
Beribu andai kulontarkan sejak hari itu. Dimana aku terakhir kalinya melihat senyum indah di bibirmu itu.
Semua tokoh yg ada di dalam cerita punya om Masashi Kishimoto, saya cuma minjem hehehe😁.
Ide murni dari otak luar binasa saya :v
Warning:
Typo bertebaran, OOC, dll
Sasufemnaru
Fyi :
"Neko" (bicara)
'Neko' (dalam hati)
"Neko" / Neko (flashback)
["Neko"] (telphone)
.
.
.
.
.
Story
"Di mana kau sekarang?"
["Aku masih di kafe"]
"Tunggu di sana" ucap Sasuke sebelum memutus sambungan telphone.
Mengenderai mobilnya membelah jalan raya yang mulai padat dengan lalu lalang kendraan lain karena sudah masuk jam pulang kantor.
Berbeda dengan biasanya, dirinya sekarang dalam mood yang baik. Tanpa sadar bibirnya terangkat membentuk senyum tipis
'Astaga ... Aku hanya menjemputnya pulang' Sasuke bingung sendiri dengan apa yang terjadi padanya. Ia hanya melakukan hal yang biasa dilakukan kebanyakan pasangan. Yeah, mungkin karena baru belakangan ini ia melakukannya. Lagi.
Hal yang kembali dilakukannya untuk memperbaiki hubungan mereka. Hubungan yang hampir hancur karena ulahnya sendiri.
Menghela napas pelan mencoba menenangkan dirinya dan kembali fokus untuk menyetir.
Waktu yang dibutuhkan dari kantornya menuju kafe di mana Naruto berada hanya 15 menit, namun beda ceritanya kalau jalanan sudah padat seperti ini. Bisa memakan waktu lebih lama.
Mengetuk-ngetuk stir mobil bosan, terjebak di lampu merah yang angkanya berasa seperti tiada batas. Benar-benar menguji kesabaran.
Entah kenapa tiba-tiba terbayang kejadian kemarin.
Itu merupakan hal terkonyol yang pernah dilakukannya.
Berkeliling pusat perbelanjaan, menghampiri semua toko perhiasan yang ada dan membuat dirinya ditatap aneh oleh pengunjung lain.
Bagaimana tidak, ia sendiri mondar-mandir di dalam toko yang sama hanya untuk menanyakan semua perhiasan yang ada. Dirinya yakin kalau pegawai yang melayaninya sudah jengkel setengah mati, namun raut wajah terpaksa tetap tersenyum. Bersikap profesional
"Kau yakin dia akan menyukainya?"
"Tentu saja, ini barang terbaik dari kami dan juga...bukankah anda sendiri yang memilihkannya" balasnya ramah walau hati sudah panas ingin mengumpati pembeli di depannya ini.
"Baikah, aku ambil yang ini"
Secara tak sadar pegawai menghela nafas lega, akhirnya dirinya bisa bebas dari pelanggang aneh ini. Walau bisa cuci mata. Meh.
"Silah-"
TIIIN-TIIIN
Tersentak, Sasuke melihat ke depan ternyata lampu sudah hijau. Dirinya menginjak pedal gas, melaju begitu saja meninggalkan beberapa pengendara yang kesal akibat kelakuannya.
Hanya satu persimpangan lagi yang harus ia lewati. Tanpa menunggu lampu merah, Sasuke lanjut berbelok ke kiri. Dari kejauhan sudah terlihat kafe tempat Naruto berada, jaraknya kira-kira 20 meter.
.
.
.
.
.
"Aku sudah sampai"
["Tunggu bentar, aku ke luar"]
Berdiri menyender di pintu mobil. Melirik ke jam tangannya, jarum sudah menunjuk ke angka 7. Sambil menunggu, dirinya melihat-melihat sekitar.
Sekilas matanya menangkap pemandangan yang janggal. Seseorang ... mungkin pria yang mengenakan kaos dan celana serba hitam dengan bayangan topi yang menutupi separuh wajah atasnya. Seperti mengawasi sesuatu.
Fokus Sasuke teralihkan ketika merasakan getaran di saku celananya. Ada panggilan masuk.
["Aku sudah di depan"]
Di sebrang sana dirinya melihat Naruto melambai-lambaikan tangannya, berbicara kembali lewat telphone.
["Aku ke sana"]
"Ya" balasnya sebelum panggilan berakhir.
Sasuke menengok, melihat ke tempat tadi.
Nihil. Tidak ada seorangpun di sana, seakan-akan memang tak'ada apapun yang dilihatnya barusan.
'Mungkin aku salah liat'
Teringat sesuatu dirinya dengan cepat kembali masuk ke dalam mobil, sedikit mencari-cari. Lebih tepatnya mencari sebuah kotak kecil merah. Sedikit menggerutu ketika tidak menemukannya di tempat duduk kemudi. Kemudian beralih ke kantong kertas yang tergeletak di kursi belakang.
'Ketemu!' tanpa sadar senyum tipis tercipta ketika dirinya menemukan apa yang sedang dicari. Namun...
BRAAK!
Sasuke dikagetkan dengan suara dentuman nyaring beserta teriakan. Ketika mengetahui apa yang terjadi dirinya langsung melompat ke luar dan berlari kencang ke tempat kejadian.
"NARUTO!!!"
.
.
.
.
.
"Kau tampak senang, apa dia yang menghubungimu?~" Wajah Naruto sedikit memerah mendengar pertanyaan dengan nada menggoda dari Karin.
"Dasar tukang nguping"
"Salah sendiri di dekatku, kan jadi kepo"
Sedikit mendelik pada wanita berambut merah di belakangnya, tangan ini sudah gatal mau menjitak kepalanya. Tapi sayang, si kepala merah ini sahabat karibnya.
"Jadi...bagaimana?"
"Apanya yang bagaimana?"
"Jangan berpura-pura bodoh, walaupun kau memang bodoh sih.
"Hei!"
"Sudah, jawab saja" Karin memutar bola matanya malas, jengah dengan tingkah Naruto yang hanya tersenyum tipis.
"...Begitulah"
"Percuma saja berbicara denganmu sekarang" dengus si wanita berambut merah kesal.
"..."
Hening berikutnya melingkupi mereka berdua.
Hingga panggilan dari si pirang memecah keheningan.
"Karin" yang dipanggil mengalihkan pandangan menatap balik Naruto.
"Aku baik-baik saja. Jadi, tak usah khawatir" ucap Naruto dengan senyum lebar yang lebih mirip seperti cengiran di wajahnya.
Mungkin orang lain akan langsung percaya dengan apa yang dikatakan Naruto. Tapi bagi Karin yang sudah tau watak tabiat wanita pirang di depannya ini ia merasakan ada sesuatu yang disembunyikan.
"...Hah" dirinya hanya bisa menghela nafas jika sudah seperti ini.
DDDRRRTTT
Naruto mengambil handphone di dalam tas selempangnya, benda itu bergetar. Terpampang Nama Sasuke pada layar.
Karin hanya mengamati Naruto yang sedang berbicara dengan si penelphone, tidak ada niatan untuk menguping pembicaraan mereka lagi.
Walau banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada si pirang hiperaktif ini, namun sekarang dirinya hanya diam saja. Mungkin lain kali akan ia korek sampai tuntas.
"Kau akan pergi?"
"Ya, dia sudah di depan. Titip kafe"
"Tambahkan uang lembur untukku dan kupastikan bangunan ini tetap berdiri tegak"
"Jika tempat ini rata dengan tanah, kau juga kuratakan dengan tanah"
"Ish, kalau begitu hati-hati di jalan"
"Aku pergi dulu. Dah" ucap Naruto melambaikan tangan sebelum melangkah pergi dan menghilang di balik pintu luar kafe.
"...Entah apa lagi yang terjadi sekarang. Semoga semua baik-baik saja"
Walau rasa ingin taunya begitu besar tapi sekarang dirinya tidak bisa lebih jauh ikut campur dalam hubungan antara Naruto dan suaminya. Lagi pula mereka sudah cukup dewasa untuk menyelesaikan semua masalah yang ada.
Hanya saja... entah kenapa perasaannya jadi tidak enak.
.
.
.
.
.
Berdiri di ambang pintu, celingak-celinguk mencari seseorang. Ketika melihat ke seberang barulah dirinya menemukan orang yang sedang dicari. Sasuke.
Namun sepertinya pria dengan rambut dan riris mata hitam itu tidak menyadari keberadaannya.
Dirinya berinisiatif mengambil ponsel ketimbang berteriak untuk memanggil orang yang di sebrang sana. Ia bisa ditatap aneh orang-orang nanti, mengganggu ketertiban umum. Berisik.
Naruto melambaikan tangannya, memberikan isyarat pada Sasuke kalau dirinya ada di sini ketika suara si lelaki Uchiha terdengar pada ponselnya.
Telinganya masih setia mendengarkan suara Sasuke hingga sambungan berakhir.
Matanya menengok ke kiri dan kanan, memastikan kalau keadaan memang aman untuk menyebrang. Kakinya mulai bergerak, melangkah menuju di mana si pria berambut hitam berada.
Baru menempuh seperempat perjalanan menyebrang, hal tak terduga terjadi membuat Naruto berhenti.
'Urkh...sial jangan sekarang!'
Sebelah tangannya refleks memegang kepalanya ketika rasa sakit tiba-tiba menghantam, penglihatannya mulai mengabur.
Tanpa dia sadari, ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah kiri. Bahkan tidak ada tanda-tanda melambat ketika mendekati persimpangan yang padat.
Menerobos lampu merah dan menabrak beberapa pengendara yang menghalangi jalannya.
Beberapa pejalan kaki hampir terkena serangan mobil yang lepas kendali tersebut.
Orang-orang berteriak. Mengumpat dan memperingati.
Ketika Naruto melihat ke samping, penyebab keributan itu sudah tepat di depan matanya.
Sudah terlambat, dirinya mengetahui itu ketika matanya dibuat silau oleh sorot cahaya.
"NARUTO!!!"
Itu hal terakhir yang Naruto dengar sebelum kesadarannya tenggelam dalam kegelapan.
.
.
.
.
.
"CEPATLAH KE SINI!" Teriak Sasuke pada ponsel yang sedang ia pegang.
Setelah melihat apa yang terjadi, dirinya tidak bisa berpikir sekarang. Semua yang ada di depan matanya sekarang ini benar-benar menghancurkan kewarasannya.
Benar-benar gila.
Orang-orang mulai datang mendekat, penasaran dengan apa yang sudah terjadi.
Hari yang tenang berubah begitu drastis karena kemunculan sebuah mobil yang lepas kendali dan melukai beberapa orang sebelum berakhir dengan menabrak pembatas beton jalan lalu meledak.
Sasuke duduk bersimpuh di atas aspal, menghadap tubuh yang terbaring dengan darah berceceran di sekitarnya.
"Naruto!" Serunya ketika melihat mata itu perlahan membuka.
"...ah..."
"Kau bisa mendengarku bukan? Lihat aku, jangan tutup matamu!"
'Apa yang terjadi?' Naruto hanya bisa bergumam dalam hati. Badannya tidak bisa digerakkan dan semuanya terasa sakit, seperti remuk.
Pandangannya masih kabur, samar-samar dia bisa mendengar apa yang dikatakan Sasuke.
"Kenapa mereka lama sekali?!" Sasuke menggertakkan giginya. Tempat ini dekat dengan rumah sakit, jadi seharusnya tidak memakan waktu lama untuk ambulan datang.
"...Sas..."
"Tutup saja mulutmu!" Dirinya tanpa sadar berteriak pada wanita di hadapannya ini, keadaannya buruk.
Darah mengalir keluar dari hidung, telinga, dan mulut. Rambut pirangnya mulai basah dengan darah yang merembes dari kepalanya.
"...ah...uhuk" Naruto memuntahkan cairan merah kental dari mulutnya. Napasnya juga mulai memberat.
"Jangan tutup matamu idiot!" Mata Sasuke mulai terasa panas. Genggamannya semakin erat ketika menyadari napas Naruto semakin melemah dan putus-putus.
Melalui matanya yang sayu, Naruto bisa melihat ekspresi yang tidak pernah ada sebelumnya, sekarang terpampang jelas di wajah Sasuke.
Wajah yang hanya datar-datar saja ketika dirinya melemparkan candaan. Tapi sekarang dengan jelas dirinya bisa melihat tidak ada ketenangan sama sekali di wajah itu. Itu rasa takut.
'Akhirnya dia berekspresi beda, bukan wajah datar kek tembok. Tapi yang ini tidak bagus sama sekali'
"...kau...je...lek"
"Dan kau idiot. Jangan banyak bicara!"
"..."
Naruto hanya diam memperhatikan, tidak banyak bicara lagi. Jujur saja, dirinya benar-benar berusaha untuk mempertahankan kesadaran yang sudah di ujung tanduk ini.
Matanya sangat berat untuk tetap terbuka begitu pula dengan nafasnya yg mulai sulit. Setiap kali dirinya mencoba bernafas, cairan merah kental akan membuatnya tersedak kembali .
Tapi ada satu hal yang membuatnya berusaha untuk tetap sadar.
"...ti...dak...apa-apa..."
Sasuke yang menangis. Dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya. Matanya menatap putus asa ke arah wanita yang denyut nadinya mulai sulit dirasakan tangannya.
Naruto mengucapkan kalimat itu, kalimat yang seperti memberitahukan semuanya baik-baik saja. Jadi, tidak perlu khawatir.
"Aku akan pulang cepat ke rumah. Pakaian kotor akan langsung kumasukkan ke mesin cuci. Bahkan jika kau memasakkan ramen, aku juga akan memakannya. Jadi...jadi..." Sasuke tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, seakan ada yang mengganjal di tenggerokannya. Menggigit bibirnya keras hingga berdarah.
Perlahan kelopak mata Naruto mulai turun. Mata yang selalu memancarkan binar hangat ketika menatapnya itu, sekarang kehilangan cahayanya.
"...Aku mencintaimu" ketika kalimat itu keluar dari mulutnya sendiri, Sasuke menyadari kalau semuanya sudah terlambat.
.
.
.
.
.
"Mungkin masalah kali ini akan memakan waktu 3 bulan"
"Ya, aku mengerti"
Dengan suara pemberitahuan keberangkatan yang bergema di dalam bandara, Naruto berdiri menghadap Sasuke. Mengantar kepergiannya ke luar negri untuk menyelesaikan beberapa masalah perusahaan cabang di sana.
"Aku pergi dulu" Sasuke berbalik, berjalan menjauh dari tempat Naruto berdiri.
"Aku mencintaimu, Sasuke!" Langkahnya otomatis terhenti mendengar seruan itu, kepalanya menoleh hanya untuk melihat senyuman lebar yang lebih mirip cengiran terpampang di wajah Naruto.
"Dasar, bikin malu saja" seakan tak perduli, dilangkahkan lagi kakinya berjalan lebih cepat menjauh dari sana. Namun entah sadar atau tidak senyum tipis tercipta di wajah datarnya.
.
.
.
.
.
Tbc
Apakah ada perubahan dlm gaya menulisku? Semoga jd lebih baik aja :)
Untuk ke depannya semoga kalian menikmati cerita ini ya~
Klo ada kritik dan saran bisa ketik di komentar
Banjarmasin, 31 Desember 2024
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
