MAAF, AKU MASIH MENCINTAI SUAMIMU (6-8)

0
0
Deskripsi

Sinopsis

Ini adalah lanjutan kisah cerita yang berjudul Dear, Mr.Mantan. Jika ingin lebih dapat feel dari cerita ini, para reader bisa baca terlebih dahulu cerita tersebut.

Kisah antara Keysha dan Bastian adalah kisah cinta yang tidak pernah usai. Walau takdir memisahkan mereka berkali-kali, takdir juga mempertemukan mereka kembali. Meski dengan keadaan yang sudah berbeda, tetapi mereka masih menyimpan rasa yang sama.

***

"Kamu mau enggak jadi istri kedua suami aku?" Tisna memperjelas ucapannya lagi...

Bab 6

"Iya?" Dia menolehnya sekilas dan kembali fokus ke jalan.

"Itu tangan Om berdarah." Gita menunjuk ke arah luka yang berukuran empat atau lima senti kira-kira.

Lelaki itu melirik sedikit ke bagian yang tidak merasa sakit sama sekali, tetapi ada darah segar yang menggumpal di sekitar luka itu.

"Oh, iya."  Dia mengambil tisu kemudian mengusap luka itu ala kadarnya.

"Enggak apa-apa, nggak sakit kok." Dia menyunggingkan senyuman ketika menyadari raut prihatin dari wajah Gita.

"Apa Om ada kotak P3K di sini? Biar aku obati."

"Kotak itu ada di belakang, repot kalau mau diambil. Enggak apa-apa nanti Om obatin sendiri di rumah aja. Oke?"

Gita pun menoleh ke arah bangku belakang, tetapi tidak menemukan kotak yang dimaksud. Lantas, dia beralih wajah ke depan. Sesekali dia melirik penasaran ke lukanya lalu menoleh ke wajah datar pria tersebut. Dia akan memalingkan wajah jika si lelaki menoleh ke arahnya. Gita merasa wajah pria itu tak asing, tetapi dia lupa pernah bertemu di mana. Sama halnya dengan lelaki tampan itu. Nama Gita baginya sangat familiar, tetapi ia tak mau menduga sesuatu yang belum pasti.

"Kamu kok bisa ada di sana tadi? Tujuan kamu ke mana?"

Lelaki itu memulai membuka pembicaraan untuk mencairkan suasana yang sempat membeku. Lalu, Gita mengambil ponsel dan membuka kembali akun Fac*book yang berisi profil guru les gitar itu.

"Ini."

Dia menyerahkan ponsel kemudian lelaki itu meraihnya. Kening itu berkerut dan bibirnya tersenyum. Menghela napas panjang, dia merasa kasihan dengan kepolosan si anak gadis yang begitu mudah percaya dengan iklan dan foto profil bernotabene guru musik.

"Kamu tidak takut akan ditipu?" Dia menyerahkan kembali ponselnya dan Gita menerimanya.

"Zaman sekarang kejahatan terbesar itu ada di dunia maya. Rata-rata korbannya, ya kalian, anak-anak belia remaja yang kurang pengetahuan. Mereka mempublikasikan diri sebagai guru les, terus kalian percaya dan mengunjunginya. Kalian bisa masuk ke perangkapnya. Setelah itu, ya, Om nggak bisa bayangin lagi apa yang terjadi pada kalian."

Gita menoleh lalu membuang muka ke depan saat lelaki itu memberi tatapan kepadanya.

"Orangtua kamu tahu kalau kamu mengunjungi guru les itu?"

Pertanyaannya membuat Gita menggelengkan kepala. Lelaki yang umurnya jauh dari Gita menghela napas lagi. Dia sangat menyesali keteledoran si anak, tapi dia apa? Mereka juga belum saling mengenal.

"Lagipula kalau mau belajar gitar, kamu bisa minta bantuan papa kamu. Dia pasti paham dengan kunci-kunci dasarnya."

Pria itu masih berbicara meskipun dari tadi Gita bergeming. Mendengar penuturannya, gadis itu pun bersuara dengan lirih.

"Ayah sudah meninggal."

Bab 7

"Oh, maaf. Om nggak bermaksud menyinggung perasaan kamu."

Tiba-tiba dia merasa tidak enak hati, pun tak tahu bagaimana keadaan keluarganya. Rasa bersalah pun merajai hati.

"Iya nggak apa-apa. Aku turun sini aja, Om." Gita melepas sabuk pengaman dan menunjuk ke tepi jalan.

"Yakin di sini saja? Atau Om antar kamu sampai di rumah, bagaimana?" Mobil berhenti di tepi jalan depan ruko-ruko tetapi raut ragu terbit di wajah si lelaki.

"Enggak usah, Om. Terima kasih."

Tanpa peduli dengan air muka lelaki itu, Gita turun dan berjalan ke tepi. Tidak menunggu mobil itu melaju, dia berlari menuju ke butik bunda yang jaraknya tidak jauh dari tempat dia diturunkan. Ternyata, bocah tersebut tidak ingin mobil itu berhenti tepat di depan kios butik. Dia khawatir sang bunda akan melayangkan banyak pertanyaan.

***

"Sore, Bun," sapanya setelah masuk dan menghampiri wanita yang sedang mengecek pembelian online di laptop.

"Lho, Nak. Kok sore banget? Berkali-kali Bunda chat nggak kamu balas. Bunda coba menelpon kamu pun nggak diangkat." Wajah panik terpampang setelah melihat anaknya sudah sampai di toko.

"Iya, Bun. Tadi lagi di angkot, jadi nggak dengar. Hapenya di-silent."

Dia sengaja mengatur nada dering senyap di ponselnya agar untuk menghindari telepon dari Bunda yang akan menanyakan kabar, kenapa dirinya belum sampai di rumah. Memang dari awalnya, ia berniat mencari alamat yang hampir membuatnya  celaka jika tidak ditolong lelaki yang dipanggil om tadi.

"Ya, udah. Kamu sudah makan belum? Kalau belum, itu ada nasi dan lauk, makan dulu, gih. Cuci tangan dulu sana!" Walau masih ada tetapi sudah semakin berkurang kecemasan di hati Keysha.

Waktu sudah menunjukkan angka empat sore. Keysha pamit pulang lebih awal karena sore itu, dia harus memenuhi undangan ulang tahun Tisna.

"Shinta, Ibu pulang sekarang ya, kalian tutup toko lebih awal, sebelum magrib enggak apa-apa. Nanti jangan lupa mengunci pintu dengan benar."

Keysha bersiap-siap menyimpan ponsel dan mengeluarkan kunci motor dari tas. Dia melangkah menuju ke pintu kaca yang diikuti Gita dari belakang.

"Nanti kalau ada apa-apa, telepon aja."

"Iya, Bu." Jawaban dari Shinta sebelum atasannya benar-benar keluar dari butik.

Keysha pun dengan motor matic memboncengi Gita yang sudah memakai helm melaju ke jalan raya dengan kecepatan biasa.

***

"Bun, ini bagus, aku boleh pake? Untuk hari ini aja."

Gita memegang kalung emas putih sambil dielus-elus. Dia merasa barang itu sangat berharga dan mahal karena ada butiran berlian yang menyilaukan mata. Keysha yang sedang menyisir di depan cermin hias melirik sedikit ke arahnya. Tidak menjawab karena masih belum fokus dengan benda yang dimaksud.

"Bun, please, boleh ya?" Gita merengek lagi.

"Iya, yang mana, sih?"

Keysha mendekati dan memperhatikan kalung yang sudah ada di tangannya. Hati itu mendadak berdenyut perih setelah melihat kalung pemberian Bastian, sang mantan di malam perpisahan. Sudah lama kalung tersebut tidak pernah dipakai. Bahkan, dia hampir lupa dengan keberadaan kalung itu.

"Boleh, ya, Bun? Pinjam untuk malam ini aja."

Gita masih meminta lalu meletakan kalung tersebut di lehernya. Keysha mengalungkan berlian berinisial 'BK' di leher putrinya yang kini duduk di depan cermin hias.

"Sini, Bunda bantuin!"

"Bagus ya, Bun."

Ada sinar kegembiraan di wajah setelah kalung itu menggantung di lehernya.  Di usia yang sudah menanjak remaja, membuatnya lebih peduli dengan penampilan. Dia sudah bisa memilah pakaian apa yang cocok dikenakan untuk berpergian. Dia juga sudah belajar menghias wajah, memoleskan sedikit lip gloss dan brush on di pipi putihnya. Semua itu dia pelajari dari aplikasi video berwarna merah di ponselnya.

"Bagus, pas di leher kamu." Keysha memuji gadis berambut panjang itu dengan tulus sembari melengkungkan bibir.

Gita terus berpose di depan cermin, memamerkan atasan blouse coklat dan jeans birunya.

"Anak Bunda sudah gede, cantik, manis dan apa lagi ya?"

"Centil," lanjutnya lalu terkekeh.

"Ih, Bunda mah." Gita mencibir.

"Udah genit juga, pinter dandan. Jangan-jangan udah punya pacar ya?" Keysha meledeknya.

"Belum, Bun." Wajahnya seketika berubah menjadi merah merona, tersipu malu.

"Hayo, jangan ada rahasia-rahasiaan antara kita."

Gita spontan memeluknya, "nggak ada rahasia-rahasiaan. Gini ya, Bun.  Dalam hidupku yang paling penting adalah kebahagiaan Bunda. Jika Bunda bahagia, Gita pun ikut senang."

"Terima kasih, Sayang." Ada haru yang terlintas di hati. Adem rasanya melihat kemesraan antara ibu dan anak itu.

"Bun, nanti Gita mau bicara sesuatu, tapi di mobil aja ya." Dengan hati-hati, dia berucap membuat Keysha menaikkan salah satu alisnya.

"Oke, yuk kita jalan, kalau udah selesai. Itu taksi online sudah di depan."

Keysha memeriksa notifikasi dari aplikasi kemudian mengayunkan langkah keluar kamar. Gita pun memasukkan ponsel ke dalam sling bag berwarna pink kemudian buru-buru mengikuti langkah wanita yang melahirkannya itu. Namun, dia tidak lupa membawa paper bag hitam berisi hadiah untuk Tisna.

***

"Tadi kamu mau bicara apa, Nak?" tanya Keysha setelah sudah berada di taksi online tersebut.

Gita  tampak ragu menjawab pertanyaan karena takut mendapatkan omelan darinya. Namun, mereka pernah berjanji satu sama lain, tidak boleh ada rahasia di antara mereka. Mereka pun berjanji harus saling terbuka dan saling komunikasi yang akan membuat kepercayaan semakin terjaga.

Keysha masih menunggu jawaban dengan sabar, sesekali melirik ke arah putri yang sedang mengatur napas.

"Tapi bunda janji ya, jangan marah setelah mendengarkan apa yang akan Gita sampaikan."

Bab 8

"Tadi setelah pulang sekolah ...."  Sebenarnya masih ada keraguan dalam hati untuk berkata jujur, tetapi dirinya akan merasa lebih bersalah jika dia tidak terang-terangan kepada wanita yang ber-blouse cokelat itu.

Keysha masih bergeming, memberi ruang dan waktu untuk Gita bertutur kata. Sesulit apa pun itu, mereka tidak boleh menyimpan rahasia.

"Gita tidak langsung pulang." Suaranya lirih, ada yang tak nyaman di dada sebab telah membohongi Bundanya tadi.

"Terus?" Keysha bertanya santai, membiarkan Gita menyelesaikan pengakuannya.

"Tapi Bunda janji tidak akan marah setelah mendengarkan Gita ya?"

Sahutan itu lantas membuat Keysha makin penasaran lalu memicingkan mata. Tak biasanya Gita seperti itu. Dia anak yang ceria, jika ingin curhat, ya langsung saja. Tidak bertele-tele seperti itu.

"Iya, Bunda janji." Keysha mengeluarkan jari kelingking untuk ditautkan dan Gita menyambutnya dengan senyum ragu.

"Gita mencari alamat guru les yang Gita dapat dari Fac*book," lanjutnya lalu segera menunduk.

"Ketemu?" Pertanyaan itu membuat Gita menggelengkan kepala.

Meski terlihat tenang, Keysha sedang menyimpan kekesalan kepadanya. Bagaimana mungkin Gita bisa percaya dan mencari alamat orang yang ada di dunia maya. Namun, dia sudah berjanji untuk tidak marah, pun hanya bisa meredam amarah dengan membuang napas panjang.

"Tadi Gita ketemu orang baik yang menolong saat Gita diganggu beberapa anak jalanan di sekitar sana." Suaranya semakin lirik ketika mendapati raut wajah Keysha sedikit berubah.

"Kamu tahu, kan, betapa bahayanya itu? Pergi mencari alamat orang yang tidak kamu kenal. Sendirian lagi? Belum tentu alamatnya benar. Bagaimana kalau modusnya penculikan? Mungkin saja, anak jalanan itu salah satu perantara untuk membuatmu masuk ke perangkap mereka."

"Iya, Bun. Gita sudah tahu kesalahan. Gita sudah menyadari kebodohan Gita setelah melihat Om tadi terluka pas menolong Gita." Matanya mulai berkaca-kaca.

"Om?" Keysha menyipitkan mata. "Siapa?"

Gita menggelengkan kepala, "Gita tidak tanya namanya. Gita lihat tangan Om itu kena pisau kala berkelahi dengan anak jalanan itu. Sebenarnya Gita kasian dengan Om tadi. Gita mau obatin, tetapi dia bilang enggak usah. Nanti dia obatin sendiri di rumah."

"Tuh, 'kan, kamu udah tahu resikonya? Mereka bisa melukaimu juga. Mereka itu bersenjata. Tapi syukurlah, masih ada orang baik di dunia ini."

Keysha mengelus kepala si gadis dan mulai membayangkan kemungkinan yang terjadi jika tidak ada orang yang membantu putrinya pada saat itu. Mungkin nyawanya akan terancam juga.

"Gita, dengarkan Bunda. Bunda tidak mau kamu mengulangi kesalahan ini lagi. Kalau kamu mau guru les, nanti Bunda cariin. Kemaren bunda sudah bilang, kan?"

Gita mengangguk lemah menyadari kebodohannya. "Tapi, waktunya hanya satu bulan, Bun. Gita enggak mau nilainya jelek gara-gara Gita belum bisa."

"Sementara kamu belajar dari y*utube dulu, sambil nanti Bunda tanya ke teman lain. Nanti kita tanya Tante Tisna. Barang kali dia punya kenalan. Tante Tisna punya banyak teman." Gita mengangguk lagi.

Bunyi notifikasi pesan dari aplikasi hijau masuk ke ponsel Keysha menghentikan pembicaraan mereka.

"Sudah sampe mana,Key?" Rupanya pesan dari Tisna.

"Sudah di taxi, lagi otw," balasnya.

"Oh, ya, nanti aku kenalin suamiku ke kamu. Aku jamin begitu kamu melihatnya, kamu bakal mau menerima tawaranku kemarin."

Pesan Tisna membuat Keysha menelan saliva berkali-kali. Dia tahu arah pembicaraannya.

"Tawaran?" Dia hanya ingin memastikan apa yang di pikirannya sama dengan apa yang dipikirkan Tisna.

"Menjadi istri kedua suamiku."

Hati itu berdenyut lagi, rasa tak nyaman setiap kali Tisna menawarkan suaminya untuk dijadikan pendamping hidup seorang janda sepertinya.

"Aku pulang ya, enggak jadi ke tempatmu."

Keysha kesal setengah mati ketika wanita itu membicarakan hal yang tak ingin dibahas. Tisna langsung meneleponnya, Keysha menerima panggilan itu dengan keki.

"Key, jangan gitu dong, masa kamu enggak datang, sih?"

"Malas ah, kalau kamu tawari aku kayak gitu. Aku nggak suka," jawabnya bersamaan dengan suara supir yang menyatakan kalau mereka sudah sampai.

"Bercanda. Ih, kamu mah, ya. Yuk, cepatan masuk, udah sampe, kan?" Ternyta, Tisna mendengar dengan jelas suara supir tadi.

"Tapi aku nggak mau kamu bahas yang tadi lagi. Janji!"

Nada Keysha terkesan berhati-hati karena tidak mau Gita mendengarkan ide konyol Tisna. Dia tahu kalau Gita sensitif jika mendengar Tisna menjodohkan lelaki manapun untuknya.

"Iya, iya. Ayo buruan, masuk."

Tisna mengiya-iyakan saja, belum tentu dia mengindahkannya. Sambungan telepon lalu diputuskan sepihak. Mereka pun turun dari mobil. Tampak Keysha menarik napas berulang kali sebelum menginjakkan kaki ke dalam restoran yang dipilih Tisna untuk merayakan pesta ulangtahunnya.

Tempat ini mempunyai kenangan masa lalu dengan mantan yang belum bisa dilupakannya. Kenangan yang kembali menari-nari di pikirannya.

Delapan tahun yang lalu, kafe itu menjadi saksi kebersamaan mereka yang terakhir sebelum kepergian Bastian ke Jepang untuk kedua kalinya. Tempat mereka makan, tertawa, menangis dan bernyanyi bersama sebelum perpisahan yang nyata di depan mata.

Mengapa Tisna membuka kembali kenangan yang hampir sudah dilupakan Keysha? Baginya, ini adalah kenangan terindah tetapi ia tak ingin mengingatnya kembali.

Sejak perpisahan itu, ia pun tahu keberadaan Bastian. Apalagi setelah Ikbal meninggal, dia mengasingkan diri dan menetap sementara ke Bandung sambil merintis butik kecil-kecilan yang kini membuahkan hasil. Butik yang selalu ramai pembeli dari berbagai daerah, terlebih menjelang liburan.

***

"Key, kamu udah di mana? Kok, lama?" tanya Tisna melalui sambungan telepon setelah menunggu beberapa menit, Keysha belum muncul di hadapannya.

"Iya, ini udah masuk, sabar."

"Oke, aku tunggu ya. Cepatan!" Tisna pun menutup sambungan tersebut.

"Mas, nanti aku kenalkan kamu dengan temanku, ya. Orangnya pinter, dewasa, dan cantik. Dia pun agenku. Keysha namanya."

Tisna berbicara kepada si suami yang sibuk mengecek email dari benda pipih yang ada dalam genggamannya. Mendengar nama 'Keysha' disebut, sontak tangan itu berhenti dan iris matanya menoleh ke arah Tisna dengan air muka penasaran.

"Key!" Tisna berdiri, melambaikan tangan dan pandangan ke arah yang tak jauh dari mereka berada.

Sang suami yang duduk membelakangi pun membalikkan badan. Dirinya masih mengumpulkan hati untuk meyakinkan wanita yang tengah berjalan mendekati mereka adalah Keysha yang ia kenal.

"Keysha? Benarkah itu kamu, Key?" Lelaki itu membatin dengan hati yang berdebar kencang.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya MAAF, AKU MASIH MENCINTAI SUAMIMU (9-10)
0
0
SinopsisIni adalah lanjutan kisah cerita yang berjudul Dear, Mr.Mantan. Jika ingin lebih dapat feel dari cerita ini, para reader bisa baca terlebih dahulu cerita tersebut.Kisah antara Keysha dan Bastian adalah kisah cinta yang tidak pernah usai. Walau takdir memisahkan mereka berkali-kali, takdir juga mempertemukan mereka kembali. Meski dengan keadaan yang sudah berbeda, tetapi mereka masih menyimpan rasa yang sama.***Kamu mau enggak jadi istri kedua suami aku? Tisna memperjelas ucapannya lagi dengan nada sumringah.Kamu udah gila? Entar aku disangka pelakor dalam rumah tangga kalian.Keysha geleng-geleng tak habis pikir dengan ide konyol itu. Di saat wanita lain tidak ingin ada orang ketiga dalam rumah tangganya, Tisna malah milih Keysha menjadi madunya.Enggak dong. Kalo pelakor itu merebut suami orang diam-diam. Kalau kamu beda, aku yang izinkan suamiku untuk jadiin kamu istri keduanya.Yuk, ikuti ceritanya sampai tamat ya. Happy reading. ๐Ÿ’—
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan