Aku Berlari dan Berharap Bertemu Siapa Saja

2
0
Deskripsi

Seseorang yang berharap bertemu dengan hantu dan bercerita kepadanya. 

Aku Berlari dan Berharap Bertemu Siapa Saja

Oleh: Imas Hanifah N

 


Aku sedang tidak bisa berpikir rasional ketika berlari keluar dari kamar apartemen nomor A102 pukul tiga pagi ini. Aku tidak peduli dengan baju tidur kotak-kotak yang sedang kukenakan atau dengan sandal rumah tipis dan berbulu yang menjadi alas kakiku sekarang. Aku hanya ingin berlari dan menangis. Hanya itu.

Angin dingin yang menerpa seluruh tubuhku membuat tangisku makin aneh. Aku yakin tidak ada orang yang mendengarnya, tidak ada orang lain yang peduli dan tidak akan ada. Memangnya, siapa yang akan berjalan-jalan di jam sepagi ini? Jika pun ada, menemukan perempuan tengah berlari dengan pakaian tidur dan menangis, memangnya itu akan menarik? Itu akan sangat merepotkan.

Orang-orang yang bangun di pagi-pagi sekali pasti para pekerja keras yang hidupnya pun sudah susah. Mengurusi orang sepertiku, mereka akan jadi lebih tersiksa. Akan lebih baik jika mereka pura-pura tidak melihat.  


Aku berhenti berlari ketika napasku hampir habis. Bagian menyakitkan dari berlari tanpa arah, tanpa tujuan dan dalam keadaan emosi yang tidak stabil adalah rasanya. Rasanya seperti hampir mati. Coba saja kalau mau.

Aku menepi. Duduk di sebuah kursi panjang di sekitaran entah. Jika siang hari, mungkin aku bisa lebih mengenali tempat ini. Ini belum terlalu jauh dari apartemen. Ini seperti, aku mencoba melihat sekeliling. Ya, ini taman. Taman bermain untuk anak-anak, mungkin.

Tiba-tiba saja aku berpikir mungkinkah jam segini bisa ada hantu? Kalau ada, aku akan bersyukur. Aku butuh teman bicara. Aku harus menceritakan semua yang ada di dalam kepalaku, meskipun aku tidak yakin jika betulan bertemu dengan hantu itu, aku bisa bercerita. Toh, aku bingung harus cerita mulai dari mana.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya hantu itu, mungkin. Kalau saja ia datang.

Lalu aku akan menjawab, "Aku menepi. Aku lelah karena sudah berlari dari apartemen menuju ke sini."

Hantu itu mendekat dan duduk di sampingku. Kira-kira, mungkin begitu. Ia akan menatapku dengan tatapan penuh iba, lalu aku akan bergeser sedikit karena melihat wajahnya yang pucat dan mengerikan. Ah, tapi aku tidak akan takut. Hantu atau apa pun, asalkan ada yang datang aku akan senang.

"Kenapa kamu berlari? Jam segini, harusnya kamu sedang enak-enaknya tidur. Seperti kebanyakan orang."

Hantu itu pasti, aku yakin akan berkata demikian.

Lalu aku akan menjawab lagi, "Aku tidak bisa tidur. Aku lelah."

"Kalau lelah, seharusnya bisa tidur," katanya lagi, mungkin.

Aku akan jawab, "Karena lelahku tidak akan tuntas dengan hanya ditidurkan. Kelelahanku bukan karena aku bekerja seharian atau melakukan sesuatu. Kelelahanku karena aku berpikir."

Hantu itu akan merasa jengkel mungkin. Jawabanku bertele-tele dan agak sulit dimengerti untuk ukuran hantu sepertinya. Kali ini aku tidak begitu yakin ia akan kembali bertanya.

"Begitu, ya."

Hantu itu mungkin tidak bertanya lagi. Sesuai dugaanku.

Aku dan hantu itu, kalau betulan ada, hanya akan duduk-duduk saja sambil melihat lurus ke depan. Tidak ada yang benar-benar dilihat oleh kami, selain kekosongan di dini hari. Perasaan dingin yang sedari tadi semakin menusuk, entah mengapa tak membuatku ingin beranjak pergi.

Seolah aku sudah dapat beradaptasi dengan apa yang ada di sekitarku. Secepat ini. Secepat ini aku bisa beralih ke dalam keadaan yang tak biasa, tapi tentang berapa lamanya, aku tidak tahu. Hari yang terang pasti akan segera mendekat, menyingkirkan kedinginan dan kegelapan ini. Sebentar lagi.

"Aku harus pergi," kata hantu itu, mungkin.

Aku akan menjawab saja, "Jangan. Kenapa pergi?"

"Karena aku hantu, aku tidak boleh berkeliaran kalau sudah menjelang siang. Orang-orang tidak suka melihatku."

"Aku suka."

"Tapi yang lain tidak."

Kira-kira begitulah. Hantu ya, hantu. Tidak bisa disamakan dengan manusia. Hantu yang mungkin akan datang padaku pasti hantu yang tidak punya kepercayaan diri.

"Kamu juga harus pulang," katanya, mungkin.

Aku akan menggeleng dan menjawab, "Belum mau."

"Kenapa?"

"Aku masih ingin lari."

"Lari dari apa?"

"Dari apa saja."

"Ya, kamu pasti bisa. Kalau kamu bisa berlari kencang dari apartemen dan hampir mati, kamu pasti bisa berlari dari tempat yang lebih nyaman dari sekadar sebuah apartemen. Kamu pasti bisa lari dari sana. Melepaskan apa yang ingin kamu lepaskan. Lari. Lari saja."

Aku terdiam sejenak. Jika hantu itu datang dan berbicara banyak, pasti hantu itu sudah menelusup masuk dan membaca pikiranku. Ya, hantu bukannya memang punya kemampuan seperti itu, kan? Bisa baca pikiran orang? Jawab iya saja, ya.

Aku mungkin akan mengangguk saja, lalu membiarkan hantu itu pergi.


Benar. Kira-kira, itu yang akan terjadi. Percakapan semacam itu yang akan berlangsung antara aku dan si hantu kalau aku benar bertemu dengannya. Kalau hantu itu benar datang kepadaku. Kalau hantu itu memang benar-benar ada.

***

Aku kembali ke kamar apartemen. Berjalan seperti biasa, meskipun pandangan orang-orang tertuju kepadaku. Aku bisa melihat mereka menatapku agak aneh, tapi aku tidak peduli. Mereka pun sepertinya hanya akan menganggapku seperti serangga yang hanya lewat begitu saja. Tidak penting.

Ini belum terlalu pagi, tapi saat aku selesai memencet tombol pintu, selesai aku menekan-nekan nomor yang merupakan hari, tanggal, dan tahun kelahiranku, aku menemukan sosok itu. Ia sedang duduk santai di sofa dan menyambutku dengan senyuman paling manis seperti biasa.

"Hei, ke mana saja, Sayang? Aku baru pulang barusan. Aku tidak tahu kalau kamu sudah di sini sejak semalam. Maaf ponselku kumatikan, tadi sibuk sekali di kantor. Ada project besar dan makanya aku sampai pulang pagi seperti ini."

Aku tersenyum, lalu melirik ke arah kakinya. Ia memakai sandal yang sama sepertiku. Sandal couple, hanya beda warnanya saja. Punyaku merah muda, punyanya biru muda.

"Kamu kenapa?" tanyanya lagi. Mungkin ia heran karena aku kembali dari luar dengan baju tidur dan sandal rumah. Ia baru menyadarinya?

"Tidak apa-apa, tadi aku hanya ingin menghirup udara segar saja. Olahraga pagi, lari-lari sedikit. Pakai baju tidur, karena aku malas menggantinya."

Aku tahu alasanku tidak masuk di akal. Ia pasti heran dan merasa aneh, tapi ini bukan pertama kalinya dan seperti yang sudah-sudah, ia akan melupakannya dan tidak akan terlalu peduli. Ya, begitu.

"Aku baru sadar, Sayang. Kita jarang liburan. Nanti kita berdua ke Eropa, ya. Liburan. Belanja-belanja. Kamu mau, kan? Kalau dihitung-hitung, setelah menikah, kita cuma baru liburan ke luar negeri itu berapa kali, ya? Dua atau tiga? Pokoknya sudah lama kita tidak liburan."

Aku tak menjawab, beranjak mencari air minum.

"Kapan, ya? Kamu ada ide? Kapan waktu yang sangat tepat menurutmu untuk liburan? Aku masih ada project. Setelah selesai saja, ya."

Aku mengangguk pelan. "Ehm, belum tahu. Nanti saja. Kita bicarakan."

Ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia sibuk dengan ponselnya yang mulai memberinya beberapa notifikasi. Entah dari siapa.

Kalau saja, malam tadi aku tidak menemukan secarik kertas di kolong ranjang itu, aku mungkin akan tersenyum setiap kali menyadari kode apartemen ini adalah hari ulang tahunku. Aku mungkin akan tersenyum dan menyambut riang rencana jalan-jalan berdua dengannya ke Eropa.

Kalau saja aku tidak menemukan secarik kertas itu, secarik kertas bertuliskan kata-kata manis yang menyakitkan.

 

"Terima kasih untuk malam ini ya, Sayang. Aku mencintaimu."


-Renata, kekasihmu yang paling seksi.

 

Aku bisa lari. Aku bisa pergi. Seperti yang hantu itu katakan, "Lari. Lari saja."

 

Tasikmalaya, 2022
 


Imas Hanifah N. Beberapa karyanya pernah dimuat di media cetak maupun media elektronik. Baginya, membaca dan menulis adalah sebuah kebutuhan. Ia bisa dihubungi via akun FB: Imas Hanifah dan IG: hani_hanifahn.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Kunang-Kunang Terakhir
4
2
Tentang seekor kunang-kunang yang dinyatakan sebagai seekor kunang-kunang terakhir di bumi. Namun, ia tidak mau percaya bahwa ia adalah yang terakhir. Dengan tekadnya yang kuat, ia berusaha mencari kunang-kunang yang lain untuk dinikahi.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan