Mantan Lima Langkah - 16

6
1
Deskripsi

"Kamu yakin bercerai? Kamu udah nggak sayang sama aku?"

Evelyn masih ingat saat ia memilih tegas dengan keputusannya. Ia mengungkap seluruh fakta betapa tidak becusnya Ravindra menjadi seorang suami. Poin utama, Ravindra tidak bisa menafkahi Ivy, juga dirinya dengan layak. Saat itu ia benar-benar kelelahan dengan keadaan finansial yang carut-marut, juga sikap pasif Ravindra.

Ketika itu Ravindra hanya diam, tak menyanggah sedikitpun. Evelyn baru berhenti bicara saat Ravindra menutup kedua mata dan...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Mantan Lima Langkah - 17
6
6
Ravindra menatap lukisannya yang berjejer di dinding ruang tengah. Semenjak beralih fungsi menjadi mini workshop, setiap sudut rumahnya dipenuhi oleh lukisan, kecuali area dapur, taman, dan kamar mandi tentu saja.Sebenarnya beberapa tahun belakangan ia cukup produktif menghasilkan beberapa lukisan. Namun ia merasa lukisan-lukisan itu tidak bernyawa. Ironis, ia hanya melukis tanpa begitu menikmati prosesnya. Hanya melukis demi mengais rejeki yang juga tidak kunjung datang.Ia melukis bulan juga melukis senja. Ia melukis para petani, nelayan, juga situasi pasar tradisional yang ramai. Ia bermain warna dan mencampurkan mereka semua ke dalam kanvas, lalu lahirlah bentuk yang tidak dikenali oleh mata. Semua hanya berbekal imajinasinya semata. Jika ada skala kenikmatan melukis dari angka satu sampai sepuluh, Ravindra menikmati proses-nya hanya sampai di angka tujuh.Ia menjual lukisan itu mulai dari harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Ia hanya pelukis muda yang belum punya nama. Namun, karyanya tidak asing di kalangan beberapa kolektor yang menyukai wujud perempuan dalam lukisannya. Akan tetapi kejayaan masa itu sudah lewat. Ia bukan lagi Ravindra yang bisa menjual lukisan perempuan dengan harga lumayan tinggi. Ia sudah berjanji pada Evelyn, untuk berhenti menggunakan muse perempuan.Ravindra tak menampik, muse membuat lukisannya terasa jauh lebih bernyawa. Ia bagai mendapat ilham, saat menemukan muse yang dirasa sesuai. Lukisannya yang berjudul Mbok Jamu, terjual hanya dua hari setelah diluncurkan.Mbok Jamu hanya perempuan berumur yang menjelma eksotis dalam bingkai kanvasnya. Wajah ramah dengan mata lebar, mengenakan kebaya lusuh yang sedikit memamerkan belahan dada. Lukisan bertemakan tradisional itu terasa otentik saat ia berhasil menceritakan sedikit kisah Mbok Jamu di dalam lukisannya.Ia membuat tiga lukisan Mbok Jamu yang semuanya terjual sebelum tujuh hari. Tidak ada yang terjadi di antara dirinya dan Mbok Jamu. Semua murni hanya kegiatan melukis yang dibarengi dengan ritme gelora saat menodai kanvas yang berbuah puncak dari segala kegembiraan. Namun saat ia berjanji berhenti menggunakan muse, seketika Ravindra bagai kehilangan arwah pada ujung kuasnya.Hanya melukis sesempurna mungkin yang terasa hambar tanpa makna. Terbingkai indah. Namun tidak juga terjual. Ravindra kembali mempertanyakan segalanya. Apakah lukisannya tidak hidup? Apakah getar itu tidak sampai pada hati penikmatnya?Ravindra percaya, bukan sekedar indah yang membuat manusia jatuh cinta pada karya buatan tangan. Akan tetapi kisah yang disampaikan, emosi yang ditampilkan dan pengaruh yang mungkin ditimbulkan bagi sebagian kecil jiwa penikmatnya. Hal itu yang membuat karya seni menjadi komoditas bernilai jual. Kebetulan, lukisan yang ia buat dengan letupan gairah terjual dengan cepat. Bukan, bukan gairah melihat perempuan setengah telanjang. Namun gairah untuk menampilkan perempuan, sosok makhluk dengan berbagai ragam keindahan itu ke dalam kisah berbeda pada kanvasnya.Kenapa Tuhan harus mengujinya seperti ini? Ravindra menatap putus asa lukisannya yang berderet di dinding. Jangankan terjual, ia sendiri menilai karyanya itu biasa-biasa saja. Hanya sekedar gambar bewarna.Ia sudah mencoba, kembali melukis perempuan hanya dengan bermodalkan imajinasinya. Ia mencoba melukis tanpa muse. Namun hasilnya tetap sama.Ravindra menyalakan sebatang rokok, dan mulai memilah lukisan-lukisannya. Beberapa yang dinilai paling baik, akan segera dikirimkan ke Bali. Berharap di galeri Jose lukisan-lukisannya bisa segera terjual, meskipun ia harus membagi royalti dengan teman baiknya itu.                                  __________  Siang ini banking hall tampak sepi, tidak seramai biasanya. Mungkin karena di luar hujan deras, sehingga menyurutkan niat nasabah untuk bertransaksi di bank.Evelyn masih duduk di mejanya. Tatapannya mengarah pada layar komputer namun pikirannya tertinggal di rumah.Semalam, ia bicara serius dengan Ravindra. Mantan suaminya itu mengeluhkan lukisan-lukisan yang tidak kunjung terjual. Satu pun tidak ada.Saat itu ia melihat-lihat lukisan yang akan dikirim Ravindra ke Bali. Menurut Evelyn, lukisan Ravindra sangat indah. Hanya saja, mantan suaminya itu kurang puas.Aku harus cari murid lebih banyak lagi. Mudah-mudahan lukisan aku cepet laku. Kamu bantu doa ya.. ucap Ravindra sambil menatap deretan lukisannya.Pasti aku bantu doa. Yang daftar kelas lukis baru dua orang ya?Iya. Kamu bantuin promosi ya. Banyak yang nanya-nanya, tapi setelah tahu harga paketnya mereka nggak ada kabar. Padahal menurut aku itu udah terjangkau. Kalau peralatan ya jelas mereka harus beli... Ravindra terduduk lesu.Sabar.. Butuh uang... Gimana kalau sambil nunggu murid lain, kamu nyambi jadi driver taksi online? Evelyn mencoba memberi saran. Suami temen aku ada yang nyambi jadi driver taksi online dan hasilnya lumayan. Bisa buat kebutuhan sehari-hari.Sebenernya Kak Joni juga nyaranin gitu.Nah terus? Kedua mata Evelyn melebar.Cuma aku nggak yakin bisa bagi waktu.Kan Ivy nggak tiap hari sekolah... Aku tahu Eve. Tapi tetep aja, aku harus alokasi waktu lebih banyak buat jadi driver taksi online. Iya kalo aku dapet rute deket, kalau jauh? Belum macetnya. Belum bensinnya. Bensin sekarang mahal. Belum capeknya, terus kapan waktuku ngurus lukisan?Cari duit ya capek Vin.... Aku tahu Eve. Kamu pikir aku ngelukis nggak capek?Ya kan aku saran.Tapi dari cara ngomong kamu, kesannya aku ini nggak ngapa-ngapain. Iya aku tahu, aku belum bisa kasih kamu uang yang banyak. Aku belum bisa nafkahin kamu sama Ivy.Lho... kamu kok jadi sensi sih? Evelyn melihat wajah Ravindra yang mendadak terlihat kesal.Udah deh nggak usah dibahas. Iya. Aku tahu aku selalu kurang di mata kamu. Sori ya belum bisa sesuai harapan kamu.Evelyn menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. Tadi pagi saat menitipkan Ivy, Ravindra bahkan tidak mau menatap kedua matanya. Sepertinya masih kesal akibat ucapannya semalam.Kak, ada antrian. Security mendekat dan menunjuk seorang nasabah berpakaian santai yang tampak menunggu di kursi.Evelyn segera menekan layar kemudian pengeras suara berbunyi otomatis. Antrian nomor 01 silahkan menuju meja empat... Evelyn berdiri dengan senyuman lebar untuk menyambut nasabah yang berjalan ke mejanya. Pria berperawakan jangkung dan tegap yang mengenakan hat bucket dan masker penutup wajah bewarna hitam.Selamat siang, silahkan duduk. sapa Evelyn dengan seluruh keramahan yang ada pada dirinya. Ia sempat memperhatikan penampilan pria yang seperti sedang melakukan backpaker itu. Kaos lengan panjang abu-abu, celana pendek selutut dan sandal gunung. Pria itu membawa tas ransel di punggungnya, juga tas kamera di bahu.Eve? tatapan pria itu menyipit, seolah sedang menyembunyikan senyuman di balik masker yang ia kenakan.Hm? Kedua mata Evelyn melebar. Apa pria itu baru saja menyebut nama panggilannya?Pria itu lantas menurunkan maskernya.  Hai. Inget aku? Lama nggak ketemu.... Pria itu tersenyum lebar, membuat Evelyn terperangah seketika.Jagad Bagaspati. Cinta pertama sekaligus satu-satunya kekasih di masa lalu itu kembali muncul di hadapannya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan