
Sebenernya kalau dipikir-pikir mereka melaporkan kejadian ini ke Polisi pasti akan beres. Hasil visum ivan udah ada. Bukti dan saksi udah ada. Tinggal deh polisinya menyelidik dan ambil tindakan. Iya kan?
Tapiii, setelah dipikir-pikir lagi kok ya bener kata Demit tadi. Jiwa muda anak-anak bergejolak, Harga diri dan martabat mereka kayak diinjek-injek gitu. Keenakkan preman-premannya dong nggak sempet dapet bogeman dari mereka semua sampe bonyok. Ibaratnya kalau utang nyawa musti dibayar nyawa, kalau...
5 ENTE JUAL, GUE BELI !
Seperti kata pepatah dimana ada gula disitu pasti ada semut. Nah dimana ada tempat basah disitupun pasti banyak banget pihak-pihak yang dengan caranya masing-masing mau mengambil keuntungan. Seperti proyek di Serayu ini, ternyata ada pihak-pihak nggak berkompeten juga yang mau cari keuntungan tapi modalnya cuma mengintimidasi, mengancam, gertak sambel sama berantem deh. Yoi betul banget, siapalagi kalo bukan Para Preman.
Tejo, selaku ketua preman-preman disana yang bermarkas di warung remang-remang bersama asistennya Sarip dan teman-teman gerombolannya sedang mencari cara bagaimana supaya mereka bisa dapat untung. Minimal tuh setiap bulan ada uang jatah keamanan dari Tim Manajemen Proyek lah.
Sebetulnya mereka ini udah usaha dengan pergi buat mengintimidasi dan mengancam ke Kantor Proyek mau minta jatah tiap bulan. Tapi yaaa, kok sama Dani dan teman-temannya malah diketawain terus pulangnya malah dikasih jatah beras sama minyak goreng masing-masing dapet dua kiloanlah.
Ckckck udah pasti hal itu menyinggung jiwa preman mereka dong, katanya sih…
“Bener-bener keterlaluan. Masa kita disamakan kayak Pegawai Kelurahan?!”
Ada rencana juga sih mereka mau nyerang Kantor Proyek. Tapi nggak jadi dengan sendirinya begitu ngeliat banyaknya satpam sama anggota Koramil yang memang sering berjaga-jaga disana.
Mau usaha malak sama gebukin para karyawan dilapangan yaa mereka juga rada-rada ngeri. Karena selain anggota Polisi dari Polsek setempat yang sering berpatroli, ada juga bekingan para karyawan yang ngebuat mereka ngeri betul, itu lho Excavator sama Doser. Wah wah kalo sekali lindes aja udah kebayang deh mereka pasti jadi perkedel. Iya kan? Makanya mereka merencanakan betul-betul cara yang efektif buat ngeganggu jalannya proyek.
Nah malam itu pun mereka beraksi, disekitar alat-alat berat yang diparkir di STA 0 terlihat delapan orang yang mengendap-endap mengindari para penjaga malam.
Dan mereka pun berhasil mendekati salah satu Excavator yang diparkir agak jauh dari kerumunan para penjaga tadi.
“Haaa.. Mas Tejo kita berhasil hahaha..”
Sarip senang betul.
“Ssstt… jangan berisik!”
“Gimana nih Mas, kita apakan Excavator ini?”
“Iya Mas mau diapain nih?”
Mereka semua bingung. Kalo dibawa kabur alias dicuri nggak mungkin banget wong cara idupin sama ngendaliin Excavatornya aja mereka pada nggak ngerti.
Mau dikempesin rada susah juga, wong nih Excavator nggak pake ban angin tapi rantai besi.
Ada usul lagi Excavatornya didorong aja ke sungai biar tenggelam. Tapi kok yaa biarpun udah didorong rame-rame sampe keluar keringet segede alaihim bin salam Excavatornya nggak bergerak sedikitpun.
Disaat putus asa kayak gitu ternyata timbul ide briliant. Excavator ini kalo bergerak pasti membutuhkan bahan bakar kan? Nah kalo gitu kita kuras aja solarnya. Usul Sarip yang otaknya emang rada-rada encer.
Jadi deh mereka mencari selang bahan bakar, mencopotnya terus dipindahin isinya ke jerigen.
“Haaa… lumayan dapet empat jerigen gede hahaha…”
“Biar mampuss mereka hahaha…”
“Lumayan Mas Tejo bisa buat modal mabok lagi nih hahaha…”
“Jangan mending buat main judi aja, bisa lamaan dikit tuh.”
“Nggak mau ah, mending buat maen cewek aja. Betul nggak Mas?”
“Udah-udah kalian semua jangan pada ribut. Wong uangnya buat saya tabung kok. Inget ya hemat pangkal kaya!”
“Yaa kok gitu sih Mas?”
“Iyaa nggak adil nih. Kita udah setor nyawa begini eehh bagian pun nggak dapet.”
Protes Sarip dan teman-temannya.
“Terus kenapa? Mau tak antemi sisan koe-koe biar bonyok? Mau?”
Akhirnya mereka pun pasrah terima nasib jadi bawahan. Abis pada takut semua sih.
Akibat ulah mereka udah pasti dong pagi harinya saat akan digunakan untuk kerja, Excavator itu pun mogok alias nggak mau nyala mesinnya.
Setelah dicek lampu indikator bahan bakarnya menyala merah dan setelah diperiksa teknisi ternyata tangki bahan bakarnya bener-bener kering kerontang. Enggak ada sisa solar sedikitpun padahal kemarin sore sehabis bekerja sisa solarnya masih setengah lebih.
Nah yang jadi korban pertama kali dalam hal ini tuh, adalah para penjaga malam yang kena diinterogasi serius oleh Pak Kirman sebagai Kepala Keamanan Proyek.
Tapi setelah diadakan penyelidikan mendalam, memang nggak kebukti kok kalo mereka semua yang berbuat. Wong ditanya selang bahan bakar aja mereka pada nggak ngerti semua, tapi giliran kalo ditanya cara berantas hama padi, waahh pada lancar jaya semua deh jawabnya.
Setelah kejadian itu memang kewaspadaan Tim Keamanan Proyek semakin meningkat.
Sementara di STA 55 sampai STA 60 dilokasi bantaran sungai yang sering mengalami longsor Dani sedang mengawasi Mobil Crane yang sibuk menurunkan tiang-tiang beton persegi panjang dari atas Truck-truck Trailer dipandu oleh petugas lapangan. Rencananya nanti setelah bantaran itu dirapikan, tiang-tiang itu akan dipancang berjejer agar tanah bantaran nggak longsor lagi.
Setelah itu dia segera ke rumah Pak Tarjo untuk memenuhi panggilannya. Saat itu Pak Tarjo mau meminta tolong lagi untuk meratakan terus menimbun sawahnya yang berada di daerah Cukang. Katanya sih nanti dibekas tanah sawah itu Beliau mau membangun Ruko-ruko lagi.
Dani yang kebetulan memang membutuhkan disposal sangat banyak pun segera setuju dan nggak lama kemudian bersama Pak Tarjo sudah mensurvei lokasi sawah yang dimaksud.
“Oh ini toh sawahnya Pak? wah luas banget.”
“Iya betul Nak Dani. Sawah ini silahkan diuruk, diratakan terus ditimbun lumpur.”
“Tapi gimana sama tanaman padi-padinya Pak? itu sudah pada timbul butiran-butirannya. Sayang kan Pak kalau langsung diratakan.”
“Tenaaang nggak apa-apa, ratakan saja ya.”
Dani mengangguk. Dan dia langsung memerintahkan Pak Mumun operator Excavator 8 yang berada paling dekat dengan lokasi dan Rizal untuk melakukan dan mengawasi pekerjaan perataan itu. Setelah itu mereka melanjutkan melihat-lihat beberapa kebun, peternakan ayam potong dan sawah milik Pak Tarjo yang lainnya.
“Waah tanah Bapak luas sekali ya? banyak lagi.”
Komentar Dani yang takjub setelah mereka melihat-lihat lokasi aset - aset milik Pak Tarjo yang terletak di beberapa desa.
“Iya Nak, saya bersyukur sekali pada Tuhan. Tapi hampir sebagian besar dari tanah itu adalah warisan turun temurun kok.”
Pak Tarjo merendah.
Dani tersenyum.
“Lalu yang mengurus semua itu siapa Pak?”
“Oh saya punya beberapa orang karyawan dan beberapa petani penggarap dengan sistim bagi hasil.”
“Waaah hebaaat.”
Puji Dani lagi.
“Saya juga dibantu anak semata wayang saya namanya Alia. Dia itu lulusan pertanian dari Universitas Gajah Mada lho. Dia juga punya obsesi ingin meningkatkan taraf hidup petani-petani di daerah ini. Makanya dia sering meneliti sendiri untuk mendapatkan bibit-bibit tanaman yang unggul.”
“Alia? Ooo Namanya Alia.” Dani membatin.
Dia jadi inget kejadian ditampar kemarin.
“Tapi anak Bapak galak banget ya?”
“Maksudnya? galak kenapa ya?”
Pak Tarjo terkejut.
“Eh, oh, enggak kok Pak. nggak apa-apa..”
Dani jadi gelagapan sendiri.
Setelah berkeliling ke beberapa desa, Enggak lama kemudian mereka telah sampai ke salah satu kebun Pak Tarjo lagi yang terletak di dekat sawah yang sedang diratakan tadi, bergegas mereka turun kembali dari mobil.
“Wah kebetulan sekali itu Alia juga ada di kebun.”
Seru Pak Tarjo dan melangkah menghampiri Alia yang diikuti oleh Dani di belakangnya.
“Alia, ini kenalin Nak Dani.”
Pak Tarjo menegur anak gadis kesayangannya itu.
Sejenak Alia menoleh. Dan nggak pake lama dia udah kembali sibuk menyiangi tanaman jagungnya lagi, cuek aja tuh.
“Aliaaa, ini kenalin Nak Dani.”
Tegur Pak Tarjo lagi.
“Ooh Alia udah kenal kok Pa..”
“Oh ya? kapan?”
Pak Tarjo keliatan kaget.
“Dulu, waktu Alia tampar pipinya.”
Pak Tarjo langsung senyam-senyum mesem sementara Dani cuma cengar cengir kuda.
“Ya udah Papa tinggal dulu ya, Papa mau ke kebun yang disebelah. Nak Dani disini saja ya..”
kemudian Pak Tarjo meninggalkan mereka berdua yang so pasti ngebuat Dani jadi grogi berat dong.
“Eh.. eh.. Pak.. Paaak..”
Dani berteriak gelagapan.
Tapi Pak Tarjo tetep ninggalin mereka berdua tuh.
Setelah sempat diem-dieman sejenak.
“Ini jagung apaan sih?”
Tanya Dani sembari memperhatikan Cewek cantik itu yang masih aja sibuk menyiangi tanaman jagungnya.
Alia diam aja. Cuek banget nggak menanggapi.
“Hai.. haiii..”
Dani mencoba menegur lagi. Tapi tetep tuh nggak direspons.
Krraakk!!
Akhirnya dia mematahkan sebuah dahan jagung yang kontan aja ngebuat sepasang mata bening Alia melotot ke arahnya dong.
“Kenapa dipatahin begitu?!”
Suara Alia terdengar galak betul, sampai-sampai Dani langsung mengkeret saking kagetnya.
“Abis kamu cuek begitu. Eh.. eh.. jangan di tampar ya…”
Dani memohon ampun.
“Adduh, Sakiiiit.. Aliaaaa.. sakiiiiit.”
Dani berteriak-teriak ketika pinggangnya di cubit-cubit oleh Alia yang kemudian ketawa-tawa.
“Ini tanaman jagung uji coba aku. Aku sedang meneliti untuk mendapatkan tongkol jagung yang besar dan banyak. Jadi sekali panen bisa untungnya besar buat petani.”
Akhirnya Alia menjelaskan juga pada Dani.
“Waaah nggak nyangka ternyata kamu hebat ya.”
Dani memuji.
“Terus selain jagung, apalagi yang kamu teliti?”
“Padi varietas unggul dan tahan hama.”
Seru Alia yang sekarang udah keliatan riangnya.
“Padi? Oooh kamu tanam di sebelah mana sih padi percobaan kamu?”
“Banyak kok, ada di tiga tempat berbeda. Kalo dari kebun ini yang paling deket terletak di daerah Cukang itu.”
Suara Alia terdengar merdu.
“Waduuuh…”
Dani menjerit dalam hati. Dia begitu kaget ketika mendengar kata Cukang.
“Mmm Cukang itu kan daerah yang kalo dari sini, belok kanan lewat jembatan sungai satu-satunya itu, terus lurus kira-kira lima ratus meter disebelah kanan ada persawahan ya?”
Dani ingin memastikan lagi.
”Iya betul banget. Itu termasuk salah satu sawah kesayangan aku lho.”
Alia menjawab sembari tersenyum manis sekali.
“Waahh Gawat nih!”
Dani menjerit dalam hati lagi sambil garuk-garuk kepala.
“Kamu kenapa sih? kok wajah kamu jadi pucat begitu? nanti setelah ini kita kesana yuk. Kamu mau kan temenin aku?”
Pinta Alia yang agak merajuk.
“Ha? Kesana?”
“Iyaa. Mau kan?”
Dani baru mau ngomong cari alasan buat ngeles, tapi tiba-tiba aja…
Dari HT nya, terdengar suara Rizal yang memberikan laporan dengan semangat.
“Disini Rizal, disini Rizal, untuk Pak Dani. Lapooorrr Paaak. Bereeesss!! Sawah Pak Tarjo yang di Cukang, sudah habiiissss, rata semua dengan tanah! Ha..ha..ha..”
Ngedenger laporan begitu, kontan aja Alia mendelik kaget, sementara Dani cuma bisa cengar cengir kuda, pasrah.
Ploookk!
“Aduuuuh…”
Ploookk!
Alia menyambiti wajah Dani dengan tanah.
“Adduuuh.. ampuuun.. ampuuun Aliaaa, sakiit tau..”
Dani teriak-teriak.
“Lagipula ini kan permintaan Papa kamu. Aliaaa... adduuh.. ampuuun..”
Jerit Dani, yang berlarian kesana kemari menghindar.
Alia menghentikan aksinya. Lalu tertawa-tawa melihat mukanya Dani yang belepotan dengan tanah begitu. Refleks ia menghampiri Dani dan membersihkan wajahnya yang kotor dengan sapu tangannya.
“Eh, Maaf.. Maaf..”
Alia tersipu malu begitu sadar.
Sementara Dani cuma bisa bengong.
“Mmm baru kali ini Alia bisa ketawa-tawa lepas seperti itu lagi semenjak empat bulan yang lalu. Dia juga keliatan bahagia sekali.”
Gumam Pak Tarjo yang ternyata memperhatikan seluruh kejadian itu dari jauh. Ada sebuah senyum bahagia yang tersungging di bibirnya.
~~~~~~~~~~~~~~~
Malamnya Alia sulit sekali memejamkan matanya. Segala usaha udah ia lakukan agar dapat tertidur tapi tetap tuh matanya nggak mau terpejam. Gelisah sekali dia.
Ingatannya terus melayang terhadap berbagai peristiwa yang dialami hari ini. Terutama ke sosok Dani, cowok yang sempet digampar sama dikerjainnya tadi siang. Kalo inget peristiwa tadi dia jadi senyum-senyum sendiri.
Kemudian ia ngebandingin Dani dengan Bayu, cowok yang udah lama banget ngejar-ngejar dia. Kalo di itung-itung sih udah lima tahunan lebih dari zaman kuliah dulu. Padahal Alia udah nolak mentah-mentah sampai mateng-mateng gitu tapi teteeepp aja Bayu kekeh-sukekeh nggak nyerah-nyerah.
“Hmm kalau Dani cakep, kalau Bayu…. lumayan sih buat di gampar-gampar. Dani juga baik banget. Sabar waktu gue kerjain nggak kayak Bayu yang nyebelin, muka tembok! Udah gue tolak tetep aja ngejar gue terus. Ya Tuhaaan… mudah-mudahan besok gue ketemu lagi dong sama dia.”
Kemudian Alia berdo’a penuh harap.
Dan memang Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Esoknya di rumah makan padang samping kantor saat istirahat makan siang, ia kembali ketemu dengan Dani yang sedang asyik menyantap makan siangnya dengan lahap dan serius sekali.
Dia nggak sadar kalo bangku kosong di sebelahnya sudah berisi seorang cewek cantik berambut lurus sebahu dan berkulit putih mulus dan sedari tadi cewek itu memperhatikannya terus.
Dani emang begitu kalo lagi makan. Dia tuh pasti konsen betul dan nggak pernah peduli sama sekelilingnya. Jangankan orang, wong laler yang kepeleset nyemplung ke gelas minumannya aja ditelen juga sama dia.
“Iiihh ni cowok kok cuek banget sih? Masa gue yang dari tadi disampingnya nggak diliat. Mending, dilirik aja juga enggak. Mana makannya juga lahap bener. Idih laper apa rakus sih ni orang?”
Alia jadi agak ilfil sendiri.
“Tapi... iya sih, badannya kan gede, atletis, tinggi lagi. Wajar juga kalau makannya banyak gitu. Mukanya juga tampan, dari samping aja dia keliatan ganteng. Tuh.. cewek-cewek lain juga pada ngelirik-lirik ke dia. Tapi nih orang kok cuek banget ya?!”
Alia membatin terus sambil matanya yang indah menatap ke arah Dani yang asyik makan dan sumpah! Goblok banget nggak sadar-sadar kalo diperhatiin makhluk indah begitu.
“Uuhh.. tapi kenapa ya perasaan gue kok jadi tenang, damai, bahagia, kayak... kayak seneeeng banget kalo ngeliat cowok ini. waduuuh... apa gue.. apa gue.. ah, nggak, enggak mungkin.”
Alia menjerit dalam hati. Pandangannya segera diarahkan ke tempat lain.
Tapi begitu ngeliat Demit lewat, nggak nyampe sedetik kemudian dia kembali memperhatikan Dani. Begitu terus berulang-ulang sampai tiga kali.
“Oh my God. Masa gue suka sih sama cowok ini?! Semudah itu kah gue jatuh hati?!”
Alia jadi heran sendiri.
Dani meletakkan sendok dan garpunya, lalu meminum jus jeruknya sampai habis.
“Kamu gak nambah lagi Dan?.”
Dani melirik kaget.
“Eh Alia, kamu disini dari kapan? Kok aku nggak liat datengnya sih?”
Alia sanyam senyum aja sambil menepok - nepok pelan jidatmya.
Sementara itu di tetangga sebelah tepatnya di Kantor Proyek terjadi kehebohan. Ryo yang kebetulan lewat dan ngeliat Dani lagi berduaan sama cewek, langsung aja deh membuat gosip yang enggak-enggak.
“Waahh si Dani, bisa banget tuh anak, belon sebulan disini udah bisa ngelabain cewek.”
Lapor Ryo ke anak-anak.
“Masa sih Ryo?”
Tanya Elung kaget.
“Iya Bener. Cakep lagi ceweknya.”
“Ckckck nggak bener tuh si Dani. Cewek mana lagi yang kena gombalannya tu anak?”
“Waahh musti dikerjain nih.” Usul Ivan.
“Setujuuu..”
“Yuk.. yuk.. kita kerjain.”
Lalu mereka semua mulai mengatur strategi bareng.
Bener aja, enggak lama kemudian anak-anak udah pada nongol tuh di rumah makan sebelah dan udah pasti dong langsung aja menghampiri Dani yang lagi asyik ngobrol sama Alia.
“Eh Dan, gue cari – cari ternyata ketemu disini. Nih jorok banget sih lo! Masa udah gede gini elo masih ngompol. cuci dong ini sarung yang tadi malem elo pake.”
Teriak Elung yang tiba-tiba aja udah ikut nimbrung dengan sadis. Mana sarungnya yang ngauzubillah…. bau apeknya ikut dibawa-bawa.
“Oya Dan, nih kolor elo yang bolong-bolong gini masih di pake juga ya? Kok elo nggak malu sih? Kalo gue jadiin gombal buat keset kaki boleh nggak?”
Tanya Ivan sambil ngeliatin kolor butut yang ikutan dibawa.
“Dan, Dani, gue nemu DVD panaaassshhh ini di laci meja kerja elo. Gue pinjem ya Dan? sebentar doang kok. Ntar gue balikin lagi deh. Janji. Oke?”
Pinta Ryo sambil ngacung-ngacungin piringan DVD vulgar nya, kejam banget.
Abis itu anak – anak kompak langsung balik lagi semua ke kantor. Tinggal deh Dani yang misuh-misuh sewot sementara Alia malah ketawa ngakak. Tapi untungnya aja Alia nggak kepengaruh jailnya anak-anak tuh. Bukannya tambah ilfiil, dia malahan ngajak Dani buat nemenin belanja beberapa keperluan di Mall sore nanti.
“Dan, mmmh, nanti sore temenin aku belanja yuk. Aku mau beli beberapa barang di Mall. Kamu bisa nggak?”
Pinta Alia lembut. Manja banget gayanya.
Dani terkesiap kaget.
Hampir semenit berlalu, dia masih belum bisa ngejawab.
“Dan, kamu bisa kan?”
Alia kembali maksa.
Akhirnya Dani mengangguk pelan.
Alia tersenyum manis banget.
Dan benar aja sore itu selepas kerja di sebuah Mall, terlihat Alia dan Dani yang berjalan bergandengan mesra di salah satu koridornya. Tujuan mereka memang kesebuah Supermarket yang berada di lantai dua, tapi sebelumnya mereka berdua sempat mengobrak-abrik sebuah toko parfum dulu di lantai satu.
Setelah membeli beberapa biji parfum berharga mahal (abis asli sih), mereka segera melanjutkan langkah menuju Supermarket di lantai dua. dan disaat berjalan itu mereka berpapasan dengan seorang ibu paruh baya.
“Dan, parfum ibu itu wanginya enak ya?”
Sejenak Dani mencium aroma wangi ibu tadi yang masih tertinggal.
“Iya wanginya enak. Pasti deh merknya Yves Saint Laurent, harganya mahal. Kalo di toko tadi bisa diatas empat ratus ribuan.”
“Iyaa pasti mahal tuh parfumnya.”
Enggak lama kemudian mereka berpapasan lagi dengan seorang ibu muda yang sedang menggendong seorang anak kecil.
“Wangi parfum ibu dan anak itu juga enak.”
Dani berkomentar setelah ia mencium wangi parfumnya yang tertinggal.
“Iya wanginya harum kayak punyanya Cristian Dior ya, pasti deh parfumnya mahal banget harganya. Anaknya juga lucu banget. Iih aku jadi gemes deh.”
Alia tersenyum menanggapi.
Kemudian langkah mereka sampai pada ekskalator yang akan membawa menuju ke sebuah supermarket di lantai dua. Nah di ekskalator itu mereka sempat berpapasan dengan seorang cowok item dekil, yang sedang turun menggunakan ekskalator menuju ke lantai satu.
Sejenak Dani mencium aroma wangi yang ditinggalkan cowok item itu. Lalu ia menoleh kearah Alia yang juga menatapnya.
“Waahh kalo yang ini sih merk parfumnya pasti terasi, murah banget cuma dua ribu sekilo.”
Celetuknya yang membuat Alia yang juga mencium aroma cowok tadi ketawa terpingkal-pingkal.
Setelah dengan sabar nemenin Alia yang lamaaa banget milih-milih barang belanjaannya disambung dengan mampir ke toko buku buat ngeburu beberapa judul buku baru, akhirnya mereka sepakat untuk makan malam. Nah disaat lagi seru-serunya (Dani dipaksa ngabisin makanan Alia yang nggak abis).
Tiba-tiba aja…
“Aliaaaa..!!!”
Teriakan dari seorang cowok yang nggak permisi dan tau-tau aja udah nongol dihadapan mereka, ngebuat Dani sama Alia kaget betul.
“Ooo.. gini ya! Baguus, Baguuuus! Aku bener-bener nggak nyangka kamu tega banget ya! Tegaaa!”
“Bayu apa-apaan sih?!”
“Kamu nggak adil! Tegaaa! Aku tadi dateng ke rumah kamu tapi kata papa kamunya lagi pergi ke Mall, eh ternyata nggak pergi sendirian! Kamu tegaa ya?!”
Teriakan Bayu kenceng betul, yang udah tentu mengundang perhatian banyak pengunjung Mall dong, termasuk cowok item dekil dan bau tadi.
“Hai.. haiii.. Mas, yang sopan dong!”
Bentak Dani yang ngerasa jengah juga.
“Eh, siapa lo?! Berani-beraninya bentak gue!”
“Eh Manusia toa, kalo ngomong pelanan dikit kenapa?!”
“Eh, elo siapa? Gue udah lima tahun ngedeketin Alia. Elo jangan seenaknya ya! Mending elo pergi deh!”
Bentak Bayu, suaranya tetep aja menggelegar gitu.
“Oh ya?! Widih satu pelita zaman Pak Harto tuh! Gue yang baru kemarin aja nggak norak kayak elo gayanya! Jadi mending elo aja yang pergi deh!”
Balas Dani yang jadi ikutan teriak-teriak juga, enggak mau kalah dia.
“Enak aja! Elo tuh yang pergi!”
“Elo!”
“Elo jelek!”
“Elo kampret!”
“Udah…udaaah..”
Alia teriak-teriak menengahi.
“Bay, Tolong elo pergi deh dari sini. Gue yang minta Dani buat nemenin pergi. Elo nggak bisa seenaknya ngusir, lagian gue juga nggak ngundang elo kan kesini.”
Usir Alia, galak.
“Tapi kamu nggak adil dong Alia. Bayangin, aku yang udah ngejar kamu lama banget aja nggak pernah diterima kok cecunguk ini diterima sih?!”
Protes Bayu sambil telunjuknya nunjuk-nunjuk ke idungnya Dani.
“Eh… Kampret! Ngomong apa lo barusan?”
Teriak Dani sebel. Kali ini dia udah berdiri dari duduknya.
“Udaaah.. udaaaah! Bay kan gue udah sering banget bilang kalo gue nggak suka sama elo. Kita cuma temenan aja.”
“Tapi aku suka kamu Aliaaa…”
“Tapi gue enggaaak Baaay!”
Teriak Alia sebel betul.
“Jadi please banget jangan gangu gue ya?!”
“Ooh aku ngerti sekarang, pasti gara-gara cecunguk ini makanya kamu nolak aku terus dari dulu. Iya kan? Betul kan Lia?”
“Kalo iya, kenapa?! Kalo gue suka sama Dani elo mau apa?!”
Dani kaget Alia ngomong begitu. Lha, dia sendiri kan enggak tau kalo ada cowok yang lagi ngejar-ngejar Alia kayak begini.
Akhirnya Bayu nyerah, Ia bergegas pergi. Tapi sebelumnya dia sempat ngacungin kepalan tangannya ke arah Dani.
“Awas lo ya!”
Dendam betul dia.
Setelah peristiwa itu Dani sempat mengorek keterangan dari Alia dan dia jadi tau kalo Bayu itu ternyata adalah seniornya saat kuliah dulu. Walaupun berbeda fakultas tapi Bayu ini termasuk cowok yang rajin ngedeketin Alia, dengan maksud supaya bisa jadi pacarnya gitu. Segala macam hal udah dilakuin si Bayu ini termasuk paling nggak sebulan dua kali dia pasti main kerumah Alia di Banyumas ini.
Dan dari keterangan Alia juga, Dani juga jadi tau kalo si Bayu itu saat ini bekerja di perusahaan kontraktor PT. Budi Karya dan sedang bertugas menormalisasi Sungai Serayu juga. Jadi bisa dipastikan saat ini hampir setiap hari Bayu pasti datang kerumah Alia.
Tapi sayang, Alia nya sendiri memang nggak pernah nanggepin Bayu. Dia emang nggak pernah suka sama cowok ini. Kalo dibilang sih emang bukan tipenya dia. Walaupun Bayunya sendiri udah berusaha semaksimal mungkin buat bikin hatinya Alia tertarik, tapi tetep aja semua yang dia lakukan nggak pernah mempan.
Tapi Bayu itu orangnya emang keras kepala, pendendam, nggak mau kalah dan mau menang sendiri. Apalagi ditambah emosi, marah, dicampur cemburu buta begitu, waduh klop banget deh.
Setelah beberapa hari mengumpulkan informasi sedetail-detailnya tentang Dani, Bayu baru ngeh kalo ternyata Dani itu adalah salah satu pimpinan di Indo Karya yang sedang mengerjakan Normalisasi Sungai Serayu juga.
Bayu lalu berpikir keras. Dia pengen banget ngeliat Dani matanya pindah ke jidat, jidatnya pindah ke mulut, terus mulutnya pindah ke kuping gitu alias bonyok. Tapi bagaimana caranya?
Nah setelah berpiikir dan menimbang, akhirnya timbulah ide untuk menyewa beberapa orang preman buat memberi satu shock therapy buat Dani.
Cara dia ini emang nggak gentlement banget. Tapi menurut pemikirannya ini adalah taktik yang tepat. Ketimbang dia sendiri yang bonyok, iya kan?
Makanya dia nekat ngelakuin hal yang nggak terpuji ini dan bahayanya, Dani sendiri nggak tau kalo jiwanya sedang terancam.
Sementara preman-preman yang dibayar Bayu itu ternyata memang nggak jauh-jauh banget domisili nongkrongnya. Ya di lokasi warung remang-remang itu. Betapa bahagianya Tejo dan gerombolannya begitu tau target sasaran mereka ternyata masih ada hubungannya dengan orang-orang di perusahaan yang lagi ngeruk sungai serayu di wilayahnya.
Bayangin aja, udah bisa nuntasin dendam. Puas bisa mukulin orang sampe bonyok. Eh, dibayar pula. Enak kan?
Segera deh Tejo membentuk Tim penggebuk yang beranggotakan para anak-anak buahnya. Dan memang siang itu di depan kantor proyek, dari sebuah warung kopi tampak beberapa orang bertampang seram yang sedari tadi konsen mengawasi Dani yang sedang sibuk kerja.
“Lar, bener itu orangnya?”
“Iya sih Yan, kalo dicocokin di foto kayaknya bener itu orangnya.”
“Waduh badannya gede juga ya!”
“Iya, berotot lagi. Terus gimana nih Lar?”
“Kita langsung gebukin aja. Tuh mumpung dia keluar minum ke warung.”
“Tunggu! Jangan dulu, nanti terlalu mencolok. Itu masih ada satpam-satpamnya. tunggu aja dulu, nanti kalo dia pergi nah dijalan baru kita cegat terus kita pukulin rame-rame. Gimana?”
“Setujuuuu…”
Ternyata benar, enggak lama kemudian dengan menggunakan sepeda motor Dani keluar kantor untuk mengecek kondisi pekerjaan di lapangan. Dan Dani sama sekali nggak berasa kalo dibelakangnya beberapa orang bertampang seram terus mengikutinya.
Tapi untungnya kok yaaa, disepanjang jalan yang dilalui Dani ternyata ramai sekali. Enggak jarang dia berenti sejenak untuk ngobrol dengan beberapa orang warga desa yang menyapanya. Jadi nggak ada sela sedikitpun buat gerombolan itu bisa melancarkan aksinya.
Giliran dijalan yang udah rada-rada sepi, ehh tiba-tiba aja Dani papasan sama Anggota Koramillah, Anggota Polisi yang lagi patrolilah, Ustad-ustad yang baru pulang kendurian mengajilah, sampai pada akhirnya Dani sampai di lokasi di STA 4 tempat dimana Kapal Keruk Sungainya sedang dirakit.
“Aaahh akhirnya tuh orang berenti juga.”
Larto menarik nafas lega sembari memarkir motornya. Lalu semua preman itu segera ngumpet di semak-semak.
“Gimana? Kita jadi gebukin sekarang?”
“Sebentaaarr kita tunggu saat yang tepat Yan.”
“Waaduh mas Larto, Mas yanto, Kita-kita nggak ikutan deh.”
Sahut ketiga orang temannya yang lain.
“Lho kenapa sih? Kita kan preman, masa sih takut?”
“Anu Mas, sedari tadi kita-kita tuh takut sama temen-temennya Mas. Buanyaaak banget.!”
“Temen-temennya yang mana sih?”
Tanya Larto bingung.
“Itu lho Mas, kuli! kuli yang lagi angkat-angkat besi itu lho Mas. Badan mereka lebih gede persis kayak Mike Tyson gitu. Buanyak lagi! Apa nggak jadi dodol kita nanti Mas.”
“Oh iya juga sih. Mereka kan tiap hari kerjanya ngangkat besi yang berat-berat. Waaah kebayang deh tonjokannya pasti keras betul.”
Saat ngebayangin omongan anak buahnya tadi, Larto jadi ngeri sendiri.
Sejenak para preman itu terdiam berpikir keras.
“Eh, gimana kalo temennya aja. Kan si Bayu nggak tau ini. Lebih aman.”
Usul Yanto tiba-tiba.
“Wah iya, Ide bagus tuh, nanti lapor ke Mas Tejonya orang proyeknya udah bonyok satu. Kan dia juga nggak tau yang bonyok siapa, iya toh?”
“Wah wah usul yang bagus. Maksud elo semua, temennya yang lagi kencing sembarangan disana itu kan?”
“Betuuul Mas.”
“Hayo deh kita garap. Mumpung dia juga lagi jauh tuh dari temen-temennya.” Ajak Larto.
Kemudian kelima preman itu diam-diam bergegas menghampiri dan nggak nyampe lima detik kemudian…
Buukk!
Plaaakk!
Deeggg!
“Aduuh… Adduuuhh... Apa-apaan nih?! Toloooong-toloooong! Adduuuuh…”
Teriak Ivan yang nggak siap tiba-tiba aja di keroyok dan digebukin rame-rame begitu.
Buuuk!
Plaaakk!
Deeesss!
“Adduuuhhh… celana gue belum di kancing nih! Whoiiiiii! Adduuuh..!”
Akhirnya Ivan tersungkur jatuh juga, sementara para pengeroyoknya langsung kabur menghilang sebelum bala bantuan dari Dani dan teman-temannya datang.
~~~~~~~~~~~~~~~
Dua jam kemudian di Puskesmas samping kantor…
Perlahan-lahan Ivan membuka matanya. Badannya masih terasa sakit sekali. Kemudian dilihatnya Dani, Ryo, Elung, Anto, Siregar dan Demit duduk menemani dan mengelilinginya.
“Adduuuuh… gue sekarang dimana?”
Ivan bertanya lirih.
“Udah Van, tenang aja. Elo sekarang ada di Puskesmas. Kata Pingkan luka elo nggak parah kok. Nanti sore juga elo boleh pulang.”
Ryo menjelaskan panjang lebar.
“Kenapa sih elo bisa dipukulin orang Van? Ada masalah apaan sih?”
“Aduuuh, Nggak tau Lung. Perasaan gue nggak punya masalah dengan orang lain. Tiba-tiba aja gue dikeroyok lima orang. Padahal gue cuma pipis sembarangan doang, beneran deh.”
Suara Ivan terdengar lirih, sepertinya dia masih menahan rasa sakitnya.
“Sama siapa Van? Siapa yang ngeroyok elo?”
“Nggak tau Dan. Tapi tadi gue sempet denger nama Yanto, Larto dan Warung Remang-remang disebut mereka gitu.”
Ivan tertatih-tatih menahan rasa sakitnya.
“Warung remang-remang!?”
Dani jadi bingung.
“Emang ada hubungannya dengan kita yah?”
Ryo ikutan bingung.
“Enggak tau deh Ryo.”
Anak-anak semua jadi bingung.
“Emang elo pernah main kesana terus nggak bayar ya Van?”
Tuduh Dani kejam.
“Enak aja! Gue belum pernah nginjek tempat itu Dan.”
“Nah terus kenapa elo bisa digebukin rame-rame begitu?”
“Enggak tau Dan.”
“Enggak mungkin! Elo pasti punya masalah deh makanya elo bisa dikeroyok begitu. Ayoo ngaku aja. Apa sih masalah elo Van?”
“Enggaaaaak taauuuu Daniiii..”
Kali ini Ivan teriak sebel.
“Enggak mungkin, pasti ada penyebabnya nih..”
“Kan gue udah jelasin kalo gue tuh cuma pipis sembarangan doang, that’s it. enggak lebih dan enggak kurang.”
“Apa elo juga pernah pipis sembarangan ya di warung remang-remang itu? Iya kan? Hayoo ngaku aja?”
Selidik Dani lagi.
“Aarrrrggghhh..”
Ivan udah keliatan sebel betul dan Dani pun segera digeret keluar paksa dari puskesmas sama anak-anak yang lain. Ya jaga-jaga aja daripada ntar Ivannya malah stroke ditanya-tanya nggak jelas gitu sama Dani.
“Oke deh Van, elo istirahat lagi ya. Elo pasti sembuh kok dan tenang aja kalo disini elo pasti aman.”
Elung ngasih semangat ke Ivan.
Kemudian pembahasan masalah itu pun berlanjut di Kantor Proyek.
“Gimana nih Dan?”
Ryo meminta pendapat Dani.
“Menurut elo-elo semua enaknya kita harus gimana?”
Dani malah balik nanya.
“Kasihan juga Ivan sampai bonyok begitu. Padahal dia kan nggak punya salah apa-apa.”
“Iya Dan, gue juga nggak tega ngeliat keadaan Ivan.”
“Dia cuma jadi korban dari sesuatu yang belum jelas apa masalahnya.”
“Iya sih walaupun tuh anak hobinya pipis sembarangan, gitu-gitu kan temen kita juga.”
Anak-anak memberikan komentarnya.
“Kita adakan operasi pembalasan aja terhadap orang-orang yang mengeroyoknya. Tadi dia kan menyebut-nyebut nama Yanto dan Larto. Cuma dimana kita harus mencari keberadaan mereka berdua.”
Usul Demit, yang membuat mereka semua berpikir.
“Emang elo berani Mit?”
“Enggak! Eh ya berani dong kita kan nggak salah. Istilahnya sih ‘Ente jual, gue beli!’. Enak aja mereka preman-preman itu menginjak-injak harga diri kita.”
Semuanya diam membisu.
Sebenernya kalau dipikir-pikir mereka melaporkan kejadian ini ke Polisi pasti akan beres. Hasil visum ivan udah ada. Bukti dan saksi udah ada. Tinggal deh polisinya menyelidik dan ambil tindakan. Iya kan?
Tapiii, setelah dipikir-pikir lagi kok ya bener kata Demit tadi. Jiwa muda anak-anak bergejolak, Harga diri dan martabat mereka kayak diinjek-injek gitu. Keenakkan preman-premannya dong nggak sempet dapet bogeman dari mereka semua sampe bonyok. Ibaratnya kalau utang nyawa musti dibayar nyawa, kalau utang uang musti ngemplang, kalau utang bonyok musti dibonyokin lagi. Dalam arti dibonyokin dulu baru dilaporin ke Polisi.
“Semua setuju nih kalau kita mengadakan operasi pembalasan?”
Tiba-tiba Dani bertanya kepada semua teman-temannya.
Mereka semua mengangguk setuju, operasi pembalasan musti dilakukan.
~~~~~~~~~~~~~~~
Hari itu juga mereka memulai penyelidikan mencari informasi selengkap-lengkapnya. Setelah Tanya sana sini akhirnya mereka berkenalan dengan Trisno, salah seorang kepala preman yang memiliki kekuasaan wilayah buat majak di seputaran kantor Proyek.
Awalnya Trisno ini susaaaaah betul buat dikorek keterangannya, padahal anak-anak udah mancing pake segala macam cara. Dijanjiin mabok sampe tujuh hari tujuh malam, dia nolak, katanya dia udah nggak minum alkohol lagi tapi Wedang Ronde. Mau dikasih rokok lima dus gede, dia juga nolak, katanya paru-parunya udah bolong dua. Giliran dikasih sarung sama sejadah, eh dia malah nangis inget dosa-dosanya pengen insaf.
Naah kesempatan ini dimanfaatkan betul sama anak-anak untuk mengorek keterangan dong, tapi kok yaaa, belakangan ada embel-embel minta duitnya juga. Setelah berbincang-bincang sebentar, kemudian Dani dan Ryo diajak Trisno pergi menuju ke arah Pasar Wage untuk menemui kepala preman disana.
Anto dan Elung nggak boleh ikut. Selain kebanyakan orang, khusus untuk Elung Trisno memang ngelarang keras banget. Katanya sih…
“Aduuuh, Engkoh - engkoh ini jangan dikasih ikut deh. Ntar kita kena dipalak gede lho..”
Wajah Trisno keliatan khawatir sekali.
Sesampainya disana, Ryo dan Dani bertemu dengan Mas Bowo selaku kepala preman yang menguasai Pasar Wage. Dan mereka baru mengetahui kalo ternyata dulu Mas Bowo dan Trisno adalah mantan dari dedengkot-dedengkot Preman Warung Remang-remang yang kini kekuasaannya diambil alih oleh Tejo.
Sementara kalau untuk Yanto dan Larto mereka berdua dulu adalah anggota dari komunitas mereka tetapi sekarang tidak lagi. Yanto dan Larto sekarang telah menjadi anggota dari komunitas Tejo.
Lalu Dani dan Ryo meminta izin untuk melakukan operasi pembalasan dan menjelaskan latar belakang masalahnya. Dan mereka senang sekali ketika Mas Bowo menyetujuinya. Bahkan mereka akan mendukung dengan janji akan membantu bijimana eh bilamana Dani dan kawan-kawan membutuhkan bantuan.
Nah sekarang tinggal deh anak-anak yang bingung bagaimana caranya mereka bisa mendapatkan foto Yanto dan Larto. Bukannya apa-apa, mereka kan nggak mau salah orang. Iya toh?
Ada sih inisiatif dari Ryo yang mencoba membuat sketsa wajah para pelaku berdasarkan keterangan dari Ivan. Tapi kok yaaa, setelah jadi gambarnya malah mirip-mirip Demit semua.
Akhirnya anak-anak berkesimpulan harus ada salah satu diantara mereka yang berani berkorban jiwa raga buat menyelusup untuk mencari keterangan di lokasi Warung Remang-remang itu. Dan dengan suara bulat dan mutlak, tanpa dilalui adanya pemungutan suara dan tidak dapat diganggu gugat lagi hasilnya. Anak-anak sepakat menunjuk Dani yang dikorbankan untuk tugas ini, yang tentu aja dia jadi sewot betul dong.
Tapi mau gimana lagi. Keputusan rapat telah bulat. Dani pun segera mencari akal. Kalau dia nekad masuk dengan penampilan seperti sekarang, wah bisa gagal total ketauan. Makanya dia mencoba menyamar jadi kayak berandalan gitu. Dengan diam-diam tanpa sepengetahuan anak-anak penampilan dia udah berubah total. Rambutnya jadi gondrong, wajahnya dibuat kusam dengan ada luka bekas codetan dikit di pipi, di lengannya ada tato temporary bergambar kera lagi makan pisang dan dia juga memakai baju yang agak dekil dengan celana panjang jeans yang robek disana-sini.
Nah untuk mengetes apakah dia masih dikenali apa nggak, Dani pun berlagak keluar dari rumah mess dengan santai. Dan betul aja, enggak pake lama dia udah diteriakin maling sama satpam yang lagi jaga. Begitupun saat dia lewat rumah mess operator dan gudang, kali ini nggak cuma satpam doang tapi juga anak-anak lain dibantu warga setempat juga sempat ngejar-ngejar dia sambil ngacung-ngacungin balok dan pentungan gitu dan untungnya aja dia lolos.
Lalu dia segera menuju ke Lokasi Warung Remang-remang. Setelah masuk ke dalam kompleks Dani pun bingung musti ngapain. Saat itu suasana warung remang-remang memang ramai sekali. Sedari tadi aja udah banyak cewek kuping belang (Kalo cowok kan idung) yang ngajak buat mampir ke warungnya. Sementara suara lagu dangdut yang keras betul saling bersaut-sautan keluar dari hampir semua warung. Belum lagi dibeberapa tempat ada orang-orang yang lagi asyik main judi, mulai dari judi kartu sampai judi koprok dan banyak juga orang-orang yang lagi mengobrol sambil minum minuman keras sampai mabuk.
Tiba-tiba aja saat lagi celingak-celinguk begitu, Dani dihampiri seorang cowok yang langsung mengajaknya berkenalan.
Dani kaget betul dikiranya penyamaran dia gagal total dan cowok ini tau jati diri dia, tapi setelah diperhatiin dengan seksama ternyata cowok ini sama sekali nggak dikenalnya tuh dan Dani nggak pernah liat sebelumnya. Dan si Masngudin alias Udin ini ternyata emang ramah betul orangnya.
“Baru kali ini main kesini ya Mas?”
Dani mengangguk.
“Wah samaan dong saya juga baru pertama kali kesini.”
“Emang Mas Udin rumahnya dimana?”
“Rumah saya jauh Mas, saya dari Pekalongan.”
“Lhaa kok bisa nyasar kesini?”
“Saya kira tempat ini pasar malam wong saya niatnya mau jualan batik di tempat ini. Ehh begitu masuk ternyata tempat kayak begini.”
Udin keliatan sebel.
“Udah Din, nggak apa-apa lagian kita kan emang baru pertama kali kesini. Sekarang mending kita minum dulu yuk.”
Ajak Dani.
“Boleh, minum apaan nih?”
“Terserah, apa aja juga boleh. Tenang aja biar saya yang traktir.”
“Wah makasih sebelumnya nih. Gimana kalo kita ke warung jamu disana aja Mas. Saya kepingin minum jamu nih.”
Ajak Udin.
“Tapi ada minuman yang lainnya kan ya? Kayak teh manis atau kopi panas gitu. Soalnya gue nggak doyan jamu.”
“Sepertinya sih ada. Tenang aja.”
Kemudian mereka berjalan menuju warung jamu tersebut. Dan sesampainya persis didepan warung.
“Din, tau nggak orang yang paling kuat di Jawa?”
Sejenak Udin berpikir keras. Tapi sejurus kemudian Ia menyerah.
“Waduh nggak tau Mas Dani. Emang siapa sih orangnya?”
“Nyonya Meneer.”
“Nyonya Meneer!?!”
Udin keliatan bingung.
“Iya bener, Tuh liat. Nyonya Meneer, berdiri sejak tahun 1919. kuat banget kan dia, Berdiri melulu nggak pernah duduk-duduk dari dulu.”
Seru Dani sembari tangannya menunjuk kearah sebuah papan iklan gede diatas warung jamu itu.
“Aseeeem..”
Udin ketawa terbahak-bahak.
Kemudian mereka masuk ke dalam warung. Udin segera memesan segelas jamu sementara Dani memesan segelas teh manis hangat favoritnya.
“Minum jamu apaan tuh Din?”
Dani bertanya setelah memperhatikan Udin yang sedari tadi sibuk mengaduk-aduk isi dari sebutir telor ayam kampung yang telah di campurkannya ke dalam gelas jamunya.
“Ini jamu kuat dan perkasa Mas Dan.”
“Maksudnya?”
“Iya, Ini obat tradisional untuk menambah stamina biar kuat, sehat dan nggak gampang sakit. Jadi saya bisa kuat bawa kardus-kardus berisi batik ini. ”
“Ooo kayak suplemen dari luar negeri gitu ya?”
“Iya. Tapi ini asli produk dalam negeri lho, dan lebih yahud khasiatnya.”
“Ah masa sih Din? Ada lagi kok obat tradisional yang lebih yahud khasiatnya.”
“Wah apaan tuh Mas obatnya?”
Udin bertanya penasaran setelah ia menghabiskan segelas jamunya dengan sekali tenggak.
“Susu dan buaya.”
Sejenak Udin berpikir.
“Maksudnya makan daging buaya dicampur susu gitu?”
“Bukan, bukan begitu caranya.”
“Apa saya minum susu buayanya aja? Waduh kalo itu carinya dimana Mas?”
“Bukan, salah kalo gitu caranya.”
“Terus susu dan buayanya diapakan dong?”
Udin nggak ngerti.
“Gampang kok Din, situ tinggal berenang aja bareng buayanya. Nahh… kalo bisa selamet nyampe ke darat, Susunya langsung diminum aja kayak biasa. Begitu aja terus tiga kali sehari, ntar badan Udin pasti kuat dan sehat deh..”
Jawab Dani yang disambut tawa Udin yang baru sadar.
“Mas-mas ini mau ditemenin cewek nggak?”
Tawar Bapak pemilik warung yang ikutan nimbrung.
“Cewek? Buat nemenin apaan Pak?”
“Apaan aja boleh. Cewek disini serba bisa semua lho.”
“Kalo mijet bisa nggak tuh Pak? Badan lagi pegel nih.”
Tanya Udin.
“Wahh bisa banget. Mau? Murah kok tarifnya.”
“Berapa Pak?”
“Cuma lima puluh ribu Mas, sejam.”
“Kalo yang tambah plus-plus gitu bisa nggak?”
Tanya Udin lagi yang penasaran.
“Wah Mas ini mau yang lebih pelayanannya ya? Bisa kok tarifnya cuma dua puluh ribu sekuatnya.”
“Lhaa kok malah lebih murah Pak?”
Protes Dani.
“Iya Mas, wong plusnya dipijet pake balok gitu. Gimana situ wani ora?”
Mereka pun ketawa.
Sembari bercanda, mata tajam Dani masih terus memperhatikan keadaan disekeliling mencari keberadaan buruannya. Sementara kupingnya masih mencoba mendengar obrolan orang-orang siapa tau ada kata-kata menyangkut Yanto dan Larto.
Tapi memang agak sulit juga buat cari-cari informasi kayak begitu, kudu sabar banget. Setelah berpindah tiga warung, baru deh Dani bisa mendapat info. Itu pun setelah dia mencuri dengar pembicaraan beberapa orang preman yang kebetulan sedang mengobrol di sebuah warung persis disamping warungnya.
“Jadi Orang Proyek itu udah ada yang bonyok ya?”
“Udaah satu orang, kemarin gue permak habis mukanya hahaha..”
“Elo sikat apanya tuh Lar?”
“Pertama gue tendang perutnya dua kali, abis itu kepalan tangan gue ini yang gantian menonjok mukanya empat kali, sampai pipinya bengkak hahaha..”
“Kalo gue segera mengeluarkan jurus silat andalan perguruan Gagak Kutil yang bukunya pernah gue curi, sekali gebraak enam pukulan gue ngebuat benjol-benjol tuh orang hahaaa..”
“Emang elo juga ikutan Yan?”
“Iyaa dong gue kan nggak pernah ketinggalan.”
Gigi Dani bergemerutuk saking marahnya. Dia nggak terima temen baiknya dipukulin dan dikeroyok seperti itu.
Udin aja sampai kaget dikiranya Dani lagi nyirih. Tapi sebisa mungkin emosinya itu dia tahan. Dia bisa ngebayangin Ivan dibuat kayak perkedel saat itu oleh mereka. Masih untung juga pengeroyokannya cuma sebentar. Lha, kalau lebih lama dikit aja, wah bisa dipastiin deh Ivan bisa dibuat mereka jadi dendeng.
Dengan kamera Ponselnya diam-diam Dani merekam semua pembicaraan dan mengambil foto preman-preman itu.
“Aahh yang terpenting gue udah dapet fotonya Yanto sama Larto.”
Dani membatin senang.
~~~~~~~~~~~~~~
Esok malam disaat sedang bersantai di rumah mess. Dani, Ryo, Elung, Anto, Ivan, Demit dan Siregar mengadakan rapat khusus untuk melaksanakan operasi pembalasan. Karena sifatnya yang rahasia makanya anak-anak mengadakan rapat itu didalam kamarnya Ivan yang dikunci pintunya dari dalam. Jadi nggak sembarangan orang bisa masuk.
“Dan, fotonya Yanto dan Larto, udah ada belum?”
Dani segera tanggap. Lalu ia mengambil amplop berisi foto dari dalam kamarnya.
“Nih..”
Dani menyerahkan amplop foto itu kepada Ryo, yang segera dikerubungi oleh teman-teman yang lain karena mereka semua penasaran bentuk wajah Yanto dan Larto.
“Waaah culun banget!”
“Iyaa norak betul gayanya!”
“Ck..ck..ck..”
“Ini lagi foto dimana sih?”
“Iya nih masa latar belakangnya kuburan begini.”
“Adduh nggak tega gue mukulin kakek-kakek kayak gini ini.”
Dani curiga mendengar komentar aneh teman-temannya. Lalu ia merebut salah satu foto itu dari tangan Ryo.
“Waduuuh mangap, eh Maap. Gue salah ambil foto. Ini sih foto album keluarga gueee.”
Serunya yang lalu dengan susah payah berusaha mengumpulkan kembali foto-foto itu dari teman-temannya yang dengan mati-matian berusaha mempertahankan foto-foto aneh bin ajaib itu.
Dani segera kembali kekamarnya dan nggak lama kemudian dia udah balik lagi sambil menyerahkan sebuah amplop berisi foto ke anak-anak.
“Nih foto-foto yang benernya.”
Anak – anak kemudian kembali membukanya. Tapi nggak pakai lama, komentar-komantar aneh pun kembali terdengar.
“Waaauuu… cantik bangeet!”
“Gila polos betul ckckck…”
“Yang itu, yang itu dong gue belom liat fotonya.”
“Wiiiiii…. Seksinyaaa”
Dani curiga lagi mendengar komentar aneh teman-temannya dan segera merebut salah satu foto dari tangan Anto.
“Waah waah, salah, salah lagi, kalo yang ini sih koleksi foto syurr gueee.”
Dani kembali berusaha mengumpulkan foto-fotonya, yang kali ini tentu aja mendapat perlawanan lebih keras dari anak-anak.
“Lho foto cewek yang ini kok gue inget pernah liat. Tapi dimana ya?”
“Ini sih foto koleksi elo Ryo gue inget!”
“Lha kok elo tau Lung?”
“Kan gue pernah nyolong Ryo, pengen liat doang.”
“Lhaa?! Berarti, berarti elo juga nyolong ya Dan? Iya?”
“Enggak enggak, gue cuma pinjem doang kok Ryo.”
“Balikin nggak, hayooo balikiiiin sekaraang!!”
Mereka semua malah jadi pada ribut betul.
Baru deh setelah mendapatkan foto yang benar, anak-anak segera mengkonfrontir dengan Ivan sebagai korban.
“Beneran Van, mereka ini orang-orangnya?”
Tanya Ryo penuh selidik.
“Iya bener Ryo, mereka ini yang mukulin gue.”
“Elo yakin bener kan Van? Nggak salah orang”
“Beneran Lung, gue yakin.”
“Waduh ini orang apa Buto Cakil sih? item-item amat orangnya.”
Lalu mereka semua segera serius menyusun strategi penyerangan nanti.
“Van, elo nanti mukulin dari sebelah kiri ya. Biar gue sama Anto di sebelah kanannya.”
Usul Ryo, saat mereka berdiskusi mengenai skenario rencana penyerangan balasan.
“Iya. Biar gue sama Demit yang menghajar mereka dari depan sementara Elung dan Siregar menghajar mereka dari belakang.”
Dani menimpali.
“Lhaa?! Berarti, berarti gue sendirian dong nyerang mereka dari kiri?”
“Iya Van. Elo berani kan?”
“Elo pasti berani deh Van. Elo kan jago. Iya nggak Nto?”
“Bener tuh Gar. Ivan pasti berani deh.”
“Iya Van, sengaja elo kita kasih sendirian, soalnya kita – kita ngasih kesempatan elo buat balas dendam mukulin mereka sampai bonyok.”
“Eh iya iya. gue berani.”
Ivan ragu-ragu.
“Eh terus, terus nanti kalo temen-temennya Yanto dan Larto datang membantu gimana dong?”
Ivan kembali bertanya.
“Ya kabuur lah. Gimana sih elo.”
“Elo kuat lari kan? Itung-itung olahraga lah.”
“Tenaaang, tenaaang, gue kan udah hubungi Mas Bowo, kepala preman di Pasar Wage. Mereka siap kok membantu kita kalo sampai terjadi apa-apa.”
Dani menjelaskan kepada semua teman-temannya.
“Tuh kan Van, ada bala bantuan jadi tenang aja.”
“Iya Van, jangan takut.”
“Hebat betul Dani ya, udah mikir sampai hal sedetil itu.”
“Betul, betul. strateginya Dani sudah diperhitungkan secermat mungkin. Makanya Van elo jangan takut.”
“Eh, anu, tapi kalo teman-temannya Mas Bowo terlambat datangnya gimana Dan? sementara kita semua telah terkurung dan terkepung oleh mereka.”
Ivan masih bertanya lagi. Kayaknya dia masih takut juga sepertinya.
“Wah iya juga tuh, kalo kayak gitu itu kondisinya kita harus ngapain Dan?”
“Bener juga kata Ivan, Mas Bowo datangnya kan perlu waktu juga. Kita musti gimana tuh Dan?”
Anak-anak kembali heboh.
Dani diem mikir-mikir sejenak. Betul juga kata anak – anak, Mas Bowo Cs kan perlu waktu untuk datang, kok gak dia sampe gak kepikiran ya.
“Waah kalo itu sih diluar skenario, teman-teman.”
Alkhirnya Dani ngejawab setelah sekian lama diam berpikir.
“Maksudnya Dan?”
“Sini gue kasih tau”
Anak – anak semua langsung pada merapat ke Dani. Sementara Dani nya gantian memandangi wajah anak – anak satu persatu dengan tatapan serius.
“Terus gimana strategi kita Dan?”
Mereka semua penasaran.
Sejenak Dani menghela panjang nafasnya.
“Kalo begitu itu kondisinya, yuk kita nangis bareng, abis kita pasti bonyok digebukin.”
Dani menjawab pasrah. Karena dia udah nggak punya strategi lagi sih. Udah mentok. Tinggal deh anak – anak yang berebutan ngejitakin kepala Dani.
Tapi untungnya aja mereka dapet bocoran dari Trisno kalau setiap malam kamis Tejo dan beberapa kawan-kawannya pergi untuk mengambil setoran di pasar Sangkalputung. Emang nggak semuanya sih tapi paling tidak kekuatan preman yang ada di warung remang-remang itu pasti berkurang. Naah disaat itulah anak-anak merasa itu adalah waktu yang tepat untuk bertindak.
~~~~~~~~~~~~~~~
Beberapa hari kemudian menjelang tengah malam dengan menyamar. Dani, Ryo, Elung, Anto, Ivan, Siregar dan Demit telah berada di areal warung remang-remang. Ya, menurut kesepakatan bersama malam kamis itu operasi pembalasan memang akan dilaksanakan.
“Dan, gue.. gue yang mantau aja ya, keberadaan Yanto dan Larto.”
Tiba-tiba aja Ivan mengajukan diri kepada Dani.
Sejenak Dani terdiam, ia ngerasa banget kalau Ivan sepertinya agak takut juga kalau ikut berkelahi dengan Yanto dan Larto. Kemudian ia beralih memandangi temen-temen yang lain satu persatu.
“Iya Van. Silahkan. Kita tunggu kabar dari elo ya.”
Anak-anak akhirnya mempersilahkan.
Kemudian sembari menunggu kabar dari Ivan, mereka semua duduk di sebuah warung yang mempunyai arah pandangan yang luas ke dalam kompleks sambil menikmati kopi dan berbagai macam aneka panganan.
Mata tajam mereka semua terus memperhatikan orang-orang dan keadaan disekelilingnya. Mereka berharap betul Yanto dan Larto nggak termasuk dalam rombongan Tejo yang pergi ke Pasar Sangkalputung.
Tiba-tiba aja disaat lagi tegang-tegangnya begitu, ponsel Dani berbunyi. Segera diangkatnya ketika mengetahui yang menelepon adalah Ivan.
“Kijang satu. Kijang satu. Melapor pada pusat. Dua kodok sawah telah merapat seratus meter sebelah kanan dari pos.”
Gaya Ivan persis banget kayak cepunya polisi.
Segera Dani dan teman-temannya bergerak menuju lokasi yang disebutkan. Sesampainya disana mereka memang melihat tiga orang pria yang tengah duduk di sebuah warung sambil menenggak minuman keras.
“Lung, bener nggak itu orangnya?”
Sejenak Elung memperhatikan dan mencocokkannya ke foto yang emang selalu dibawa-bawa.
“Betul. Itu orangnya Nto. Tapi cowok yang kurus putih rambut gondrong itu bukan. Gak tau deh itu siapa.”
“Terus gimana nih? Kita tanyain baik-baik dulu apa langsung pakai kekerasan?”
Anto bertanya kepada semua yang ada.
“Kita tanya dulu aja baik-baik.”
“Jangan lebih enak dipukulin dulu.”
“Wah wah Jangan! Nggak bagus! Kita kan orang-orang yang sopan.”
“Yaaa gimana sih elo Lung, kita kan bukan tamu masa pake nanya segala sih..”
“Tapi kita kan musti sopan Nto, inget dong pelajaran tata krama sopan santun di sekolah. Iya kan? Iya kan?”
“Jadi enaknya gimana nih?”
“Kalo orang Medan sih, tempeleng mukanya terus lari.”
“Wah nggak pake nanya-nanya dulu ya Gar?”
“Enggak perlu.”
“Tuh kan Lung, enggak perlu.”
Dikesibukkan mereka berdiskusi gak jelas kayak gitu. Tiba-tiba aja Dani yang udah gak sabar segera memberi kode pada Ryo. Berdua mereka berjalan tenang menghampiri Yanto, Larto dan seorang temannya yang sedang asyik meyeruput minuman keras dari gelas. Gak lama kemudian mereka udah menggeret ketiganya keluar dari dalam warung.
Setelah itu terdengar deh suara pukulan dan tendangan yang disertai jerit suara kesakitan. Agak lama juga mereka menghajar, sampai pada akhirnya Yanto, Larto dan cowok kurus gondrong itu tersungkur. Muka mereka babak belur berdarah-darah.
Setelah selesai, Dani dan Ryo berjalan tenang meninggalkan mereka menuju kearah tempat teman-temannya yang bengong berkumpul.
“Ehh kita kan belom tau alasan mereka.”
Anto tiba-tiba teriak mengingatkan.
Kontan Elung dan Anto kembali menuju arah Yanto dan Larto yang masih tergeletak di jalan. Lalu menghajar mereka kembali sembari mengorek keterangan.
“Adduh.. Tobaaat..! ampun Mass! Aduhh.. masa nambah sih?? Ampuuun…”
“Iya Mass, muka saya ini bukan milik Negara Mas, enggak gratis, addduuuuh…”
“Hayo ngaku! Apa alasan elo ngeroyok temen gue hah?”
Bentak Elung.
“Kita dibayar Mas.. adduuuh…”
“Siapa yang bayar elo semua hah?”
Bentak Elung lagi.
Yanto dan Larto terdiam nggak ngejawab.
“Eh nggak mau jawab ya! Nih rasain lagi!”
Elung kembali memukul.
“Adduh.. adduuuuh.. gigi gue coplok! Adduuuh…”
Tapi Yanto dan Larto tetep diam nggak ngejawab biarpun Elung dan Anto terus menghajar sampai mereka tambah babak belur. Sementara cowok kurus gondrong temannya udah sukses pingsan dihajar Siregar.
“Lung, Lung, berhenti mukulin. Percumaaa! cuma buang-buang energi aja. Udahlah, mereka emang keras kepala.”
Teriak Anto yang udah ngos-ngosan nafasnya.
Sementara itu Demit sambil bertolak pinggang mengawasi keadaan sekitar. Dia mengawasi semua pengunjung warung remang-remang yang datang bergerombol menonton.
“Kalo diantara kalian semua ada yang nggak terima, silahkan maju kesini!”
Demit berteriak lantang.
“Lawan tuh kedua orang teman saya!”
Teriak Demit sembari tangannya menunjuk kearah Dani sama Ryo yang langsung aja mesem-mesem.
Gile bener si Demit. Bisa-bisanya buang body begitu. Untung aja nggak ada lagi preman-preman yang maju.
Tapi tetep, sepasang mata elang milik Dani ikut mengawasi keadaan disekelilingnya dan dia baru sadar kalo dia tidak menemukan sama sekali sosok Ivan diantara kerumunan orang-orang yang menonton itu sedari tadi. Kontan aja hal itu ngebuat Dani jadi khawatir banget.
“Ryo elo ngeliat Ivan nggak?”
Ryo kemudian juga melihat keadaan disekelilingnya.
“Enggak Dan, gue juga nggak liat dia dari tadi. Kemana ya tuh anak?”
Ryo juga merasa khawatir.
“Jangan-jangan dia ketangkep lagi, terus disandera sama digebukin.”
“Wah, mungkin juga tuh Dan, setelah bonyok begitu terus dia nanti dibunuh kita musti gimana?”
“Waaaaduh, betul juga tuh Ryo, gawat banget kita.”
Dani yang panik lalu mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi Ivan.
“Van, elo dimana? Hayo pulang. Kita udah selesai.”
Nada suaranya Dani terdengar khawatir sekali.
Sementara Ivan yang ternyata saat itu sedang asyik pijet di salah satu warung disana langsung menyahut.
“Wah bentar yah Dan, lagi nanggung nih!”
~~~~~~~~~~~~~~~
Bersambung…..
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
