
"Ayo kita menikah" Sasuke memotong kalimat sakura, sebelum wanita itu mulai berbicara hal omong kosong. "Aku ingin kau menikah denganku."
.
.
"Brengsek" Seketika sasuke mengumpat kesal. benar, Ia baru saja ingat jika hari ini adalah acara makan malam sekaligus acara perjodohannya dengan grup Hyuuga.
____
Pagi ini sakura bekerja pada shift awal di sebuah kafe kecil di tengah kota Tokyo. Sejak pagi, Ia membersihkan semua debu yang menempel pada kursi dan meja, serta dengan giat mengelap kaca jendela hingga benda itu berderit-derit. Sesekali Sakura mengelap keringat yang bercucuran di sekitar tengkuknya, namun ia tetap melanjutkan pekerjaannya dengan semangat sambil sesekali bergumam untuk mengikuti lagu yang ia putar dari dalam kabinet kafe.
Lima menit setelah kafe itu dibuka, sebuah gemirincing bel mengintrupsi perhatiannya.
Sakura menghentikan kegiatannya mencuci gelas. ketika mendengar tanda pintu terbuka.
"Selamat pagi, selamat datang-" Sakura menghentikan kalimatnya. Seseorang itu bukan pengunjung atau sekedar pelanggan yang ingin membeli segelas kopi.
Ia adalah Uchiha Sasuke, Pria yang menghabiskan waktu bersamanya di ranjang beberapa hari yang lalu.
Sasuke saat ini berada di hadapan sakura dengan angkuh. Wajahnya datar, tapi rahang dan tatapannya sangat keras. Sakura bisa merasakan jika pria itu sedang tidak ingin beramah tamah dengannya.
"Kita perlu bicara, Haruno Sakura."
====
"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya sakura dengan pandangan yang ia alihkan kemana-mana, agar sasuke tidak perlu membunuhnya dengan tatapannya yang tajam.
Mereka berdua kini duduk di salah satu bangku kafe sambil berhadapan satu sama lain.
"Cepat katakan, bosku akan marah jika dia tahu aku sedang duduk-duduk di sini, sementara pengunjung sebentar lagi akan datang."
"Aku adalah satu-satunya pelangganmu hari ini, sekretarisku sudah menyewa kafe ini untuk satu hari." Sakura tercekat, Ia tahu keluarga Uchiha merupakan salah konglomerat paling kaya di Jepang. Bahkan kabar itu sudah ia dengar sejak mereka berpacaran waktu SMA, tapi Sakura tidak habis pikir kenapa pria itu mau menghabiskan uangnya dengan begitu mudah.
"Baiklah kalau begitu katakan kenapa kau menemuiku hari ini? Jika kau memikirkan tentang malam itu ak-"
"Ayo kita menikah" Sasuke memotong kalimat sakura, sebelum wanita itu mulai berbicara hal omong kosong. "Aku ingin kau menikah denganku."
Sakura mengangkat kedua lengannya ke meja dan bangkit dari tempatnya duduk saat ini. Ia -menatap Sasuke dengan pandangan kesal dan marah. "Aku tidak punya hubungan apa-apa lagi denganmu. Hubungan kita sudah selesai beberapa tahun yang lalu kau ingat?"
"Duduk sakura.." Perintah Sasuke padanya. Namun Sakura tetap berkelit
"Tidak, aku ingin kau pergi sekarang."
"Aku bilang duduk!" Kali ini Sasuke menatapnya tajam. "Apa kau juga lupa tentang apa yang kita lakukan malam itu? Kau lupa jika kau bilang kau mencintaiku? KAU LUPA JIKA KAU INGIN MENGANDUNG ANAKKU?"
"Itu bukan berarti aku harus menikah denganmu."
"Lalu apa yang kau inginkan? memerasku setelah anak itu lahir? atau kau ingin skandal yang dapat membuat namamu dikenal karena telah menggoda anggota keluarga Uchiha?"
"Cukup sasuke!" kali ini Sakura mulai menjatuhkan air matanya. "Kau tidak bisa memaksaku. Aku bahkan sama sekali tidak hamil."
"Tapi bagaimana jika kau hamil? BAGAIMANA JIKA NANTI KAU BENAR-BENAR MENGANDUNG BAYIKU?"
"Itu tidak akan terjadi, kau tidak perlu khawatir." Kata sakura sambil tersenyum getir. "Aku juga tidak akan memerasmu atau menjadikan ini sebuah skandal. Jika kau membiarkannya, aku bisa mengurus masalahku sendiri."
Sasuke mengepalkan tangannya erat-erat. Wajahnya merah padam karena ia menahan emosinya. "Kau mempermainkanku lagi sakura?"
"Aku tidak .."
"KAU SEBENARNYA TAHU AKU JUGA MASIH SANGAT MENCINTAIMU DAN KAU MEMPERMAINKANKU!!!" kali ini Sasuke mengenggam bahu sakura erat-erat sambil berteriak marah. "Kau memintaku untuk menyentuhmu dan kau tidak ingin menikah denganku? Apa aku terlihat seperti pecundang untukmu?"
Sakura hanya dapat menundukkan wajahnya dan menangis tanpa bisa melihat wajah Sasuke. Tubuhnya bergetar hebat dalam genggaman pria itu. Ia begitu rapuh dan menyedihkan. Sakura hanya ingin keluar dari masalah hidupnya dengan cara pintas.
"Aku tidak akan menyerah." Sasuke melepaskan genggaman tangannya dan menatap sakura dengan tajam. "Aku pasti bisa membuatmu menjadi milikku. Akan ku pastikan itu."
====
Sasuke benar tentang ia yang menyewa tempat itu seharian penuh. Walaupun Sakura terlihat kacau setelah pertemuannya dengan sasuke, ia sangat bersyukur karena hari ini tidak ada satu pun pelanggan yang mampir dan mengganggu pikirannya lebih jauh.
Sakura berjalan gontai menuju halte bus. Lalu dengan pandangan yang jauh menembus langit yang saat ini mendung, Sakura perlahan meneteskan air matanya.
Ia tidak bisa lagi untuk tetap berpura-pura tegar menghadapi semuanya. Sakura ingin sekali meminta maaf pada Sasuke atas kata-kata dan perlakuannya yang menyakitkan. Tapi ia tidak bisa-Sasuke bilang, jika ia masih mencintai Sakura, dan itu berarti Sasuke akan memaksa pernikahan mereka terjadi.
Padahal itu tidak boleh, Sakura sudah menyerah terhadap perasaannya pada Sasuke setelah keadaan keluarganya yang berantakan. Ia tidak lagi memiliki tujuan untuk menjalani hidup ini bersama pria itu. Sakura menggeleng pelan sambil menyeka rambutnya yang berantakan. Itu tidak boleh, sangat tidak adil jika seseorang seperti Sasuke terlibat dalam hidupnya yang berantakan.
Malam itu, Sakura hanya ingin lari saja. Sejauh mungkin dari kenyataan yang membuatnya takut. Satu-satunya yang bisa ia pikirkan hanya memiliki seorang bayi-dan ia sangat beruntung bila bayi itu adalah bayi orang yang ia cintai. Air matanya jatuh lebih banyak ketika ia memikirkan hal ini. Setelah pertemuannya dengan Sasuke pagi ini, Sakura baru menyadari jika hal ini juga menyakiti pria yang ia cintai.
"Ha.. runo?" Seseorang menepuk pundaknya perlahan. Setelah Sakura menoleh, ia mendapati seorang gadis berambut merah terang dengan kaca mata perak menatap khawatir ke arahnya. "Hei, kau baik-baik saja?"
"Ah, maaf .." Setelah ia mengenali wanita itu, Sakura buru-buru menghapus sisa air matanya. Menangis di sore hari di sebuah halte bus, sungguh memalukan. "Aku baik-baik saja. Namamu karin-san ya?"
Karin tersenyum. "Kau masih ingat rupanya. Kita pernah bertemu di klub ketika kau training kan?" ia kemudian duduk di samping sakura sambil menggosok kedua tangannya yang setengah membeku. "Kau jarang terlihat sekarang. Bagaimana kabarmu?"
"Aku sudah berhenti."
"Benarkah? Padahal gaji di sana cukup tinggi"
Sakura menatap ke arah sepatunya agar ia tidak perlu memandang wajah karin. "Ada seseorang yang melecehkanku ketika aku menyajikan minuman. Jadi, aku berhenti." setelahnya kalimatnya, Sakura mencoba menatap Karin sambil tersenyum. "Bagaimana denganmu Karin-san? apakah kau menikmati pekerjaanmu di klub?"
"Aku juga benci tempat itu. Tapi aku tidak punya pilihan lagi." Karin mengangkat bahunya. Ia tersenyum getir dan mengeluarkan rokoknya dengan tangan gemetar. "Kau tahu, masalah keluarga. Aku yatim piatu, dan adikku punya penyakit serius. Obatnya sangat mahal."
"Maafkan aku, andai aku dapat membantu .."
"Tidak perlu." Karin memutar-mutar rokoknya tanpa ingin menyalakannya dengan api. Kebiasaanya ketika kesal. "Kehidupanku memang sejak dulu menyedihkan seperti itu. Lagipula bekerja di klub sangat cocok untukku. Bayarannya mahal, dan aku tidak perlu bekerja di siang hari."
"Tapi bukankah kau bilang tempat itu buruk?"
"Memang, tapi kehidupanku juga sama buruknya."
"Hei, jangan bilang begitu!" Sakura menggenggam tangan Karin yang tidak memutar rokok dengan gerakan pelan. "Aku tidak bisa mengajakmu untuk bekerja di kafe sepertiku dengan upah yang sedikit, tapi aku juga tidak ingin kau bekerja di klub terlalu lama. Karin-san, aku harap kau mendapatkan pekerjaan yang lebih baik yang bisa membuatmu nyaman."
Karin tersenyum setelah mendengar kata-kata sakura. "Terimakasih. Kau baik sekali. Siapa nama lengkapmu? Aku hanya melihat sekilas papan namamu waktu itu."
"Namaku Haruno Sakura. Kau ingin bertukar nomor telpon juga denganku? Mungkin kita bisa saling bercerita seperti ini lagi." Karin mengangguk sambil menyerahkan telponnya, tidak lama keduanya terkekeh karena pertemuan mereka yang absurd ini.
"ngomong-ngomong sakura, kenapa tadi kau menangis?"
Sejenak ia menghentikan tawanya. Bibirnya menjadi sangat kaku untuk berbicara. Sakura baru menyadari jika air matanya mulai berjatuhan kembali saat Karin mengingatkannya pada kesedihannya beberapa menit yang lalu.
====
Sasuke memijat kepalanya yang penat sambil merebahkan tengkuknya pada kursi kerjanya. Pikirannya saat ini hanya dipenuhi sakura, sakura dan sakura. Ia benar-benar kehilangan kendali saat pertemuannya pagi tadi, beruntung Naruto segera menyusulnya masuk dan membawanya pergi dari tempat itu. Sasuke tidak bisa membayangkan apa yang ia lakukan pada Sakura jika berada di tempat itu lebih lama.
Memaksanya memeluknya?
Memaksanya Menciumnya?
Memaksanya Mencumbunya?
Sasuke menyeringai sinis setelah menyadari betapa bajingan pikirannya sendiri. Apakah mungkin Sakura benar tentang semua ini? setelah malam itu, ia sering kali berpikir jika dirinya memang benar-benar seorang bajingan yang tidak pantas untuk sakura. Ia sering merasa jika sentuhan dan aroma tubuh sakura masih membekas di sekitarnya.
Apakah ia memang seburuk itu? Sasuke jadi mengingat bagaimana wajah sakura yang kesakitan berada di bawah tubuhnya. Bagaimana jika Sakura benar-benar membencinya?
"Hei, Sasuke. Ibumu menelponku untuk membawamu ke butik dan membeli jas baru." Naruto tiba-tiba muncul di depan wajahnya dan berteriak tanpa peduli sedikit pun tentang situasi yang Sasuke hadapi "Aku ingatkan jika malam ini, kau harus makan malam dengan keluarga Hyuuga."
"Brengsek" Seketika sasuke mengumpat kesal. benar, Ia baru saja ingat jika hari ini adalah acara makan malam sekaligus acara perjodohannya dengan grup Hyuuga.
____
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
