For💋Play - Bab 10

3
2
Deskripsi

Dia hamil?

Malam itu Ricky berakhir termenung sendirian di ruang tamunya. Ditemani sebotol cola di atas meja, Ricky menyesap rokok dan tenggelam dalam lamunan panjangnya meski di layar televisi sedang terjadi adegan pertarungan sengit antara para siswa dengan zombie yang menyerang sekolah.

"Saya jomblo." Ricky teringat akan pengakuan Alicia tadi.

Hamil tapi jomblo? Jomblo tapi hamil? Ricky tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Dia hamil?

Malam itu Ricky berakhir termenung sendirian di ruang tamunya. Ditemani sebotol cola di atas meja, Ricky menyesap rokok dan tenggelam dalam lamunan panjangnya meski di layar televisi sedang terjadi adegan pertarungan sengit antara para siswa dengan zombie yang menyerang sekolah.

"Saya jomblo." Ricky teringat akan pengakuan Alicia tadi.

Hamil tapi jomblo? Jomblo tapi hamil? Ricky tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Wajah lugu Alicia, sungguh tampak seperti perempuan baik-baik. Ricky tahu bahwa ia tidak bisa menilai perempuan dari sebatas penampilan luar. Dulu, beberapa mantan-mantannya semasa kuliah juga memiliki wajah lugu tetapi nyatanya mereka tidak lugu sama sekali. Bahkan Nala Bella, cinta pertamanya semasa SMA juga ternyata bukan gadis polos.

Mereka berpacaran mulai akhir semester kelas dua hingga kelas tiga dan ia melepas keperjakaan di rumah gadis itu dua hari setelah pengumuman kelulusan. Ricky masih sangat ingat mereka melakukannya di rumah Nala yang saat itu sedang sepi. Ia bahkan masih ingat saat itu Nala sudah menyiapkan kondom dan pelumas. Setelah melakukannya, Nala mengaku bahwa ia bukanlah yang pertama. Gadis itu mengaku sudah melakukan hal semacam itu sejak kelas satu dengan mantan pacarnya yang mahasiswa.

Mereka putus baik-baik karena Nala melanjutkan pendidikannya di Jogja dan ia melanjutkan pendidikannya di Jakarta. Memang tidak ada yang serius. Mereka dulu menjalin hubungan karena sama-sama siswa populer. Ia yang merupakan anak band, tentu bangga bisa menjadikan Nala yang merupakan siswi teladan menjadi pacarnya. Hubungan mereka viral dan mengundang atensi satu sekolah. Saat itu mereka dikenal sebagai high school sweethearts.

Ricky tidak bermaksud menilai Alicia bukan perempuan baik-baik. Ricky mengerti standar penilaian laki-laki terhadap perempuan tentu berbeda-beda. Ada lelaki yang menilai perempuan baik-baik adalah gadis rumahan yang setia menjaga keperawanan untuk suaminya kelak.

Ada lelaki yang menilai perempuan baik-baik adalah yang tidak suka kentut sembarangan dan menghormati lelakinya. Ada laki-laki yang menilai, perempuan baik-baik adalah perempuan yang bisa menyerupai ibunya. Penilaian itu tentu bermacam-macam, tergantung preferensi tiap individu. Ricky sendiri menganggap perempuan masih dikategorikan sebagai perempuan baik-baik selama tidak membunuh orang, tidak menipu orang, tidak dengan sengaja merugikan orang lain, tidak menjadi kurir narkoba, juga tidak terlibat dalam kegiatan perdagangan organ tubuh manusia dan human trafficking.

Tentu saja bagi dirinya yang seperti ini, Ricky merasa tidak berhak menguliti moral perempuan-perempuan yang sudah melakukan aktivitas seksual sebelum resmi menikah. Sepenuhnya itu hak mereka. Apalagi para tante yang menjadi kliennya sebelum Lusy adalah perempuan-perempuan yang sudah menikah dan masih bersuami. Ditambah, ia adalah seorang gigolo.

Sudah jelas moralnya sangat berantakan dan Ricky merasa ia tidak berhak menilai Alicia sebagai perempuan yang tidak baik. Hanya saja, sepertinya berat hamil sendirian tanpa suami, mengingat pengakuan Alicia yang masih jomblo. Ricky mengambil kesimpulan, berarti tidak akan ada pernikahan antara Alicia dan ayah dari janin itu.

Apa tidak berat menanggung status sebagai ibu tunggal tanpa pernikahan dan menanggung stigma sosial sendirian? Ricky sudah bisa membayangkan dalam hidup bermasyarakat, Alicia akan dinilai sebagai perempuan tidak baik, mungkin juga perempuan nakal meski Ricky tidak akan menilai Alicia seperti itu.

Ricky semakin terseret dalam rasa penasaran yang lebih jauh. Kenapa Alicia mengaku jomblo? Apa laki-laki berengsek itu tidak mau bertanggung jawab? Kenapa ada laki-laki yang tega membiarkan seorang bidadari berjuang sendirian dengan kehamilan yang mungkin tidak pernah direncanakan? Laki-laki macam apa yang tidak mau bertanggung jawab setelah menghamili seorang perempuan?

Kasihan Alicia. Ricky kembali menyesap rokoknya dengan seluruh perasaan getir. Jika memang Alicia benar-benar hamil dan tidak ada lelaki yang bertanggung jawab atas kehamilannya, sungguh malang sekali nasib perempuan cantik itu. Akan tetapi Ricky yakin seratus persen jika Alicia memang hamil. Susu ibu hamil sebagai kado hanya alasan Alicia saja karena mungkin tidak menyangka akan bertemu dengannya di minimarket. Lagipula, untuk apa menyimpan hasil cetakan USG orang lain? Meski teman sekalipun? Terlihat sangat tidak masuk akal dan kurang kerjaan.

Ricky tahu, ia tidak punya alasan untuk merasa sedih apalagi memikirkan kehidupan Alicia, yang notabene bukan siapa-siapanya. Akan tetapi, Alicia sudah terlanjur mencuri kekagumannya dan menyeret perhatiannya lebih jauh lagi. Ricky sadar, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ia hanya boleh dimiliki oleh Lusy hingga masa kontraknya berakhir.

Tunggu, memangnya apa yang akan ia lakukan? Lagi pula, hatinya tidak boleh mendua. Tunggu, kenapa tidak boleh? Selama ini tidak ada siapa pun yang menghuni hatinya.

Lusy memang memiliki tubuhnya dan berhak mendapatkan gairahnya sesuai dengan perjanjian dalam surat kontrak. Akan tetapi, ia tidak turut menjual hatinya. Hanya tubuhnya saja.

Hatinya, organ tubuh yang satu itu tetap bebas dan tidak terbelenggu seperti kejantanannya. Ricky bahkan tidak bisa memiliki sepenuhnya organ bernama hati itu, karena benar-benar berada di luar kendalinya. Perasaan suka, datang menyelinap begitu saja dan tiba-tiba sudah menempatkan rindu tanpa permisi.

Entah sejak kapan perasaan rindu itu datang. Sungguh perasaan tidak tahu malu, yang datang dari wanita secantik Alicia. Bahkan tidak perlu menunggu esok hari, perasaan itu sudah menyandera kewarasannya sedikit demi sedikit. Demi apa ia harus menguntit Alicia?

Sungguh menjijikkan. Tetapi Ricky tadi benar-benar tidak bisa menahan dirinya meski pada akhirnya, ia menjelma penyelamat Alicia gara-gara tas belanja yang putus.

Sial, cringe banget cuk! Ricky masih belum lupa akan umpatan khas Surabaya yang sudah menjadi bagian dari kosakata kesehariannya, meski semenjak merantau ke daratan gue-elo ia hanya bisa meneriakkan umpatan legendaris itu di dalam hati. Sehari-hari ia juga masih hidup dengan kosakata itu, apalagi untuk mewakili perasaan yang saat ini sungguh kelewat jancuk. Ia sangat membutuhkan segala kejancukan untuk menjancuk-jancuki dirinya sendiri.

Ancene jancuk! Ricky menyesap getir rokoknya sendiri. Nyaris menertawakan diri sendiri. Cuk! Ricky tidak habis pikir akan keadaan hatinya saat ini. Kenapa pula harus terselip perasaan kecewa karena mendapati fakta Alicia mungkin saja memang hamil? Kehidupan wanita itu bukan urusannya, akan tetapi perasaan suka terhadap Alicia terlanjur tinggal di hatinya.

                                   ***

                                                                     

Apa yang harus dikhawatirkan? Ricky bukan siapa-siapa. Peduli setan, jika pemuda itu tahu bahwa sebenarnya ia sedang mengandung.

Alicia sedang berusaha mengabaikan pikirannya yang mendadak penuh gara-gara kejadian semalam. Terlambat menyesali kecerobohannya, sehingga Ricky melihat cetakan hasil USG-nya di atas meja. Namun sekeras apa pun Alicia berusaha tidak memikirkannya, ia tidak bisa mengingkari fakta sebenarnya Ricky sudah menjadi siapa-siapa. Pemuda itu adalah ayah dari janin dalam kandungannya.

Alicia menatap sebotol soda dan tumbler berisi susu ibu hamil rasa cokelat. Kemudian beralih menatap gelas berisi es batu yang baru saja ia siapkan. Ini hanya minuman. Akan tetapi ini bukan situasi sepele yang membuatnya mudah menjatuhkan pilihan. Saat ini sedang terjadi pertarungan sengit antara dua kubu di dalam dirinya. Kubu menggugurkan kandungan dan kubu mempertahankan kandungan.

"Gugurkan janin ini! Dia akan lahir tanpa ayah! Lebih malu lagi, ayahnya adalah gigolo!" Alicia yang mengenakan ikat kepala merah di kepalanya berteriak dari balik pengeras suara dan mendapatkan sorakan dari ribuan Alicia lainnya.

"Anak gigolo! Anak gigolo! Anak gigolo! Anak gigolo! Anak gigolo! Anak gigolo!" Gema riuh itu datang dari ribuan pasukan Alicia dengan ikat kepala merah. Alis tebal mereka menukik tajam, sekilas bentuknya mirip kapak. Wajah-wajah mereka terbaca jahat, lebih mendekati kejam dan bengis. Alicia bahkan melihat ban karet mulai dibakar dan peserta demonstrasi di dalam kepalanya mulai bertindak brutal.

"Musnahkan anak gigolo ituuuuu!" Teriakan ketua pasukan Alicia dengan ikat kepala merah bersambut dengan sambutan riuh. "Musnah! Musnah!"

"HENTIKAN!" Sosok wanita berpenampilan seperti pendekar pembela kebenaran, muncul dengan ikat kepala putih dan membuat mereka semua bungkam. Sebenarnya sosok itu mirip dengan tokoh-tokoh wanita pendekar kungfu dalam film-film china zaman dulu, yang menjadi tontonannya saat masih kecil. "Janin itu tidak bersalah! Janin itu tidak berdosa! Janin itu hanya punya ibunya sebagai tempat berlindung dan bergantung kehidupan!"

Mereka semua saling melirik dan berbisik-bisik.

"Berani berbuat, berani bertanggung jawab! Ayolah Alicia! Kamu perempuan dewasa! Kamu perempuan berdaya! Kamu pasti bisa menggambil pilihan yang bijak daripada sekadar menggugurkan janin ini dan lari dari tanggung jawab! Kamu akan merasa bersalah! Bayangkan wajah polos bayi itu ketika ia lahir nanti! Bayangkan tangan kecilnya! Dia menganggap kamu sebagai malaikatnya! Pelindungnya! Terima dia dengan segenap hati kamu! Janin itu sungguh bisa merasa, apakah kamu mencintainya atau tidak!" Wanita dengan ikat kepala putih menatap tegas.

Alicia segera membayangkan bayi-bayi dalam iklan Pampers. Mata bulat mereka memandang ibunya dengan penuh cinta. Senyuman mereka lucu sekaligus tulus. Air mata Alicia menetes begitu saja saat ia membayangkan menggendong bayinya dan mereka saling menatap dengan penuh kasih.

Memang benar. Janin ini hidup di dalam tubuhnya, di dalam rahimnya dan hanya bisa bergantung kepadanya. Bagaimana ia bisa begitu tega? Alicia tidak ingin menangis lagi setelah semalam ia menemukan video aborsi di YouTube yang membuat rahimnya merasa nyeri seketika. Ia melihat bagaimana janin kecil itu dikeluarkan dari dalam rahim dan tidak sanggup menonton lebih jauh. Sebenarnya, ia sudah merasa tidak tega. Akan tetapi keraguan kembali menerjang dirinya. Alicia tahu, ia sekarang sedang berdiri labil dalam rasa putus asanya sendiri.

Alicia segera menyahut botol soda di hadapannya dan bergegas menuju pantry sambil menghapus cepat air matanya. Dengan tergesa ia membuka botol penutup soda dan membuang seluruh isinya ke dalam bak pencucian piring.

"Mama..." Suara cedal menggema di kepalanya. Suara anak siapa itu? Apakah suara dari janin yang berada di dalam rahimnya?

Belum sempat Alicia menjawab sendiri pertanyaannya, sekonyong-konyong aroma memuakkan merangsek masuk melalui rongga hidungnya.

Alicia reflek menutup hidung saat mencium aroma kuat yang seketika membuat perutnya mual. Ia segera menoleh dan mendapati bungkusan soto di atas meja pantry.

Mendadak Alicia jadi heran sendiri. Rasanya belum pernah aroma soto menjadi seburuk ini.

"Bu Al,  mari makan Bu." Kinanti, asisten manajernya masuk sambil membawa bungkusan dengan aroma menyengat.

"Kamu makan apa?" Alicia menatap ngeri. Kenapa bungkusan makanan yang ditenteng Kinanti juga  beraroma tidak sedap?"

"Mi ayam Bu." Dengan tampang kelaparan Kinanti membuka bungkusan mi ayam di atas meja.

"Hoek!" Alicia reflek menutup mulutnya saat merasa ingin muntah.

"Bu?" Kinanti tertegun menatapnya.

Tanpa banyak kata, Alicia segera berlari menuju toilet dan menuju ke depan wastafel. Ia sudah membuka bibirnya. Ternyata tidak jadi muntah, hanya kelewat mual. Alicia menatap kedua matanya yang berair di depan cermin. Tubuhnya bahkan bereaksi seperti ini hanya dengan mencium aroma makanan.

Kenapa ya? Alicia berakhir menatap wajahnya sendiri di cermin. Sungguh ia tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya.

"Bu Al, Mas Ricky udah dateng." Amanda, salah salah satu teller-nya muncul di ambang pintu.

"Oh iya. Tunggu sebentar." Alicia sekali lagi meludah sebelum kembali menyalakan keran.

Meskipun ada Kinanti dan Evan yang merupakan asisten manajernya, Lusy memang hanya berkenan dilayani langsung olehnya, jika kebetulan ia sedang berada di kantor. Sepertinya Ricky hanya meneruskan saja kebiasaan Lusy yang hanya mau dilayani olehnya.

Sebenarnya, bukan hal baru para nasabah cenderung lebih nyaman dilayani oleh pegawai tertentu. Memang ada nasabah yang memiliki karakter seperti ini. Hanya mau dilayani oleh pegawai yang sudah terlanjur membuat nyaman. Alicia sampai harus membuat pemberitahuan di status WhatsApp jika sedang cuti, hanya demi kesopanan sehingga nasabah seperti Lusy tidak akan keberatan jika harus dilayani oleh asistennya atau pegawai lain yang ada di sini.

Alicia segera menuju banking hall demi menyambut Ricky yang sudah menunggu di sofa. Tadi Lusy memang sudah mengabari jika Ricky yang akan melakukan keperluan transaksi perbankan wanita itu.

"Siang Mas Ricky." Alicia tetap berusaha profesional memberikan senyuman terbaiknya meski masih merasa canggung. Sekilas, ia memperhatikan Ricky yang mengenakan jaket varsity hitam dengan aksen merah dan putih di bagian bahu.

Nice jacket. Alicia masih sempat memuji sebelum ingatannya membawanya kembali pada reaksi Ricky semalam. Alicia yakin Ricky saat itu sudah melihat hasil cetakan USG-nya.

"Siang Bu Al." Ricky membalas dengan senyuman yang tampak jauh dari kesan dipaksakan. Senyuman Ricky memang jauh berbeda dibanding saat pemuda itu sedang bersama Lusy. Sejujurnya jika Alicia boleh menilai, kelewat manis. Rupanya lelaki fruktosa sudah kembali. Kali ini Alicia tidak bisa terhanyut lagi saat mendapati senyuman mematikan itu, mengingat Ricky gigolo. Tetapi Ricky juga ayah dari janin yang sedang tumbuh di rahimnya. Alicia benci harus mengingatkan dirinya setiap saat dan setiap waktu.

Sepertinya julukan lelaki fruktosa yang diam-diam ia berikan itu juga dirasa kurang tepat mengingat Ricky terlambat lahir sepuluh tahun kemudian. Ricky lebih pantas disebut pemuda. Tetapi Alicia sudah terlanjur diam-diam melabeli berondong kesayangan Lusy itu dengan julukan lelaki fruktosa.

"Mau setor USD ya?" Alicia segera duduk di sebelah Ricky sambil mengkonfirmasi ulang transaksi Lusy yang dititipkan melalui Ricky. Alicia juga tidak tahu mengapa ia memilih tempat di sofa yang sama dengan Ricky, padahal kursi lain juga kosong melompong. Namun ia terlanjur mendaratkan pantatnya di tempat ini, rasanya tidak sopan jika ia berpindah tempat.

Ricky segera mengambil amplop besar dari dalam tas-nya kemudian mengeluarkan beberapa bandel uang dollar Amerika yang semuanya masih tampak mulus.

"Tujuh puluh ribu US. Transfer ke Bank Of London." Berikutnya Ricky mengeluarkan slip transaksi yang sudah diisi oleh Lusy.

Alicia segera mengecek slip transaksi yang baru saja diletakkan oleh Ricky di atas meja dan mengecek bank korespondensi yang menjadi tujuan transaksi,

'BANK OF LONDON AND THE MIDDLE EAST PLC, CANNON PLACE, 78 CANNON STREET, LONDON, United Kingdom. SWIFT CODE: BLMEGB2LFND'

Alicia sedang membaca alamat tujuan pada slip transfer ketika aroma dari uang dollar di atas meja menyeruak masuk ke dalam rongga hidungnya. Biasanya ia tidak memiliki masalah dengan aroma uang, akan tetapi kali ini aroma uang terasa begitu menyengat dan menimbulkan mual.

Sial. Kenapa aroma dollar jadi terasa mengganggu seperti ini? Alica reflek menahan bibirnya dengan sebelah tangan saat kembali merasa mual. Alicia bermaksud permisi sejenak dari hadapan Ricky. Namun dorongan kuat dari dalam perutnya membuat isi perutnya berhamburan begitu ia membuka mulut.

"Hoeeeek!"

Terjadi begitu saja. Ia muntah di lengan Ricky yang dengan sigap melindungi tumpukan uang dollar di atas meja. Tiba-tiba saja ia sudah berada di dalam rengkuhan lengan bagian dalam Ricky yang menarik kepalanya lebih mendekat pada dada pemuda itu.

"Hoeeeek!"

Isi perutnya kali ini muntah hingga mengenai celana Ricky.

Alicia hanya bisa tertegun saat menyadari apa yang telah terjadi. Ia melihat jaket Ricky dipenuhi oleh muntahannya. Bahkan muntahannya juga mengenai celana pemuda itu hingga sofa tempat mereka duduk.

"Ya ampun! Mas Ricky... maaf!" Alicia menatap panik seluruh muntahannya yang terlihat begitu menjijikkan. Tidak kalah menjijikkan dari aroma tidak sedap yang kini mencemari udara di sekitar mereka.

Ricky kehilangan kata-kata. Ia bahkan tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Dengan cepat ia memilih mengabaikan keadaan dirinya sejenak saat melihat jejak muntah di dekat bibir Alicia. Perlahan sebelah tangannya yang tidak terkena muntahan mengambil selembar tisu.

"Sori, ada bekas...." Ricky mengusap pelan daerah sekitar bibir Alicia yang terdapat jejak muntahan.

Alicia bermaksud mengambil alih tisu dari tangan Ricky. Kelewat canggung, ia malah menggenggam tangan Ricky.

Tatapan mereka terjalin sejenak. Begitu canggung.

"Ya ampun Bu Al!" Laras, salah seorang teller-nya muncul dan membuat Ricky segera menarik tangannya.
 

                                  ***

Ricky berakhir hanya mengenakan kaos dan celana dalam di bilik toilet. Ia masih menunggu pakaian baru yang dijanjikan oleh Alicia. Sementara jaket dan celananya yang terkena muntahan sudah dibawa ke binatu. Sekali lagi, Ricky meregangkan otot punggungnya saat harus duduk berdiam diri di atas closet dalam waktu lama.

Sekalipun dalam hidupnya, ia tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi. Siapa yang sanggup membayangkan terkena muntahan orang lain? Meskipun itu muntahan seorang wanita yang diam-diam sedang dikagumi. Bagaimana bisa seorang manajer bank muntah di depan nasabahnya? Untung ia sigap menarik Alicia ke arah tubuhnya. Jika tidak, entah bagaimana nasib uang 70.000 USD di atas meja. Nasib Alicia jelas akan lebih kritis. Tentu Alicia tidak akan sanggup mengganti jumlah kerugian yang begitu besar mengingat kurs dollar hari ini sudah tembus melewati angka 15.000 per satu dollar.

Masih tergambar jelas di pelupuk matanya saat tadi kedua tangannya terulur untuk merengkuh kepala Alicia. Ricky rasa saat itu ia tidak punya pilihan lain. Mengorbankan dirinya adalah tindakan paling tepat yang terpikirkan dengan cepat olehnya. Selain melindungi uang dollar Lusy, ia juga menjauhkan Alicia dari risiko mengganti kerugian.

Sepertinya Alicia memang hamil. Ricky semakin yakin dengan kesimpulannya sejak semalam.

Susu ibu hamil, cetakan foto USG, dan muntah-muntah. Tiba-tiba rasa iba kembali menyelinap saat ia melihat Alicia yang tadi begitu kepayahan dan merasa sangat bersalah kepadanya.

"Mas Ricky, sekali lagi saya minta maaf! Tunggu ya Mas, Pak Tono supir saya langsung otw cari baju baru buat Mas Ricky! Sekali lagi saya minta maaf ya Mas Ricky?" ucap wanita itu tadi di depan pintu bilik toilet.

"Iya, iya saya ngerti. Bisa tolong transaksi transfer valasnya jalan dulu? Disetor dulu ke rekening Tante Lusy, terus ditransfer ke Bank Of London. Slip transfer satunya ada di dalam tas, tolong diambil aja. Saya butuh transaksinya jalan duluan," jawab Ricky dengan sedikit panik.

"Sudah dijalankan sama anak teller kok Mas Ricky."

"Bisa tolong difoto dan kirim ke WA saya? Sebelum Tante Lusy nanya."

"Baik Mas Ricky, tunggu sebentar."

Alicia tadi segera berlalu demi mengambil foto bukti transaksi.

Ricky masih bertahan bengong sendirian sambil menatap dinding toilet yang terlihat mengkilap. Kembali mengingat-ingat wajah cantik Alicia saat tadi dilanda panik. Ricky merasa yakin ia pernah melihat wajah itu sebelumnya. Tapi kapan dan di mana? Sampai sekarang Ricky masih menyimpan penasaran di mana ia pernah melihat wajah Alicia. Rasanya baru kali ini, ia merasa familiar dengan wajah yang baru pertama kali ditemui.

Apa karena Alicia kelewat cantik? Lantas membuatnya merasa seperti ini?

Ricky sungguh sadar diri, ia hanya gigolo. Ia tidak berani menyimpan perasaan lebih. Hanya sebatas mengagumi saja. Ricky rasa itu tidak berlebihan. Ia juga tidak berusaha menunjukkan kekagumannya. Ia cukup menyimpannya sendiri di dalam hati.

Derap suara heels membuyarkan lamunan Ricky. Sial, kenapa aku ngelamun di kamar mandi? Bisa-bisa aku kesurupan! Ricky masih sempat mengomeli dirinya sendiri, meski hanya di dalam hati.

"Mas Ricky kedinginan?" tanya Alicia dari depan pintu bilik toilet  yang tertutup rapat.

"Enggak," jawab Ricky singkat.

"Bener nggak kedinginan kan Mas?"

Nada suara Alicia terdengar panik dan seperti mencemaskan dirinya, membuat Ricky otomatis memiringkan kepala.

"Enggak kok. Kenapa Bu Al ngira saya kedinginan?"

"Ya kan, Mas Ricky nggak pakai celana."

"..................."

"Tapi tenang Mas, celananya udah otw ke kantor. Eh maksud saya sama atasannya. Jadi saya beliin atasan sama bawahan."

"Sebenernya bawahan aja nggak pa-pa Bu Al, kan saya masih pakai kaos."

"Ta.. tapi saya lihat kaos Mas Ricky sobek di bagian dada. Jaket varsity tadi pasti buat nutupin sobekan itu kan? Mas Ricky jadi malu dong kalau keluar pakai kaos yang sobek? Maaf sebelumnya ya Mas..."

Ricky segera menunduk demi mengecek sobekan-sobekan kecil horizontal pada kaosnya, seperti yang dimaksud Alicia.

"Oh, ini... ini fashion Bu. Memang modelnya sobek-sobek kayak gini." Ricky tak dapat menahan cengiran di wajah meski Alicia tidak dapat melihatnya.

Hening kemudian.

"Bu Al nggak pa-pa?" tanyanya kemudian.

Alicia tertegun menatap pintu bilik toilet yang tertutup rapat. Apa Ricky baru saja mengkhawatirkan keadaannya? Apa tidak salah? Seharusnya pemuda itu lebih pantas menyimpan amarah kepadanya. Alicia sempat menangkap reaksi kesal Ricky, meski pemuda itu berusaha tidak menunjukkannya.

"Maaf saya akhir-akhir ini mual-mual. Kayaknya masuk angin. Ya gini kalo udah jompo, gampang masuk angin. Maaf ya Mas Ricky, jadi kena muntahan."

Jompo? Ricky mengerutkan dahi. Tentu Ricky tahu kata jompo hanya sebagai kiasan untuk usia yang sudah dinilai tidak semuda dirinya. Terselip pertanyaan di kepala Ricky, memangnya berapa umur Alicia? Selama ini ia tidak mengetahui apapun mengenai wanita itu karena Lusy tidak pernah bercerita apa pun.  Ia hanya tahu Alicia adalah priority banking manager kepercayaan Lusy. Hanya sebatas itu yang Ricky ketahui dan ia tidak berani menanyakan perihal wanita lain di hadapan Lusy.

"Iya Bu. Nggak pa-pa. Memangnya Bu Alicia umur berapa?" tanya Ricky sambil menatap pintu.

"Tiga puluh lima," jawab Alicia berterus terang. Perasaan malu diam-diam menyelinap. Tentu ia sudah tampak tua di hadapan Ricky. Rasanya Alicia belum ingin percaya, pemuda berumur 25 tahun yang seumuran dengan Amanda dan Disha dan memanggilnya Bu itu, ayah dari janin yang ada di dalam kandungannya. Bahkan ayah dari janin ini lebih muda daripada Evan, asistennya.

Senyuman Ricky lepas begitu saja. Menurutnya Alicia masih muda, tetapi ia tidak menyangka wanita itu ternyata sepuluh tahun lebih tua darinya. Namun Alicia masih tampak seperti perempuan yang baru menjelang awal tiga puluhan.

Sudah tiga puluh lima, tapi cantik banget ck ck ck! Ricky tidak pernah bosan diam-diam memuji Alicia seperti ini.

"Saya cek dulu bajunya ya Mas Ricky,  barangkali udah dateng." Alicia pamit dari toilet dan memutuskan mengecek apakah Tono supir yang ia utus untuk membeli baju sudah kembali.

Alicia baru saja hendak kembali ke ruangannya saat ia melihat Nathan berdiri di banking hall.

Mendadak langkahnya terhenti.

"Pak Nathan." Alicia menyapa atasannya yang berdiri sambil memperhatikan Adji yang sedang membersihkan sofa dengan sebelah tangan di dalam kantong.

Lelaki jangkung empat puluh tahun itu menoleh dan menatap wajahnya.

Senyuman mengembang dari bibir kemerahan. Kedua mata lelaki berkulit pucat dan berwajah dingin itu menatap seperti biasanya. Jika kemarin-kemarin Alicia sempat merasa bersalah ketika dadanya berdebar, kini tidak harus demikian. Empat belas hari yang lalu, Nathan sudah ketok palu di pengadilan. Nathan tidak lagi berstatus sebagai suami orang. Kini Alicia tidak harus menyangkal perasaan yang terlanjur tumbuh di hatinya.

"Saya kebetulan lewat terus mampir. Kata Laras kamu muntah-muntah. Kamu hamil?" ledek Nathan dengan senyuman tertahan.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya For💋Play - Bab 11
3
2
Nathan Aswin Hastungkara, lelaki 40 tahun yang menjabat sebagai Area Manager itu sudah menjerat hati Alicia sejak kali pertama mereka bertemu, tepatnya satu tahun yang lalu. Alicia tidak pernah menyangka, lelaki yang terlihat sungguh dingin di permukaan itu, menjadi titik pamungkas rasa kehilangannya terhadap sang mantan. Nathan bahkan sudah melumpuhkan hatinya tanpa perlu berusaha. Hanya modal ketampanan dan pesona berwibawa yang sungguh amat sulit dimentahkan oleh perempuan mana pun.Semua orang baik laki-laki maupun perempuan, bahkan telah sepakat bahwa Nathan Aswin Hastungkara itu ganteng banget.  
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan