
Siapa bilang dunia kontraktor itu tuh enggak punya cerita?
Siapa bilang orang-orang yang hidupnya bergelut di dunia kontraktor itu pasti item-item, dekil, bau sangit dan kasar. Siapa bilang?
Nah kisah serial lucu, kocak dan norak ini menceritakan secara umum tentang realitas kehidupan sehari-hari mulai dari pertemanan, persahabatan, cinta dan pekerjaan serta hubungan dan interaksi dengan orang lain. Dan sengaja dikemas ringan, kocak dan sesuai realitas kehidupan banyak orang yang memang dimaksudkan...
1 TUGAS MENYENANGKAN
Malam semakin larut sementara langit sedari sore hari tadi masih saja terus menumpahkan semua isinya dengan semangat. Ditambah hembusan angin yang berhembus dingin membuat nyaman untuk tidur nyenyak penduduk di daerah Banyumas.
Tapi tidak untuk penduduk di sepanjang aliran Sungai Serayu yang membentang dari Pegunungan Dieng melewati beberapa kabupaten mulai dari Banyumas, Purwokerto hingga Cilacap. Apalagi di desa Sida Mukti, Sumber Sari, Gondang Sari dan sekitarnya.
Kenapa?
Karena kalau hujan deras nggak mau berhenti selama beberapa jam kayak begini ini udah pasti deh Sungai Serayu nya meluap alias banjir. Yang so pasti airnya yang butek coklat itu dengan leluasanya masuk tanpa permisi ke rumah-rumah mereka, merendam dan merusak sawah-sawah dan kebun-kebun siap panen mereka. Belum lagi barang-barang berharga dan hewan-hewan ternak mereka yang ikutan hanyut kebawa air.
Sebenarnya mereka sudah bosan betul tiap tahun pasti kebanjiran kayak begini ini. Tapi mau bagaimana lagi. Inginnya sih ada perhatian dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat untuk setidaknya mengurangi banjir. Harapan mereka sebetulnya nggak muluk-muluk banget kok, kalo tahun ini tinggi banjirnya sampai 7 meter, yaaa tahun depan semoga turun jadi 5 meter aja. Hihi…
Suara kentongan yang dipukul berkali-kali bersahut-sahutan disusul adanya teriakan suara khas “Baaanjiiiirrr… Baaanjiiiirrrr:” memecah keheningan malam di desa Gondang Sari, sementara itu dari pengeras suara Masjid sedari tadi bersahut-sahutan terdengar himbauan kepada seluruh penduduk desa agar mengungsi.
Kepanikan pun melanda seluruh desa-desa tadi. Para penduduk berusaha menyelamatkan diri dan barang-barang mereka semampunya. Untuk penduduk yang tinggal dekat bantaran sungai sudah sedari beberapa jam yang lalu mereka mengungsi ke balai desa. Tapi ternyata luapan air sungai masih terus meninggi walaupun hujan sudah berkurang menyisakan gerimis aja, soalnya di daerah hulu sungai hujan masih terus turun dengan lebat.
Udah pasti yang paling sibuk dalam menghadapi bencana ini adalah para Aparat Desa. Enggak henti-henti mereka terus menghimbau dan mengarahkan penduduk ke tempat pengungsian yang aman, dibantu anggota Koramil dan Polisi mereka sibuk menolong penduduk yang masih terjebak dirumah menggunakan perahu dan sampan. Mereka tidak ingin banjir kali ini menimbulkan korban jiwa dari penduduk, tapi kalo kerugian secara materi sih waaahh udah nggak keitung deh berapa milyar rupiah kerugian akibat banjir besar kayak begini setiap tahunnya.
Suara kentongan bertalu-talu pun membangunkan Ibu Tarjo dari tidurnya. Dengan panik ia langsung turun dari tempat tidur ingin beranjak keluar kamar, tapi begitu kakinya menyentuh lantai “cplak… cplak” ada rasa dingin air menjalar.
“Bapaaaaaak tadi pas pengen tidur lupa matiin keran air ya?”
Teriakannya, membuat Pak Tarjo yang lagi enak-enaknya tidur jadi gelagapan bangun.
“Ha.. hee.. apa air? Keran? Bapak nggak pake air tadi kok.”
Pak Tarjo gelagapan betul.
“Lha ini kok lantainya kerendam air begini? Aduh jangan-jangan, Paaak Banjiiirr Paaak, Banjiiiirrrrr!”
Bu Tarjo panik betul, sambil menggoyang-goyang tubuh Suaminya.
“Apaa? Banjir? Tenaaaang Bu, nanti kalo airnya udah makin tinggi kita pindah kamar aja ke lantai dua. Amaaan”
Pak Tarjo ngulet mau tidur lagi.
“Lho Bapak gimana sih? Kita ini kan sekarang tidurnya dilantai dua, kan tadi Bapak yang minta gara-gara ujan terus takut banjir”
Pak Tarjo seketika bangun, rasa kantuknya langsung hilang.
“Haaaaaa!? Toloooooong! Toloooooong…. ”
Di Balai Desa Gondang Sari yang dijadikan salah satu tempat titik evakuasi. Para penduduk yang telah berkumpul tampak siap-siap kembali mengemasi barang-barang bawaannya. Ya, mereka hendak kembali mengungsi karena air pun mulai menggenangi balai desa dan ketinggiannya sudah mencapai lebih dari 60 sentimeter. Terlihat Pak Kades dibantu jajaran aparat desa kembali sibuk memberikan pengarahan lagi.
“Adduuuh Pak Kades, tobat deh kapan sih desa kita nggak kebanjiran lagi?’
Tanya salah satu penduduk yang ngedumel sembari mengemasi barang bawaannya kembali.
“Betul Pak, sedari kecil sampai besar begini hidup saya kok ya ngungsiiii melulu tiap tahun.”
“Bayangkan Pak Kades, dalam sebulan ini aja kita udah empat kali kebanjiran begini. Sampai kapan derita ini Pak? Sampai kapaaaan?”
“Iyaa Pak, rumah dan barang-barang saya habisss, Cuma pakaian yang dibadan ini aja harta saya satu-satunya.”
“Sampeyan masih beruntung. Pak Kades, harta berharga saya hanya tinggal baju dibadan ini dan sarung yang saya pakai ini Pak, beneran Pak hanya ini. Kolor aja saya nggak pakai sudah keburu hanyut, bagaimana nasib saya ini Pak? Bagaimana kolooor saya Paaak?”
“Sabaarrr Bapak-bapak, tenaaang.”
Dapet cecaran protes kayak gitu, Pak Kades jadi gelagapan sendiri.
“Kita sudah bersabar Pak, tapi sampai kapaaaaan? Tiap tahun kita masih kebanjiran terus.”
“Inisiatif dong Pak. bikin surat ke Pak Bupati kek, ke Pak Gubernur Kek, kalo perlu ke Pak Menteri dan Pak Presiden minta cara pencegahan banjir.”
“Iyaa iyaaa tenaaang Bapak-bapak, Sabaaarr.”
“Tuh kan Pak Kades selalu aja nyuruh sabaaaarrr tapi nggak dijalankan aspirasi warganya.”
“Siapa bilang nggak saya jalanin aspirasi bapak-bapak dan ibu-ibu semua? Tenaang ya Bapak-bapak Ibu-ibu sekalian. Kemarin saya baru saja dapat surat dari Bapak Bupati bahwa tidak lama lagi Sungai Serayu yang melewati wilayah kita akan dikeruk lumpurnya untuk menanggulangi banjir tahunan kayak yang kita alami sekarang ini.”
“Wah tenan tho?”
“Nggak bohong tuh Pak Kades?”
“Bapak jangan janji-janji manis lho ya, mentang-mentang dikit lagi pilkades.”
“Iya. Kalo Bapak bohong lagi liat aja saya akan jadi golput. Nggak sudi saya nyoblos hidung Pak Kades lagi. Kecuali dikasih amplop serangan fajar kayak kemarin.”
“Halah palingan dikit laginya lima tahun lagi, iya tho Pak Kades?”
“Benaarr saya nggak bohong kok Saudara-saudara sekalian. Do’akan saja supaya proyek tersebut cepat berjalan agar Desa kita terbebas banjir.”
Seru Pak Kades yang meyakinkan warganya.
“Ooh, beneran ya?”
“Janji adalah surga, bohong adalah neraka lho Pak Kades.”
“Betul itu. Pak Kades tuh kan ahli neraka, iya toh teman-teman? Habis janji kampanyenya dari zaman dulu sampai sekarang banyak yang nggak ditepati.”
“Iya betul. Pak Kades itu kerjaannya tiap hari gombal mukiyo melulu. Bohong terus.”
“Masuk neraka lah wahai engkau Pak Kades.”
“Ammiiiiin”
Semua warga langsung mengusap wajahnya dengan kedua tangan.
“Beneran Bapak-bapak, ibu-ibu. Kali ini saya nggak bohong. Nggak ngibul lagi. Itu suratnya ada di meja kerja saya kalo situ semua nggak percaya.”
Potong Sang Kades lagi.
Kali ini wajah Pak Kades benar-benar serius. Habis dia kan takut, soalnya do’a orang-orang yang merasa di dzalimi itu kan pasti mendapat prioritas utama dari Tuhan buat dikabulkan. Iya kan? Makanya beliau itu takut bukan main.
Tapi untungnya begitu ngeliat wajah Sang Kades yang serius campur melas begitu, warga jadi agak-agak percaya.
“Wah kalo gitu hiduuup Pak Kades, hiduuup Pak Kadeees.”
Teriak warga desa semangat.
~~~~~~~~~~~~~~
Kita tinggalkan sejenak penderitaan semua warga disana, kita menuju Jakarta Ibu Kota tercinta. Semilir angin yang berhembus sejuk disaat-saat genting peralihan malam dengan diiringi redanya suara-suara binatang malam untuk menyambut saat waktu tidur mereka yang sebentar lagi akan tiba, mewarnai saat menyongsongnya fajar pagi dengan raksasa matahari yang sedikit lagi mau nongol.
Di sebuah rumah asri di bilangan Kebayoran, Suasana pagi dengan hawa sejuknya juga melingkupi para penghuninya yang masih tertidur nyaman.
Hanya saja, ayam bekisar jantan gede kepunyaan papa yang baru lima hari menjadi anggota dari keluarga di rumah ini sepertinya enggak mau peduli.
Seperti biasa, ia mulai bersiap-siap melaksanakan tugas dan kewajibannya.
“Kkuukkuurruyuukk…!”
Teriak sang Bekisar lantang. Suaranya melengking tinggi hampir pol tujuh oktaf.
“Kkuukkuurruyuukk…!”
kembali tuh ayam berteriak lantang.
Sejenak Sang Bekisar celingak-celinguk, dan begitu ngeh masih nggak ada tanda-tanda kehidupan...
“Kkuukkuurruyuukk…!”
Tanpa rasa peri keayaman, ia kembali berkoar.
“Krraakk..!”
Suara jendela yang terbuka, memaksa sang Bekisar menghentikan kesenangannya. Karena ia sudah hapal betul dan dengan cekatan kemudian ia berkelebat menghindar.
Dani misuh-misuh sewot ketika sambitan sendalnya hari ini lagi-lagi gagal.
“Heh! berisik tau! Awas ya, elo berkokok sekali lagi gue jamin elo pasti jadi ayam panggang!” Umpatnya, kesel betul dia.
Satu jam hampir berlalu.
“Daniiiiiiii…”
Kali ini giliran teriakan khas mamanya melengking merdu.
“Banguuuuuun, udah jam enam lhooo..! kamu nggak kerjaaaa?!”
Kembali Dani terbangun dengan degup jantungnya yang berdetak kencang karena kaget.
“Waduh, gue bakalan telat lagi nih!”
Nggak pake lama dia pun udah sibuk gedubrakan sendiri.
Dan dipagi hari yang cerah itu, diantara ratusan ribu mobil dan motor yang berjalan tesendat-sendat di hampir semua jalan ibukota tercinta, diantara jutaan orang yang bersiap-siap hendak melaksanakan berbagai macam aktivitas-aktivitasnya. Di dalam sebuah mobil sedan yang dikemudikan oleh Ryo dan di dampingi oleh Mbak Yuni, kakak kandung tercintanya sedang tejebak dan merayap dalam kemacetan.
Pagi itu Ryo hendak mengantarkan Mbak Yuni ke toko Distronya di daerah Cililitan sana sebelum ia sendiri juga menuju ke kantornya PT. Indo Karya.
Bisasanya sih Mbak Yuni tuh berangkat bareng dengan suaminya. Tetapi berhubung sang suami terncintanya lagi dinas ke luar kota, maka pagi itu mau nggak mau Ryo lah yang bertugas menggantikan.
Biasanya juga kalau nggak ada hal yang mendesak seperti ini dia tuh paling males banget kalau berangkat ke kantor menggunakan mobil. Macetnya itu coy yang paling nggak tahan.
Ryo melirik jam tangannya.
“Waduh, jam tujuh lewat. Bisa telat nih.”
Kemudian ia membelokkan arah mobilnya menuju jalan Jendral Sudirman, demi mempersingkat waktu tempuh.
“Lho Ryo kok lewat sini sih? Nekad kamu ya?”
“Biar cepet Mbak.”
“Tapi kita kan cuma berdua Ryo.”
“Tenaaaang aja Mbak, kalo kena tilang Ryo pasti bisa langsung bebas deh. Udah kebukti beberapa kali kok.”
Sementara di pinggir jalan, seorang petugas Polantas yang sedang bertugas melihat sebuah mobil sedan yang melintas.
Sejenak ia memperhatikan dengan seksama mobil itu, matanya berusaha melihat isi dalam mobil yang baru aja lewat. Maklum aja mobilnya Ryo kan mirip banget kayak aquarium jalan, abis kacanya nggak digelapin gitu.
“Kurang ajaar! Nggak sopan tuh mobil. Ini kan kawasan 3 in 1.”
Umpat Sang Polantas itu yang baru ngeh.
Lalu ia bergegas menaiki motor patrolinya untuk mengejar mobil sedan yang melanggar.
“Berhentiii! Berhentiii! Ke pinggiiirrr!”
Petugas Polantas itu berteriak dan memberi isyarat untuk berhenti dan menepi dengan tangannya setelah ia berhasil mensejajari mobil Ryo.
“Tuh kan Ryoo kamu kena tilang!”
Mbak Yuni panik betul.
“Tenaaang Mbak tenaaang, Belum sarapan kali polisinya.”
“Heh! kamu tuh ya.”
“Tenang Mbak, tenaaang..”
Sahut Ryo yang berusaha menguasai dirinya agar tetap kelihatan pede. Kemudian ia memberhentikan mobilnya di pinggir jalan.
“Selamat pagi Pak. SIM dan STNK?”
Tanya sang Polantas galak dan tegas.
Dengan tenang Ryo membuka dompetnya, lalu malahan mengeluarkan sebuah kartu nama andalannya.
“Nih Pak. Ini Kakak saya.”
Polantas itu kaget. Diperhatikannya kartu nama itu.
“Komisaris Polisi!? Hmmm”
Sejenak ia memperhatikan Ryo yang keliatan cuek betul. Mulutnya aja sedari tadi sial-siul niruin lagu Burung Kakak Tua. Akhirnya Sang Polantas tadi juga ikutan membuka dompetnya dan gantian tuh menyerahkan ke Ryo sebuah kartu nama.
“Ini kakak saya juga.”
Pak Polantas itu enggak mau kalah.
Ryo yang kaget melirik kartu nama yang diserahkan Sang Polantas tadi.
“Ajun Komisaris Besar Polisi!?”
Ryo agak kaget membaca kartu nama itu. nggak nyangka dia Polantas itu punya bekingan penggede juga.
Dengan sigap ia kembali menyerahkan satu kartu nama lagi.
“Nih Pak, Ini Pakde saya.”
Sahutnya mantap.
“Wah wah Komisaris Besar Polisi!?”
Polantas itu tertegun, mukanya sebel betul ngeliatin Ryo yang masih aja sial-siul begitu.
Enggak mau kalah ia kembali menyerahkan sebuah kartu nama ke Ryo.
“Ini juga Pakde saya.”
Sejenak Ryo ngebaca kartu nama itu.
“Halah Brigadir Jenderal Polisi!?”
Ryo geleng-geleng kepala,
“Gila betul nih Polantas, Weleh-weleh masa musti pakai kartu nama pamungkas gue sih.”
Dengan pedenya Ryo kembali meyerahkan sebuah kartu nama, dia yakin betul kali ini Polantas itu akan kalah.
“Ini Pak. Pakde saya yang tadi itu tuh, Bapak inget kan? Naah Beliau ini komandannya.”
Pak Polantas tadi menerima sebuah kartu nama lagi dari Ryo.
“Wah wah wah Komisaris Jenderal Polisi!? Bintang Tiga nih.”
Sang Polantas tertegun begitu membaca kartu nama Ryo.
“Keluarga besar Bapak Polisi semua ya?”
Polantas itu agak nggak percaya.
“Ooh iya Pak. Buyut saya aja dulu jabatannya Kepala Keamanan dan Pamong Praja zaman Kerajaan Majapahit. Coba Bapak bayangkan? Dibawah langsung Patih Gajah Mada Pak. Gila kan?”
Sang Polantas diem sejenak. Kayaknya lagi ngebayangin omongan Ryo tadi deh.
“Bagaimana? Saya jalan ya?”
Tanya Ryo pede betul.
“Eit, nanti dulu.”
Polantas itu dengan sigap kembali menyerahkan sebuah kartu nama ke Ryo,
“Ini. Isteri saya punya Bapak, naahh yang dikartu nama ini sepupu bapaknya itu Mas.”
Ryo menerima kartu nama tadi dan segera membacanya.
“Waaaduuuhhh KAPOLRI!?”
Ryo kaget betul. Enggak nyangka banget dia. Mukanya berubah pucat, bibirnya langsung nyegir kuda.
“Hayooo turun kamu!”
Bentak Pak Polantas galak betul.
“Iya iyaa Pak.”
“Mana SIM sama STNK nya?”
“Damai ya Pak?”
“Apaa?!”
“Damai, itu lho Peace. Masa nggak tau sih?”
“Kamu mau menyuap Aparat Negara ya? Berani Kamu?!”
“Kan saya cuma usaha doang Pak.”
“Ini SIM nya udah mati empat taon lagi. Berarti kamu saya kenakan Pasal berlapis Hahahaha…”
“Ya Bapak jangan banyak-banyak pasalnya dooong”
“Apaa? Kamu mau Pasalnya sedikit?! Ngimpiiii!”
“Ya Bapaaak…”
Wajah Ryo melas betul.
Sementara Mbak Yuni sukses ketawa ngakak didalam mobil.
Disaat yang bersamaan. Dari sekian juta orang yang pagi itu terjebak kemacetan, di sebuah busway sesosok makhluk cowok sedang asyik berdiri di dalam bus sambil matanya tertutup tidur.
Sepertinya wajahnya masih tersimpan kekantukan yang luar biasa. Sudah satu jam dia berdiri tertidur, sampai akhirnya ia tersadar. Kucek-kucek mata sebentar sembari melihat sekelilingnya, terus mendamprat dalam hati.
“Aseeem, kok masih disini-sini juga sih?”
Baru setengah jam kemudian, Busway Dani sampai pada halte yang dituju.
Berlari-lari kencang dia menuju ke kantornya, sampai keringat membasahi wajah dan tubuhnya.
Dan Alhamdulillaaah…
Dani masih telat juga masuk kantor. Telat sepuluh menit, tetapi masih dalam waktu toleransi.
“Huaaah, Akhirnya hari ini gaji gue nggak di potong. Hehehe..”
Sejurus kemudian di kantor pusat PT. Indo Karya. Sebuah perusahaan kontraktor besar yang termasuk salah satu perusahaan kontruksi bonafid di Indonesia. Saat sedang asyik-asyiknya memulai aktivitas.
“Dan elo telat lagi ya?”
Pertanyaan usang dari Elung yang datang menghampiri tak membuat Dani mengalihkan perhatian dari layar laptop di meja kerjanya.
“Kan elo udah tau gue hobi banget telat tiap hari, Pake nanya melulu sih.”
Elung tersenyum, geleng-geleng kepala.
“Dan, ntar abis makan siang ada meeting bareng Direksi, lho..”
“Oh ya? Wah di Rt mana ya Lung? Di Rt rumah elo ya?”
“Eh serius nih?”
“Hehehe Iyaa meeting apaan sih?”
“Pekan Imunisasi Nasional.”
Giliran Elung yang ketawa ngakak.
“Lung, serius nih. Meeting apaan sih?”
Tanya Dani sembari tersenyum.
“Nggak taulah. Kan meetingnya juga belom mulai.”
“Bocoran apa gosipnya, gitu?”
“Hmm.. kita liat aja nanti. Tapi sih denger-denger kita sama Ryo kepilih untuk tugas proyek di Banyumas.”
Dani terkesiap kaget. Hatinya berbunga-bunga senang.
“Yang bener, Lung?”
Elung mengangguk. “Kayaknya sih..”
“Hiiaaaaaaa! Hiiaaaaaaaaa! Kita jalan-jalan lagi Lung hahahahaha…”
Dani berteriak-teriak ramai sementara Elung senyam-senyum melihat tingkah sahabatnya itu.
.~~~~~~~~~~~~~~~
Begini ya, Dani, Elung dan Ryo adalah tiga orang sahabat. Mereka mulai berteman semenjak dulu saat mereka masih SMU berlanjut sampai kuliah hingga sekarang mereka satu tempat kerja di Perusahaan yang sama.
Tapi hal ini udah direncanain lama lho… karena memang mereka ngerasa amat cocok satu dengan lainnya. Mulai dari bandelnya, isengnya, jailnya sampai-sampai sifat dan kelakuannya pun rada-rada mirip. Pokoknya kompak banget.
Mulai dari belajar bareng, nyontek bareng, bolos sekolah bareng, ngusilin guru-guru, ngisengin temen-temen ceweknya sampai bikin mural gambar pemandangan di dinding sekolah juga bareng-bareng.
Saking seringnya orang tua mereka dipanggil pihak sekolah karena prestasi bandelnya itu, Orang tua mereka semua sampai sahabatan. Apalagi kalau mereka udah kumpul di rumah. Wah kayak kumpul orang satu battalion deh, Rame banget.
Udah gitu kerjaan mereka tuh nyulikin kucing-kucing tetangga, terus tanpa rasa peri kekucingan itu bulunya kucing-kucing tadi di cat pake pewarna rambut jadi warna ijo, merah, biru sampai warna abstrak alias campur aduk nggak karuan.
Selain itu mereka juga sering banget ngejahilin dan ngegodain anak-anak tetangga terutama yang cewek. Kalo malam kerjaannya bikin setan-setanan buat nakut-nakutin orang lewat. Nggak pernah belajar! Kecuali kalo mau ulangan umum baru deh mereka semua serius bikin contekan, eh.. belajar.
Tapi ada untungnya juga sih. Mereka semua jadi lebih suka kumpul di rumah. Dan rumah setiap orang tuh dijadiin tempat kumpul secara bergiliran, jadi mereka semua lebih gampang diawasi.
Akhirnya para orang tua mereka semua menyerah deh dengan kebandelan anak-anak mereka dan memberikan kebebasan tetapi bertanggung jawab. Soalnya kalo diatur-atur mereka pasti nggak pernah mau.
Kayak si Dani, dia itu beda sekali dengan mas-masnya yang lain. Lebih ancur! eh, maksudnya dia itu dari kecil udah nakal sekali kelakuannya. Hobinya aja ngerjain pembantunya dengan ngebikin seisi rumah kayak kapal pecah. Mending cuma itu, dia juga hobi nyolong celana dalam mas-masnya yang dua orang buat di sedekahin ke fakir miskin sampai-sampai mamanya pernah mergokin mas-mas nya yang udah nggak punya stok celana dalam lagi.
Udah gitu beranjak SMP bertambah lagi hobinya nongkrong di tempat-tempat yang nggak jelas gitu. Kalau disuruh les tambahan belajar pasti bolos terus. Males banget belajarnya. Masa anak seusia SMP begitu teman-temannya preman semua. Mamanya tau sewaktu perayaan ulang tahunnya. Mereka semua rame-rame datang diundang oleh Dani. Kadang-kadang mamanya berpikir ini anak udah kematengan duluan dari umur yang sebenarnya.
Kalo untuk usil sama jail, Waduuuh udah nggak ketulungan lagi deh bandelnya. Tapi kalo dimarahin dan disalahin dia pasti nggak mau, terus abis itu pasti ngambek nggak mau makan nasi selama seminggu, maunya makan sphagetti, kebab, hot dog, burger, pizza, tapi kalo nggak ada, dipaksa makan bubur ayam juga oke kok, walhasil tinggal deh mamanya yang kerepotan sendiri. Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, Dani tuh sebenarnya juga manja sekali dan senang diperhatikan oleh orang lain.
Tapi pada dasarnya hatinya Dani itu baik sekali kok dan suka menolong orang. Dia dari dulu juga nggak suka dengan hal-hal negatif kayak mabuk-mabukan, judi, narkoba dan pergaulan bebas dalam tanda kutip.
Walaupun bandelnya ngauzzubillah… amit-amit kayak begitu, tapi itu memang sebatas bandel masa kanak-kanak dan remaja yang wajar kok. Pergaulannya juga luas, Teman-temannya dari mana aja dan berlatar belakang apa aja juga banyak banget.
Nah kalo cewek yang suka sama dia semenjak SMP, SMU, kuliah sampai sekarang, Wiiih banyak banget. Sampai-sampai karena saking sukanya sama Dani mereka tuh ada yang nekad kirim surat, kirim kado, hingga kirim makanan rendang gosong bin keras betul dagingnya juga ada. Wah pokoknya macem-macem deh.
Tapi semua cewek-cewek yang lagi khilaf itu nggak ada satu pun yang ditanggepin serius tuh sama Dani. Lha wong kalo mau jadi pacarnya mereka ditanya tanya ukuran daleman nya dulu sih.
Sementara kalo Ryo itu orangnya baik, ramah, periang, supel, menyenangkan dan pengertian lagi dengan orang lain.
Lagipula Ryo itu orangnya pintar sekali dan jenius. Cepat banget menangkap dan mengerti suatu hal yang baru. Makanya walau jarang belajar tapi sewaktu kuliah dulu IPK nya hampir mencapai angka sempurna.
Dia tuh juga kadang pakai kacamata karena matanya mulai minus, soalnya emang dia itu hobi banget baca buku apaan aja. Mulai dari buku Pelajaran, buku cerita komik, Novel tebel, Buletin Masjid, Majalah gosip, Surat Kabar Harian, sampai buku stensilan dan majalah vulgar juga habis dia baca. Khusus untuk dua yang terakhir paling doyan banget malah dia sampe dikoleksi.
Tapi dia emang cuek banget! Dari dulu sampai sekarang gaya dandanannya Ryo tuh norak abis! Pokoknya enggak modis deh.
Dia juga paling nggak pernah perhatian sama dirinya sendiri. Bayangin aja, itu anak mandi aja sehari sekali, jangan ditanya deh dia itu gosok gigi sama shampoan nggak? Nggak sampe hati saya ngejelasinnya. Ganti kolor aja dua minggu sekali, Itu juga kalo inget. Cuek banget! Kalo diingetin buat mandi, jawabannya pasti “Ntar daki di kulit gue belom sesenti” tapi kok yaa.. dia tetep pede banget dengan penampilannya.
Padahal kalo di perhatiin betul-betul dia itu sebenernya tampan. Alisnya tebal, hidungnya lumayan mancung, kulitnya bersih walau jarang mandi. Badannya juga proposional kok.
Nah kalo Elung, dia itu orangnya juga baik, ramah, supel, menyenangkan dan pengertian. Dia juga ngganteng lho! kalo kata orang-orang sih agak mirip-mirip Chow Yun Fat gitu.
Cuma ada satu sifat jeleknya. Dia kadang-kadang keluar sifat merki, pedit and pelitnya, alias itungan banget. Duit satu perak pun diitung betul.
Pernah dia lagi naik angkot, di jalan dia dimintain tolong penumpang lain yang lupa bawa uang minta dibayarin.
Eh dengan entengnya dia cuma bilang…
“Wah mas, kebetulan banget saya juga mau turun. Ya udah saya bayarin ongkos mas deh. Palingan juga cuma seribu, kan mas baru naik. Abis itu mas jalan kaki aja ya kesananya.” ( Sadis!)
Dia ini juga hobi banget olahraga, terutama main sepak bola. Posisi favoritnya tuh jadi bek alias pemain belakang. Soalnya dia suka dan seneng betul ngincer terus nendangin betis lawannya sampai bengkak. Bukan bolanya lho…
Oya, Elung itu memang masih keturunan Tionghoa. Ayahandanya yang bernama Agus Sabeni alias Ah Hwan, memang berasal dari Tionghoa sana tetapi ibundanya yang bernama Sri Harni berasal dari Semarang alias jawa asli dan Elung itu merupakan nama pangilan lho… kalo nama aslinya sih Agus Yulianto.
Nah seperti kebiasaan masyarakat keturunan Tionghoa, yang unik tuh semua Adik-adiknya Elung yang tiga orang cowok itu nama semuanya juga berawalan Agus lho, sepertinya mereka mengikuti marga Bapaknya deh. Ada Agus Mulyanto alias Uwat. Ada Agus Widianto alias Onta dan yang terakhir ada Agus Heriyanto alias Encun.
Jadiiii, dulu temen-temen kalo manggil mereka semua gampang banget, teriak aja…
“Lung Wat Cun naik Onta.!!”
Dijamin tuh mereka berempat pasti nengok semua sambil megang bata buat nyambit.
Hi..hi..
.~~~~~~~~~~~~~~~~.
Makanya waktu kuliah dulu mereka bertiga ngambil fakultas teknik. Cuma jurusannya aja yang beda.
Dani dan Elung milih teknik sipil yang ngejelimet dan complicated rumus-rumus itungannya. Karena emang mereka hobi banget ngitung apa aja sampai-sampai daftar belanjaan mama mereka yang ke pasar pun ikut di itung tiap hari.
Sedang Ryo lebih milih jurusan Arsitek, karena ini anak emang hobi banget mendesain apa aja.
Pernah muka Elung yang emang rada sipit matanya (dia kan keturunan Tionghoa, bukan bintitan ya!) dijadiin inspirasi desain tampak depan rumah tipe 54 di sebuah perumahan.
Ajaib, rumahnya laku keras lho! kata orang-orang sih tampak lebih minimalis dan manis.
Makanya di kantor itu Ryo termasuk salah seorang arsitek yang paling disayang Direksi. Kebukti kok kalo tiap malem dia lembur sendirian ngegambar sementara yang lain udah pulang. (Mampuuss lo!)
Hi..hi..
Di PT.Indo Karya ini mereka udah lama juga berkarya. Kira-kira lima tahun potong masa taha… eh, lima tahun sejak lulus kuliah dulu dan mereka pun udah kenyang dengan pengalaman pekerjaan proyek apa aja.
Mulai bangun gedung bertingkat, Pabrik, perumahan dan pertokoan, jembatan layang, sampai pembuatan jalan raya di pedalaman Papua pun pernah mereka lakoni.
Saat pembangunan kembali Aceh yang hancur lebur pasca tsunami pun mereka ikut berpartisipasi.
Makanya saat perusahaan mendapatkan Proyek Normalisasi Sungai Serayu di daerah Banyumas, Jawa Tengah, Pihak Direksi pun nggak ragu-ragu sedikit pun buat ngasih tanggung jawab dan kepercayaan pada mereka.
Dan memang hasil meeting siang itu membuktikan kok.
Dani ditunjuk untuk menduduki posisi kepala Divisi Sipil, sementara Elung ditunjuk sebagai kepala Divisi Engginering dan Ryo sebagai kepala Divisi Arsitektur Proyek Normalisasi Sungai Serayu.
Selain itu masih ada dua orang sahabat mereka Ivan dan Anto yang di tunjuk sebagai kepala Divisi keuangan dan Divisi Umum, Legal & HRD, Serta Pak Subakti yang juga menjabat kepala cabang PT. Indo Karya wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta yang saat itu juga hadir ditunjuk sebagai kepala Pimpinan Proyek alias pimpinan mereka semua.
Naah baru deh setelah acara promosi jabatan tadi selesai, mereka melanjutkan meeting membahas masalah teknis operasional kantor proyek dan dilanjutkan penjelasan dan penjejalan materi teknis proyek Normalisasi Sungai Serayu di Banyumas, Jawa Tengah.
PT. Indo karya memang memenangkan tender pekerjaan dari pihak Kementerian Pekerjaan Umum dalam hal ini diwakili oleh Pihak Balai Besar sungai Serayu dan Kali Opak yang berkedudukan di Yogyakarta untuk menormalisasi aliran sungai Serayu di wilayah kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Tau Normalisasi nggak?
Itu lho… ngeruk lumpur sungai lagi biar dalam sekaligus juga membenahi bantaran sungainya. Abis selama ini aliran Sungai Serayu diwilayah itu udah dangkal kondisinya. Jadi nggak aneh deh kalo setiap musim hujan beberapa wilayah disana terkena banjir besar. Dan tugas mereka nanti membuat aliran Sungai Serayu menjadi normal lagi.
Akhirnya setelah seminggu lebih melakukan persiapan operasional pembukaan kantor Proyek, yang didahului oleh keberangkatan Ivan dan Anto ke Yogyakarta dan Banyumas, saat yang dinanti Dani, Elung dan Ryo pun tiba.
Selain berpamitan ke orang tua, saudara dan tetangga-tetangga di rumah. Mereka juga pamit sekalian mohon maaf dengan teman-teman sekantor dan beberapa karyawan perusahaan tetangga sebelah yang sering banget mereka jailin.
Sampai pedagang rokok, koran dan gorengan yang mangkal di halte depan kantor pun nggak luput dari permintaan maaf mereka. Terutama Ryo yang hobi banget ngibulin tukang gorengan, makan bakwan sepuluh ngakunya sebiji itu. (parah ya!)
Tadi dia sampe nangis-nangis mohon ampun waktu ngaku semua dosa besarnya itu sekaligus ngebayar semua bakwan yang dia tilep selama dua bulan belakangan ini ditambah cabai rawit ijonya juga.
Tapi dengan jiwa besar, Tukang gorengan itu nolak duit yang disodorin Ryo. Katanya sih…
“Wah mas, Nggak usah dibayar. Terima kasih. Saya ikhlas kok ngasih bakwan buat kaum du’afa kayak mas ini…”
Hi..hi…
Serayuuu… we’re comiiing…
~~~~~~~~~~~~~~
2 KORDINASI PLUS
Ngayogyakarta Hadiningrat.
Nama lengkap kota Yogyakarta. Sebuah kota yang indah dengan hawanya yang sejuk, dengan masyarakat yang ramah, dengan banyak bukti-bukti budaya sebagai saksi kejayaan leluhur-leluhur kita dahulu yang masih terawat dengan baik hingga kini.
Kota yang terus tumbuh dan berkembang, yang ditandai dengan banyaknya aktivitas ekonomi dan bermunculannya industri-industri baru serta pembangunan yang tampak dimana-mana.
Jadi nggak aneh, kalau duluuuuu saat Dani masih piyik saat berkunjung kesana di jalan-jalan raya mulus nya lebih di dominasi sepeda motor atau sepeda ontel, sehingga sangat nyaman kalau kita menyusuri setiap pelosok kota ini dengan berjalan kaki sekalipun. Tetapi kalo sekarang, widiih karena pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat itu mengakibatkan populasi kendaraan roda empat maupun duanya menjadi semakin banyak. Makanya kamu jangan heran apabila suatu saat jalan-jalan ke Yogya akan mendapati kemacetan di jalan-jalan persis kayak di Jakarta.
Di salah satu sudut kota Yogya tepatnya di daerah Wirobrajan, di sebuah kamar Hotel, Dani menguap lebar. Badannya terasa pegal dan capai sekali. Direbahkan tubuhnya sejenak di atas kasur, dipenjamkan matanya sejenak menikmati kerileksannya dan Pikirannya menerawang.
Tidak jauh dari tempatnya, Ryo duduk bersandar di sofa sembari menikmati secangkir kopi dan sepiring cemilan ringan. Kedua kakinya diangkat menekuk ke atas meja besar di depannya. Sepasang matanya nggak pernah bosen memandangi hiruk pikuknya kota Yogya dari atas ketinggian lewat jendela kamar hotel yang besar, sembari tangan kanannya aktif sekali bergerak-gerak ngupil. (jorok ya!) sementara itu Elung udah sukses ngorok dikamar sebelah.
Hari minggu sore itu cuaca di kota Yogyakarta memang sedang ramah, cerah tapi sedikit berawan. Sehingga sinar matahari agak sedikit terhalang panasnya, membuat teduh suasana. Membuat nyaman waktu istirahat Dani, Elung dan Ryo yang baru saja tiba dari Jakarta, ya esok hari mereka punya agenda pertemuan dengan Pihak Balai Besar Sungai Serayu dan Kali Opak untuk membahas detail Proyek Normalisasi di Kantor Cabang Indo Karya wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta yang berkedudukan di Kota Yogya ini.
Sementara di malam hari suasana di sepanjang jalan Malioboro yang merupakan salah satu icon pariwisata Yogyakarta terlihat ramai sekali. Banyak orang-orang yang berlalu lalang berbelanja mulai di pedagang kaki lima, di toko-toko dan mal yang berderet di sepanjang jalan atau banyak pula yang duduk lesehan dan tersebar di warung-warung tenda penjual berbagai macam jenis makanan.
Selain masyarakat Yogyakarta sendiri, umumnya orang-orang tersebut didominasi wisatawan-wisatawan domestik dalam negeri. Tapi banyak juga wisatawan-wisatawan asing mancanegara yang berseliweran mencoba menikmati suasana malam kota Yogyakarta yang sumpah, amat sangat menyenangkan dan nyaman sekali. Termasuk rombongan teman-teman kita tadi bersama dengan Anto dan Ivan. Soalnya kalo kita ke Yogya terus nggak ke Malioboro, waduuuh serasa nggak ke Yogya namanya.
Setelah berjalan-jalan menyusuri sepanjang jalan Malioboro yang berdesak-desakan dengan heboh dan berbelanja ngeborong beberapa macam barang unik. Rombongan cowok-cowok itu akhirnya memilih istirahat dan makan di sebuah warung tenda lesehan yang ramai oleh pengunjung.
Nggak lama kemudian terdengar deh komentar-komentar aneh.
“Aih aih cantiknyaaa”
“Aduh seksi bangeet.”
“Ckckck kulitnya mulus banget ya Lung?”
“Cewek yang disana juga bagus ya Van rambutnya?”
“Lung, Lung, itu liat! Aih aih montok banget.”
“Iya, makan apa ya tuh cewek? Bisa sekel gitu badannya.”
“Haiii ceweeek.. ceweeeek.. kenalan doong.”
komentar-komentar norak yang keluar dari mulut Elung dan Ivan yang emang sengaja duduk menghadap arah trotoar jalan, dimana banyak sekali berseliweran cewek-cewek cantik.
Tampang mereka berdua culun banget. Mata sayu yang jelalatan kemana-kemana, Mulut melongo yang kadang-kadang juga netes-netes ilernya kalo ngeliat cewek cantik liwat. Sementara temen-temen yang lain senyam senyum aja tuh melihat tingkah kedua orang udik ini sembari mereka semua menunggu makanan yang lagi dipersiapkan.
“Lung, Van, elo berdua kalo milih cewek itu harus hati-hati.”
Tiba-tiba Dani ikutan nimbrung.
“Hati-hati gimana Dan?”
“Iya dong kan biar elo nggak nyesel nantinya.”
“Maksud lo apaan sih?”
“Begini, Kalo kita nyari cewek tuh musti dipertimbangin masak-masak dulu. Dengerin masukan dan pertimbangan dari semua temen dan orang-orang terdekat kita.”
Elung sama Ivan mengangguk-angguk.
“Tuh, tuh, ”
Dani menunjuk seorang cewek cantik yang lewat di depan mereka.
“Itu tuh. elo kalo cari cewek harus yang kayak begitu. Liat betisnya. Kayak padi bunting kan? Nah kayak begitu tuh yang enak. Katanya orang-orang sih Peret!”
Elung sama Ivan langsung bengong. Sementara teman-teman yang lain udah ketawa cekikikan.
“Peret apanya Dan?”
“Jiaah, ya peret semuanya lah.”
Elung sama Ivan makin bengong.
“Tapi kalo elo berdua nggak dapet, betis yang kayak begini ini juga boleh kok.”
Celoteh Dani lagi seraya menunjuk seorang cewek cantik yang berjalan di hadapan mereka.
“Emangnya itu betis apaan Dan?”
Elung keliatan banget masih bingung.
“Kalo yang kaya gitu itu tuh namanya serunai padi. Lumayan je, katanya orang-orang diluaran sana sih agak peret Lung!”
kembali teman-temannya ketawa.
“Nah kalo yang kayak gitu Dan?”
Ivan menunjuk seorang cewek yang berjalan kearah mereka.
“Waduh, waduh, segedabak gitu orangnya!”
“Apaan tuh?”
“Segede gajah sama badak.”
Kali ini Ivan sama Elung ikutan ketawa ngakak.
“Kalo gitu itu jenis Betis apaan sih Dan?”
“Walah itu sih gedebok pisang, kalo nggak jenis pukulan beduk. Aduuh jangan dipilih deh katanya orang-orang sih rada-rada ribet ntar elonya.”
Semua anggota rombongan ketawa terbahak-bahak. Tetapi cewek tadi itu malahan terus menghapiri mereka dan langsung masuk kedalam warung.
“Ehm, Mas, Mas, ini putri saya.”
Tiba-tiba aja Om-om yang duduk di dekat Dani protes.
“Hiaaaaaaaa…”
Dani teriak kaget.
“Wuaaduh Maaf Om, Maaf banget ya Om, Saya kan nggak tau. Lagian saya juga cuma becanda kok. Beneran deh Om.”
“Maafin saya juga ya Mbak.”
Dani kaget betul sementara anggota rombongan yang lain udah ketawa terpingkal-pingkal.
Om-om itu tersenyum-senyum geli sementara putrinya masih keliatan bingung. Untungnya aja Om itu enggak marah.
Enggak lama setelah itu, hidangan pun datang. Sambil menikmati makanannya masing-masing, anak-anak pun masih terus bercerita.
“Gua juga punya pengalaman waktu di Papua.”
Seru Elung, tiba-tiba.
“Pengalaman apaan Lung?”
“Iya, dulu waktu di Papua gue sempet kirim cindera mata khas Papua untuk kakek buyut gue di Singapura, Lewat paket. Elo inget kan Dan?”
“Iya Lung gue inget. Terus?”
“Nah dua minggu kemudian, Gue kaget banget waktu baca Whats App dari kakek gue.”
Cerita Elung lagi.
“Emang beliau ngomong apa?”
“Katanya barang cindera matanya udah diterima dengan baik dan kakek gue juga udah nyoba pake tembakau campuran Indonesia dan Amerika. Katanya kakek gue sih… setiap dihisap rasanya sedap dan enak banget. Tapi gue yang malahan jadi panik betul.”
“Lha, emangnya elo kirim kakek lo apaan sih Lung?”
Anak-anak pada penasaran.
“Koteka Broo, Kotekaaa, hadeh itu maksud gue kan buat hiasan dinding rumah, lha ini malahan dipake buat ngerokok sih.”
Anak-anak pada ketawa ngakak lagi.
Dani juga nggak mau kalah.
“Eh. Lo semua dah pada denger cerita bapak tua yang buta matanya nggak?”
“Belum. ceritanya apaan sih?”
Anto bertanya penasaran, yang juga diikuti keingintahuan teman-teman yang lain.
“Iya seorang bapak tua yang mempunyai cacat. Matanya buta, tapi walau begitu dia tidak mau menyerah dengan keadaan dan kenyataan. Buktinya ia berdagang. Berjualan ikan segar di depan rumahnya. “
“Terus?”
Dani melanjutkan ceritanya. “Suatu hari. Bapak tua itu hendak berbelanja ikan segar di pasar. Seperti biasa dia pasti mengingatkan sopir angkot yang dinaikinya agar menurunkannya di pasar ikan.”
Sejenak Dani menghentikan ceritanya, mulutnya menyeruput es teh manis dulu.
“Nah, setelah angkot itu berjalan agak lama, ditengah jalan naiklah seorang cowok. Tapi rupanya tiba-tiba aja cowok itu merasakan sakit perut yang luar biasa. Pada akhirnya saking nggak tahannya cowok itu diam-diam buang gas alias kentut, Yang ya ampuun… baunya busuk banget. Penumpang yang lain aja ada yang sampai sesak nafas.”
“Terus bapak tua itu gimana dong?”
“Bapak itu lalu dengan panik mengedor-gedor atap angkot. Piir.. piiir.. kiri piiir. Pasar ikan berhentiii piiir. Kan udah saya pesan kalo di pasar ikan berhentiii! Bapak Tua itu marah-marah ke supir, padahalkan pasar ikannya masih jauh.”
Mereka semua ketawa-tawa.
Tanpa mereka sadari Obrolan dan canda dari mereka semua membuat banyak pengunjung lainnya jadi ikutan tertawa-tawa. Om-om yang tadi bersama anaknya aja juga sering keselek kok akibat ngunyah sambil ketawa gitu.
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
Esok paginya kegiatan pun dimulai. Tim dari PT. Indo Karya yang dipimpin oleh Pak Subakti melakukan Rapat teknis dan koordinasi dengan Pihak Konsultan Proyek dan Pihak Balai Besar Sungai Serayu dan Kali Opak di kantor cabang.
Setumpuk data-data teknis dan gambar-gambar teknik aliran sungai mereka pelajari dengan seksama. Termasuk juga teknik-teknik pengerukan sungai yang nanti akan mereka laksanakan.
Begitu pun dengan rencana penataan bantaran sungai, yang emang jadi salah satu faktor fital. Selain itu mereka semua juga merencanakan teknis titik-titik pembuatan turab di bantaran-bantaran sungai yang sering sekali longsor tiap musim hujan.
Emang sih enggak klop rasanya kalo mereka semua itu hanya membahas dari sisi teknis teorinya aja tanpa mengecek kondisi realnya di lapangan. Makanya setelah tiga hari lewat dengan membahas teori teknisnya, hari ini sesuai jadwal yang sudah disepakati Dani, Ryo dan Tim dari Pihak Konsultan Proyek dan Pihak Balai Besar Sungai Serayu dan Kali Opak, akan berangkat ke kota Banyumas untuk melakukan pekerjaan persiapan Normalisasi Pengerukan Sungai Serayu.
Dani sama Ryo enggak berdua aja kok, tapi juga dibantu oleh Iman dan Siswanto, dua orang surveyor dari kantor cabang PT. Indo Karya Yogyakarta, serta Pak Amin dan Pak Somad yang sibuk menaikkan dan mengatur barang-barang bawaan mereka ke dalam mobil.
Selain tas berisi pakaian masing-masing orang, ada alat pengukur teodolit, meteran galah pengukur sungai, beberapa laptop dan printer, serta masih banyak lagi. Rencananya bersama Pihak Konsultan dan Pihak Balai Besar Sungai Serayu dan Kali Opak, mereka semua akan melakukan survey selama seminggu disana.
Dan tak lama dengan dilepas secara resmi oleh Pak Subakti, Rombongan kecil mereka akhirnya berangkat menuju kota Banyumas.
Setelah menempuh perjalanan selama 4,5 jam dari kota Yogyakarta melewati jalur utama lintas selatan pulau jawa, akhirnya rombongan itu sampai juga di kota Banyumas.
Sebuah kota yang berhawa sejuk karena memang terletak di dataran yang termasuk tinggi. Kota ini juga dikelilingi oleh beberapa bukit dan gunung-gunung kecil dengan pepohonan yang masih tumbuh lebat dan kota ini juga berada nggak jauh dari kaki Gunung Selamet yang merupakan salah satu gunung tertinggi di Pulau Jawa.
Letak kota ini termasuk strategis lho, soalnya deket banget kemana-mana. Mau ke objek wisata Dataran Tinggi Dieng yang terkenal dengan banyak Candi-candinya itu, deket. Mau ke Goa Batu Raden yang legendaris itu, juga deket. Mau ke kota Purwokerto, Benteng Pendem dan Pantai Ayah serta Teluk Penyu di Cilacap atau ke Purworejo dan Wonosobo, wah deket banget. Mau ke Surabaya, ya jauh lah tong…
Segera mereka menuju ke sebuah hotel yang telah dipesan sebelumnya. Sebuah hotel yang unik karena bentuk hotel itu adalah beberapa unit rumah mirip Bungalow dengan tiga kamar tidur dan kamar mandi, dengan ruang santai, dapur dan teras di setiap unit rumah-rumahnya dan ditambah areal parkir yang luas serta halaman yang asri dengan tumbuhnya beberapa pohon yang rindang.
Fasilitasnya juga lengkap. Selain Wifi, TV ada juga shower dengan air panas di setiap kamar mandi dan nggak lupa kulkas yang full isi cemilan dan minuman. Ada juga Restoran dan café, Ruang meeting, Masjid, Fitness center, kolam renang dan masih banyak lagi.
Rombongan Indo Karya lalu menepati bungalow nomor tujuh dan delapan yang sebelumnya sudah di pesan.
Setelah istirahat sejenak yang kemudian dilanjutkan dengan makan siang bersama dengan pihak konsultan proyek, pihak Dinas PU Sumber Daya Air Pusat dan Pihak Balai Besar Sungai Serayu dan Kali Opak, Mereka semua segera melakukan rapat koordinasi di ruang meeting hotel. Pihak perwakilan dari Pemerintah Jepang juga telah hadir. Mereka diwakili oleh beberapa orang staf kedutaan tetapi Hiyoshi, seorang ahli teknis perencanaan sungai yang didatangkan langsung dari Jepang dan akan memberi banyak sekali ilmu dan masukan-masukan penting dalam rapat itu belum datang. Ia akan tiba malam hari nanti.
Lho? Kok ada Pemerintah Jepang ikutan sih?
Begini ya, proyek Normalisasi ini memang di biayai dari bantuan hibah pemerintah Jepang yang merasa prihatin hingga akhirnya berkomitmen membantu Pemerintah Indonesia untuk menormalisasi dan merehabilitasi beberapa daerah aliran sungai di Indonesia yang sering kali meluap saat musim hujan tiba hingga menyebapkan banjir besar. Nggak hanya Sungai Serayu aja, di Jawa Barat Sungai Citarum, di Jawa Timur Sungai Brantas dan beberapa sungai lain termasuk Sungai Bengawan Solo juga terkena program yang sama kok.
Selain itu pemerintah Jepang bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat juga melakukan sosialisasi mengenai kelestarian lingkungan daerah aliran sungai kepada masyarakat setempat. Jadi diharapkan setelah pengerjaan Normalisasi selesai, kesadaran Masyarakat untuk menjaga lingkungan terutama di sekitar aliran sungai semakin meningkat.
Nah, saat itu juga Dani dan teman-temannya baru mengetahui kalau ternyata nggak hanya pihak PT. Indo Karya saja yang nantinya akan melaksanakan proyek Normalisasi Sungai Serayu tersebut sepanjang 12 Km.
Tapi juga ada PT. Budi Karya, sebuah Perusahaan Kontraktor besar yang berkantor pusat di Yogyakarta dengan perwakilannya yang juga sudah hadir, yang akan melaksanakan pekerjaan Normalisasi Sungai Serayu sepanjang 7 Km sisanya. Jadi panjang total sungai Serayu yang akan di Normalisasi adalah sepanjang 19 Km.
Rapat koordinasi itu juga membahas aliran sungai yang akan di normalisasi di bagi menjadi beberapa ratus STA, dimana jarak antar STA adalah 50 meter. Jadi PT. Indo Karya, mempunyai 240 STA di wilayah kerjanya, sedangkan PT. Budi Karya, memiliki 140 STA di wilayahnya.
Selain itu juga di bahas mengenai Disposal untuk tempat pembuangan lumpur sungai yang sudah dikeruk di masing-masing wilayah kerja. Penggusuran bangunan-bangunan liar yang berada di bantaran sungai dan masih banyak lainnya.
Sedangkan untuk pengukuran volume lumpur sungai yang akan dikeruk dan peninjauan lokasi pembuatan turab di daerah lokasi sungai yang sering mengalami longsor, akan mulai dilaksanakan esok hari. Mereka semua juga banyak membahas hal-hal teknis lainnya.
Ditambah lagi sekitar pukul 7 malam, Hiyoshi, seorang ahli teknis perencanaan sungai asal Jepang telah datang dan tanpa sungkan-sungkan walau harus pakai penerjemah ia langsung memberi banyak sekali masukan-masukan penting mengenai teknik-teknik pengerukan dalam rapat itu.
Jadwal rapat yang padat itupun baru berakhir pukul sebelas malam. Sekembalinya kebungalow Dani dan Ryo kembali melanjutkan aktifitasnya membuat laporan hingga nggak berasa malam sudah semakin larut.
“Waduh.. udah jam dua belas malam.”
Dani melihat jam di dinding kamar.
Ia menguap lebar dan segera mematikan laptopnya. Kemudian ia berbaring diatas tempat tidur.
Nggak lama kemudian Ryo juga berbaring menyusul. Sepasang mata mereka sejenak menatap langit-langit kamar.
“Aduuh, badan gue pegel banget.”
Rintih Ryo.
“Iyaa sama, badan gue juga pegel banget Ryo. Gila betul rapat nya ya? dari siang sampe malem begini.”
“Mmmh yang enak sebelum tidur gini ngapain dulu ya Dan?”
Tanya Ryo sembari menguap lebar.
“Yang enak tuh makan nasi goreng dulu sama minum susu hangat, bisa bikin anget-anget diperut. Abis itu ngerokok deh sambil minum kopi panass sama ngemil roti kismis, nah pas udah kenyang sebelum tidur dipijat badan dulu.”
“Yoi bener banget tuh Dan, Abis itu kita pasti tidurnya nyenyak banget.”
“Iyaa Ryo, pastinya kita tidurnya nyenyak banget tuh. Nah entar pas bangun pagi langsung deh kita dulu - duluan ditanya, ‘Ma Robbuka? Siapa Tuhanmu? Wama Nabiyuka? Siapa Nabimu?’ Sama Malaikat sambil ngacung-ngacungin pedang sama golok.”
“Aseeem lo Dan, meninggal dong kita.”
Ryo ikut ketawa ngakak.
Akhirnya mereka tertidur lelap hingga Gema suara adzan waktu subuh yang berkumandang lantang dari masjid hotel bersahut-sahutan dengan gema azan yang berasal dari Masjid dan Surau-surau lain disekitaran hotel, membangunkan banyak sekali tamu-tamu khususnya yang beragama Islam, termasuk Dani dan Ryo yang bergegas menuju masjid untuk melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan.
Setelah selesai shalat subuh berjamaah di masjid. Mereka segera kembali ke Bungalow hotel dan bersantai di teras sembari mengobrol akrab dan menikmati cemilan serta kopi sambil menunggu waktu sarapan hotel tiba.
Sementara Hiyoshi yang juga ikutan terbangun karena gema suara adzan tadi memandang penuh kagum. Sejenak dia memperhatikan aktivitas orang orang disekelilingnya. Gak hanya itu, ia pun kemudian berjalan kaki keluar dari hotel dan terus memperhatikan aktivitas dari banyak masyarakat.
“Hebat betul orang Indonesia ya? Ternyata masyarakat disini mempunyai kebiasaan bangun pagi, bahkan lebih pagi sekali daripada kebiasaan masyarakat di Jepang. Begitu mendengar suara seperti alarm bersahut sahutan seperti tadi mereka segera ramai-ramai bangun dan segera beraktivitas, hebat hebaat…,”
Hiyoshi terkagum-kagum. Matanya menatap takjub.
“Hmmm Tapi kenapa suara alarmnya aneh sekali ya?! sepertinya tadi kok menggunakan bahasa Timur Tengah.” Gumamnya heran sambil menggaruk – garuk keningnya.
Nggak paham dia kalo itu Adzan.
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
Sudah beberapa hari ini Dani dan timnya serta pihak konsultan proyek dan Dinas PU Sumber Daya Air serta Pihak Balai Besar Sungai Serayu dan Kali Opak melakukan pekerjaan observasi awal kondisi sungai Serayu di titik tempat pelaksanaan pekerjaan yang meliputi wilayah desa Sida Mukti, Gondang Sari dan Sumber sari. Daerah yang menyenangkan karena di desa-desa itu masih banyak terdapat sawah-sawah, kebun-kebun jagung, tomat dan sayuran serta para penduduknya yang ramah.
Oya. kamu jangan bandingin Sungai Serayu ini dengan sungai di Jakarta lho ya! Kalo di Ibu Kota sungai dan kalinya tuh nggak lebar. Selain itu warnanya kan memang bisa berubah-ubah mirip banget kayak Danau Kalimutu di Nusa Tenggara sana.
Sungai dan kali di Jakarta kan airnya berwarna coklat kalo musim hujan, kadang-kadang ijo lumut kalo musim kemarau dan nggak jarang warnanya berubah jadi item dekil plus ada wangi-wangi busuknya gitu. Iya kan?
Kalo persamaannya sih paling cuma dangkal, rusaknya bantaran sungai dan hobi banjir aja setiap musim hujan yang so pasti ngebuat panik dan susah banyak masyarakat.
Memang sih kondisi Sungai Serayu diwilayah itu sudah parah betul. Disamping hampir disepanjang bantaran sungainya tumbuh ilalang dan pepohonan yang lebat banget, sebagian lahan pinggir sungainya juga di manfaatkan oleh banyak masyarakat untuk bercocok tanam, selain itu hampir disepanjang bantarannya itu juga berdiri berbagai macam bangunan mulai dari jamban untuk buang hajat sampai warung remang-remang. Padahal kan udah ada Undang-undang yang ngelarang buat memanfaatkan bantaran kali atau sungai.
Kondisi di tengah sungai juga sama parahnya. Airnya yang berwarna kecoklatan memang mengalir deras tapi juga membawa banyak material sedimentasi macam tanah dan lumpur serta sampah-sampah. Ini akibat penggundulan hutan yang jadi sumber mata airnya di daerah hulu sungainya, selain banyaknya limbah-limbah mulai dari limbah rumah tangga maupun industri yang langsung di buang begitu aja ke sungai.
Makanya udah pasti deh kedalaman sungainya menjadi dangkal. Ini disebabkan ulah masyarakat juga sih yang memang nggak peduli dengan kelestarian lingkungannya, selain memang kerusakan di daerah hulu sungainya sebagai daerah resapan airnya juga sudah parah betul.
Nggak heran! Kalo akhirnya disetiap musim hujan, banjir besar melanda di beberapa kecamatan hingga kota-kota didaerah yang dilalui aliran sungainya. Yang udah tentu berdampak negatif banget buat banyak masyarakat dan perekonomian.
Malah menurut informasi yang diterima tim dari warga, ketinggian air saat banjir di beberapa daerah tadi ada yang mencapai satu meter. (dibawah atap rumah maksudnya lho!)
Gila kan?
Nah kalau sudah seperti ini secara ekonomi saja sudah berapa ratus milyar kerugian yang diderita setiap tahunnya?
Mereka terus serius mengobservasi dengan meniti setapak demi setapak DAS (Daerah Aliran Sungai). Selain memasang patok tanda STA secara urut setiap jarak 50 meter di pinggiran sungai berlawanan dengan arus airnya, mereka juga mencatat data tentang bantaran sungai plus kedalaman sungainya.
“Lima puluh sentiii…”
Teriak seorang petugas dari dinas PU Sumber Daya Air yang berada diatas perahu dan sedang melakukan pengukuran kedalaman sungai dibantu oleh dua orang temannya yang bertugas mendayung dan memegangi tali, yang terbentang dari kedua sisi sungai. Dan mereka berpindah jarak, setiap sepuluh meter.
“Enam puluh dua sentiii…”
Kemudian Dani dan pihak konsultan proyek dengan sigap mencatat kedalaman sungai yang nantinya akan dihitung sebagai jumlah volume lumpur sungai yang akan dikeruk dan akan digambar posisi lumpurnya di dasar sungai untuk panduan kerja nanti.
“Pak Arif. Dari kemarin kita ngukur, kedalaman sungainya kok nggak ada yang nyampe satu meter ya Pak?”
Tanya Dani heran.
“Yaaa gitu deh Pak Dani. Sedimentasi sungainya sudah parah betul. Selain material alam berupa lumpur, tanah dan pasir. Ada juga material tambahan bikinan manusia yang jumlahnya juga jutaan meter kubik.”
“Maksud Bapak sampah ya?”
Pak Arif mengangguk.
“Iya betul. Ini akibat kebiasaan buruk masyarakat juga sih. Mereka sudah terlanjur menganggap sungai itu bak sampah gratis, panjang lagi. Coba Pak Dani hitung ada berapa ratus jamban yang kita lewati sedari kemarin? Itu salah satu contoh kecil saja.”
Dani tersenyum.
“Iya bener Pak. Nanti giliran kebanjiran atau pasokan air buat ngalirin sawah, pasokan air untuk minum sampai buat gerakin turbin pembangkit listrik debit airnya kurang, mereka sendiri yang pasti ngomel-ngomel deh. Padahalkan itu salah mereka sendiri.”
“Yaaa begitulah orang Indonesia Pak Dani. Tuh, tuh, liat tuh yang ngambang kebawa arus.”
Tunjuk Pak Arif tiba-tiba.
“Pak Dani liat kan, kasur bekas aja dibuangnya juga disungai?”
Dani ketawa ngakak.
Enggak terasa panjang sungai yang berada di wilayah kerja PT. Indo Karya yang harus di survey bersisa 2 Km lagi.
Sementara itu Ryo yang dibantu Imam dan Siswanto beserta beberapa orang dari Dinas PU Sumber Daya Air dan Pihak Konsultan Proyek, sibuk mengukur bantaran pinggir sungai dengan menggunakan Teodolit.
Sedari tadi Ryo yang bergantian dengan Imam mengukur sudut bertumpu pada papan meteran yang dipegang Siswanto yang berdiri lima puluh meter di depan mereka.
“Derajat kemiringan kurang dua puluh derajat.”
Teriak Ryo pada Imam dan segera dicatat.
Kemudian mereka berpindah maju. Lalu Ryo sibuk kembali mengeker dan mencari sudut tembak. Serius sekali tampangnya.
“Lhaaa?!”
Ryo terkejut dalam hati ketika di kekeran Teodolitnya, diujung sana terlihat Dani yang memegang papan meteran lalu menari-nari jaipongan nggak jelas.
“Whoiii aseeem lo!”
Teriak Ryo sembari ketawa-tawa.
Imam yang melihat juga ikut ketawa ngakak.
“Istirahat dulu whoiii, makan siaaang.”
Teriak Dani pada mereka.
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
3 PARTNER BARU
Dalam rapat yang berlangsung di kantor cabang PT. Indo Karya dan berjalan seru, kali ini sedang di bahas teknis pelaksanaan pekerjaan persiapan Normalisasi Sungai Serayu dimana mereka membahas masalah sumber daya manusia dan peralatan serta perlengkapan yang dibutuhkan untuk proyek tersebut.
Disepakati bahwa tim manajemen proyek Serayu membutuhkan karyawan untuk posisi drafter dan arsitek tiga orang, posisi engginering dua orang, tiga orang di posisi sipil dan ME, dua orang di posisi administrasi dan keuangan, dua orang surveyor karena Iman dan Siswanto dibutuhkan di proyek Wisma Yogyakarta yang sedang berjalan, Satu kepala gudang dan dua orang teknisi alat berat.
Sementara untuk karyawan kontrak, Tim membutuhkan empat orang kepala pelaksana lapangan. Lima belas orang pelaksana lapangan. Empat orang administrasi dan satu sekretaris. Serta sejumlah satpam dan penjaga malam untuk alat-alat berat.
Wuih banyak banget ya?
Nah, untuk peralatan dan perlengkapannya Tim Manajemen membutuhkan satu unit Kapal Keruk Sungai, satu buah Mobil Crane, Enam belas unit Excavator Standard, empat unit Excavator Long Arm yang mempunyai jangkauan lebih panjang, delapan unit Ponton untuk tempat berpijak Excavator diatas air, dua unit Doser Tanah dan sementara ini sepuluh unit Dump Truk Ranger berkapasitas lima sampai sepuluh meter kubik buat mengangkut lumpur-lumpur sungai yang telah dikeruk itu ke Disposal pembuangan.
Untuk mengantisipasi kebutuhan Alat Berat yang bejibun banyaknya itu mereka sudah berkoordinasi dengan kantor pusat. Dan dari Workshop Pusat akan segera dikirim satu unit Mobil Crane, delapan unit Excavator Standard, dua unit Excavator Long Arm, empat unit Ponton, dua unit Doser Tanah dan sepuluh unit Dump Truk Ranger serta satu unit Kapal Keruk Sungai. Sedang untuk kekurangan alat beratnya segera diatasi dengan cara menyewa dari perusahaan jasa rental alat-alat berat.
Nggak hanya itu, Tim manajemen proyek di Serayu juga akan mendapat inventaris berupa dua buah mobil minibus operasional, dua buah jeep operasional dan dua buah pick up operasional yang semuanya gress keluaran terbaru serta enam unit sepeda motor.
Memang mereka telah merencanakan betul agar proyek Normalisasi ini berjalan lancar. Kebukti kok seusai rapat Dani dan Elung segera menuju ke Ruang Training di lantai satu dimana telah duduk menunggu dengan manis dua orang cowok. Yang satu wajahnya tampan dengan dandanan modis. Sedang yang satu lagi rada-rada kurus, bluek dan culun dengan gaya pakaian mirip zaman dulu alias jadul, rambut klimis disisir ke samping dan berkacamata tebal. Keduanya tampak mengobrol akrab sembari menunggu.
Kedua orang ini adalah Orang baru, kiriman dari kantor pusat Jakarta yang akan diperbantukan di tim manajemen sebagai Supervisor Engginering dan Supervisor Keuangan di proyek Serayu nanti.
Kemudian di ruang training.
“Halooo selamat siaang.”
Dani dan Elung menyapa ramah saat mereka memasuki ruangan.
“Siaaaang Paaak..”
Balas kedua cowok itu. Semangat sekali mereka.
Elung dan Dani duduk bareng di satu meja panjang. Sejenak mereka terdiam dan memperhatikan dengan seksama kedua orang cowok ini.
“Lung, Lung.”
Bisik Dani sembari menyenggol lengan Elung.
“Apaan Dan?”
“Itu liat yang pake kacamata. Perhatiin deh, kayaknya gue pernah lihat. Tapi lupa dimana?”
Sejenak Elung ikutan berpikir.
"Iya kok gue juga kayak pernah lihat.”
Mereka berdua jadi mengingat – ingat dengan keras.
“Ah, Gue inget. Gue inget”
“Siapa Lung?”
“Itu pemeran bokep yang film nya kita tonton dari nyolong flash disk nya Ryo kemaren. Iya kan?”
Dani mengangguk-angguk sambil ketawa cekikikan.
Tinggal deh kedua cowok itu yang bingung kenapa dua mentornya ini kok tiba-tiba ketawa .
Tak lama kemudian Dani bangkit berdiri, Lalu ia melangkah menuju kearah dua orang cowok itu.
“Mmmh tak kenal maka nggak sayang. Untuk yang pertama saya ingin tau nama dan pengalaman-pengalaman kerja anda berdua terlebih dahulu.”
Dani membuka pembicaraan.
“Kita mulai dengan nama. Saya mulai dari kamu.”
Dani memegang pundak cowok culun berkacamata.
“Nama kamu siapa?”
“Demit, Pak.”
“Waduuuh!!”
Dani tersentak kaget, sementara Elung udah ketawa cekikikan.
“Demit artinya kan setan.”
Gumamnya dalam hati.
“Mmmm nama lengkap kamu siapa?”
“Deri Susmito Putro Gundar, Pak.”
“Ooh.. it’s so unique. Nama kamu nyeni banget. Nah itu kamu punya nama asli yang bagus. Kenapa kok nama panggilannya jelek kayak gitu? Kasihan kan Orang tua kamu terutama ibunda kamu yang sudah capek-capek mengandung, melahirkan kamu dengan penuh perjuangan hidup dan mati serta susah-susah mencarikan dan memberikan nama yang bagus artinya untuk kamu, yang nggak lupa dibarengi dengan selamatan bubur merah putih dan lain-lain. Eeeh begitu kamu udah gede kok dipanggilnya Demit? Kok kamu mau sih?”
“Itu memang nama panggilan panggung kesayangan ayah ke saya Pak.”
“Lha?! Kenapa nggak dipanggil Deri aja.”
Dani bingung sendiri.
“Wah saya sendiri nggak mau dipanggil kayak gitu Pak. Kalo kata ayah saya kurang membawa hoki dan rejeki.”
“Ayah kamu seniman ya?”
“Iya pak. Keluarga dan Ayah termasuk saya sendiri memang seorang seniman.”
“Oya? memang siapa nama Ayah kamu?”
“Gunadi Darianu Wibowo”
“Naah itu nama ayah kamu juga bagus.”
“Tapi nama panggilan panggungnya Gundaruwo Pak. Ayah saya seniman ludruk terkenal di kampung lho Pak.”
Jawab Demit mantap dan bangga.
Dani nyengir kuda sementara Elung udah ketawa cekikikan lagi.
“Maaf Pak, tidak tanya sekalian nama Ibu saya?”
Tawar Demit dengan sopan.
“Waah, waah, enggak deh enggak, udah cukup.”
Dani gelagapan.
“Sekarang. Nama kamu siapa?”
Kali ini Dani memegang pundak cowok satunya yang modis.
“Saya Breman Henry Siregar. Panggil saja saya Beha Siregar Pak. Sesuai dengan name take saya ini lho… ”
Jawab cowok modis itu sembari menyodor-nyodorkan name take nya yang bertuliskan BH Siregar.
“Waaduuuh…”
Dani terkejut betul. bisa-bisanya ini anak nyingkat namanya sendiri BH. Emangnya nggak ada singkatan yang bagus lagi gitu selain BH?
“Nggak ada yang bener nih. Dua orang ini ancur semuanya.”
Dani membatin dalam hati sembari menggaruk-garuk kepalanya sementara Elung udah ketawa terpingkal-pingkal.
“Oke! Sekarang kami akan tanya pengalaman anda semua. Kita mulai dari kamu Demit.”
Elung gantian mengambil alih.
“Pengalaman saya baru tiga tahun Pak semenjak lulus kuliah. Kasihan deh pak orang tua saya. Mereka sampai banting tulang manggung ludruk dari satu desa ke desa lainnya hanya demi saya dapat kuliah. Mana adik-adik saya juga banyak dan butuh biaya.. eh, maaf.. maaf Pak Jadi curhat. Selama itu, saya sudah pernah terjun mengerjakan proyek di tiga lokasi yang berbeda. Sebagai staff administrasi Keuangan, umum dan logistik. Terakhir saya sebagai supervisor.”
Demit menjelaskan panjang lebar.
“Berarti kamu sudah pengalaman sekali di administrasi dan keuangan proyek dong?”
“Ooh tentu dong Pak. Jangan kuatir, saya ahlinya nilep. Eh.. maksudnya saya ahli dan bisa mengatur administrasi, keuangan dan logistik proyek Pak. Dan saya juga menguasai software dan program komputer pendukungnya.”
Elung sama Dani tersenyum
“Kalo kamu Gar?”
“Beha Siregar Pak.”
“Halah Siregar aja. porno banget sih.”
“Wah kalo saya baru tiga tahun juga pengalamannya Pak. Saya juga pernah ikut mengerjakan Normalisasi Sungai Brantas, Pembangunan perumahan di Surabaya dan terakhir sebuah jembatan layang sebagai supervisor engginering dan tehnik.”
Siregar menjawab mantab.
“Oya! bagus deh kalau begitu. Terus motivasi kalian pindah dan ingin bekerja di perusahaan ini apa?”
“Kalau saya. Karena saya ingin pindah di sebuah perusahaan besar dan bonafid Pak. Selain gaji dan pendapatan, saya juga ingin terus berkarya membangun negeri ini.”
Jawab Demit mantap.
“Saya juga seperti Pak Demit. Saya ingin berkarya membangun Bangsa ini. Memajukan infrastruktur- infrastrukturnya hingga membuat semua lapisan masyarakat dapat menikmatinya.”
Dani sama Elung manggut-manggut.
“Dengan berdirinya infrastruktur baru tersebut pastinya berdampak pada kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat. Hingga kita bisa maju dan tidak tertingal dari bangsa-bangsa lain.”
Jelas Siregar lagi.
“Seperti yang diamanatkan oleh Proklamator dan para Pahlawan kita tercinta yang telah gugur membela kemerdekaan, ‘Wahai Pemudaaa-pemudiii banguuun bangsa ini agar menjadi besaaar’ agar perjuangan mereka tidak sia-sia Pak, Hidup Indonesiaaa..! Hidup Indonesiaaa..!”
Siregar berteriak-teriak histeris.
“Merdekaa..!”
“Merdekaa..!”
Balas Dani dan Elung kompak.
“Dalam proyek ini saya ingin membantu banyak masyarakat agar mereka tidak kebanjiran lagi Pak. Agar semua masyarakat itu tidak menderita lagi, tidak rugi lagi, tidak susah dan sengsara lagi. juga agar perekonomian disana dapat tumbuh dan berkembang hingga nantinya masyarakat di sana bisa maju dan makmur hidupnya.”
Teriak Siregar penuh semangat.
“Hidup Indonesiaaa..!”
“Merdekaaaaa..!”
“Hiduuup Indonesiaaaaa…!”
“Merdekaaaaa..!”
“Padamu negeriiii kami berbaktiiii…. Padamu negeri kami mengabdiiii….”
Mereka semua akhirnya malah jadi teriak-teriak dan nyanyi-nyanyi histeris.
Pak Subakti, yang kebetulan lewat di koridor depan ruang training itu begitu kaget ketika mendengar teriak-teriakan histeris dari dalam ruangan.
“Waaahhh nggak nyangka ya, mereka semua begitu bersemangat. Hebat.. hebat..”
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
Beberapa hari kemudian tim kecil kedua yang beranggotakan Elung, Ivan, Demit dan Siregar, dengan menggunakan sebuah mobil operasional kantor cabang yang disupiri oleh Pak Tomo berangkat menuju Kabupaten Banyumas tempat proyek Normalisasi Sungai Serayu berada.
Mereka akan menyiapkan segala sesuatunya untuk pekerjaan awal seperti mencari ruko untuk kantor dan Direksi Kit proyek. Rumah mess untuk tempat tinggal karyawan. Rumah mess untuk operator bekho/excavator dan supir-supir Dump Truck. Rumah untuk gudang. Menyiapkan dua buah tangki penampungan berkapasitas besar untuk bahan bakar alat-lalat berat nanti dan masih banyak lagi lainnya.
Setelah beristirahat dan makan siang serta menaruh barang-barang bawaan di hotel yang sama saat dulu Ryo dan Dani melakukan persiapan yang pertama kali. Tanpa membuang waktu mereka kemudian bergegas untuk melakukan survey ke lokasi proyek.
Setumpuk data-data yang telah dipersiapkan Dani dan Ryo juga ikut dibawa serta oleh mereka.
“Ini kan ya lokasinya?”
Ivan menggumam sembari melihat-lihat sekeliling.
“Desa Sida Mukti. Yap Benar ini. Cari jalan arah pinggir sungai Pak Tomo”
Pinta Ivan.
Tidak berapa lama mobil mereka telah sampai pada satu jalan desa beraspal yang membentang disisi pinggir Sungai Serayu dan kalo secara teknis masuk kategori jalan beraspal kelas empat.
“Eh.. berhenti! berhentiii! Itu ada tanda patok STA nya.”
Teriak Siregar tiba-tiba, begitu dari jendela mobil dia melihat patok penanda yang kemaren dipasang Dani dan Tim.
Mobil itu pun berhenti dan mereka semua segera turun.
“Iya. ini patok tanda STA 0 dan itu lima puluh meter disana ada patok lagi, Itu pasti STA 1.”
“Berarti Kita mulai kerja dari sini dong.”
Mereka memperhatikan keadaan Sungai Serayu di depannya.
“Lebar ya sungainya?”
“Iya Mit. di gambar desain rata-rata lebarnya lima puluh meter lebih.”
Kemudian mereka semua asyik mengecek keadaan bantaran sungai sembari mencatat hal-hal yang perlu.
Disaat mereka tengah sibuk mengamati. Tiba-tiba aja ada seorang Bapak warga desa setempat yang sedari tadi memang memperhatikan aktivitas mereka datang menghampiri, dan Bapak itu ternyata langsung menemui Elung yang memang terlihat perlente banget.
“Koh, mau beli tanah yah?”
Elung kaget betul tiba-tiba aja dituduh kayak begitu.
“Yaelaa gue rapi jali begini disangka cukong tanah.”
Elung membatin.
“Enggak Pak, Saya nggak mau beli tanah kok.”
“Terus ngapain dong sedari tadi Engkoh ngukur-ngukur begitu?”
“Ngukur apaan? Orang saya lagi nyari kodok.”
Bapak itu kaget.
“Beneran nih Engkoh nggak mau beli tanah?”
“Benerraaan Paaak.”
Elung sebel betul.
“Ooo nggak mau beli ya.”
Bapak itu manggut-manggut.
“Nah kalau begitu Engkoh pasti Tengkulak kodok kan? waah boleh tuh Engkoh borong jagung saya. Udah siap panen Koh. Tuh liat dikebun saya diseberang itu, udah kuning-kuning kan? Sekali-kali dong Koh borong jagung, jangan kodok aja.”
Bapak itu menarik-narik lengan Elung sambil menunjuk-nunjuk kebun jagungnya yang udah pasti membuat anak-anak ketawa-tawa.
“Gile, seumur idup baru kali ini ada orang yang nuduh gue tengkulak!”
Elung membatin lagi.
“Enggak Pak saya juga bukan Tengkulak.”
“Masa sih? Katanya tadi situ tengkulak kodok?”
“Kata siapa?! Bukaaan Paaak.”
Elung udah mulai keliatan sebelnya.
“Ooh bukan ya, hmm.. hmm..”
Bapak itu manggut-manggut sambil ngeliatin Elung dengan lebih seksama lagi.
“Aahhh pasti Engkoh Rentenir ya? Yang punya Bank Keliling ya? Pasti deh nggak salah lagi. Iya kan? Waahh boleh dong Koh saya pinjem uangnya, Tapi bunganya jangan gede-gede ya Koh? Bayarnya nanti saat jagung saya laku.”
Bapak itu sumringah betul.
“Buseeet deh rentenir?!”
Elung terkaget-kaget, sambil garuk garuk kepala.
Sedang yang lain udah ketawa terpingkal-pingkal.
Setelah insiden tadi, mereka semua kembali menelusuri sisi sungai.
Setelah melewati wilayah desa Sida Mukti. Di kilo meter 4 atau STA 81, mereka memasuki wilayah desa Gondang Sari dan disini ini mereka ketemu dengan sebuah lokasi dimana berdiri banyak banget warung remang-remang yang berdiri di sepanjang bantaran sungai. Bangunan warung-warung itu kebanyakan berbentuk semi permanen dengan pondasi bertumpu pada tanah bantaran dan banyak juga yang menjorok ke arah sungai dengan menggunakan pondasi tiang-tiang kayu yang menancap ke dasar sungai sebagai antisipasi kalo sungai meluap alias banjir.
Nah menurut info dari warga sekitar, di tempat itu merupakan sumber segala kemaksiatan. Semua hal yang berbau dosa pasti ada disana. Mau joget dangdut sambil minum minuman keras, ada. Mau wanita penghibur, ada. Mau pijet badan sampe pijet puls-plus, ada. Mau cari preman buat ngegebukin orang, ada. Sampai para Waria yang bolak balik ngamen pun juga ada. Lokasi warung remang-remang itu sendiri nggak berizin alias ilegal tapi susah banget buat ditutup oleh warga desa. Katanya sih preman-preman disana banyak dan galak.
Terbukti kok saat Tim mau mensurvey masuk ke lokasi itu aja, didepan pintu gerbang masuk udah diusir duluan sama segerombolan cowok-cowok bertampang sangar plus bertato. Padahal mereka udah nunjukin surat izin dan keterangan proyek lho. Tapi tetep mereka nggak memperbolehkan Tim buat masuk. Katanya sih yang berlaku tuh surat izin warna merah yang ada gambar proklamatornya dan paling nggak harus disiapin lima lembar lah.
Daripada ujung-ujungnya nanti ribut, dengan besar hati seluruh anggota Tim memutuskan mundur dan meneruskan pensurveyan mereka hingga sampai daerah perbatasan desa Gondang Sari dan desa Sumber Sari di kilo meter 9 atau STA 181.
Nah di STA-STA di wilayah itu kadang-kadang juga mereka berhenti lamaaaa sekali, ketika asyik melihat serombongan cewek-cewek yang sedang mandi sore di pinggiran sungai. Hi hi..
Memasuki wilayah desa Sumber Sari Tim pun kembali menemukan masalah yaitu berupa jarangnya Disposal tempat pembuangan lumpur. Kalaupun ada Disposal tersebut hanyalah lahan seluas beberapa ratus meter persegi yang sudah disetujui pemiliknya untuk ditimbun dengan lumpur hasil kerukan sungai dan Disposal ini pun bisa diitung jumlahnya sama jari tangan.
Tapi dilaporan data Dani dan Ryo mereka telah menemukan solusi untuk masalah ini tepatnya di STA 199 sampai STA 207 ada lahan tidak bertuan seluas hampir dua hektar lebih yang bisa buat menimbun lumpur ratusan ribu kubik.
Cumaaa ya itu, setelah disurvey kok ya Disposal itu berada di lokasi yang oleh warga sekitar dikeramatkan.
Gimana nggak keramat wong dilokasi itu ada beberapa pohon beringin tua dengan akar yang menjuntai-juntai mengelilingi sebuah batu tua yang konon katanya itu adalah sebuah makam tua juga. Sementara tanah kosong disekitarnya ditumbuhi ilalang tinggi-tinggi dan disepanjang dua kilo meter menuju area itu sama sekali nggak ada rumah-rumah penduduk. Serem kan?
Anggota Tim aja sampe hompimpa gambreng sama suit jari tangan dulu kok, yang kalah harus ikhlas masuk ke areal keramat itu.
Naah kebetulan yang kalah saat itu adalah Ivan dan Demit yang tentu aja langsung misuh-misuh sewot. Walaupun nyali ciut ya kepaksa juga mereka masuk.
Tapi nggak sampe lima menit mereka udah balik lagi. Tapi kali ini udah nggak jalan kaki lagi kayak pas waktu berangkat melainkan berlarian kencang sambil teriak-teriak histeris dan tangannya menunjuk-nunjuk kebelakang ke arah seseorang berpakaian hitam-hitam, berkulit hitam, berambut panjang warna hitam, berkumis serta berberewok dan berbulu hitam, wah pokoknya serem deh yang juga ikutan mengejar.
Tadinya Anggota Tim mau ikutan bubar pasar naik ke mobil terus langsung cabut sebelum laki-laki tadi teriak-teriak supaya mereka jangan takut.
“Waah Mas-mas ini gimana sih? Saya kan cuma mau pinjam korek buat bakar rokok.”
“Haduuh Bapak ini munculnya ngagetin sih.”
“Iyaa saya kan jadi takut Pak kayak tiba-tiba liat setan.”
Seru Ivan sama Demit yang ngos-ngossan nafasnya.
“Ahh masa sih? Padahal saya engganteng begini lho, masa sih mirip kayak setan?”
“Iya iya deh Bapak ganteng.”
Balas anak-anak bareng.
“Mas-mas ini pada mau ngapain kesini? mau minta cepet kaya ya?”
Selidik Bapak itu setelah membakar rokoknya. Sepertinya agak curiga dia.
“Wah wah enggak Pak enggak.”
“Mau minta jodoh? Penglaris? Naik Jabatan? Pengasihan? Disini mah lengkap, pasti bisa.”
“Waduh waduh enggak, sama sekali enggak pak.”
“Sakit hati mau nyantet orang juga bisa kok. Tinggal pilih aja yang mau dimasukin apa? Kalo rambut, jarum, paku itu mah disini udah kuno. Udah ketinggalan zaman Mas. Sekarang yang laris tuh dimasukin kompor berikut tabung gasnya sekalian, sepeda motor sama helm-helmnya kalo perlu sama pengendaranya sekalian. Kalo perlu juga ditambah lemari satu set sama meja makannya, nah barang-barang itu disini sekarang yang paling laris buat media santetnya Mas. Kebayangkan orang yang disantet kayak apa bentuknya.”
Bapak itu terus promosi.
“Wah wah enggak Pak enggaaak.”
Anak-anak makin ngeri.
“Terus maksud kalian apa dong?”
“Maksud kami kesini hanya untuk mensurvey doang.”
“Survey apa? Survey penunggu disini yah? Wah saya kasih tau aja ya Mas pokoknya banyak deh, serem-serem lagi.”
“Hiaaaaaaaaaa…..”
Anak-anak teriak bareng sambil berpelukan.
“Tenaaang tenaaang selama kalian nggak menggangu, mereka pasti akan ganggu eh.. pasti nggak ganggu kok.”
“Bapak ini Kuncen tempat ini ya?”
Bapak itu ketawa keras. Tapi ketawanya itu lho yang makin bikin suasana jadi tambah mistis, angker dan ngeri di batin anak-anak.
“Bukan, bukaan Mas, disini ditempat ini nggak ada kuncennya. Siapa yang mau punya maksud dunia tetapi dengan cara pintas silakan aja minta sendiri sama setannya didalam sana, syukur-syukur dikabulin.”
“Oooo….”
Mereka semua manggut-manggut ngerti
“Saya sendiri datang dari Jakarta. Saya tau tempat ini dari mulut ke mulut dari omongan orang dan teman-teman saya yang pernah datang kesini dan berhasil.”
“Maaf nih Pak, memangnya Bapak punya maksud apa sih sampai bela-belain datang kesini?”
“Saya pengen cepet kaya Mas. Capek saya dagang baju keliling melulu di Jakarta dan untungnya cuma hanya bisa buat ganjel perut tiap hari. Bayangkan aja Mas, saya nggak bisa punya motor, enggak bisa punya rumah, enggak bisa punya mobil, enggak bisa punya pesawat pribadi. Mending, untuk sisa ditabung aja nggak ada.”
Anak-anak pun mendengarkan dengan serius.
“Nah bermodalkan tekad dan nekad akhirnya saya datang ketempat ini semenjak tujuh bulan yang lalu dan terus bersemedi diatas batu didalam sana setiap malam minta supaya keinginan saya cepet kaya dikabulkan.”
“Wah wah Bapak disini udah tujuh bulan?”
“Betul Mas-mas sekalian”
Anak-anak takjub. Walaupun tau perbuatan Bapak ini secara Agama bisa dikategorikan Syirik dan Musyrik, tapi ya tetep aja nggak nyangka bisa tahan sampai tujuh bulan begitu.
“Terus Bapak sudah dapat petunjuk atau wangsit gitu dari semedinya?”
“Pada awalnya memang agak susah Mas untuk berkomunikasi dengan penunggu-penunggu disini. Mereka semua rada-rada sombong juga. Tapi demi kekayaan segala rintangan macam gigitan serangga, hawa dingin menusuk tulang, kelaparan, kehausan, keabisan rokok, sampai kebanjiran pun saya hadapi.”
“Waaaaaah….”
“Iya Mas, sampai pada akhirnya persis tadi malam setelah selama tujuh bulan bersemedi ditempat ini akhirnya saya mendapatkan wangsit dan petunjuk juga dari para penghuni disini.”
“Waaah wangsit dan petunjuknya apaan tuh Pak?”
Anak-anak makin penasaran.
“Katanya kalau saya ingin cepat kaya, saya harus segera kembali ke Jakarta untuk bekerja yang giat dan rajin serta jangan lupa sisihkan pendapatan saya untuk membeli atau paling nggak menyicil sebuah toko agar saya tidak dagang keliling lagi. Dengan begitu lambat laun saya akan menjadi kaya Mas.”
Mata Bapak itu berbinar-binar. Ada semangat yang menyala disana.
“Udah hanya itu aja Pak? nggak ada lagi wangsitnya?”
“Iya Mas, hanya itu aja wangsitnya. Singkat, padat dan jelas sekali kan?”
Anak-anak bengong sesaat.
“Bapak gak dikasih apa gitu kayak benda keramat atau apa gitu?”
“Enggak Mas. Hanya petunjuk yang tadi itu aja.”
Bapak itu menjawab tegas.
Anak – anak jadi tambah bengong, dan sejurus kemudian saling berpandangan satu sama lain.
“Halah masa wangsitnya cuma gitu doang sih?”
“Lha seharusnya memang begitu bukan? Kalo mau kaya ya musti nabung.”
“Hadeeh tujuh bulan ditempat kayak gini sia-sia doang dapetnya. Coba kalo dipake dagang udah kaya betulan ini Bapak.”
“Sebenernya yang dogol tuh kita apa penghuni-penghuni disini sih?”
“Yang dogol ya Bapak itu.”
“Heh, hush, nggak baik. Itu kan orang tua.”
“Bubaarr ayoo bubaarr mending balik ke Hotel deh”
Komentar anak-anak yang jadi pada ribut sendiri.
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
Esoknya di pagi hari yang agak mendung dan berawan. Setelah meminta izin untuk memulai kegiatan proyek dan melapor dari kantor desa Sida Mukti, rombongan mereka segera menuju ke kantor desa Gondang Sari. Setelah Tanya sana sini akhirnya mereka sampai juga pada tempat yang dituju. Bergegas mereka segera turun dari mobil dan memasuki kantor desa.
Setelah berbasa-basi sebentar dengan staff desa akhirnya mereka diterima juga oleh Pak Kepala Desa di ruang tamu kantor desa tersebut.
“Pagiii Pak.”
Sapa Elung, Ivan, Siregar dan Demit dengan ramah.
“Pagiii jugaa Maaas.”
Balas sang Kades nggak kalah ramah. Tapi dia keliatan bingung.
“Begini Pak. Kami ini dari pihak kontraktor PT. Indo Karya, Ingin meminta izin untuk memulai kegiatan Normalisasi Sungai Serayu yang melewati daerah desa Gondang Sari ini.”
Elung yang jadi juru bicara menjelaskan panjang lebar.
“Ooooh kalian dari pihak kontraktor itu toh? Saya kira Engkoh ini yang mau beli sawah di sebelah utara desa.”
Jawab Pak Kades sumringah dan teteeep nuduh Elung yang enggak-enggak.
“Betul Pak.”
Elung mesem-mesem.
“Waduh kalian masih muda-muda ya, hebat. hebaaat. warga desa kami juga senang soalnya pasti kami tidak akan kebanjiran lagi dan pasokan air untuk sawah dan kebun mereka pasti lancar.”
Anak-anak tersenyum. Lalu mereka berdiskusi akrab.
Setelah selesai bertemu dan memohon izin, mereka semua dengan ditemani seorang aparat desa berniat mencari lokasi ruko untuk dijadikan kantor proyek, rumah mess untuk mereka tinggal, rumah mess untuk operator dan juga rumah yang akan difungsikan sebagai gudang dan pusat logistik.
Mereka sengaja memilih lokasi di desa Gondang Sari ini. Karena selain ramai banget, akses dari jalan raya utama propinsi lintas selatan Jawa Tengah juga dekat. Selain itu juga letak desa ini strategis sekali karena berada di tengah-tengah dan diapit oleh dua desa lainnya diwilayah kerja mereka.
“Ini Mas-mas sekalian rumah untuk gudang yang saya maksudkan. Letaknya strategis kan? Di pinggir jalan desa dan di pinggir sungai. Halamannya juga luas. Jadi kalo Mas-mas mau taruh tangki bahan bakar disini juga bisa kok.”
Terang Pak Kadi, staff desa Gondang Sari yang saat itu menemani mereka melihat-lihat sebuah rumah.
“Kebetulan sekali itu Pak Tarjo pemilik rumah Juga ada di halaman.”
Pak Kadi menunjuk ke arah seorang Bapak paruh baya.
Setelah berkenalan, anak-anak menjelaskan maksud kedatangan mereka kesana yang berniat hendak menyewa rumah milik Pak Tarjo itu untuk dijadikan pusat gudang dan logistik saat proyek berjalan nanti.
“Ooh boleh boleh. Memang mau menyewa berapa lama?”
Pak Tarjo senang betul.
“Sampai dengan proyek kami disini selesai Pak, Kira-kira dua tahunanlah.”
“Ooh silahkan silahkan.”
Pak Tarjo mempersilahkan mereka melihat-lihat seluruh rumah.
Setelah itu…
“Bagaimana?”
Boleh juga sih Pak. Tapi kayaknya rumah ini sudah lama nggak ditempati ya Pak?”
“Iya sudah sepuluh harian lah..”
“Ahh masa sih Pak? Keadaannya kok rusak dimana-mana? Catnya juga sudah mengelupas.”
Anak-anak agak nggak percaya.
“Iyaa betul kok Mas. Sampai dengan hari ini sudah Sembilan tahun enam bulan sepuluh hari tepatnya rumah ini tidak ditempati.”
Terang Pak Tarjo, yang ngebuat mereka semua ketawa geli.
Namun walaupun udah lama nggak ditempati, tetep kok seluruh Anggota Tim setuju.
“Oke deh Pak. Kami jadi menyewa rumah ini.”
“Naah gitu dong. baiklah nanti segera saya perbaiki dan akan saya cat lagi dindingnya.”
Pak Tarjo menjelaskan dengan wajah sumringah.
Setelah tawar menawar harga, akhirnya terjadi kesepakatan. Dan Ivan membayar lunas sewa rumah itu.
Kemudian mereka bergerak kembali untuk mencari tempat yang akan dijadikan Kantor Proyek. Tapi sebelum melangkah jauh mereka pun tertarik dengan sebuah rumah yang berada persis disamping rumah gudang tadi yang ternyata masih milik Pak Tarjo. Yang setelah ditilik-tilik, diteliti dan ditimbang akhirnya anak-anak pun setuju menyewa rumah itu dari Pak Tarjo untuk dijadikan rumah mess bagi operator alat-alat berat dan supir-supir Dump truck nantinya.
Selanjutnya mereka melanjutkan mencari rumah mess untuk mereka sendiri dan ruko untuk kantor disebelah utara rumah-rumah yang baru tadi disewa.
“Kalo di desa ini. Ruko ya cuma ini aja adanya Mas.”
Terang Pak Kadi saat mereka melihat deretan bangunan tiga lantai yang setelah dihitung cuma ada enam biji dan hanya tinggal dua unit yang kosong dan letaknya saling bersebelahan.
Disebelah kanan dan kirinya ruko-ruko kosong tadi adalah kantor sebuah koperasi, puskesmas, sebuah mini market dan sebuah rumah makan padang sementara di halaman parkirnya terdapat banyak banget warung-warung penjaja makanan.
“Gimana nih Van?”
Tanya Elung yang meminta pendapat Ivan.
“Yaa mo gimana lagi Lung, cuma ruko ini yang ada sih. Gede dan lumayan lengkap fasilitasnya. Ada telepon dan listriknya juga lumayan gede watt nya.”
“Iya Lung, kita sewa aja dua unit terus minta izin dijebol dindingnya buat dijadikan satu. Beres kan?”
Elung setuju saat mendengarkan saran dari Siregar barusan.
“Oke deh. oya Pak Kadi kita harus nego dimana nih untuk sewa ruko ini?”
“Pak Tarjo Mas.”
Jawab Pak Kadi singkat.
“Hah? Pak Tarjo lagi!”
Anak-anak berteriak kaget.
“Iya semua ruko ini adalah milik beliau.”
Anak-anak menggeleng-geleng takjub. Kemudian mereka segera menemui Pak Tarjo lagi dan membereskan urusan sewanya.
Setelah urusan ruko selesai, tinggal deh mereka mencari rumah untuk mess utama. Dan hal ini yang paling sulit, karena begitu banyak betul kriteria yang musti dipenuhi sebuah rumah sebelum nantinya layak dipilih. Maklum deh mereka kan harus menampung semua aspirasi dari teman-teman mereka nanti.
“Itu bangunan apa ya Pak?”
Siregar menunjuk ke arah bangunan-bangunan mirip warung di bantaran sungai diseberang sana saat mereka melihat situasi dari halaman luas sebuah rumah.
“Itu warung remang-remang.”
“Ooh tempat yang kemarin kita survei itu yah? Waah tempat begituan kan Pak?”
Tanya Demit semangat.
“Iya tapi mereka ilegal. Tidak berizin. Pihak desa belum sanggup membongkar. Premannya banyak sekali.”
Pak Kadi menjelaskan.
“Tapi kalau Mas-mas semua sudah mulai kerja. Pasti bangunan itu di bongkar kan? Karena pasti mengganggu.”
“Iya sih Pak. itu pasti.”
“Nah kalo yang di bawah itu Pak?”
Tanya Siregar lagi sembari tangannya menunjuk ke arah sebuah bangunan yang tidak beratap.
“Ohh itu MCK umum.”
“Waaaah tempat mandi gitu? banyak dong yang mandi disana?”
Elung bertanya lebih bersemangat.
“Yaa pasti banyak Mas. Apalagi kalo pagi dan sore hari saatnya cewek-cewek mandi.”
“Hiaaaaaaa… “
Anak-anak berteriak-teriak histeris.
“Van ayo dong Vaaan elo musti tanggap. Kita musti sewa rumah ini. Ayo dong Vaaannn…. “
“Bayangkan Van pagi dan sore setiap hari kita bisa ngintip cewek-cewek mandi, gila kan? Dimana lagi kita nemu tempat sebagus ini Vaan? Ayoo dong Vaaan…”
“Rumah ini adalah rumah yang tepat sekali Vaan, kita pasti akan betah sekali disini.”
“Kita nggak boleh keduluan orang lain. Segeralah dibereskan urusan sewanya rumah yang strategis sekali ini. Elo denger nggak sih Vaan? Ayooo dong.”
Elung, Demit dan Siregar merengek-rengek persis kayak anak kecil.
“Iya iyaa tapi lepasin dong tangan gue.”
Balas Ivan sebel.
“Kesiapa nih Pak kita harus nego rumah ini?”
“Pak Tarjo Mas Ivan.”
“Huaahh!! Pak Tarjo lagiii?!”
“Pak Tarjo tuan tanah di daerah ini ya Pak?”
“Gila, kaya betul Pak Tarjo ya? asetnya bertebaran dimana-mana.”
Mereka semua keliatan nggak percaya.
“Iya betul. Beliau adalah orang terkaya di daerah ini.”
Terang Pak Kadi kalem.
“Dan kebetulan saya keponakannya, Mas. jadi nanti saya pasti dapet komisi gede.”
Pak Kadi tersenyum lebar, sementara anak -anak kompak nepok jidat bareng.
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
Bersambung ……………
Berlanjut ke Bab selanjutnya ya …
Insya Allah secepatnya
Terima kasih atas dukungan nya…
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
