
"Ngaku, kumpul kebo kan?" Ishana menuding wajah Ricky.
"Enggak! Kok bisa kamu mikir gitu?"
"Wah, pemandangannya genteng...." Ishana menatap pemandangan malam di luar jendela yang menyajikan genting-genting. "A.... day in my life..." Kemudian berlagak membuka tirai sambil memamerkan genting kepada Ricky yang duduk di tepian ranjang.
"Kamu tuh sebenernya ke Jakarta mau niat sekolah apa liat gedung sih?" Ricky membuka botol air mineral. Sambil membasahi tenggorokan ia kembali mengamati ruangan kamar kos-kosan eksklusif yang tampak bersih dan nyaman. Ricky sengaja menyewa kos dengan pengamanan security 24 jam, wifi, dan water heater. Ishana bahkan memiliki dapur sendiri karena saat masih tinggal di kos-kosan dulu, Ricky sering mendapati makanan yang ia titipkan di kulkas raib entah ke mana sehingga tidak ingin adik perempuannya mengalami hal yang sama.
"Ishana suka kok sama kos-nya! Bersih, nyaman, bagus lagi!" Ishana menatap takjub kamarnya yang luas, lengkap dengan pendingin ruangan. Setelah membuka pintu, ia akan menemukan toilet pribadi di sebelah kanan dan dapur yang menjadi satu dengan mesin cuci di sebelah kiri. Setelah itu ia mendapati tempat tidurnya, lemari, meja belajar, dan pintu kaca menuju balkon. "Pasti mahal ya Mas! Wah Mas Ricky duitnya banyak banget!" Ishana menatap takjub.
Ricky hanya menenggak air tanpa berniat menjawab. Sudah tentu ia membiayai Ishana dengan uang tabungannya dari hasil menjual diri. Ishana sudah mendaftar pada salah satu sekolah fashion di Jakarta Selatan dan mengambil jurusan diploma 4 yang setara sarjana. Selama beberapa hari, ia sudah mencoba menjembatani keinginan Ishana dan keinginan orang tuanya, tetapi menemui jalan buntu.
Ishana tiba-tiba berubah pikiran dan tidak mau masuk ke universitas. Gadis itu bersumpah akan sungguh-sungguh belajar. Orang tua-nya menyerah dan ia pada akhirnya menyanggupi keinginan Ishana. Kebetulan, sekolah fashion pilihan Ishana tidak semahal sekolah fashion sebelumnya meski bagi Ricky tetap saja mahal.
"Ayah sudah nggak punya duit Rick. Biaya kuliah fashion pasti mahal banget. Terserah kamu aja. Kamu kan dulu udah dapet hasil jual tanah keluarga, udah kamu pake buat biaya kuliah di Jakarta. Kalo buat Ishana memang nggak ada uang segede itu karena ayah ibu mikir, nanti kamu bakal bantu kita. Ya jujur uang di tabungan nggak seberapa Rick. Nggak cukup kalo buat biayain maunya Ishana. Kita aja bulanan sering kamu bantu. Kalo kuliah Ishana kamu bantu, ya tabungan ayah ibu buat biaya nikahan Ishana besok. Anak perempuan Rick, pasti dari pihak kita yang lebih banyak keluar biaya. Jadi ya ayah ibu hemat-hemat tabungan buat siapin itu."
Ricky masih ingat pembicaraan dengan ayahnya di panggilan telepon kala itu. Hasil penjualan tanah memang tidak banyak, karena dibagi dengan saudara-saudara ayahnya yang lain. Pesangon ayahnya pensiun juga tidak seberapa. Ricky mengerti jika ayah ibunya mati-matian berhemat tabungan. Tentu ia tidak bisa lepas tangan terhadap biaya pendidikan Ishana.
Mau bagaimana lagi? Ishana bersikeras tidak mau pulang. Jika dipulangkan, Ishana mengancam akan kabur lagi. Ditambah menurut informasi ibunya, Ishana dekat dengan seorang cowok di Surabaya. Tentu saja Ricky tidak ingin Ishana minggat ke tempat cowoknya dan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, meski Ricky belum tahu siapa pemuda itu dan tinggal di mana. Tetapi berkaca dari pengalamannya, Ricky tidak percaya pada Ishana. Cukup dirinya yang terlanjur rusak. Ricky tidak bisa membayangkan jika terjadi sesuatu pada Ishana kemudian adiknya itu hamil. Sungguh kasihan orang tua-nya, memiliki dua anak yang bandel-bandel.
Ricky menatap genting di luar jendela dengan perasaan tak menentu. Kenapa tanggung jawab di pundaknya bertambah berat? Ia harus memikirkan nafkah bagi anaknya, kemudian juga menanggung biaya pendidikan dan biaya hidup Ishana di Jakarta, yang sudah tentu tidak murah.
Ricky merasa sudah seharusnya ia mengirimi uang setiap bulan pada ayah ibunya, mengingat saat awal-awal ia merantau dulu, ayah ibunya juga berhemat mati-matian demi bisa mengiriminya uang bulanan untuk biaya hidup di Jakarta. Ricky merasa kini gilirannya untuk meringankan keadaan finansial keluarga, meski Ricky tahu jalan yang ia ambil terlanjur melenceng jauh.
Ayah dan ibunya tentu tidak akan bangga jika tahu ia bisa ringan tangan membantu keuangan keluarga karena menjual diri. Lagi pula, apa yang bisa ia lakukan dengan uang panas hasil transaksi lendir itu? Ia tidak mungkin menghidupi Alicia dan anaknya dengan uang itu. Mau diputar-putar seperti apa pun, tetap saja sumbernya berasal dari uang panas. Ricky pikir, memang sebaiknya ia alokasikan untuk pendidikan Ishana saja, daripada hanya mengendap di rekening. Sisanya, akan Ricky pikirkan nanti.
"Mas, kok ngelamun?" Ishana iseng menekan sebelah pipi Ricky dengan ujung telunjuk.
Ricky menoleh dan menatap hampa. Kini ia juga harus meluangkan waktu dan perhatian untuk memantau Ishana. Sungguh rasanya lelah sekali. Mengapa akhir-akhir ini masalah hidupnya kian rumit?
"Ishana, kamu sekolah yang niat ya. Mas bener-bener keluar uang banyak buat kamu. Biaya sekolah kamu itu nggak murah, belum uang gedung yang lain-lain."
"Iya Mas." Ishana segera mengangguk. Mulai saat ini ia tidak akan banyak menentang Ricky. Ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana ketika tadi Ricky melunasi uang pendaftaran, uang gedung, juga biaya satu semester. Besok Ricky akan mengantarnya mencari mesin jahit. Ricky juga yang akan seratus persen menjamin kehidupannya di Jakarta. Sesuai kesepakatan dengan orang tuanya, mulai uang saku, uang transport, semua akan ditanggung oleh Ricky. Ishana sebenarnya menyimpan penasaran, memangnya berapa pendapatan Ricky setiap bulan? Kakaknya itu tidak pernah terbuka, tetapi rutin mengirim uang kepada orang tua mereka.
"Mas pesen, jangan bawa cowok nginep." Ricky menatap lurus kedua mata Ishana. "Mas nggak bisa sering-sering ngecek kamu."
"Gila apa bawa cowok nginep?"
"Kata ibuk kamu udah pacaran sama cowok...."
"Ya pacaran tok Mas! Bukan berarti Ishana berbuat yang enggak-enggak! Idih palingan Mas Ricky yang kumpul kebo makanya Ishana nggak dibolehin satu apartemen!" seloroh Ishana dengan senyuman jahil.
"Matamu!"
"Ini lho mataku!" Ishana menarik kerah baju Ricky demi melihat lebih jelas jejak kemerahan di dekat tulang selangka. Tadi saat makan bersama di gerai fast food, ia tanpa sengaja menangkap jejak saru itu ketika Ricky menggaruk area bawah leher. "Mau diumpet-umpetin Ishana udah tahu kelakuan Mas!"
"Ini gatel Ishana!" Ricky menepis tangan Ishana sambil menahan malu. Mau bagaimana lagi, Lusy gemar meninggalkan jejak teritori seperti ini.
"Ngaku, kumpul kebo kan?" Ishana menuding wajah Ricky.
"Enggak! Kok bisa kamu mikir gitu?"
"Ya logika, sekarang Ishana nggak boleh tahu alamat apartemen Mas, apalagi mampir? Mas bisa bawa Ishana ke tempat Mas Wisam, padahal di sana sarang cowok. Kenapa Mas nggak bisa bawa Ishana sepuluh menit aja liat apartemen Mas?"
Ricky membisu sambil menutup rapat bibirnya. Benar juga. Ia tidak pernah mengira Ishana akan berpikir sejauh itu.
"Hayo coba kenapa?" Ishana menunggu jawaban Ricky tetapi kakaknya itu hanya diam sambil menatap ke arah lain. "Pasti kumpul kebo kan?" Kemudian kembali menuding wajah Ricky.
"Enggak." Ricky bertahan menyangkal. Secara teknis, ia hidup sendirian di apartemen dan Lusy hanya datang dalam hitungan jam. Terkadang menginap. Jadi Ricky menganggap ia dan Lusy hanya kumpul dalam hitungan jam. Mereka tidak benar-benar tinggal bersama dari hari ke hari dan bulan ke bulan.
"Lagian nih setahu Ishana, Mas Ricky itu ati-atiiii banget keluarin uang. Eh, tiba-tiba habis dari kosan yang biasa aja, pindah ke apartemen." Ishana masih ingat ketika dulu ia dan orang tuanya sempat menjenguk Ricky di Jakarta. Tempat kos Ricky saat itu biasa saja dengan kamar yang kecil, sehingga mereka memilih menginap di hotel.
Tiba-tiba beberapa bulan setelahnya Ricky mengabari jika pindah ke apartemen. Bagi Ishana terbaca aneh, tetapi saat itu ia tidak mengungkapkan kecurigaannya di depan orang tuanya. Ia tidak ingin membuat orang tuanya cemas. Ditambah saat menghadiri wisuda Ricky, mereka menginap di hotel yang nyaman dan semua biaya akomodasi ditanggung oleh Ricky. Mereka bahkan tidak diijinkan menginap di apartemen Ricky dengan alasan tidak ada tempat.
Saat itu ayah dan ibunya penasaran ingin melihat apartemen Ricky, tetapi Ricky malah mengajak mereka jalan-jalan hingga tidak punya cukup waktu untuk melihat apartemen Ricky. Ishana selama ini diam-diam menyimpan curiga, jika Ricky sebenarnya tinggal di apartemen bersama kekasihnya.
"Ya kalo udah punya uang nggak pa-pa kalik di apartemen, masa ngirit terus Ishana," kilah Ricky.
"Ishana curiga Mas Ricky tuh kumpul kebo." Ishana bertahan dengan kecurigaannya meski Ricky pernah mengaku menyukai seorang perempuan. Ricky bahkan mengungkap bahwa hubungannya dengan perempuan itu rumit. Apa jangan-jangan Ricky menyukai perempuan lain di saat sudah punya kekasih yang tinggal bersama di apartemen? Ishana tenggelam menduga-duga sendiri.
"Wes jangan pusingin Mas. Pokoknya, kamu di sini jaga diri, niat sekolah, titik!" Ricky kembali menegaskan maksudnya
"Mas nggak mau kamu di sini aneh-aneh. Kalo kamu aneh-aneh, Mas pulangin kamu ke Surabaya, Mas nggak mau ngurusin kamu lagi!" ancamnya dengan nada sungguh-sungguh.
Senyuman Ishana lepas begitu saja. "Mas tenang aja, sekolah fashion ini cita-cita aku banget. Aku nggak mau hal lain ganggu impian aku. Aku pingin jadi desainer terkenal. Justru aku itu lebih khawatir ke Mas!"
Ricky otomatis mengernyitkan dahi.
"Kok bisa kamu itu....."
"Ayah ibuk itu lebih longgar ke Mas daripada ke Ishana, cuma karena Mas itu anak cowok!" tukas Ishana. "Kerjaan Mas juga di kafe-kafe tempat orang hedon, di dunia malam. Bukannya dunia malam itu jelek ya, tapi kalo nggak bisa membawa diri, ya terjerumus. Apalagi Mas itu cowok, nggak terlalu dipantau sama ayah ibuk! Itu aja bekas cupang jelas banget!
"Ishana lho pacaran baru-baru aja, pulang juga sebelum jam 9 malem. Ishana nggak pernah keluyuran sampe pagi kayak Mas Ricky dulu. Mas Ricky waktu di Surabaya juga sempat nunda kuliah terus sering nggak pulang kan? Alasannya ngeband. Ayah ibuk tegas ngelarang? Enggak! Alasan mereka, Mas anak cowok! Iya ibuk sempet ngomel, tapi ya cuma itu aja! Cuma ngomel-ngomel tapi Mas tetep aja pulang pagi! Cuma ngomel tapi nggak pernah tegas ngelarang."
"Mas itu bilangin kamu, kok kamu malah balikin ke Mas!" Ricky menatap sebal. "Kamu itu cewek!"
"Ya cowok cewek sama aja! Apa beda? Ishana lho masih perawan, mas Ricky masih jejaka nggak?" Ishana kembali menepuk lengan Ricky.
"Jejaka!" jawab Ricky lantang.
"Pantatmu yang jejaka!"
"Heh mulutmu!" Ricky mendorong pelan kepala Ishana.
"Apa beda cowok cewek? Mas Ricky takut Ishana kebablasan gaul terus hamil gitu kan? Ya sama aja, cowok juga bisa menghamili!"
Gerak bibir Ricky seketika tertahan.
"Cewek bisa gugurin kandungan, cowok juga bisa lari nggak tanggung jawab!Value moralnya sama aja! Gak beda cowok-cewek, nakal tuh nggak ada kompromi. Iya, aku bakal jaga diri, tapi bukan karena aku cewek." Ishana menatap Ricky. "Tapi karena aku menghargai Mas, yang udah mau biayain sekolah dan segala macem. Aku janji nggak bikin Mas kecewa." Ishana mengangguk satu kali dan menepuk pelan kedua pipi Ricky, demi menunjukkan tekadnya.
Ricky kehabisan kata-kata ketika hatinya diterjang rasa haru.
"Nih ya Mas, aku mau bikin studio jahit di space kosong sini." Ishana berdiri dan menunjukkan area kosong di dekat jendela. "Nanti di sini aku taroh manekin dan mesin jahit, terus peralatan jahit. Aku mau bikin konten jadi mahasiswa fashion di Tiktok sama IG, terus share kehidupan sehari-hari. Bikin konten tentang gimana sih kehidupan anak yang sekolah fashion design itu.
Aku mau nabung buat mulai bisnis kecil-kecilan. Kalo follower aku udah banyak, aku mau coba bikin baju desain sendiri, terus aku jual. Kenapa kok aku milih Jakarta? Karena di sini basisnya influencer. Bayangin kalo akun akun udah gede, terus aku terima job bikinin gaun buat influencer, terus dikontenin. Banyak orang makin kenal Ishana. Oh! selebgram A pake gaun Ishana di acara peluncuran brand S misal! Oh! Influencer X order gaun di Ishana, misalnya! Nama Ishana sebagai desainer makin dikenal dan jualan baju Ishana juga makin laris. Yang kayak gini ayah sama ibuk nggak ngerti! Tahunya mereka jalur sukses itu cuma lewat masuk universitas, dapet ijazah, terus kerja! Padahal sekarang kesempatan itu banyak asal mau usaha!"
Dan ada duitnya, sambung Ricky dalam hati sambil manggut-manggut menahan senyuman di wajah. Ternyata Ishana visioner sekali meski terdengar muluk-muluk. Namun Ricky pikir, tidak ada salahnya menyimpan harapan dan impian yang positif. Siapa tahu suatu saat kelak, Ishana memang berhasil menggapai impiannya. Selama itu positif, Ricky sudah tentu akan mendukung.
Diam-diam Ricky menyimpan rasa bersalah karena sempat curiga Ishana jauh-jauh ke Jakarta hanya ingin hedon. Ricky sadar, mungkin ia berkaca pada dirinya sendiri, yang jauh-jauh ke Jakarta malah jual diri dan jadi peliharaan tante-tante kaya. Ia menjadi curiga terhadap motif Ishana, karena selama ini melihat pada pengalaman dirinya sendiri. Ricky harap, Ishana akan bertahan idealis dengan moralnya dan tidak tergiur dengan tawaran mudah seperti dirinya.
"Pinter." Hanya kata itu yang meluncur dari bibir Ricky.
"Cuma kadang sekolah fashion itu ada kelas malem. Terus kan kemana-mana beli kain, benang, dan lain-lain. Kalo naik ojek online terus apa nggak boros? Ishana boleh minta motor aja nggak?" Ishana kembali duduk di sebelah Ricky.
"Naik ojek online dulu aja Ishana. Di sini orang kalo nyetir sat set sat set, Mas khawatir. Lagian sekolah kamu kan nggak jauh dari sini. Satu-satu dulu ya? Ntar kalo kamu udah agak tahu jalan dan emang butuh motor, Mas beliin."
"Yeeee! Makasih Mas Ricky!" Ishana memeluk hangat tubuh kakaknya. "Hmm wangi Mas kok enak? Minyak wangi merek apa?"
"Beli di online shop lupa merek," jawab Ricky berbohong. Ia tidak ingin dikira hedon jika menjawab mengenakan parfum berharga jutaan yang sebenarnya hadiah dari tante-tantenya.
"Mas, aku tetep dapet jatah perawatan nggak? Soalnya di Surabaya aku dapet jatah salon. Biasa facial sama creambath."
"Kan Mas kasih uang tiap bulan, itu coba kamu atur sendiri. Cari salon yang biasa aja, nggak usah gengsi yang mahal kalo uang nggak cukup. Atau creambath sendiri, sekarang banyak produk bagus-bagus. Mas nggak bisa kalo harus nurutin semua mau kamu. Iya Mas ada uang, tapi nggak semua buat kamu. Mas juga punya prioritas lain. Jadi.kamu hidup yang biasa aja Ishana. Kalo kamu udah sukses udah banyak uang, terserah kamu mau kayak gimana. Inget, tujuan kamu ke sini buat sekolah, pingin jadi desainer, bukan nyalon. Prioritasin yang paling penting dulu."
"Siap Mas!" Ishana mengurai senyum dan tidak berniat meminta lagi. Ia merasa sudah cukup dibiayai hingga bisa hidup dengan nyaman.
"Mas sewain kos yang bagus, ada dapur sama kulkas sendiri, supaya kamu bisa masak sendiri. Stok telur, beras, sama mi instan. Jadi kamu nggak boros beli tiap hari, uangnya bisa kamu tabung. Mas kalo nggak makan di warteg, ya bikin telor sama nasi dikecapin." Ricky menceritakan kebiasaannya yang bertahan hingga saat ini meski Lusy selalu menyediakan frozen food di kulkas.
Akan tetapi, frozen food itu tidak bisa mengalahkan menu tongkol pedas di warteg langganannya, juga bakwan jagung yang terasa gurih dan krispy. Bahkan si ibu warteg saking sudah hapal dengannya, kerap suka rela mengulek sambal trasi hanya untuknya.
Begitu masuk ke dalam warteg ia akan memanggil, "Mbook..." Pada Mbok Yatmi yang asli orang Sidoarjo. Mbok Yatmi bahkan kerap menambahi lauk di piringnya. Tentu saja Ricky tidak menolak perlakuan Mbok Yatmi yang terasa bagai ibu kandung.
"Mas, emang hasil dari ngeband berapa sih? Kok bisa Mas Ricky punya uang banyak banget?" Ishana sungguh tidak tahan untuk bertanya.
"Ya ada lah," jawab Ricky sekadarnya.
"Ya berapa? Kok keliatannya banyak banget? Sekarang Mas biayain Ishana, terus tinggal di apartemen juga. Belum buat biaya hidup Mas sendiri." Ishana menatap heran. "Mas punya bisnis sampingan ya?"
"Nggak ada, ya dari ngeband. Mas juga kadang ngajar kelas privat. Udah nggak usah kepo kenapa Mas ada uang, yang penting kan Mas bayarin sekolah kamu? Kamu tinggal terima beres nggak pusing cari uang, tugas kamu cuma sekolah yang bener."
Ishana hanya mengangkat kedua alisnya meski lagi-lagi menyimpan heran, kenapa Ricky menjadi sangat tertutup? Ia bahkan tidak diijinkan meminjam ponsel Ricky hanya untuk mencoba kamera depan. Ricky bahkan memunggunginya saat melakukan pelunasan biaya satu semester melalui aplikasi m-banking. Ishana sungguh merasa sikap Ricky begitu ganjil.
Rasanya terlalu banyak kejanggalan.
"Pacar Mas sekarang siapa?" Ishana menatap Ricky yang kini menguap sambil merebahkan badan di atas tempat tidur. Tadi Ricky memang berkata ingin tidur sebentar sebelum menuju bar tempat Eijaz tampil malam ini. "Kan Mas janji mau cerita?"
"Nanti Mas kenalin."
Ishana mengernyitkan dahi. Ia sudah beberapa hari di Jakarta dan tidak tahu di mana Ricky tinggal, berapa penghasilan Ricky tiap bulan, dan siapa pacar Ricky. Entah kenapa Ricky menjadi sangat tertutup. Apa ini sikap yang wajar? Mengingat mereka adalah saudara. Kenapa dengan saudara saja Ricky memilih bermain rahasia?
"Mas Ricky." Ishana mengguncang pelan lengan Ricky yang sudah memejamkan mata.
"Apa lagi?" tanya Ricky dengan nada malas, kemudian memeluk guling tanpa membuka mata.
"Mas Ricky di Jakarta nggak aneh-aneh kan?"
Ricky segera membuka kedua matanya dan menemukan tatap cemas Ishana.
"Inget Mas, Mas Ricky itu harapan ayah ibu, soalnya anak laki. Ya aku tahu, aku juga harapan orang tua. Tapi keliatan banget kalo ayah ibu kayak lebih berharap ke Mas Ricky."
"Emang kamu liat Mas ngapain? Mas cuma ngeband."
"Mas, Mas Ricky di apartemen nggak kumpul kebo sama cewek nakal kan?" Dahi Ishana berkerut semakin dalam.
"Udah dibilangin Mas tinggal sama temen-temen cowok!" jawab Ricky sambil kembali memejamkan mata.
Ishana memilih duduk di karpet dan menyandarkan punggungnya yang lelah di tepian tempat tidur.
"Ibuk pernah bilang, sebenernya pingin tahu siapa pacar Mas Ricky sekarang. Ibuk khawatir soalnya Mas Ricky selalu ngaku nggak punya pacar. Maksud ibuk, ibuk tuh nggak percaya. Ibuk takut kalo Mas Ricky dapet cewek yang gimana-gimana gitu." Ishana mulai bercerita. "Ibuk pernah bilang, takut kalo Mas Ricky dapet cewek yang banyak tingkah. Ibuk bilang pingin liat Mas Ricky nikah sama cewek baik-baik yang nggak neko-neko, kalo bisa pinter masak, pinter ngurus rumah." Ishana melirik Ricky yang tampaknya tidak mendengar perkataannya karena sudah mendengkur halus.
Jiah, ia kembali menatap ke arah jendela. Ia masih ingat ucapan ibunya beberapa hari yang lalu.
"Ibuk kok kepikiran Mas-mu ya? Ibuk takut Mas-mu di sana pacaran sama cewek nggak bener. Apalagi Mas-mu itu ngganteng, pasti banyak yang mau. Takut, kalau di kafe ketemu cewek nakal. Mendingan mas-mu cepet nikah aja, biar nggak terjerumus pergaulan bebas."
Saat itu ia membantah pemikiran ibunya yang dirasa terlalu kolot. "Buk, nikah muda itu bukan solusi. Lagian Mas Ricky masih 25 tahun. Buat apa diburu-buru nikah? Cuma biar ada yang ngurusin? Di Jakarta Mas Ricky baek-baek aja, dia bisa urus diri sendiri. Lagian nikah itu bukan perkara biar ada yang ngurusin Buk."
"Ibuk takut Ishana. Nggak tahu kenapa Ibuk akhir-akhir ini sering kepikiran Mas-mu." Ishana saat itu melihat raut cemas ibunya. "Ibuk semalem mimpi liat Mas-mu pulang ke rumah bawa oleh-oleh dot bayi... "
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰