For💋Play - Bab 58

2
9
Deskripsi

"Gue yakin lo udah kena sama alon-alon kelakon-nya Ricky." 


"Sumpah lo nggak jelas." Frida yang duduk di sofa bersamanya menatap heran, begitu juga dengan Ghea.

Jumat malam, kedua temannya datang dan menginap di apartemennya. Mereka membawakan makanan juga camilan. Meja ruang tamunya penuh oleh makanan. Botol air mineral berserakan di atas meja.

"Lo bener nggak ada rasa sama Ricky?" tanya Ghea yang duduk di atas karpet dengan sorot curiga.

Alicia segera menggeleng dengan wajah yang terbaca tidak meyakinkan.

"Tapi... lo ciuman..."

"Gue yakin lo udah kena sama alon-alon kelakon-nya Ricky." Frida menatap Alicia yang tampak senyum-senyum salah tingkah.

"Lo nggak usah repot-repot denial deh, kan Ricky juga bapaknya debay." Ghea beralih menatap perut Alicia. "Udah kawin aja lo berdua... "

"Eh mana bisa gitu! Suka main cewek! No, No!" Frida menggeleng. "Gue lebih setuju Alicia sama Nathan."

"Jujur, lo sebenernya suka nggak sih sama Ricky?" tanya Ghea dengan kerutan di dahi.

"Mmm.... " Alicia hanya memberikan gumam kecil sebagai jawaban ketika ragu menyatakan keadaan hatinya saat ini.

"Lah, dia demen." Ghea menuding wajah Alicia.

"Gue tetep nggak liat masa depan sih," tukas Alicia. "Yaa... gimana ya? Gue hamil sendirian, dia kasih perhatian dan selalu ada buat gue, dia juga ayah dari anak ini." Alicia mengelus sekilas perutnya. "Gue cuma kebawa suasana aja..... "

"Dia juga very good looking, jadi lo bablas cipokan," seloroh Ghea yang mengundang tawa Frida. "Mana yang terakhir di taman, kalo diintip kucing gimana?"

Alicia yang nyaris tertawa hanya menepuk pelan bahu Ghea. Entah kenapa tadi ia jujur sekali jika sudah berciuman lebih dari satu kali dengan Ricky.

"Ati-Ati Al, lo kena Ricky jadi bar-bar. Lo bablas ons.... eh sekarang bablas cipokan. Udah paling bener lo kawin aja daripada Ricky bablas buka jalan lahir lo," seloroh Frida dengan tatap jenaka.

"Hah? Jalan lahir gimana?" Alicia menatap bingung.

"Yee bumil gimana sih? Lo kalo mau lahiran normal, deket hari H lahiran lo harus sering-sering berhubungan badan," jawab Frida dengan senyuman tertahan.

Bibir Alicia menganga seketika.

"Iya Al, yang gue tahu juga gitu. Sodara gue ada yang gitu. Biar lancar mendekati HPL sering-sering berhubungan badan sama suaminya." Ghea menambahkan. "Ya balik ke lo sih. Tapi lahiran caesar juga bisa kok, biar lo nggak ada alasan bablas jilid dua.... "

Tawa Frida dan Ghea meledak seketika. Alicia tidak tahu mengapa ia ikut tertawa dengan kedua pipi panas.

"Ya ampun, gue ini cuma kissing...." Alicia  menutupi separuh wajah dengan kedua tangan, ketika berusaha menyelamatkan kulit wajahnya yang bagai terkelupas.

"Itu nggak cuma. Lo kissing sama bapaknya anak lo... yang jelas-jelas tertarik sama lo dan siap tanggung jawab. Lo bikin dia makin baper Al... " Ghea meralat pernyataan Alicia.

"Udah sama-sama baper," tukas Frida sambil menyenggol pelan lengan Ghea.

"Dia cuma kebawa suasana sampai galau waktu beneran dilamar Nathan." Ghea menimpali dengan kalimat yang jelas-jelas merupakan sindiran.

"Gue kalo jadi lo Al, gue nggak sempet galau. Gue pasti pilih Nathan! Kayak....apa kurangnya dia woi? Nathan itu nyaris sempurna, laki-laki baik, terus siap jadi ayah si debay. Yang bener aja lo Al..." Frida menatap heran.

"Maka dari itu mari kita bantu buka jalan lahir Alicia..... demi memilih laki maneeee yang bisa buka jalan pikiran dia..." Ghea memindahkan sebagian makanan ke atas karpet dan meletakkan selembar kertas di atas meja ruang tamu.

"Nggak kebalik? Hahah!" Frida menepuk gemas bantal di pangkuannya sebelum turut bergabung dengan Ghea duduk di atas karpet.

Ghea membagi kertas menjadi dua dengan bolpoin, kemudian pada sisi sebelah kiri menuliskan nama Ricky, dan pada sisi sebelah kanan menuliskan nama Nathan.

"Ayeee.... berondong memang memikat tapi duda juga menawan....." Ghea memulai dengan kalimat pembuka yang terdengar jenaka. "Key Al, mari kita compare, siapa yang lebih cocok buat lo. Gue nggak bilang lebih baik deh, karena udah pasti Nathan." Senyuman Ghea mengembang jahil.

Alicia yang duduk di hadapan Ghea dan Frida menatap antusias sambil mengulum senyum.

"Oke Al, kita mulai dari penilaian lo ke mereka berdua, karena menurut gue ini penting. Jawab yang jujur ya Al." Ghea melirik Alicia sebelum melempar pertanyaan. "Penilaian lo ke Ricky tuh gimana? Garis besarnya aja, nggak usah panjang-panjang kayak cerpen... "

"Mmm...." Alicia memutar kedua matanya sejenak dengan senyuman malu-malu. "Udah pasti dia ganteng, manis, lucu, kadang childish. Dia bisa keliatan seksi gitu...menggoda... auranya maksud gue..."

"UUUUU...... " Frida dan Ghea bersorak pelan sambil saling melirik.

"Tapi di lain waktu dia keliatan imut, bikin gemes," sambung Alicia. "Hmm terus dia agak needy, tapi dia juga perhatian. Dia nakal, agak bego....ya bego sih menurut gue, tapi sopan, lembut, terus pantang menyerah dan nggak ragu nunjukin perasaan. Dia juga bertanggung jawab, loyal.

"Key," Ghea menulis dengan cepat. " Kalo Nathan?"

"Udah pasti ganteng, berwibawa, kalem, dewasa, matang. Nathan kayaknya agak pemalu, tapi bisa nekat juga. Tipe laki-laki yang ketika lo udah kenal, lo bakal tahu he is the right man. Tipe laki yang bakal bikin lo ngerasa aman dan everything will be ok gitu. Hmm agak kaku, mungkin karena gue kenal dia sebagai atasan jadi gue ngerasa gitu. Selain itu dia helpfull. "

"Ck, intinya Ricky boyfriend material lah tapi Nathan husband material," celetuk Ghea.

"Ricky menurut gue punya sisi husband material juga." Frida meralat pernyataan Ghea.

"Karena dia tanggung jawab sama Alicia?" Ghea melirik Frida.

"Iya. Kata Alicia dia lebih sering makan di warteg, tapi kalo sama Alicia dia loyal. Dia selalu beliin makanan enak buat Alicia, padahal dia makan di warteg. Tipe laki yang bakal bahagiain perempuannya lebih dulu."

"Tapi dia nakal, itu big no deh." Ghea menyangkal pendapat Frida. "Asli nggak tenang banget sama laki model begini yang suka main cewek. Apalagi lebih muda sepuluh tahun. Nih ya Al, misal kalian nikah. Di usia 40 tahun ke atas maybe gairah lo udah ga sebesar lo masih 30-an. Nah dia masih tiga puluhan, masih garang-garangnya. Saat lo menjelang menopause, dia lagi beringas-beringasnya. Lo bisa imbangin dia?"

"Hmm." Alicia memutar kedua bola matanya sejenak.

"Nah, itu harus lo pikirin Al." Ghea menuding Alicia dengan ujung pulpen. "Perbedaan usia lo sama Ricky itu jauh. Iya sekarang lo masih cakep, masih kenceng. Majuin sepuluh tahun ke depan....."

"Bener Al. Pas lo 45, udah mulai tanda-tanda penuaan, eh Ricky masih 35. Masih ganteng-gantengnya. Nah kalau sama Nathan, seimbang lah. Lo 45, Nathan 50 tahun. Secara ritme hidup, juga udah sama. Maksud gue udah yang menjelang lima puluh tahun, udah mau hidup nyaman. Kalo Ricky masih muda. Siapa tahu pas 35 tahun dia masih punya ambisi muncak ke Everest gitu kan?" Frida menutup penjelasannya dengan nada jenaka.

"Iya ibaratnya, di rentang usia itu Ricky masih banyak mau, maybe. Kan masih usia produktif. Sementara lo udah pingin di fase istirahat nikmatin hidup. Lo juga harus pikirin ini." Ghea membenarkan pendapat Frida.

"Iya. Apalagi gairah seks berondong udah pasti tinggi. Selisih sepuluh tahun lagi. Dia lagi pingin coba gaya laba-laba gampang meraba-raba, eh lo cuma pingin cepet kelar udah keburu capek," lontar Frida yang mengundang derai tawa Ghea.

Alicia hanya menggigit bibir dengan senyuman tertahan. Tentu ia juga tidak bisa bercerita pada mereka jika Ricky sudah terbiasa melayani wanita-wanita yang jauh lebih tua. Tetapi Alicia rasa ia patut mempertimbangkan peringatan teman-temannya barusan. Interaksi Ricky dan tante-tantenya selama ini hanya bersifat transaksional. Sedangkan Ricky bersikap berbeda kepadanya. Alicia tentu belum lupa bagaimana mereka saat bermalam di hotel.

Apakah Ricky juga bersikap seperti itu dengan tante-tantenya? Alicia sungguh tidak ingin tahu. Hanya saja jika menempatkan diri sebagai Ricky, Alicia sudah pasti tidak akan bernafsu kepada pria-pria tua. Tentu rasanya akan berbeda jika ia melakukannya dengan laki-laki yang ia inginkan. Bisa saja saat melakukannya dengan para tante-tante itu Ricky tidak merasa ada masalah karena itu memang sudah tugasnya. Tetapi menjadi berbeda jika dengan wanita yang dicintai. Mungkin saja akan menjadi masalah mengingat Ricky pasti menaruh ekspetasi dalam hubungan dengan seseorang yang dicintai.

"Okey, sekarang kita battle lagi soal finansial, ini penting." Ghea menatap Alicia sejenak. "Kalo soal finansial, kayaknya udah pasti Nathan lebih unggul. Gaji area manager sama anak band pasti beda. Gue nggak tahu berapa gaji Nathan. Dari gosip yang gue denger, level area manager itu sekitar 50 juta per bulan. Nah, kalo Ricky?"

Alicia menggigiti bibirnya sendiri dengan perasaan bingung. Tentu ia tidak bisa menceritakan keadaan finansial Ricky yang bersumber dari profesi gigolo itu. Menurut Alicia, Ricky bisa saja lebih kaya daripada Nathan. Deposito dari Lusy saja jika ditotal sudah 7,5 M belum termasuk nilai kontrak 350 juta. Itu sebatas yang ia ketahui. Hitungan kasarnya belum termasuk uang panas dari klien-klien Ricky sebelumnya. Ricky juga mengaku selalu menjual mobilnya setiap kali berganti tante.

"Ricky..." Alicia memiringkan wajah sejenak. "Dia bilang tiap bulan bisa kantongin 8 juta dari ngeband. Itu belum kalo dia terima job kayak ngisi acara nikahan atau acara lain. Dia bilang bisa dapet sampe 13 juta setiap bulan."

"Tiga belas juta yaaa cukup siihh...." Frida mengangguk. " Apalagi 50 juta udah pasti lebih dari cukup, tapi inget Nathan masih harus kasih nafkah anaknya."

"Tapi Nathan udah punya rumah, mobil, dan tabungan. Dia udah settle. Gue yakin Ricky belum. Nah ini yang harus lo pikirin Al... biaya hidup itu nggak sedikit, apalagi biaya besarin anak." Ghea menatap Alicia. "Jadi secara finansial, jelas Nathan lebih unggul."

"Iya, lagian Nathan gaji bulanannya pasti segitu. Nah kalo Ricky tergantung dari job yang dia dapet." Frida menambahkan. "Rumah di Jakarta udah mahal Al. Bukannya gue under estimate Ricky. Tapi kan lo udah punya apartemen, sama rumah papa lo yang lagi dikontrakin itu. Ya kalo lo sama Ricky, kayaknya Ricky yang bakal ngikut di tempat lo."

"Yep." Alicia hanya mengangguk. Sebenarnya, ia sudah tahu dari sisi apapun Nathan jelas lebih baik daripada Ricky. Akan tetapi, mendadak hatinya galau karena tawaran Nathan yang tidak pernah ia sangka-sangka. Di satu sisi, ia merasa sayang melewatkan kesempatan emas ini. Dengan menikahi Nathan, anaknya akan memiliki seorang ayah. Maksud Alicia, seorang ayah yang secara status sosial dan moral pasti jauh lebih baik dari Ricky. Ayah yang bisa dengan bangga ia tuliskan namanya di akta kelahiran. Ayah yang sungguh sangat pantas untuk anaknya. Ditambah, sama sekali tidak sulit mengagumi Nathan. Akan tetapi, ada sesuatu yang menahannya.

Alicia merasa lucu dengan dirinya sendiri. Di hadapan Ricky ia selalu lantang berkata bahwa pemuda itu sama sekali tidak pantas. Ia selalu yakin lebih baik membesarkan anaknya sendirian daripada sang anak harus mengenal sosok ayah seperti Ricky. Ia bahkan tidak ragu mengungkap kemungkinan menerima pria yang dirasa jauh lebih baik suatu hari nanti. Akan tetapi ketika hal itu benar-benar datang kepadanya, hatinya malah dilanda bimbang. Maka dari itu, ia berkonsultasi dengan sahabat-sahabatnya, yang selalu bersedia membuka cakrawala pemikirannya.

"Nah, sekarang faktor keluarga." Ghea kembali menomori kertas di hadapannya. "Karena kehamilan ini rahasia, gue yakin keluarga lo juga keluarga Ricky belum ada yang tahu kan?"

Alicia segera mengangguk.

"Lo mau selamanya diem? Nggak mungkin kan? Perut lo makin gede. Kapan lo mau bilang sama papa?" Frida kembali membuat Alicia teringat akan hal lain yang paling ia takuti.

"Gue, rasanya belum siap. Gue takut ngomong sama papa." Alicia menatap putus asa.

"Lo harus segera kasih tahu papa. Ajak Ricky aja, suruh dia ngaku kalo lo hamil sama dia." Frida memberi saran yang segera menimbulkan raut tidak setuju Alicia. "Kalo pun lo terima Nathan, berarti Nathan yang ngaku sebagai ayah dari anak lo kan?"

"Gue belum tahu, karena gue belum terima Nathan dan belum ada omongan ke sana. Gue pusing banget, asli." Sebelah tangan Alicia memegangi kepalanya. "Iya kalo Nathan mau ngakuin kalo ini anaknya? Kalo nggak? Gue rasa dia cuma mau nikahin gue dan terima anak ini. Tapi soal mengakui kesalahan yang nggak dia perbuat, kayaknya nggak deh... " Alicia menatap ragu.

"Terus lo mau ngaku hamil sama cowok lain tapi Nathan yang tanggung jawab? Apa nggak makin bingung papa? Bisa-bisa lo dikira main sama dua orang, terus bingung bapaknya yang mana?" Pernyataan Frida tak ayal membuat Ghea menyemburkan tawa. Sementara Alicia hanya bertahan dengan sikap bimbangnya.

"Bener juga!" Ghea mengangkat bolpoin di tangannya. "Better lo bawa mereka berdua deh ke depan papa!"

Tawa mereka semakin pecah. Alicia mau tak mau turut tertawa.

"Itu paling bener! Ricky ngaku sebagai cowok yang menghamili lo, Nathan maju sebagai laki yang akan menikahi lo. Kelar masalah! Urusan nafkah tetep tanggung jawab Ricky, Nathan boleh nambahin." Ghea mengungkapan ide yang membuat Alicia menggeleng meski bibirnya tidak sanggup menahan tawa.

"Ih bener Al! Itu paling enak di lo! Lo nggak rugi apa-apa lah! Malah si debay punya dua bapak. Aseeeeek!" Frida berteriak dengan tampang konyol yang membuat Alicia semakin tergelak.

"Iya, terus bapaknya ganteng-ganteng lagi! Mayan Al....." Ghea mengangguk setuju.

"Lo nggak usah susah-susah bikin sinetron sepanjang hayat, yang lo kekeh sembunyiin status Ricky yang suatu saat pasti pingin diakui sebagai ayah kandung. Biar anak lo tetep kenal Ricky sebagai ayah kandungnya, dan kenal Nathan sebagai ayah yang membesarkan dia. Beres!" Frida bertepuk tangan dan segera diikuti oleh Ghea.

"Kecuali, lo mulai cinta sama Ricky." Ghea membuat tawa Alicia seketika terhenti.

Frida mengurai senyuman, yang bagi Alicia terasa seperti ledekan.

"Kalo lo mulai cinta sama Ricky, lo bakal mikirin perasaan dia. Lo nggak mau dia ngerasa sakit, lo mulai jaga perasaan dia, dan akhirnya nutup kesempatan buat laki lain karena.... lo pada akhirnya cuma mau dia." Ghea tersenyum simpul.

"Lo bakal nggak tega karena rasa sayang itu mulai ada. Cowok yang tadinya lo anggep nggak punya value, pelan-pelan mulai berharga. Lo mulai ngeliat dia sebagai sosok baik yang ternyata pantes jadi suami lo, juga jadi ayah anak kalian." Frida menimpali. "Ngaku aja Al, lo mulai cinta sama dia kan?"

Alicia hanya menekan bibir dan dengan salah tingkah menatap meja.

"Lo dari awal udah demen sama dia, sampe kebablasan." Ghea mengetuk ujung bolpoin ke atas meja, seolah menegaskan perasaannya terhadap Ricky. "Jadi rasanya nggak sulit, kalo dengan sikap dan perhatian dia cinta itu bakal tumbuh. Apalagi, sekarang kalian saling terikat satu sama lain karena debay. Gue yakin perasaan lo ke Ricky lebih kuat daripada ke Nathan. Kita nggak bakal salahin lo karena cinta sama Ricky. Ya wajar rasa itu semakin tumbuh. Lo bakal lebih mudah terima kebaikan dan perhatian dia, ya karena dia memang bapaknya debay. Karena semua bentuk tanggung jawab itu memang seharusnya dari dia."

"Udah lo ngaku ajaaaa," goda Frida sambil meneliti wajahnya.

"Gue....." Alicia menatap meja dengan bimbang. "Dia......"  Kalimatnya kembali hilang.

Tentu teman-temannya tidak harus tahu, jika Ricky adalah seorang gigolo. "Gue nggak sayang kok sama dia, bener. Ciuman kemarin itu, nggak berarti apa-apa. Ya pas itu dia keliatan ganteng, jadi gue gemes udah...." Alicia mengangguk kecil demi membenarkan ucapannya sendiri.

"Al..." Frida menatap sangsi.

"Dia sepuluh tahun lebih muda. Itu....itu jarak kejauhan buat guee...." Alicia menatap putus asa. "Dia juga bukan cowok baik-baik. Iya dia baik sama gue... tapi......" Alicia tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Mungkin teman-temannya menganggap Ricky seorang player, masalahnya bahkan lebih dari itu. Bagi Alicia, sisi kehidupan yang satu itu terlalu gelap untuk ia pertimbangkan meski Ricky sudah mengaku ingin berhenti. Tetapi tetap saja, sampai kapan pun ia akan mengingat Ricky pernah menjadi pekerja seks komersial.

"Ya kalo gitu, harusnya lo bisa terima Nathan...." Pernyataan Ghea terdengar kalem, tetapi menimbulkan kekacauan di hati Alicia.

"Lagian ya, Nathan udah duda." Ghea melanjutkan kalimatnya. "Lo bilang udah sempet kenal sama Angel. Lo tinggal pendekatan sama anak itu. Gue nggak tahu gimana orang tua Nathan. Tapi Nathan itu udah bebas kalo mau mulai hubungan baru sama lo. Lagian Nathan udah 40 tahun, udah pernah nikah juga. Gue rasa ortunya juga nggak bakal terlalu ikut campur sama keputusan dia. Nah kalo Ricky?

Lo belum tahu apa-apa tentang keluarga dia kecuali dari cerita dia. Kalo misal lo jadi pilih Ricky, apa lo yakin orang tua dia bisa terima lo yang sepuluh tahun lebih tua terus dalam keadaan hamil? Well, mungkin Ricky tetep dapet restu buat kawin sama lo. Tapi hubungan lo sama keluarga dia, nggak tahu lagi. Inget, Ricky itu anak pertama. Anak laki lagi. Dia juga belum pernah nikah. Bisa jadi harapan orang tuanya, Ricky juga nikah sama cewek yang seumuran atau lebih muda dari dia, dan nggak dalam keadaan hamil."

"Terus lo belum tahu, ortunya apakah strict parents yang mempertimbangkan bibit, bebet, bobot." Frida menambahkan. "Gue yakin senakal-nakalnya Ricky di Jakarta, ortunya nggak tahu dan tetep pingin jodoh yang mereka anggap terbaik buat Ricky. Apalagi Ricky kayaknya tumpuan keluarganya. Lo bilang, adiknya nyusul ke Jakarta dan dibiayain hidup sama Ricky kan? Nah, ini bisa jadi masalah juga. Kira-kira keluarganya bisa rela nggak Ricky punya prioritas lain sekarang? Jangan sampe lo kawin sama Ricky tapi musuhan sama keluarganya, ih itu nggak enak banget. Neraka itu mah."

"Iya. Gue kok malah khawatir lo lebih susah lagi kalo sama Ricky ya?" Ghea menatap cemas. "Soalnya jarak kalian juga jauh, sepuluh tahun gitu lho. Ya ortu Ricky pasti anggep Ricky jejaka yang dapet perempuan tua, hamil pula. Sorry to say, lo di depan keluarganya bisa jadi nggak ada bagus-bagusnya walau sebenernya yang lebih bobrok itu Ricky."

"Al, jalan lo sama Ricky bisa jadi lebih sulit dibanding sama Nathan," ungkap Frida yang langsung bersambut anggukan kepala Ghea. "Saran gue nih ya, kalo lo mau idup lo enak, masa depan lo enak, terjamin, udah terima aja Nathan."

"Ya, bener." Ghea kembali mengangguk setuju. "Ini udah kesempatan bagus banget Al buat masa depan lo, juga anak lo. Gue yakin jalannya bakal lebih mulus kalo sama Nathan."

"Gue percaya Nathan bisa jadi suami juga ayah yang baik buat anak lo. Yah lo emang harus adaptasi sama Angel. Tapi fair kan? Nathan mau terima anak lo, ya lo juga harus bisa terima anak dia. Fair." Frida membuka kedua telapak tangan sambil mengangkat kedua bahu.

"Nathan itu pilihan paling tepat Al. Gue yakin lo bakal baik-baik aja sama dia." Ghea menambahkan. "Mending, lo jangan mikir lama-lama. Soalnya perut lo makin gede dan lo bakal makin baper sama Ricky. Kalo lo udah baper, sulit mikir logis karena lo pingin nurutin perasaan lo yang udah condong ke Ricky."

Alicia berakhir membisu dengan tatap bingung. Alicia tidak pernah menyangka, akan sulit menegaskan hati ketika pilihan itu kini benar-benar hadir di hadapannya. Ia bagai dihadapkan pada pernyataannya sendiri, yang selalu ia ungkapkan dengan lantang di hadapan Ricky. Tetapi ketika tiba saatnya untuk memilih, keyakinannya malah melempem.

Kemana semua rasa yakin menjelang laki-laki yang lebih baik dari Ricky? Bayangan wajah Ricky dan Nathan silih berganti hadir di pelupuk matanya, membuat hatinya semakin terombang-ambing dalam perasaan bimbang. Sebenarnya Alicia sudah tahu tidak mungkin Ricky, tetapi entah kenapa  ia masih saja ragu berlari ke hati Nathan.

Apa ia bertahan sendiri saja? Tapi mengapa anaknya harus lahir tanpa seorang ayah, jika ia bisa memilih siapa yang pantas menjadi ayah dari anaknya? 




 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya For💋Play - Bab 59
2
11
Ngaku, kumpul kebo kan? Ishana menuding wajah Ricky.Enggak! Kok bisa kamu mikir gitu?   
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan