Garis Batas #UnlockNow (Part 3)

1
0
Deskripsi

Pangeran Archad dari Kerajaan Yemliha sudah cukup umur untuk menikah. Ratu Adriene mengusulkan seorang putri cantik dari Kerajaan Siberia.

Namun, Pangeran enggan menuruti perjodohan itu karena dia mencintai seorang wanita yang bukan dari bangsanya. Jelas saja hal itu sangat ditentang oleh Ratu Adreine.

Ratu memberi waktu kepada pangeran untuk melupakan Erina (perempuan yang pangeran cintai) sebelum raja kembali untuk menyambut rombongan dari Siberia.

Bisakah Pangeran Archad mempertahankan cintanya mengingat dunianya dan Erina sangatlah berbeda? 

Part 3 - Sungai Kizilirmark

 

Seperti dugaan Erina. Ada banyak barang yang datang hari ini. Pasokan gandum, buah aprikot, dan beberapa olahan susu tiba. Kali ini lebih banyak dari pekan lalu. Mungkin karena Yemliha akan kedatangan saudagar dan pelancong dari Siberia.

Erina mengelap peluh yang mengalir di pelipisnya. Meski seorang wanita, pekerjaan mengakut barang pun dia lakukan. Bos toko tempatnya bekerja tidak pandang bulu. Laki-laki dan perempuan sama saja.

"Erina, kantong gandum ini berat. Kamu bawa keju-keju dan makanan ringan itu saja," ujar Tanju saat melihat Erina yang hendak mengangkat kantong gandum seberat 20 kilogram.

"Aku nggak apa-apa. Ini sudah biasa."

Tanju menggeleng tegas. "Tangan kamu bisa terluka. Kamu kembali saja dan catat barang-barang yang masuk hari ini."

"Tapi—"

"Udah. Bos nggak akan marah." Tanju mendorong Erina agar masuk kembali ke toko.

Wanita itu hanya bisa mengangkat bahu. Lalu segera meraih kertas di atas meja kasir. Selain mengangkat barang, dia bertugas meng-input semua barang yang keluar masuk toko. Plus merapikan barang dan menyortir barang-barang yang sudah hampir kadaluwarsa.

Hari ini lelahnya berkali-kali lipat dari biasanya. Selain harus meng-input produk yang baru masuk, dia juga harus melayani para pembeli yang seolah tidak pernah ada habisnya.

Toko tempatnya bekerja adalah satu-satunya toko terlengkap di kota ini. Toko yang menyediakan kebutuhan sehari-hari ini tidak pernah sepi pembeli. Buka dari pukul delapan pagi hingga sepuluh malam. Di jam malam biasanya pemilik  langsung yang menjaga toko. Sementara para karyawan akan pulang jika sudah bekerja selama delapan jam.

"Erina, kita makan siang dulu," ajak Tanju. Tubuh tingginya menjulang di depan Erina yang sedang sibuk melayani pembeli.

"Sebentar lagi."

Tanju mengangguk lantas bergerak keluar lebih dulu dari area toko.

Setelah menyelesaikan transaksi terakhir, Erina pamit kepada rekannya untuk istirahat terlebih dulu. Selagi dia dan Tanju istirahat dua rekannya akan menggantikan tugas berjaga toko.

"Kamu bawa bekal apa?" tanya Erina saat menghampiri Tanju yang sudah lebih dulu duduk di tempat favorit mereka, di tepi Sungai Kizilirmark.

Tanju tersenyum dan menunjukkan bekal yang dia bawa.

"Wow, manti!" Erina meloncat dan duduk di sisi Tanju.

"Ini buatan ibuku. Kamu mau mencicipinya?"

Mata biru Erina berbinar-binar. "Boleh kah? Tapi ini buatan ibumu."

"Ibuku pasti tidak keberatan makanannya dicicipi wanita secantik kamu, Erina," ucap Tanju tersenyum penuh arti, membuat dua pipi Erina merona.

Erina lantas mengambil satu makanan serupa siomay itu dengan garpu yang Tanju bawa.

"Ini enak sekali. Ibumu pandai membuat manti. Jadi, teringat ibuku juga. Dulu saat masih kecil kami selalu makan manti bersama buatan ibu. Sayang, umur ibuku tidak panjang sama seperti ayahku." Kesedihan selalu datang menyergap ketika membicarakan tentang ibu. Mata binarnya sedikit meredup.

"Maaf, sudah membuat kamu teringat mendiang ibumu."

Sejurus kemudian senyum Erina terbit kembali. "Tak masalah. Sekarang giliranku membuka bekal." Tatapnya beralih ke sebuah kotak yang dia bawa.

Makanan serupa nasi goreng tertata rapi di kotak bekal milik Erina.

"Aku hanya membawa ini. Sayang aku membuatnya tanpa daging. Hanya ada kacang merah saja, dan rasa yang aku buat agak pedas," terang Erina sembari menatap kotak bekalnya.

"Nohutlu pilav tanpa daging juga enak apalagi disantap saat kita sedang lapar."

Erina tertawa dan menyetujui ucapan Tanju. Keduanya makan bersama di bawah payung langit Yemliha dan hamparan Sungai Merah Kizilirmark yang cantik. Sesekali ada segerombolan angsa berenang melewati keduanya begitu saja. Sesekali juga ada bangau terbang yang melepas lelah di rerumputan di tengah sungai.

"Wajah kamu masih terlihat cerah padahal hari ini kita benar-benar bekerja ekstra," ujar Tanju. Manti di kotak bekalnya tinggal setengah.

"Jangan pura-pura tidak tahu." Erina terkekeh, lesung di pipinya sontak terlihat.

Tiba-tiba Tanju menatap langit biru yang ditutupi sedikit awan putih. Setelah itu dia melempar pandang ke hamparan sungai yang alirannya tampak tenang. Lalu bunga-bunga liar berwarna kuning dan putih yang bermekaran di sekitar bibir sungai.

"Hari ini indah. Semesta pun mendukung." Lalu tatap pria itu beralih kepada wanita berambut cokelat di sisinya yang tengah mengulum senyum. "Kita gajian hari ini kan?"

Tawa Erina pun pecah. "Benar. Jadi, lelahnya tidak terasa karena hari ini kita akan menerima gaji!" serunya girang.

Pria bermata cokelat di sisi Erina tersenyum. "Bulan ini kita bakal dapat banyak karena beberapa hari pulan malam. Benar, kan?"

Erina mengangguk, tapi wajah muramnya lagi-lagi kembali datang mengingat dia tidak bisa menikmati semua gaji yang dihasilkan. Bos akan memotongnya, karena mendiang ayahnya memiliki utang di sana.

"Nggak usah murung. Ada sesuatu yang ingin kamu beli?" tanya Tanju memecah lamunan Erina.

Wanita berhidung lancip itu menggeleng. "Aku cuma ingin membeli susu dan makanan kucing."

Jawaban Erina membuat Tanju mengernyit. "Memang kamu memelihara kucing?"

Lagi Erina menggeleng. "Tidak. Di daerahku kan banyak kucing. Jadi, aku ingin beli itu."

"Aku tidak suka kucing. Bulunya menggelikan."

"Kucing itu lucu. Dia bisa jadi teman saat kita sedih."

"Kalau kamu suka kenapa tidak memeliharanya?"

"Memelihara kucing itu artinya harus menyisihkan penghasilanku lagi dan budgetnya lumayan. Aku nggak mungkin menelantarkan mereka. Sementara aku masih harus menanggung utang ayahku." Erina menghela napas panjang lalu kembali fokus menyantap makan siangnya.

"Kalau begitu lupakan soal kucing. Lebih baik kamu punya teman manusia tempat berbagi cerita. Aku misalnya," ujar Tanju mengerling jail, membuat tawa Erina mengudara.

"Sudah. Lebih baik habiskan ini lalu kembali. Maria dan Zenit akan kelaparan kalau kita berlama-lama di sini," ujar Erina memutus percakapan mereka.

***

"Apakah utang ayah saya masih banyak?" tanya Erina sesaat setelah melihat isi amplop gajinya. Masih seperti kemarin, tidak ada perubahan padahal sebulan ini dia kerja mati-matian.

Lelaki bertubuh besar dan berkumis tipis di hadapannya menyeringai. "Perlu aku tunjukkan rinciannya?"

Eshaq, pemilik toko tempat Erina berkerja mengambil sebuah buku besar dari laci mejanya. Dia membuka sebuah halaman di sana dan menunjukkannya kepada Erina.

"Kamu bisa lihat sendiri."

Tubuh Erina condong ke depan dan memperhatikan sederet angka di buku catatan itu. Refleks mata birunya membulat melihat begitu fantastis utang ayahnya. Erina tidak habis pikir untuk apa ayahnya berhutang sebanyak itu. Sementara selama hidup dirinya bahkan tidak bisa dikatakan berkecukupan.

"Banyak sekali," gumam Erina nyaris tak percaya. Meskipun dirinya kerja seumur hidup di toko Eshaq rasanya masih berat untuk melunasi utang itu.

"Ya. Memang banyak. Tapi ...." Eshaq menggantung ucapannya lantas menatap Erina dengan pandangan seperti hendak menerkam wanita itu.

"Tapi apa?"

"Aku bisa saja menganggap utang ayahmu lunas."

Dahi Erina mengernyit. Perasaannya mendadak tidak enak. Apalagi saat melihat bibir hitam Eshaq menyeringai.

"Utang ayahmu bisa lunas kalau kamu bersedia menjadi istri ketigaku," lanjut pria berambut klimis itu lantas tertawa.

Omong kosong!

Erina mengetatkan rahang. Giginya di dalam rongga mulut saling gemeletuk. Tangannya yang menggenggam amplop gaji mengepal erat hingga buku-buku jarinya menonjol.

Dengan dagu terangkat Erina menatap Eshaq tanpa gentar. "Terima kasih atas tawaran Anda, Pak. Tapi saya akan berusaha melunasi utang ayah saya secepatnya."

Eshaq menaikkan kedua alis lalu mengangkat bahu. "Ya sudah kalau begitu. Siap-siap saja bekerja di sini seumur hidupmu." Kembali lelaki itu terbahak.

Tanpa banyak basa-basi lagi, Erina segera meninggalkan ruangan bos sintingnya itu. Menjadi istri ketiga lelaki tua itu? Yang benar saja! Erina tidak serendah itu.

Dengan wajah tertekuk, Erina menghela langkah keluar dari toko. Melewati Tanju yang sedang mengobrol dengan Zenit begitu saja. Eshaq membuat mood-nya yang bahagia menjadi berantakan seketika.

 

 

Sungai Kizilirmark

 

Bunga liar

 

Bangau penghuni sungai

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Garis Batas
Selanjutnya First Love #UnlockNow (1)
1
0
Alesha mendengar kabar Farel akan pulang ke Indonesia. Sudah tiga tahun lebih keduanya terpaksa berhubungan jarak jauh lantaran Farel harus berada di perusahaan pusat.Alesha yang tengah disibukkan dengan skripsi  mendadak dapat angin segar. Setidaknya akan ada Farel yang menghiburnya tiap kali merasa frustrasi gara-gara dosen pembimbingnya yang rese bernama Pak Gilang.Namun, tiba-tiba seorang wanita cantik terlihat muncul di tengah hubungan mereka, membuat Alesha bertanya-tanya. Dan, di saat sedang pusing-pusingnya Pak Gilang malah menyatakan perasaannya.Kira-kira apa yang akan Alesha lakukan untuk menyikapi semuanya?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan