa beban.

"Apa?" Gugup Kalea.

"Cium aku sayang." Ulang Alfred, kali ini dengan nada perintah.

Karena malas membuat keributan, dan juga untuk melancarkan rencananya agar Alfred selalu berada di pihaknya, Kalea akan menurutinya, ia mengecup pipi kanan Alfred.

Cup

"Lagi." Titah Alfred kurang.

Cup

Alfred tidak bisa menutupi rasa senangnya kali ini, ia benar-benar bertekad untuk memiliki Kalea seutuhnya, apapun caranya.

Cup

"Aku sangat-sangat mencintaimu." Ujar Alfred gantian mengecup Kalea tepat di bibirnya, membuat sang empunya mematung.

Ketukan pintu menganggu acara mereka, suara Janson menginterupsi dari luar.

"Tuan, apa anda didalam?" Serunya.

"Ck, menganggu." Kesal Alfred, "Kenapa?" Tanyanya.

"Maaf tuan, dibawah ada seorang lelaki dan perempuan yang kekeh ingin menemui nona Kalea, mereka mengatakan bahwa ia adalah temannya." Lapor Janson selaku kepala bodyguard suruhan Alfred.

"Kau tak bisa mengusirnya dengan paksa, HAH!!" Bentak Alfred pada bawahannya.

"Maaf tuan-" Ucapan Janson terpotong saat Kalea tiba-tiba menimbrung percakapannya.

"Hama itu memang sangat menyebalkan, biar aku yang mengusirnya." Tukasnya lalu beranjak menemui tamunya.

"Tapi sayang," Alfred hendak memprotes.

"Ikut denganku." Titah Kalea dan membuat Alfred akhirnya mengikutinya dari belakang.

Baru saja sampai diluar, ia sudah mendapat teriakan lebay dari wanita yang berdandan menor yang tak lain adalah Sarah, calon mantan sahabatnya.

"KALEA, KAU BAIK-BAIK SAJA?"

"Jangan berisik, Sarah. Orang lain akan terganggu dengan suaramu." Tegur Kalea pada Sarah.

"Ah maaf, aku tidak bermaksud. Aku hanya terlalu mengkhawatirkanmu, aku juga membawa Vincent untuk menyelamatkanmu." Katanya dengan menoleh kearah Vincent yang berada di sampingnya.

Kalea menatap Vincent tanpa minat, "Dia tak ada lagi hubungan denganku." Sinisnya.

Mereka tampak bingung dengan sikap Kalea yang sangat berbeda dari biasanya, namun tidak dengan Alfred yang diam-diam senang mendengar kalimat itu.

"Sayang, kamu masih marah?" Tanya Vincent mencoba membujuknya.

Rahang Alfred mengeras kala Vincent menyebut gadisnya dengan panggilan itu, namun seakan tahu situasi, Kalea kembali menyuarakan suaranya.

"Tidak ada yang marah denganmu, tapi aku sudah bosan." Seru Kalea enteng.

"Kalea, kenapa kamu jahat sekali. Seharusnya jika kamu sudah bosan kamu tidak seharusnya memutuskan Vincent." Tutur Sarah menasehatinya.

"Kenapa? Ini hidupku." Sahut Kalea lagi.

"Kenapa kau sangat berbeda Kalea. Ini bukan kamu, aku tidak mengenalmu yang seperti ini." Tegur Sarah mencoba menutupi raut kesalnya.

Vincent pun tak ingin tinggal diam, ia mencoba meraih jemari Kalea untuk digenggamnya. "Sayang, maafkan aku. Tapi aku tidak ingin putus darimu." Ujarnya memohon.

"Jangan sentuh milikku, sialan." Sentak Alfred menepis tangan Vincent yang dengan beraninya menyentuh gadisnya.

Melihat itu Sarah juga menunjukkan permohonannya pada Alfred, ia bersimpuh dibawah Alfred dengan raut wajah dibuat sesedih mungkin.

"Alfred. Lepaskan Kalea, dia gadis baik. Dia hanya mencintai Vincent, tolong sadarlah. Jangan menyakiti Kalea, sakiti saja aku, aku akan suka rela menyerahkan diriku padamu." Ujarnya dengan nada memohon tak lupa air mata buaya yang sudah membasahi pipinya.

"Apa yang kau lakukan!" Marah Kalea, ia tak terima dengan penyataan Sarah bahwa ia hanya mencintai Vincent, cih.

Sarah menatap Kalea iba, seakan-akan dialah yang paling mengerti perasaannya. "Kalea! Aku tidak ingin kau terus disakiti olehnya, pergilah bersama Vincent. Biar aku yang menggantikanmu disini, ayo pergilah." Serunya memerintah ia untuk mengikuti perkataannya.

Vincent mencoba menarik pergelangan tangannya untuk pergi dari tempat ini, "Mari Kalea, aku akan membawamu jauh dari lelaki itu." Ajaknya.

Kalea menepis tangan Vincent kasar, ia sudah sangat kesal dengan drama murahan mereka. "Kalian itu sedang apa sih? Aku disini bersama tunanganku, dan aku tidak disakiti olehnya." Kesalnya.

"Kalea, aku tau kamu pasti takut mengatakan yang sebenarnya kan, karena diancam oleh Alfred." Tuduh Vincent membuat Alfred meradang, sedari tadi ia hanya diam karena ia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh gadisnya. Tetapi lelaki sialan itu terus saja menyenggolnya.

Kalea menghembuskan nafasnya panjang, lalu ia menatap kedua manusia jadi-jadian itu jengah.

"Aku benar-benar berterimakasih pada kalian yang menghawatirkanku, tapi aku sungguh baik-baik saja disini. Kalian boleh pulang." Jelasnya agar drama ini cepat selesai.

"Tapi Kalea,"

"Aku lelah Alfred, mari beristirahat." Tukas Kalea lalu meminta Alfred untuk ikut kedalam bersamanya.

"Tentu, Baby. Selesaikan!" Alfred tentu menuruti apa mau Kalea, ia juga tak lupa untuk menyuruh Janson mengusir dua manusia itu dari mansionnya.

Ingatkan dirinya untuk menetapkan tanggal kematian mereka, nanti.

"Baik Tuan."

Melihat Kalea dan Alfred pergi begitu saja dan mereka yang diseret secara paksa, membuat Sarah dan Vincent marah, mereka merasa diremehkan dan dipermalukan.

"Sialan kau Kalea, tunggu pembalasanku!" Batin seseorang dengan marah.
 

• SLWTV 5

Setelah kejadian tadi pagi, Alfred benar-benar tak ingin jauh dari Kalea. Ia selalu mengekori Kalea bak anak ayam yang mengikuti kemanapun induknya pergi.

Rasa bahagia yang sangat membuncah dihatinya setelah penantian lama akhirnya bisa ia rasakan sekarang, tak peduli ini hanyalah akal-akalan Kalea, dirinya akan memastikan jika gadis itu tidak bisa pergi darinya.

"Sedang apa sayang, hm?" Tanya Alfred pada Kalea yang sedang berkutik dengan adonan tepung.

Kalea memutar bola matanya malas, "Kau bisa melihatnya sendiri."


Alfred terkekeh kecil, entah kenapa menjahili Kalea jauh lebih menyenangkan dibanding menembakkan peluru pada jantung musuh, eh lupakan.

"Buat Cupcake?" Tanyanya lagi.

Kalea berdehem, "Hm, Cupcake matcha." Ujarnya.

"Kau menyukai matcha?" Tanya Alfred yang sebenarnya sudah mengetahui hal itu, tidak ada yang tidak Alfred tahu jika itu menyangkut gadisnya.

Kalea menganggukkan kepalanya antusias, "Sangat, matcha adalah kesukaanku."

Alfred tersenyum kecil dengan mengelus pelan pucuk kepala gadis itu, "Benar, kau juga kesukaanku."

"Tidak nyambung tau!" Ketus Kalea namun tidak dengan pipinya yang sudah merona, ia menepis tangan Alfred, karena tak kuat menahan kebaperan ini.

Alfred tertawa lepas, Kalea yang melihat momen langka itu pun dibuat terpesona, Alfred terlihat berpuluh-puluh kali lebih tampan dari biasanya. "Ganteng." Celetuk Kalea tanpa sadar.

"Thanks, but i know that." Ujarnya dengan percaya diri, walau tak ayal jika ia sangat-sangat senang dipuji oleh Kalea.

Kalea yang sudah sadar akan perkataannya pun memalingkan wajahnya kearah lain, ia malu setengah mati.

Selama satu jam ia berkutik dengan adonannya, akhirnya Cupcake buatannya sudah matang. Ia membawa Capcake itu menuju ruang santai diikuti oleh Alfred dibelakangnya.

"Mari kita coba." Serunya dengan nada yang sama seperti yang sedang viral itu.

"Kau sangat menggemaskan sekali." Alfred mencubit pelan pipi Kalea gemas, Kalea tak menghiraukan gombalan Alfred, ia lebih fokus mencicipi Cupcake matchanya.

"Mau?" Tawarnya pada Alfred, lelaki itu menganggukkan kepalanya.

Kalea menyuapi Alfred, "Bagaimana rasanya?" Tanya Kalea ingin tau pendapat Alfred tentang cake buatannya.

"Sangat manis." Jawab Alfred sembari menatap Kalea.

Kalea menatap Alfred aneh, "Menurutku ini tidak terlalu manis." Jelasnya.

"Bukan Cupcake-nya, kamu."

Blush

"Jangan menggoda terus!" Ketusnya.

"Tidak ada yang menggodamu, aku hanya menyampaikan apa yang aku lihat." Ujar Alfred dengan sejujurnya.

"Al." Panggil Kalea setelah mengingat sesuatu.

"Iya sayang." Sahut Alfred.

"Besok sudah mulai masuk kampus lagi, bolehkan aku berangkat?" Izinnya pada Alfred mengingat lelaki itu tak mengizinkan dirinya untuk keluar dari mansion.

"Kalau tak boleh?"

Kalea memajukan bibirnya kesal, "Ish, aku sudah terlalu sering membolos. Aku bahkan harus mengulang kelas, aku hanya mau cepat-cepat lulus saja."

"Tidak usah kuliah, aku tidak akan masalah." Ujarnya enteng.

"Ish, malulah. Kalau ada orang nanya istrinya Alfred lulusan apa? Masa harus aku jawab, cuma tamat SMA kuliahnya gak lulus." Jelasnya bertubi-tubi.

Wajah Alfred memerah hingga kedua telinganya, Kalea menyebut dirinya 'istri Alfred' yang berarti gadis itu ingin menjadi istrinya kan? Alfred semakin tidak sabar untuk segera menikahinya.

Kalea menepuk bibirnya pelan karena kembali keceplosan, "E-eh maksudku bukan begitu." Elaknya malu.

"Lalu maksudmu seperti apa hm?" Tanya Alfred menarik tubuhnya lebih dekat kearah Kalea, badannya condong ke depan, kini wajahnya tepat berada didepan muka Kalea.

Kalea mematung, Alfred memiringkan kepalanya lalu mengecup bibir merah muda miliknya, seakan linglung ia hanya diam saat Alfred mulai melumat bibirnya, satu tangannya menahan tengkuknya untuk memperdalam ciumannya dan satunya menarik pinggangnya agar lebih dekat.

Kesal tak ada balasan dari Kalea, Alfred sengaja mengigit bibir bawah Kalea untuk membuka mulutnya, gadis itu meringis dan mulutnya pun sudah sedikit terbuka. Alfred tak ingin menyiakan kesempatan, segera ia menjulurkan lidahnya untuk bergulat dengan lidah gadis itu.

Mau tak mau Kalea pun ikut berkontribusi atas ciuman yang semakin bergairah dan runtut itu, tak lama ia memukul dada Alfred untuk menghentikan ciumannya karena ia sudah sangat sesak kehabisan nafas.

Alfred pun akhirnya mengalah, ia melepaskan ciumannya. Kalea nampak tersengal-sengal dengan bibirnya yang bengkak karena ulahnya. She looks so hot, batin Alfred mesum.

"Aku akan menewaskan semua orang yang berani mengataimu." Tegasnya dengan merapihkan tatanan rambut Kalea yang nampak berantakan.

Kalea lemah, ternyata dekat dengan Alfred bisa membuatnya cepat mati muda. Entah yang bikin baper ataupun yang buat geleng-geleng kepala, 'Enteng banget ngomongnya.' batin Kalea.

"Tapi tetap saja, ayolah. Aku hanya ingin kuliah, jika yang kamu khawatirkan aku akan menemui Vincent. Aku akan pastikan itu tidak akan terjadi, lagi pula aku sudah putus dengannya." Bujuk Kalea menyakinkan lelaki didepannya ini.

"Dia yang akan menemuimu." Selorohnya.

"Aku akan menghindar."

Alfred menghela nafasnya panjang, sebelum akhirnya menyetujui permintaan gadisnya. "Baiklah, tapi kau akan selalu diawasi oleh beberapa bodyguardku." Finalnya.

"Dari jauh saja awasinya, aku tak ingin mereka menganggu kuliahku." Pinta Kalea.

"Hm."

"Persiapan untuk nanti malam sudah 80 persen, bos." Lapor seseorang diseberang telepon.

Sedangkan lelaki yang dituju mengetatkan ekspresi wajahnya, "Sore ini harus sudah siap." Tukasnya. "Pastikan semua senjata tetap aman sebelum masuk kapal, dan perketat penjagaan." Imbuhnya.

"Baik, lalu bagaimana dengan para Intel itu?" Tanyanya menunggu perintah.

"Kau tau harus melakukan apa, James. Aku tidak menerima kegagalan untuk malam ini." Titahnya dengan tegas.

"Baik bos."

"Bagaimana dengan penghianat itu?" Tanya lelaki itu pada James.

"Dia sudah berada diruang bawah tanah bos, ingin anda sendiri yang mengeksekusinya atau," Jelasnya sekaligus menanyakan apa yang harus ia lakukan untuk membereskannya.

"Kau saja. Aku tidak ingin bau darah penghianat itu mengenai tubuhku, gadisku pasti tidak akan suka." Perintahnya pada lelaki disebrangnya, sebelum menutup teleponnya ia kembali menginterupsi.

"Kosongkan jadwalku sore ini, jangan menggangguku." Ujarnya tak ingin diganggu gugat.

"Baik, bos."

Lelaki itu menutup teleponnya sepihak, lalu ia menatap malas meja kerjanya yang masih banyak tumpukan berkas yang harus ia cek. Ia sudah merindukan gadisnya, ia ingin memeluknya.

Alfred memang sedang tercandu-candu Kalea.

Lelaki tadi memang Alfred, Alfred Lysander. CEO Lysander Company yang sangat disegani oleh para pengusaha lain, juga seorang ketua dari organisasi bawah yang identitasnya masih dirahasiakan.

Seorang wanita setengah baya dengan pakaian kurang bahannya terduduk di kursi bar club ternama di kota, memutar-mutar sebuah gelas kaca berisi alcohol dan disela jarinya terdapat seputung rokok yang sesekali ia hisap dan hembuskan.
 
"Ada apa?" Tanyanya pada seorang wanita yang baru saja saja datang dan duduk disampingnya, ia adalah Sarah Ajeng.

Sarah mengambil sebuah gelas kaca dan meminta waiters menuangkan alcohol pada gelas itu, "Kau harus menjalankan rencana kedua dengan secepatnya, kak." Ujar Sarah setelah menengguk alcohol miliknya.

"Apa ada masalah?" Wanita yang dipanggil kakak oleh Sarah itu bertanya pada sang adik.

Sarah ikut menoleh kearah Kakaknya, "Dia meminta putus dari Vincent, dan sikapnya sungguh aneh sekarang." Adunya.

"Bagaimana bisa! Apa yang terjadi? Apa kalian tidak becus dalam menangani hal ini hah?" Marah wanita itu pada Sarah.

Sarah menggelengkan kepalanya tak setuju, "Aku tidak tau kenapa dia tiba-tiba berubah lebih berani seperti itu, tidak mungkin kan dia tau semua rencana kita, kita selalu bermain cantik. Aku akan terus mencoba untuk menghasutnya kembali." Papar Sarah.

"Hasut dia agar aku juga bisa menjalankan rencanaku." Suruhnya.

Sarah menganggukkan kepalanya, "Baik kak, lagipula aku sudah sangat ingin menghancurkan hidupnya." Timpal Sarah lagi.

"Tetap pada rencana, jangan gegabah. Keluarga itu pasti akan hancur, dan semua kuasa pasti akan jatuh kepada kita." Terang wanita itu dengan angkuhnya.

Sarah tersenyum jahat, "Aku tidak sabar menantikannya, kak."

Mereka bersula hingga gelas kaca yang mereka pegang berdenting, alcohol digelas itu diminum hingga tandas oleh keduanya. Tanpa sadar jika tak jauh dari posisi duduk mereka, ada seorang lelaki berpakaian serba hitam sedang menyimak obrolan mereka.

"Bersenang-senanglah, rencana itu hanya akan menjadi angan-angan." Lirih seseorang yang sengaja ditugaskan untuk memata-matai kedua manusia itu sebelum meninggalkan tempat haram itu.
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya SLWTV 6-10
0
0
Second Life with The Villain bab 6 sampai 10 ya..
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan