Pernikahan Kontrak yang Berubah Menjadi Cinta

0
0
Deskripsi

"Pernikahan Kontrak yang Berubah Menjadi Cinta: Seorang wanita yang membutuhkan uang menikah kontrak dengan seorang pria kaya dan dingin, namun seiring waktu, cinta sejati mulai tumbuh di antara mereka."

Bab 1: Perjanjian Awal

Anna duduk termenung di sudut kamar kecilnya, memandang ke arah jendela yang memantulkan sinar senja. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Sejak kehilangan pekerjaan tiga bulan lalu, hidupnya terasa semakin berat. Ibunya yang sakit-sakitan membutuhkan biaya perawatan yang tak sedikit, sementara uang tabungan mereka sudah habis tak bersisa. Anna mencoba segala cara untuk mencari pekerjaan, namun hasilnya nihil. Harapan mulai memudar, dan ia merasa dunia di sekelilingnya perlahan-lahan runtuh.

Hari itu, telepon berdering, mengagetkannya dari lamunan. Suara di seberang telepon itu memperkenalkan diri sebagai Jonathan, pengacara dari seorang pengusaha kaya bernama Daniel Hartono. Ia menawarkan sesuatu yang tak pernah terpikirkan oleh Anna: sebuah pernikahan kontrak. Tawaran itu terdengar seperti sebuah mimpi buruk di awal, namun saat Jonathan menjelaskan rincian lebih lanjut, Anna mulai memikirkan kemungkinan ini dengan serius.

Daniel Hartono, pria yang disebut Jonathan, adalah pengusaha sukses namun dikenal dingin dan tertutup. Ia membutuhkan istri hanya demi mempertahankan citra sosial dan menyelamatkan reputasinya di dunia bisnis. Pernikahan kontrak ini akan berlangsung selama setahun, dan sebagai imbalannya, Anna akan menerima sejumlah uang yang bisa menyelesaikan semua masalah keuangan keluarganya. Syaratnya sederhana: tidak ada keterlibatan emosional, tidak ada cinta, hanya perjanjian formal yang menguntungkan kedua belah pihak.

Malam itu, Anna tidak bisa tidur. Ia memikirkan tawaran tersebut dengan hati yang berat. Apakah benar menikah hanya demi uang? Ia tahu bahwa keputusan ini akan membawa dampak besar dalam hidupnya, namun di sisi lain, ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Ibunya membutuhkan pengobatan segera, dan ini satu-satunya cara cepat untuk mendapatkan uang.

Dua minggu kemudian, semuanya berjalan dengan cepat. Anna dan Daniel bertemu untuk pertama kalinya di sebuah restoran mewah, suasana dingin terasa sejak awal. Daniel, dengan tatapan tajam dan sikap tak peduli, menyodorkan dokumen perjanjian yang sudah dipersiapkan. Anna menandatangani dokumen tersebut dengan tangan gemetar, menyadari bahwa hidupnya akan berubah drastis mulai saat itu.

Resepsi pernikahan berlangsung secara megah di sebuah hotel bintang lima. Tamu-tamu berkelas datang, mengenakan gaun dan setelan terbaik mereka, namun Anna merasa asing di tengah keramaian itu. Ia berdiri di samping Daniel yang tampak tenang, sementara dirinya berusaha menutupi kegelisahannya. Tawa dan percakapan para tamu terdengar seperti dengungan jauh, sementara pikirannya terus berputar tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

Setelah resepsi berakhir, Anna dan Daniel pulang ke rumah mewah mereka yang luas, namun atmosfernya terasa hampa. Tidak ada sentuhan kehangatan di sana, hanya sebuah tempat yang megah namun dingin, sama seperti suaminya. Anna merasa terjebak, meskipun ia tahu bahwa ia yang membuat pilihan ini. Di dalam kamar mereka yang besar, Anna dan Daniel berpisah tanpa banyak kata. Pernikahan ini adalah perjanjian, dan tidak ada cinta di antara mereka. Setidaknya, belum.

Saat Anna merebahkan diri di tempat tidur malam itu, air mata menetes di pipinya. Ia memejamkan mata, berharap bahwa suatu hari nanti, ia bisa merasa lebih dari sekadar istri kontrak yang terikat oleh perjanjian kertas. Tapi untuk saat ini, ia harus menerima realitas yang ada, meski perasaan canggung dan ketidaknyamanan terus menyelimuti hatinya.

Bab 2: Awal yang Dingin

Hari pertama setelah pernikahan adalah awal dari kehidupan baru yang tidak pernah dibayangkan oleh Anna. Ia kini tinggal di rumah megah milik Daniel, sebuah mansion besar yang dipenuhi keindahan namun terasa sepi dan dingin. Lorong-lorong panjang yang dihiasi lukisan-lukisan klasik, furnitur antik yang tampak mahal, dan lampu-lampu kristal yang menerangi setiap sudut, semua itu hanya menambah perasaan terasing dalam diri Anna.

Pagi itu, ia duduk di meja makan yang panjang, di ruangan yang sepi. Meja yang biasanya diisi oleh keluarga bahagia, kini hanya ada dirinya dan satu porsi sarapan yang terhidang di hadapan. Daniel sudah berangkat bekerja lebih awal, tanpa sepatah kata pun. Bahkan saat keluar dari rumah, dia hanya mengangguk sekilas, seolah-olah mereka hanyalah dua orang asing yang kebetulan berada di tempat yang sama.

Anna mencoba menenangkan dirinya. Bagaimanapun, pernikahan ini memang hanya sebuah kontrak. Tidak ada cinta atau keintiman yang diharapkan di antara mereka. Namun, kenyataan hidup bersama dalam keadaan formal seperti ini terasa jauh lebih sulit dari yang ia bayangkan. Daniel jarang ada di rumah, dan jika pun ada, suasana tetap dingin. Mereka hampir tidak pernah berbicara, kecuali mengenai hal-hal formal. Setiap percakapan mereka terasa kaku, seperti dua orang yang sedang menjalani tugas masing-masing.

Hari-hari berlalu, dan Anna mulai merasa terasing. Mansion yang besar dan mewah seolah menjadi penjara baginya. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan semua waktu luang yang kini dimilikinya. Tidak ada pekerjaan, tidak ada kegiatan. Bahkan staf rumah tangga di mansion itu menjaga jarak darinya, mungkin karena mereka tahu bahwa pernikahannya dengan Daniel hanyalah formalitas. Di mata mereka, Anna hanyalah seorang tamu yang akan pergi setelah masa kontrak berakhir.

Kehidupan barunya terasa kosong, dan Anna mulai merindukan hal-hal kecil dari kehidupannya yang sederhana sebelum ini. Meski sulit secara finansial, setidaknya ia merasa hidup. Ia merindukan momen bersama ibunya, obrolan ringan di ruang tamu, dan tawa kecil yang terdengar hangat di rumah mereka yang sederhana. Di sini, semua terasa sepi.

Suatu sore, setelah beberapa minggu berlalu, Anna duduk di halaman belakang mansion, memandang kebun yang luas. Udara sejuk musim gugur menggigilkan tubuhnya, tetapi ia tetap duduk, menikmati ketenangan yang sedikit menghiburnya. Saat itu, untuk pertama kalinya, ia bertanya pada dirinya sendiri apakah dia benar-benar sanggup menjalani pernikahan seperti ini selama setahun penuh.

Malam harinya, ketika Daniel pulang, Anna memutuskan untuk mencoba berbicara dengannya. Bukan untuk mendiskusikan hal penting, tapi hanya untuk memecahkan kebekuan di antara mereka. Namun, Daniel hanya memberikan jawaban singkat, seolah-olah percakapan itu hanyalah sebuah gangguan dari rutinitasnya. Keheningan kembali mengisi ruang di antara mereka, lebih dingin dari udara malam yang menusuk di luar.

Setiap hari yang berlalu hanya semakin mempertegas bahwa kehidupan pernikahan mereka hanyalah sebuah perjanjian bisnis. Anna berjuang untuk menemukan tempatnya di dunia baru ini, namun setiap usaha untuk mendekati Daniel atau memahami kehidupannya terasa sia-sia. Daniel selalu tampak tenggelam dalam pekerjaannya, dan jarang menunjukkan ketertarikan pada apa pun selain kesuksesan bisnisnya.

Anna tahu bahwa ini bukanlah pernikahan seperti yang ia bayangkan dalam mimpi masa kecilnya. Ini adalah realitas dari sebuah perjanjian, dan cinta sepertinya adalah sesuatu yang jauh dari jangkauan. Namun, meski begitu, di balik semua kebekuan ini, Anna tidak bisa menahan harapan kecil di hatinya, berharap bahwa mungkin, di balik sikap dingin Daniel, ada sesuatu yang lebih.

Bab 3: Kenangan-kenangan Kecil

Hari-hari berlalu, dan meskipun suasana di antara Anna dan Daniel tetap dingin, ada sedikit perubahan yang mulai terasa. Daniel, yang biasanya tidak mempedulikan keberadaan Anna, perlahan-lahan mulai menunjukkan perhatian kecil yang sebelumnya tidak pernah ada. Ini bukanlah perubahan besar atau dramatis, tapi lebih seperti detail-detail kecil yang menandakan sesuatu yang lebih halus.

Salah satu momen itu terjadi ketika Daniel mengundang Anna untuk menghadiri acara sosial bersama. Biasanya, Daniel akan pergi sendiri ke acara-acara penting, tanpa menawari Anna untuk ikut serta. Namun kali ini, ia mengundang Anna dengan nada yang lebih lembut daripada biasanya. Acara itu adalah sebuah gala amal yang dihadiri oleh para pebisnis besar dan orang-orang terpandang. Bagi Anna, ini adalah dunia yang asing, penuh dengan aturan tidak tertulis dan sikap formal yang terkadang menyesakkan.

Namun, selama acara itu, Daniel tidak lagi sepenuhnya mengabaikan Anna. Meski dia masih sibuk berbicara dengan rekan bisnisnya, ada saat-saat di mana ia menoleh ke arah Anna, memastikan dia nyaman. Saat makan malam, dia bahkan menyarankan hidangan tertentu yang ia pikir Anna akan sukai, sebuah perhatian kecil yang membuat Anna sedikit terkejut.

Malam itu berakhir dengan Anna merenungkan perasaan barunya. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Sikap dingin Daniel tampaknya perlahan mencair, dan Anna mulai melihat sisi lain dari pria yang selama ini tampak tak tersentuh. Ketika mereka pulang dari gala, meski percakapan mereka tetap terbatas, Anna merasa ada sedikit kehangatan yang mulai tumbuh di antara mereka, meskipun sangat halus.

Selain itu, perhatian-perhatian kecil lainnya mulai muncul. Di pagi hari, Daniel mulai menanyakan apakah Anna membutuhkan sesuatu sebelum dia berangkat bekerja. Tidak setiap hari, tetapi cukup sering untuk membuat Anna merasa bahwa dia tidak sepenuhnya diabaikan. Bahkan di meja makan yang sebelumnya terasa sunyi, ada percakapan singkat tentang hal-hal sehari-hari, meskipun masih penuh kehati-hatian.

Anna mulai memahami bahwa di balik sikap formal dan kesibukan Daniel, ada lapisan yang lebih dalam. Dia memperhatikan bahwa Daniel memiliki rutinitas yang teratur, tetapi kadang-kadang ia meluangkan waktu untuk memastikan Anna baik-baik saja, meskipun dalam bentuk-bentuk yang sangat sederhana. Seperti ketika dia pulang larut malam dari kantor, Daniel seringkali membawa makanan untuk Anna, meskipun mereka tidak makan bersama.

Ada satu momen yang sangat berarti bagi Anna, meski mungkin tampak sepele bagi orang lain. Suatu malam, ketika hujan deras mengguyur luar rumah, Anna duduk di ruang tamu dengan selimut melilit tubuhnya, merasa agak dingin. Daniel, yang biasanya tidak memerhatikan hal-hal seperti itu, tanpa berkata apa-apa menyalakan perapian dan meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata. Tindakan sederhana itu memberikan kehangatan yang lebih dari sekadar api yang menyala. Ada sesuatu di dalam hati Anna yang mulai berubah, meski ia tidak bisa menjelaskannya.

Namun, meski ada perasaan baru yang tumbuh, hubungan mereka tetap dalam kerangka perjanjian. Daniel masih sibuk dengan bisnisnya, dan jarang menghabiskan waktu dengan Anna di luar momen-momen kecil itu. Anna pun tidak berharap lebih. Ia tahu pernikahan mereka adalah kontrak, dan di atas kertas, itulah yang terpenting. Namun, di balik semua itu, momen-momen kecil ini mulai membentuk ikatan yang tak terlihat.

Perasaan yang tumbuh di antara mereka memang perlahan, hampir seperti bunga yang ragu untuk mekar di tengah musim dingin. Tapi Anna mulai merasakan sesuatu yang lebih. Daniel bukanlah sekadar pria dingin yang hanya peduli pada bisnisnya. Ada sisi lembut dan perhatian dalam dirinya yang mulai muncul, meskipun tersembunyi di balik topeng ketidakpedulian.

Di malam-malam sunyi itu, Anna sering merenung, bertanya-tanya apakah perasaan yang mulai tumbuh ini nyata, atau hanya ilusi karena rasa kesepiannya. Tapi apa pun itu, benih-benih yang tertanam perlahan mulai tumbuh, dan Anna sadar, mungkin ada lebih dari sekadar perjanjian dalam pernikahan mereka.

Bab 4: Kesalahpahaman dan Ketegangan

Seiring waktu, momen-momen kecil yang mulai mencairkan suasana di antara Anna dan Daniel berangsur memudar. Rutinitas kembali seperti semula—dengan Daniel yang tenggelam dalam pekerjaannya dan Anna yang semakin merasa terasing di rumah mewah yang dingin itu. Meski perhatian kecil dari Daniel sempat menumbuhkan harapan di hati Anna, sikapnya yang kembali acuh tak acuh mulai menimbulkan ketidakpastian.

Suatu pagi, Anna mendapati dirinya duduk di meja makan yang luas dan kosong, memandang keluar jendela besar yang menghadap ke taman yang tertata rapi namun terasa hampa. Suara televisi di ruang keluarga menggema, tapi tidak ada yang mendengarkan. Daniel sudah berangkat sejak subuh, meninggalkan catatan singkat tentang pertemuan penting yang akan berlangsung seharian. Anna meremas kertas itu dengan frustrasi. Sekali lagi, dia merasa terabaikan.

Keadaan semakin memanas ketika Anna secara tak sengaja mendengar percakapan telepon Daniel. Suara rendahnya terdengar tajam saat dia berbicara dengan seseorang dari sisi bisnisnya. Kalimat-kalimat seperti "itu hanya formalitas" dan "tidak ada perasaan yang terlibat" terdengar jelas di telinga Anna. Hatinya berdesir, mencoba menafsirkan makna di balik kata-kata itu. Meski ia tahu pernikahan ini hanyalah kontrak, mendengar Daniel membicarakannya dengan cara yang begitu dingin dan tanpa emosi membuatnya merasa semakin tak berarti.

Anna merasa terpojok. Kecurigaan dan kesalahpahaman mulai merayap di pikirannya. Apakah ini semua hanya permainan bagi Daniel? Apakah perhatian kecil yang ia terima hanya formalitas belaka, tanpa ada makna di baliknya? Dengan emosi yang berkecamuk, Anna berusaha menghadapi Daniel di malam harinya. Setelah makan malam yang sunyi, Anna memutuskan untuk membuka percakapan.

"Apa maksudmu ketika kau bilang pernikahan ini hanya formalitas?" tanya Anna, suaranya bergetar meskipun dia mencoba terdengar tegas. Daniel yang baru saja meletakkan garpunya, menatap Anna dengan ekspresi bingung.

"Kau mendengar percakapan itu?" jawabnya datar.

"Ya, dan aku ingin tahu. Apakah aku ini hanya alat untuk keuntungan bisnismu? Apakah semua ini tidak berarti apa-apa bagimu?"

Daniel terdiam sejenak, tatapannya berubah dingin. "Ini adalah perjanjian, Anna. Kau tahu itu sejak awal. Aku tak pernah berjanji lebih dari itu."

Jawaban itu terasa seperti pukulan bagi Anna. Air mata yang ia coba tahan mulai menggenang di matanya. "Jadi semua perhatian kecilmu, semua yang kau lakukan... itu hanya bagian dari kontrak ini? Tidak ada yang tulus?"

Daniel tampak tersentak oleh pertanyaan itu, namun wajahnya tetap tanpa ekspresi. "Aku melakukan apa yang perlu dilakukan. Tidak lebih."

Ucapan itu membuat Anna terdiam, hatinya terasa hancur. Kesalahpahaman yang selama ini ia coba lupakan tiba-tiba menjadi nyata di hadapannya. Dalam kemarahan yang dipicu oleh rasa kecewa dan perasaan terabaikan, Anna berdiri dari meja, suaranya bergetar.

"Jika itu yang kau pikirkan, mungkin kita harus berhenti berpura-pura. Aku tidak bisa hidup dalam hubungan yang hampa seperti ini!"

Daniel menatap Anna dengan tatapan dingin yang biasa ia tunjukkan saat berbicara bisnis. "Kau tahu perjanjian kita, Anna. Kita tidak bisa mengakhirinya begitu saja."

Anna tersentak mendengar nada suaranya yang kaku dan tak peduli. Rasa marah dan frustrasi menguasai dirinya. Dia berbalik meninggalkan ruangan tanpa berkata apa-apa lagi, membiarkan pintu kamar tertutup keras di belakangnya.

Di dalam kamar, Anna menangis dalam diam, merasa terperangkap dalam pernikahan yang tak memberinya apa-apa selain kesepian. Dia bertanya-tanya mengapa dirinya bisa membiarkan perasaan tumbuh untuk pria yang begitu dingin dan tak peduli seperti Daniel. Tapi jauh di dalam hatinya, dia tahu bahwa perasaan itu ada, dan itu membuat segalanya semakin sulit.

Di sisi lain, Daniel duduk di meja makan dengan tatapan kosong. Meski ia tidak menunjukkan apa-apa, ada sesuatu di dalam dirinya yang terusik oleh kata-kata Anna. Tapi seperti biasa, ia menekan perasaannya, mengingatkan dirinya bahwa ini hanyalah bisnis. Namun, kesunyian yang menyelimuti rumah itu malam ini terasa berbeda. Ada ketegangan yang lebih dalam, sebuah pertanyaan yang menggantung di udara: apakah benar-benar hanya bisnis?

Pertengkaran itu tidak mengakhiri hubungan mereka, tetapi meninggalkan luka yang dalam di hati keduanya. Mereka tidak berbicara selama beberapa hari, dan setiap interaksi di rumah menjadi dingin dan penuh ketegangan. Anna merasa terjebak, sementara Daniel terus menyibukkan dirinya dengan pekerjaan, seolah berusaha menghindari kenyataan. Namun, di balik semua itu, baik Anna maupun Daniel mulai menyadari bahwa ada perasaan yang tidak bisa mereka abaikan begitu saja.

Bab ini menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Meskipun ketegangan dan kesalahpahaman menghantam keras, mereka mulai dihadapkan pada kenyataan bahwa perasaan lebih dari sekadar formalitas mungkin telah tumbuh di antara mereka.

Bab 5: Terbuka untuk Cinta

Malam terasa lebih sunyi dari biasanya. Anna duduk di balkon kamarnya, memandangi langit malam yang gelap, hanya diterangi oleh sedikit bintang yang berkelip di kejauhan. Hatinya masih berat setelah pertengkaran besar dengan Daniel beberapa hari yang lalu. Suasana rumah menjadi dingin dan tidak nyaman, seakan tembok-tembok megah di sekitar mereka ikut membekukan suasana. Namun, di balik kemarahan dan kekecewaan yang menyelimuti hatinya, Anna tidak bisa menampik bahwa ada sesuatu di dalam dirinya yang mulai berubah.

Di sisi lain rumah, Daniel duduk di ruang kerjanya. Tumpukan berkas bisnis yang biasanya menarik perhatiannya kini tidak berarti apa-apa. Pertengkaran dengan Anna terus terngiang-ngiang di pikirannya. Tatapan penuh rasa sakit di mata Anna masih menghantuinya. Ia menghela napas panjang, menyadari bahwa dirinya tidak bisa terus mengabaikan perasaan yang mulai tumbuh di dalam hatinya, perasaan yang sebelumnya selalu ia tolak dengan keras. Bisnis, itulah yang selalu ia utamakan. Namun, sekarang, ada sesuatu yang lebih dari sekadar kontrak pernikahan ini, sesuatu yang membuatnya tak bisa tidur nyenyak.

Tengah malam, Daniel akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang selama ini selalu ia hindari—berbicara secara jujur dengan Anna. Ia tahu bahwa jika mereka tidak saling terbuka, hubungan ini akan terus terperangkap dalam ketegangan yang tak berujung. Ia harus melepaskan egonya, meskipun itu terasa sulit baginya.

Dengan langkah yang mantap namun hati yang penuh keraguan, Daniel menuju kamar Anna. Pintu kamar itu setengah terbuka, membiarkan cahaya redup dari dalam menyinari lorong. Daniel mengetuk pelan, dan Anna yang terkejut melihatnya di pintu tidak bisa menyembunyikan rasa herannya.

“Kita perlu bicara,” kata Daniel pelan namun tegas. Anna tidak menjawab, hanya mengangguk, membiarkannya masuk.

Daniel duduk di kursi di dekat jendela, sementara Anna tetap berdiri, merasa canggung dengan kehadirannya. Suasana sunyi di antara mereka terasa begitu berat. Setelah beberapa saat, Daniel akhirnya berbicara.

“Aku tidak pernah ingin hubungan kita seperti ini,” suaranya terdengar lembut, berbeda dari nada dingin dan tajam yang biasa ia tunjukkan. “Aku tahu aku tidak pernah memberikanmu apa yang kau harapkan, dan aku sadar... mungkin aku telah membuatmu merasa tidak dihargai.”

Anna terdiam, mendengarkan kata-kata Daniel yang sepertinya muncul dari lubuk hatinya yang terdalam. Ia tidak menyangka bahwa Daniel, yang selalu terlihat tegar dan tak peduli, bisa menunjukkan sisi rapuhnya seperti ini.

“Aku pikir,” lanjut Daniel, menatap langsung ke mata Anna, “ini hanya akan menjadi urusan bisnis. Tapi, semakin lama aku bersama denganmu, aku mulai menyadari bahwa aku salah. Aku merasa ada yang berubah. Ada sesuatu yang aku abaikan, tapi semakin lama, perasaan itu tidak bisa aku abaikan lagi.”

Anna menelan ludah. Hatinya berdebar mendengar pengakuan Daniel. Ia tidak menyangka bahwa pria ini, yang selalu tampak dingin dan tak berperasaan, akhirnya bisa mengakui apa yang juga dirasakannya. “Aku juga,” bisik Anna, suaranya hampir tak terdengar. “Aku... awalnya hanya ingin menyelesaikan kontrak ini, tapi... aku tidak bisa menyangkal bahwa aku mulai berharap lebih dari itu.”

Pengakuan itu seperti membuka pintu yang selama ini tertutup rapat di antara mereka. Daniel berdiri, mendekati Anna, wajahnya menunjukkan rasa bersalah yang selama ini tak pernah terlihat. “Aku tidak ingin membuatmu menderita lagi. Jika kau masih mau, kita bisa memulai lagi, bukan sebagai bagian dari kontrak, tapi sebagai dua orang yang mencoba untuk saling memahami.”

Air mata yang tertahan di mata Anna akhirnya mengalir. Ini adalah momen yang sudah lama ia tunggu, momen di mana mereka berdua bisa saling terbuka dan jujur tentang perasaan mereka. Ia mengangguk, dan untuk pertama kalinya sejak pernikahan mereka, Anna merasa ada harapan yang nyata di antara mereka.

Malam itu, percakapan mereka berlangsung lama. Mereka berbicara tentang ketakutan, harapan, dan keinginan mereka. Daniel mengungkapkan bagaimana ia selalu merasa tidak nyaman dengan hubungan yang dipaksakan, sementara Anna mengakui bahwa ia merasa tertekan oleh kesenjangan di antara mereka. Keterbukaan ini membawa mereka lebih dekat, menghancurkan dinding yang selama ini memisahkan hati mereka.

Untuk pertama kalinya, Anna merasa bahwa ada peluang untuk sesuatu yang lebih dari sekadar pernikahan kontrak. Ia melihat bahwa di balik sikap dingin Daniel, ada seseorang yang juga merasakan luka dan ketakutan yang sama. Daniel, di sisi lain, mulai menyadari bahwa pernikahan ini bukan hanya soal keuntungan bisnis atau status sosial, melainkan tentang menemukan seseorang yang bisa ia andalkan, seseorang yang mungkin bisa ia cintai.

Malam itu menjadi awal dari sebuah babak baru dalam hubungan mereka. Mereka tidak lagi bersembunyi di balik formalitas atau perjanjian, melainkan mulai membuka diri untuk cinta yang perlahan tumbuh di antara mereka.

Bab 6: Momen Kunci

Pagi itu, udara dingin terasa menusuk hingga ke tulang. Di balik jendela kamar yang besar, Anna memandangi embun yang menutupi daun-daun di taman belakang rumah mereka. Di dalam hatinya, ada perasaan tenang yang baru ia rasakan sejak percakapan panjang dengan Daniel beberapa malam lalu. Meskipun masih ada kekakuan di antara mereka, Anna merasa bahwa ada sesuatu yang telah berubah. Mereka tidak lagi seperti dua orang asing yang terjebak dalam sebuah perjanjian kontrak.

Langkah kaki Daniel yang terdengar mendekat membuat Anna menoleh. Dia sudah siap dengan pakaian kerja rapi, jas hitam elegan yang membuatnya terlihat semakin tegas dan dingin. Namun, kali ini ada senyuman kecil yang melintas di wajahnya saat melihat Anna berdiri di dekat jendela.

“Kau ingin sarapan bersama?” tanya Daniel dengan suara yang lebih lembut daripada biasanya. Tawaran itu sederhana, namun terasa seperti langkah besar bagi Anna.

Anna tersenyum, mengangguk. “Tentu, aku akan menyusul ke ruang makan.”

Saat sarapan, suasana yang biasanya sunyi dan penuh formalitas berubah menjadi lebih hangat. Percakapan mereka tidak lagi terbatas pada urusan praktis atau bisnis, melainkan mulai menyentuh hal-hal pribadi. Daniel bertanya tentang minat Anna, tentang buku-buku yang ia suka, bahkan tentang masa kecilnya yang jarang ia ceritakan pada siapa pun. Anna juga mulai lebih banyak bertanya tentang bisnis Daniel, bukan karena rasa terpaksa, tetapi karena ia benar-benar tertarik ingin memahami lebih banyak tentang hidup pria yang kini menjadi suaminya.

Minggu-minggu berlalu dengan perubahan kecil yang lambat tapi pasti. Setiap momen yang mereka habiskan bersama, entah itu sekadar sarapan, jalan-jalan di taman, atau menghadiri acara sosial, semakin mempererat hubungan mereka. Meski Anna masih canggung dengan dunia mewah di sekitarnya, Daniel selalu ada di sisinya, menawarkan dukungan dengan caranya yang halus. Perlahan, Anna mulai merasa bahwa ia bukan lagi tamu di rumah ini, melainkan bagian dari kehidupan Daniel.

Namun, momen kunci yang benar-benar memperlihatkan perubahan hubungan mereka datang ketika Daniel mengajak Anna untuk pergi berlibur. Liburan ini bukan sekadar perjalanan bisnis atau acara sosial yang mengharuskannya tampil di depan publik, tetapi benar-benar murni untuk mereka berdua.

“Bagaimana kalau kita pergi ke sebuah tempat yang tenang? Hanya kita berdua,” ujar Daniel suatu pagi, saat mereka sedang sarapan. “Aku pikir kita perlu waktu untuk menjauh sejenak dari semua kesibukan ini.”

Anna terkejut, namun ia bisa merasakan ketulusan di balik tawaran itu. Sebagai seseorang yang selalu tenggelam dalam pekerjaan, ide liburan yang santai seperti ini jelas bukan hal yang biasa bagi Daniel. Setelah beberapa saat berpikir, Anna setuju, dan beberapa hari kemudian mereka berangkat ke sebuah villa di tepi danau yang tenang.

Villa itu terletak di daerah pegunungan, jauh dari hiruk-pikuk kota. Udara segar dan pemandangan alam yang menakjubkan membuat Anna merasa seolah-olah ia sedang memasuki dunia baru. Di tempat ini, tanpa gangguan pekerjaan atau urusan sosial, Anna dan Daniel akhirnya bisa benar-benar bersama.

Hari-hari mereka dipenuhi dengan aktivitas sederhana namun penuh makna. Mereka berjalan-jalan di tepi danau, mengobrol tentang hal-hal yang mungkin tidak pernah mereka bahas di rumah. Daniel menunjukkan sisi dirinya yang lebih santai dan terbuka, sementara Anna mulai melihat bahwa pria yang dulu ia anggap dingin dan tak terjangkau ternyata memiliki hati yang hangat.

Salah satu momen paling berkesan bagi Anna adalah ketika mereka duduk di dermaga, memandangi matahari terbenam. Cahaya keemasan menyelimuti permukaan danau, dan di bawah langit yang perlahan berubah menjadi gelap, Anna merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Ia tidak lagi merasa terikat oleh kontrak atau perjanjian. Yang ia rasakan hanyalah kehadiran Daniel di sisinya, dan bagaimana perasaan yang perlahan tumbuh di hatinya menjadi semakin kuat.

“Kau tahu,” bisik Daniel, suaranya lembut seperti angin yang berhembus di permukaan air, “aku dulu tidak pernah membayangkan bahwa pernikahan ini akan berubah seperti ini.”

Anna menoleh, melihat ke dalam mata Daniel yang tampak lebih tenang dan jujur daripada biasanya. “Aku juga,” jawabnya, tersenyum kecil.

Momen itu menjadi salah satu titik balik dalam hubungan mereka. Di sana, di bawah langit malam yang dihiasi bintang-bintang, Anna dan Daniel mulai menerima bahwa perasaan mereka telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar kesepakatan. Mereka mulai menyadari bahwa apa yang mereka miliki kini adalah cinta yang nyata, cinta yang tumbuh perlahan namun pasti.

Perjalanan liburan mereka berakhir dengan mereka kembali ke rumah, namun tidak ada yang sama lagi. Hubungan mereka kini dibangun di atas fondasi yang lebih kuat, dengan perasaan saling pengertian dan cinta yang terus berkembang.

Di setiap momen yang mereka lalui bersama, baik besar maupun kecil, ikatan di antara mereka semakin kuat. Anna kini tidak lagi merasa sendirian di dunia mewah ini, dan Daniel pun tidak lagi merasakan kehampaan dalam hidupnya. Mereka kini saling melengkapi, tidak hanya sebagai pasangan dalam kontrak, tetapi sebagai dua orang yang benar-benar saling peduli dan mencintai.

Bab 7: Cinta yang Ditemukan

Udara pagi di rumah besar itu terasa lebih hangat dari biasanya. Ada keheningan yang nyaman antara Anna dan Daniel saat mereka duduk berdua di ruang tamu. Tidak ada percakapan yang perlu dipaksakan, hanya keberadaan satu sama lain yang terasa cukup. Sejak kembali dari liburan mereka, hubungan mereka telah berubah secara mendasar. Tidak ada lagi kebekuan yang dulu selalu menyertai setiap interaksi. Senyum yang tulus kini lebih sering menghiasi wajah Daniel, sementara Anna merasa lebih nyaman berada di dekatnya.

Hari itu adalah hari yang penting. Mereka telah memutuskan untuk membicarakan sesuatu yang akan menentukan masa depan mereka berdua. Pernikahan kontrak mereka sudah mendekati akhir masa berlakunya. Dalam waktu beberapa minggu, mereka bisa saja memutuskan untuk mengakhiri segalanya dan kembali ke kehidupan masing-masing, atau... mereka bisa memilih untuk memulai segalanya dari awal, tanpa embel-embel perjanjian.

Di dapur, Anna sibuk menyiapkan teh, mencoba menenangkan dirinya. Hatinya berdebar kencang memikirkan apa yang akan terjadi setelah percakapan ini. Ia tahu bahwa perasaannya terhadap Daniel sudah berubah. Ia tidak lagi melihatnya sebagai pria kaya yang dingin, melainkan seseorang yang telah mengisi kekosongan di hatinya. Namun, ia tidak tahu apakah Daniel merasakan hal yang sama.

Ketika Anna kembali ke ruang tamu dengan nampan teh di tangannya, ia mendapati Daniel sudah menunggu dengan ekspresi serius di wajahnya. Suasana di antara mereka berubah menjadi sedikit tegang, tetapi Anna tetap mencoba tersenyum dan duduk di sebelahnya.

"Anna," Daniel memulai dengan suara lembut namun tegas. "Kita sudah melewati banyak hal selama beberapa bulan terakhir. Aku tidak pernah menyangka bahwa pernikahan kontrak ini akan menjadi seperti ini."

Anna mengangguk pelan, merasakan ada ketegangan dalam suaranya. "Aku juga," gumamnya. "Banyak yang berubah."

Daniel menatapnya dengan dalam, seolah mencari sesuatu di mata Anna. "Aku tidak bisa terus berpura-pura bahwa ini hanyalah perjanjian bisnis lagi," lanjutnya. "Perasaan ini... apa yang kita rasakan... aku tahu ini bukan sekadar formalitas."

Ada jeda panjang di antara mereka. Anna menunduk, mencoba menata perasaannya yang mulai bergejolak. Ia tahu apa yang ingin dikatakannya, tetapi ada ketakutan yang menghantuinya—takut jika perasaan itu tidak terbalas.

"Aku juga tidak bisa," jawab Anna akhirnya, suaranya sedikit gemetar. "Daniel, aku... aku jatuh cinta padamu."

Kata-kata itu terasa begitu berat, tetapi juga membebaskan. Daniel menghela napas panjang, lalu tersenyum kecil. "Aku juga, Anna. Aku sudah lama merasakannya, tapi aku takut untuk mengakuinya. Aku takut merusak apa yang kita punya."

Mendengar pengakuan itu, Anna merasa lega. Semua keraguan dan ketidakpastian yang menghantui pikirannya selama ini tiba-tiba lenyap. Ia menatap Daniel dengan mata yang berkaca-kaca, merasa bahwa untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia menemukan seseorang yang benar-benar memahami dan mencintainya.

Daniel mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Anna dengan lembut. "Kita tidak perlu melanjutkan perjanjian ini," katanya pelan. "Kita bisa memulai kembali, bukan sebagai pasangan kontrak, tapi sebagai dua orang yang saling mencintai."

Anna merasakan air mata menggenang di sudut matanya. Ia tidak pernah menyangka bahwa pernikahan yang awalnya hanya sebuah kesepakatan akan berubah menjadi sesuatu yang begitu indah. "Aku setuju," jawabnya dengan suara yang nyaris tak terdengar. "Aku ingin memulai semuanya lagi, tapi kali ini... sebagai pasangan yang sebenarnya."

Dengan keputusan itu, seolah ada beban besar yang terangkat dari hati mereka berdua. Mereka berbicara panjang lebar tentang masa depan, tentang bagaimana mereka ingin membangun kehidupan bersama, bukan karena kontrak, tetapi karena cinta yang tulus. Mereka berdua sepakat untuk mengakhiri pernikahan kontrak mereka secara resmi, dan setelah itu, mereka akan menikah lagi—kali ini bukan karena kepentingan bisnis, melainkan karena perasaan yang nyata di antara mereka.

Hari-hari berikutnya dipenuhi dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Mereka merencanakan pernikahan baru yang sederhana namun penuh makna. Tidak ada lagi resepsi megah yang diatur untuk kepentingan status sosial. Kali ini, pernikahan mereka adalah perayaan cinta sejati.

Pada hari pernikahan yang sebenarnya, Anna dan Daniel berdiri di depan altar, mata mereka saling menatap penuh cinta. Tidak ada lagi perasaan canggung atau formalitas di antara mereka. Mereka kini adalah dua orang yang telah menemukan satu sama lain di tengah badai kehidupan, dan kini siap untuk memulai babak baru bersama.

Saat mereka bertukar janji, Anna merasa hatinya meluap dengan kebahagiaan. Ia tahu bahwa jalan yang mereka tempuh tidak selalu mudah, tetapi ia yakin bahwa dengan cinta yang mereka miliki, mereka bisa menghadapi segala rintangan di depan.

Dan di sanalah mereka, berdiri di hadapan dunia, siap memulai kehidupan baru sebagai pasangan yang sebenarnya—pasangan yang dipersatukan bukan oleh kontrak, tetapi oleh cinta yang ditemukan di tengah perjalanan mereka.

Penutup

Setelah melalui berbagai tantangan dan kesalahpahaman, Anna dan Daniel akhirnya menemukan cinta yang sejati, sebuah perasaan yang tumbuh secara alami dan kuat, jauh melampaui perjanjian yang mengikat mereka di awal. Pernikahan kontrak yang awalnya hanya untuk kepentingan bisnis berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih bermakna—hubungan yang dilandasi rasa saling pengertian, dukungan, dan kasih sayang yang tulus.

Di tengah perjalanan hidup mereka yang penuh dengan keraguan dan ketidakpastian, mereka berhasil menemukan satu sama lain sebagai pasangan yang bukan hanya terikat oleh kertas kontrak, tetapi oleh ikatan emosional yang mendalam. Rintangan yang mereka hadapi telah memperkuat hubungan mereka, membuktikan bahwa cinta sejati bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah, tetapi perlu diperjuangkan dan dipertahankan.

Kini, Anna dan Daniel memulai hidup baru, bukan sebagai mitra bisnis, melainkan sebagai pasangan sejati yang saling mencintai. Keberanian mereka untuk membuka hati dan menghadapi perasaan yang sebenarnya membuat mereka tumbuh, baik sebagai individu maupun sebagai pasangan.

Cinta yang ditemukan di tengah-tengah perjanjian kontrak ini mengajarkan bahwa kadang-kadang, cinta datang dari tempat yang paling tidak terduga, dan ketika itu terjadi, ia memiliki kekuatan untuk mengubah hidup kita selamanya. Kisah Anna dan Daniel adalah bukti bahwa cinta sejati bisa muncul bahkan dari awal yang paling tak terduga—sebuah pelajaran bahwa tidak peduli seberapa terencana hidup kita, hati memiliki cara untuk menemukan jalannya sendiri.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Cinta Terlarang di Masa Lalu
0
0
Dua sahabat masa kecil yang terpisah karena suatu peristiwa tragis dipertemukan kembali setelah mereka dewasa, namun terhalang oleh status sosial dan keluarga.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan