


10 : Divorce
Akan ada pertemuan dengan calon investor malam ini. Sesungguhnya Abyasa tak suka jika pertemuan dilakukan di luar gedung perkantoran. Tapi sadar pria itu yang berada di posisi butuh, jadi dia hanya bisa manut ke mana Jemima mengatur ruang pertemuan.
Wanita itu juga sudah mencari tahu dulu tentang calon investor sebelum menyiapkan tempat pertemuan. Seperti asal, sifat, dan kesukaan. Karenanya malam ini Jemima mengatur tempat pertemuan di lounge eksekutif, Lavender Beach, sebuah klub malam yang berada di sekitaran Anyer karena selain menyukai pantai, calon investor yang sebenarnya dari usia lebih cocok habiskan waktu di tempat ibadah ini menyukai wanita dan minuman.
Tapi jika itu Abyasa, tidak ada transaksi menggunakan wanita. Pria itu berbeda dengan Bara yang akan lakukan apapun bahkan meski harus membeli gadis perawan sekalipun untuk dapatkan hati calon investor atau perwakilan sebuah perusahaan yang akan membuat proyek besar.
Sudah Jemima katakan, bukan? Abyasa adalah orang yang bersih walau mulutnya seperti kebun cabe. Pedas! Jadi meski menjamu tamu dengan minuman beralkohol sekalipun, Abyasa tak akan sentuh cairan memabukkan itu. Apalagi wanita.
Jadi untuk malam ini, karena Jemima terpaksa menyiapkan tempat sesuai dengan kriteria si calon investor, wanita itu tak bisa pergi berdua saja dengan Abyasa. Karena dia juga tak minum dan tak lucu jika ditawari, keduanya menolak. Maka tugas Jemima selain menyiapkan segala tetek bengek persiapan untuk bertemu calon Investor, ia juga harus mencari orang ketiga yang terbiasa minum dan pandai bicara juga.
Biasanya orang-orang seperti itu bisa ia temui dengan mudah di divisi pemasaran. Sudah ada orangnya, tapi ia harus menunggu sampai pria itu mendapatkan izin dari orang rumah.
"Mba Mima!" Menanti di ruang kerja manajer yang masih bekerja di pukul lima sore, Jemima menoleh ke arah pria yang baru masuk.
Namanya Edzhar, pria berusia dua puluh delapan tahun yang merupakan asisten manajer pemasaran yang sering ikut dalam pertemuan dengan calon investor. Sebenarnya Edzhar ini merupakan cadangan. Tapi karena yang biasa ikut sedang cuti kerja, jadi Jemima lebih memilih Edzhar dibandingkan cadangan lainnya yang jika menemani malah tak bisa mengkontrol halusinasi.
Maksudnya adalah mabuk duluan sebelum calon investor menandatangani surat perjanjian investasi.
"Bisa, mba. Tapi sampai jam sepuluh malam aja. Gimana, mba?"
"Duh." Mima langsung memberengut. "Dua jam doang?"
"Istriku agak sewotan selama hamil ini, mba."
"Kalau bapak aja gimana?" Manajer yang sejak tadi menyimak lalu memberi usulan.
Menoleh pada pria berperut buncit itu, Mima lalu meringis. "Bapak seteguk aja udah sampai nirwana!"
Lalu pria usia empat puluh tahun itu tergelak. "Coba Pitrus tanyain, Ed. Kuat dia kalau minum."
"Ngga." Mima menggeleng tegas. "Udah pernah diajak tapi tuh anak malah ngang-ngong ngang-ngong aja."
"Kalem dia, bos," jawab Edzhar yang kemudian kedikkan bahu pelan. "Gini aja deh. Boleh telat tapi nanti aku dianterin pulang ya, mba? Biar ngga dikira bohong aku. Kalau yang lalu aku pulangnya naik taksi. Perang sama istri aku, mba. Dibilangnya bohong."
"Ya udah nanti aku anter," jawab Jemima pada pria yang berprofesi sama sepertinya, yaitu asisten namun yang membedakan mereka adalah Edzhar asisten manajer sementara Jemima adalah asisten pribadi Abyasa. Bukan asisten direktur, tapi asissten pribadi Abyasa. "Nant--"
"Ya jangan mba Mima! Itu sih namanya mau merusak rumah tanggaku, mba! Sama pak Yasa juga."
Jemima langsung melotot.
Yang benar saja minta diantar si tiran! Wong Jemima saja pulang sendiri, kok. "Cari mati ya ini orang?!" katanya kemudian.
"Mba ini aku pamitan buat minum-minum demi perusahaan. Terus pulangnya dianter perempuan. Mba mau aku digorok istriku?"
Manajer lalu tertawa dan Mima mengerutkan hidung ngeri. Belum apa-apa dia sudah membayangkan bagaimana jika ia dituding sebagai pelakor. "Pak Syam nanti yang--" Sebentar, Jemima memikirkan jawabannya ulang.
Kalau Edzhar diantar oleh pak Syam, lalu dia yang akan antarkan Abyasa pulang, begitu?
Ck! Dia malas memperpanjang waktu pertemuannya dengan si tiran itu! Mana jarak dari Lavender Beach ke penthouse milik Abyasa cukup jauh pula! Belum lagi setelah itu ia harus pulang ke kos-kosannya.
Duh, ini sih trik sukses untuk membuat Jemima lembur di jalan.
"Boleh pak Syam, mba. Asal jangan taksi aja. Istriku tuh ya ... Orangnya ngga percayaan. Nanti kalau diantar selain orang kantor dia pasti tau. Segala name tag aja ditanyain, mba!"
Jemima lalu berdiri dengan dengkusan sebal. "Makanya kalau udah nikah ngga usah kawin sama yang lain!"
"Iya. Istri kamu jadi curigaan gitu, kan." Pak manajer ikut menambahi ucapan Mima yang kemudian berpamitan keluar.
"Di Lavender Beach ya, Ed. Jangan sampai telat."
Langsung keluar dengan perasaan sebal karena sudah pasti ia akan pulang bersama dengan Abyasa nanti malam, terlebih dia yang akan mengantarkan pria itu, Jemima kembali ke ruangannya namun sempat menoleh ke arah meja kerja Difa yang kosong.
Sejak diamuk beberapa waktu lalu, Difa jadi sering bolos bahkan tanpa izin pada Abyasa langsung.
Masuk ke dalam, melihat ternyata Abyasa tak sendiri. Wanita itu langsung duduk di kursinya sambil meliha5 Fatma yang baru saja mengantar dokumen yang Abyasa minta.
"Saya ngga mau EO nya yang tahun lalu, ya. Kacau!"
"Ngga, pak. Ini rekomen sih, katanya yang terbaik. Kalau sebelumnya kan bu Hilda yang handle, jadi setengah biaya saja sudah dia pakai sendiri, makanya pakai EO abal-abal."
"Ngga usah bergosip dengan saya."
Fatma selaku HR Generalist dari divisi HRD terkekeh geli. "Ngasih tau, pak." Lalu melirik Jemima yang mengulum bibir, menahan diri agar tak tertawa. "Ya udah, deal ya, pak. Nanti untuk rencana kegiatan dan biaya semuanya kami evaluasi lagi sama tim. Kalau udah siap semua tinggal dirapatin."
Mengembalikan dokumen perencanaan acara outing bulan depan, Abyasa yang hanya berdeham lalu membuka lembar kerja yang lain.
Fatma segera undur diri namun bukan dari ruangan Abyasa melainkan hampiri Jemima. "Besok malam minggu harus jadi, ya." Ia berbisik agar Abyasa yang tak ia ketahui tengah melirik interaksinya dengan Jemima, mendengar obrolan mereka.
"Jadi. Gue nginep sekalian tempat Tia. Tapi besok temenin gue belanja."
Jemima sudah katakan soal kabar pengunduran dirinya juga alasan mengapa ia harus keluar. Lalu untuk pesta perpisahan karena setelah kembali ke kampung halaman entah kapan lagi ia bisa main-main ke Jakarta, Jemima mengadakan barbeque di rumah Tia sebagai kenang-kenangan terakhir mereka khususnya sebagai rekan kerja.
Sayangnya Yusuf tak bisa ikut. Alasannya memiliki acara lain tapi sebenarnya Jemima tahu jika pria itu sedang menghindari dirinya.
Awal ketika ia tolak, Yusuf baik-baik saja karena Jemima belum katakan perihal rencana pernikahannya. Tapi setelah ia beri tahu di grup dua hari yang lalu, pria itu jadi jaga jarak padanya.
Mungkin sadar jika tka lagi ada ruang di antara mereka untuk bersama?
Entahlah.
Jemima tak mau ambil pusing karena mengurusi Abyasa saja kepalanya sudah pening.
"Pesta melepas masa lajang banget, yes? Sayangnya Yusuf ngga bisa ik--"
"Kamu mau ikut lembur juga Fatma?"
"Eeeh?" Langsung menoleh pada Abyasa yang interupsi ucapannya, Fatma langsung cengengesan. "Ngga, pak. Ini mau pulang." Lalu meringis ketika menatap Jemima yang lagi-lagi harus menahan tawanya. "Gue balik."
Jemima hanya mengangguk dan menatap kepergian Fatma yang melangkah terlalu cepat sebelum Abyasa benar-benar membuat wanita itu lembur.
"Lama sekali kamu. Ketemu Edzhar apa kencan dulu sama Yusuf?"
Iih ... Si Tiran yang masih saja menganggap ia dan Yusuf menjalin hubungan padahal sudah dikatakan jika ia akan menikah dengan pria lain itu ... Jemima memandangnya dengang delikan tak percaya. "Nungguin Edzhar yang pamit dulu ke istrinya, pak."
Kenapa sih terus membahas Yusuf? Padahal dia saja sudah menolak pria yang masih tak bisa ia percaya benar-benar menaruh hati padanya.
Padahal di kantor ini banyak yang lebih cantik dibanding dirinya. Lebih langsing pula. Biaya makannya juga lebih irit. Tapi mengapa malah jatuh hati padanya yang dari segi makan saja butuh modal tak sedikit.
"Saya kan bilang, saya mau nikah--"
"Kamu benar-benar akan menikah?"
Heh! Abyasa kok terkesan meragukannya, ya? Setelah memberi ia saran paling masuk akal bagi pria itu untuk tak menikah saja, lalu setelahnya tak sama sekali pernah membahas perihal keputusan pengunduran dirinya, tiba-tiba pria ini kembali mengungkit tentang pernikahannya seolah obrolan yang lalu tak pernah ada.
"Nanti kalau undangannya jadi, bapak orang pertama yang menerima undangannya dan itu langsung saya kirim ke bapak. Bukan undangan digital." Jemima lalu menyalakan komputer yang berada dalam mode sleep. Dia tak tertarik membicarakan hal pribadinya lagi dengan Abyasa karena ujung-ujungnya dia yang akan emosi sendiri.
"Kabari saja nanti."
Jemima menghela napas berat.
Apa Abyasa tak bisa membaca mimik wajahnya yang enggan melanjutkan perbincangan soal pernikahannya dengan pria ini? Karena semenarik apapun obrolan yang mereka bicarakan akan jadi terasa menjengkelkan jika Abyasa sudah memberi respon.
"Tentu, pak." Lalu netra bulatnya jatuh pada Abyasa yang bahkan berbicara tanpa memandang ke arahnya.
"Perceraian kamu."
"Tentu--eeh? Ya? Apa--" Jemima menutup bibirnya rapat-rapat untuk tenangkan diri setelah mendengar ucapan Abyasa yang terlalu di luar akal sehat manusia.
Oh ya ampun!
Jemima lupa jika pria yang kini mulai menatapnya dengan sorot tak minat itu bukanlah manusia tapi persilangan kera dan setan!
"Doanya baik sekali ya, pak?" Ivanka mengepakkan tangannya dengan kuat.
Tahan Mima, jangan ngamuk.
"Tentu. Karena saya ingin mensejahterakan karyawan saya walaupun dia seperti tidak tahu terimakasih dengan keluar tiba-tiba."
Tiba-tiba?
Jemima hampir jatuhkan rahangnya ke lantai.
Bagaimana bisa sih pria itu katakan ia mengundurkan diri tiba-tiba jika saat ini saja dia masih bekerja!
Ya Allah, beri hamba kesabaran yang lebih lebar! Pliiiss! Jangan cuma pantatku aja yang dilebarin!
Jemima ingin sekali mencakar wajah sok ganteng Abyasa sekarang!
"Bersyukurlah karena tidak ada bos sebaik saya." Kepercayaan diri dan Abyasa yang seperti paket tak terpisahkan, sayangnya hanya si tiran saja yang merasa seperti itu.
Bahkan setan saja mengundurkan diri dari kategori mahluk terkejam jika ada Abyasa di dalam nominasinya.
"Tapi saya ngga ada niat untuk cerai, pak."
Sebenarnya apa sih yang dirinya dan Abyasa perbincangkan? Jemima belum menikah! Dia dan Darya bahkan belum pernah bertatap muka secara langsung tapi belum apa-apa sudah bicarakan tentang perceraian mereka?!
"Itu yang sepupu saya bilang saat dia mau menikah. Tapi sekarang dia sudah jadi janda."
Abyasa sialan!!
11 : Heart Beat
Ini sudah berlalu hampir dua jam, dan pemilik saham terbesar di perusahaan raksasa yang bergerak dalam bidang properti itu masih terlihat begitu segar bahkan meski sudah habiskan setidaknya enam gelas vodka. Entah dalam minuman itu kadar alkoholnya terlalu sedikit atau bagaimana.
Mulai bergerak tak nyaman, Jemima yang sudah ingin pulang apalagi ekspresi bosan di wajah Abyasa terlihat jelas dan ia takut itu dapat mempengaruhi kerjasama di antara mereka, lalu menyenggol lengan Edzhar dengan sikunya.
Pria yang duduk di samping kirinya sedang Abyasa di sisi kanan, menoleh pada Jemima dengan kening mengernyit.
"Kasih minum lagi," bisik Jemima di tengah-tengah suara keras lagu bernada sumbang yang dinyanyikan oleh seorang wanita yang ia tahu betul merupakan seorang beuty blogger yang namanya melejit begitu cepat.
Wanita itu dibawa oleh pihak calon investor yang kini sedang asyik menggerayangi wanita yang terlihat masih begitu muda itu.
Entah dunia ini yang terlalu keras atau memang orang yang enggan berusaha. Hingga demi sebuah popularitas, rela jual tubuh pada bangkot tua yang pasti sudah memberikan jaminan yang nilainya masih bisa dihitung dengan jari.
Miris, bukan?
Mengangguk, Edzhar yang sebenarnya agak ngeri dengan pertemuan kali ini mendekati Gading Nandana yang pipinya sudah mendarat ke dada setengah terbuka milik wanita yang ia tahu memiliki panggilan Kiara itu.
Edzhar membawa sebuah botol berisi cairan Vodka yang masih tersisa setengah, lalu tampak berbinjang dengan Gading yang benar-benar menghancurkan suasana hati Abyasa.
"Maaf ibu Mima, pak Yasa. Saya tidak memiliki daya jika bapak sudah memaksa untuk membawa wanitanya."
Jemima tersenyum tipis pada asisten pribadi Gading yang juga datang bersama wanita lain yang tadi memperkenalkan diri sebagai sekretaris Gading. Tapi dari tatapan tak suka wanita bernama Ruri itu, Jemima tahu ada hubungan spesial antara Gading dan Ruri.
"Kita tidak bisa mengendalikan hal seperti ini, pak Wita," jawab Jemima profesional namun itu berbanding terbalik dengan kekhawatirannya terlebih saat ia dengar hela berat dari pria di sampingnya.
Demi proyek besar dengan Uraga Company, Jemima harus bisa menahan Abyasa untuk tak sudahi pertemuan ini sebelum dapatkan tandatangan Gading Nandana. "Sebentar lagi, pak," bisik Jemima kemudian pada pria yang sudah tak lagi bisa bersikap ramah.
Tadi tentunya Abyasa tak begini. Pria yang meski selalu bersikap ketus ini bisa menempatkan posisi ketika berbicara khususnya dengan orang yang memberi ia keuntungan. Tapi itu tak berlaku jika sepanjang perbincangan, Abyasa malah terganggu dengan beberapa hal, salah satunya rencana Gading yang tadi mengatakan akan menyiapkan wanita untuk Abyasa di pertemuan berikutnya.
Di sini Abyasa lah yang harus berhasil meluluhkan Gading tapi malah pria berkacamata ini yang terus disodori pelbagai bujukan dari Gading Nandana.
"Pak Yasa, ayo bersenang-senang." Pria usia enam puluh tahun dengan tubuh yang masih bugar itu tampaknya sudah mulai oleng.
Berjalan dengan botol di tangannya, ia hampiri Abyasa. "Satu teguk untuk merayakan kerjasama di antara kita."
Sebelah alis Jemima terangkat. Ucapan Gading barusan apakah pertanda jika pria tua ini sudah setuju untuk menjadi investor dalam proyek besar Century Giant?
Kebahagiaan terasa seimbang dengan pertemuan yang cukup buruk ini, Jemima lalu berdiri menerima gelas berisi Vodka yang Gading sodorkan pada Abyasa. "Terimakasih untuk kepercayaan bapak. Andai saja kami memiliki daya tahan tubuh sebaik bapak, kami pasti akan ikut bersenang-senang. Sayangnya, satu teguk saja sudah bisa hilangkan kesadaran kami, maka kami mohon maaf untuk kondisi tidak menyenangkan ini." Jemima berdecak penuh penyesalan. "Tapi melihat bapak terlihat puas dengan pertemuan ini, itu menjadi kado terbaik untuk kami." Jemima lalu kerlingkan mata pada Edzhar yang langsung menangkap kode tersebut.
Dia tinggalkan cepat-cepat Kiara yang bergelantungan manja di lehernya untuk hampiri Jemima. "Sebagai rekan, saya akan menggantikan ibu Jemima dan Pak Abyasa." Edzhar mengambil gelas di tangan Jemima. "Untuk kejayaan bapak Gading dan Century Giant." Pria yang sejak tadi sudah ditelepon tanpa henti oleh sang istri itu kemudian meneguk hingga tandas vodca yang Gading tuangkan untuk Abyasa.
Tapi tentu dia tak kecewa karena di dunia bisnis ini, dia tak hanya sekali bertemu dengan orang seperti Abyasa. "Saya puas. Tentu. Nona Jemima menyiapkan semuanya dengan begitu baik walau ... Seharusnya anda siapkan teman untuk Wita."
Jemima paham maksud Gading. Tapi menyiapkan wanita tentu bertentangan dengan prinsip Abyasa.
"Jadi untuk pertemuan berikutnya ... Tolong buat pesta ini menjadi lebih meriah."
Jemima menelan salivanya dengan kasar.
"Tapi...." Gading menoleh pada Kiara yang bersandar pada meja bar. Terlihat lemas karena alkohol yang sejak tadi terus dinikmati. "Sayang, ke sini."
Tahu jika yang dipanggil adalah dirinya, Kiara lantas mendekat. Berjalan sempoyongan, wanitu itu lantas bergelendot manja di lengan Gading. "Pesta kita masih panjang, kan?"
Jemima langsung melotot pun dengan Edzhar yang yakin akan mendapati pakaiannya di luar rumah ketika dia pulang nanti.
"Mba ... Gimana ini?" bisik pria itu namun Jemima mengangguk pelan, mencoba untuk terlihat tenang.
"Bagaimana kalau kamu temani si pemilik acara yang sudah mengundang kita." Gading mendorong Kiara ke arah Abyasa hingga tubuh wanita itu jatuh di pangkuan si tiran yang tak membuat ekspresi apapun, padahal Jemima dan Edzhar sudah melotot ngeri.
Benar. Abyasa hanya diam dengan tatapan dingin bahkan, Kiara yang sudah di pangkuan, tak ia singkirkan padahal tangan wanita itu sudah menjelajahi garis wajahnya yang sempurna.
Jemima menelan salivanya yang terasa begitu kelat.
Ekspresi Abyasa yang seperti ini malah lebih mengerikan dari kemarahan Abyasa sendiri.
"Mba--"
Edzhar ingin membisiki kekhawatirannya pada Jemima namun ia telan kembali ucapannya ketika Gading tiba-tiba menarik tangan Jemima yang langsung tersentak kaget tapi sejurus kemudian terdengar sebuah pekik kesakitan.
Tapi itu bukan suara Jemima melainkan Kiara yang langsung berguling jatuh saat Abyasa berdiri bahkan tanpa berusaha untuk singkirkan Kiara lebih dulu. Secepat dirinya berdiri, tangan pria itu mencekal pergelangan tangan Gading yang memegang lengan Jemima. "Kita sudahi pertemuan ini." Lalu senyum pria itu tercetak begitu ramah seolah tak ada kejadian yang merusak suasana hatinya. "Kedepannya kami akan menyiapkan pertemuan yang lebih baik lagi dari malam ini."
Tergelak padahal pergelangan tangan terasa nyeri oleh cengkeraman Abyasa, Gading lalu lepaskan lengan Jemima yang hari ini tampil cantik dalam balutan V Shaped dress biru elektrik dengan lengan sebatas siku namun bagian dada sedikit menonjolkan miliknya yang tentu menjadi pusat perhatian Gading sejak tadi. "Hubungan antara atasan dan bawahan." Pria itu bersuara lagi dengan lirikan penuh arti pada Jemima dan Abyasa yang hanya diam enggan menanggapi kesalahpahaman yang sudah terlalu sering mereka dengar. "Saya memahami dengan baik." Lalu bola mata pria yang harusnya segera tobat karena sudah beraroma tanah ini bergulir menuju Ruri yang seketika itu tampak gelisah. "Witing tresno Jalaran soko kulino," imbuhnya mengucapkan pepatah jawa sebelum kemudian menghela napas panjang saat tatapan jatuh pada Kiara yang masih meringkuk malang di bawah kaki Abyasa.
"Wita bawa Kiara."
Lalu Gading tatap lagi Abyasa sebelum sodorkan tangannya pada pria yang tertangkap tengah rentangkan kanan di depan perut Jemima seolah sedang lindungi wanita itu dari serangannya yang barangkali bisa terjadi tiba-tiba. Senyum penuh arti itu tercetak kembali. "Bagaimana dengan dokumen yang harus saya tandatangani?"
Jemima langsung berbalik untuk mengambil lembaran kertas dari dalam tas yang sejak tadi berada di sisi tubuhnya. "Ini--"
Abyasa mengambil kertas berisi perjanjian kerjasama itu lalu berjalan di depan Jemima, tutupi tubuh yang terus saja menjadi titik fokus Gading. "Anda tahu betul, kerjasama ini tidak hanya menguntungkan saya."
"Tentu." Gading segera menandatangani kertas tersebut dengan senyum terkulum. Sungguh darah anak muda masih begitu kental dalam diri Abyasa. Jadi hanya menjalin hubungan dengan bawahan saja, pria ini terlihat terlalu menggunakan hati
Tapi itu hanya pendapat Gading, berbeda dengan dua lelaki lainnya yang memandang sikap Abyasa sebagai bentuk perlindungan untuk Jemima yang tampak seperti mangsa empuk di mata Gading yang terkenal mata keranjang.
Hampir tiga jam untuk sebuah perjanjian investasi, para tamu kemudian pulang dan tersisa Edzhar, Jemima dan Abyasa.
"Kalau gitu saya pulang, pak. Saya udah ngga kuat," ucap pelan Edzhar berpamitan pada Abyasa yang sudah meminta seorang pelayan yang sejak tadi berada di balik meja bar, mematikan suara musik yang terus berputar lalu menyalakan lampu utama karena ia risih dengan penerangan remang-remang yang sejak tadi mengungkung mereka.
"Pak Syam sudah menunggu," jawab singkat Abyasa.
"Ya, pak," jawab Edzhar lalu memanggil Jemima yang sejak tadi berlagak baik-baik saja tapi dia tahu jika Gading yang tiba-tiba menarik wanita ini pasti membuat takut Jemima. "Mba ngga apa-apa, kan?"
"Ya, Ed. Makasih, ya."
Edzhar mengangguk sebelum kemudian keluar dari ruangan yang menyajikan pemandangan pantai dari balik dinding kaca di salah satu sisinya.
Sekarang hanya tinggal Jemima dan Abyasa saja. Wanita itu mengambil kunci mobil dari dalam tasnya, lalu sodorkan pada si bos yang masih memasang raut dingin padahal pertemuan berjalan sukses meski sedikit beresiko karena jika Abyasa diam saja, bisa jadi Gading sudah menyentuh Jemima lebih lancang lagi. "Bapak pulang sendiri ngga--"
"Saya bilang jangan berpakaian seperti ini."
Jemima lalu melirik diam-diam pada pakaian yang ia kenakan.
Semuanya baik-baik saja walau memang dadanya yang cukup besar ini jadi jauh lebih menonjol. Tapi tetap saja tak ada yang berlebihan karena baju tak benar-benar mencetak lekuk tubuhnya. Dia cukup sadar dengan beberapa titik tubuh yang lebih besar dari ukuran ideal.
"Saya hanya sedang berusaha tampil baik di--"
Pluk!
Jemima tersentak saat jas milik Abyasa yang sejak tadi berada di sandaran sofa, berpindah ke tubuh bagian depannya. "Kamu malah semakin terlihat gendut," timpal Abyasa masih dengan nada yang terlalu lurus.
Langsung berjalan melewati Jemima tanpa mengambil kunci mobil milik wanita itu, Abyasa bergerak keluar lebih dahulu dan Jemima yang akan ditinggalkan langsung mengejar setelah melipat jas milik Abyasa dan membawanya di lengan.
Tahu jika Abyasa sedang dalam perasaan buruk, Jemima yang kesusahan untuk mensejajarkan langkah dengan si tiran yang melangkah terlalu lebar, lalu menjawab ejekan Abyasa padanya dengan nada melucu. "Memangnya saya pernah kelihatan langsing di depan bapak?"
Abyasa melirik ke kiri, tepat di mana Jemima berusaha menyamai langkahnya. Wanita itu tersenyum untuk menutupi ringisan sakit. Lalu perlahan lirikannya turun dan melihat heels yang Jemima kenakan.
Dasar bodoh!
Maki pria itu dalam hati.
"Ngga juga!" jawabnya kemudian sebelum berhenti dan--terlalu cepat--mengambil jaket di lengan Jemima, membentangkan di belakang tubuh wanita itu yang langsung diam membeku.
Lidah terlalu kelu untuk mencipta protes, apalagi ketika tanpa ragu, Abyasa yang menatap Jemima terlalu dalam mengancingkan jas hingga setengah tubuh berbalut gaun wanita itu benar-benar tak terlihat lagi.
Jemima yang bisa rasakan napasnya mendadak memburu seiring dengan wajah yang memanas itu lalu menoleh ke samping untuk hindari sorot tajam Abyasa yang seolah ingin telanjangi dirinya.
Tapi ... Jemima sadar di koridor pendek ini ia masih ditatap oleh Abyasa yang jemarinya belum bergeser dari ujung jas yang menutupi hampir setengah paha termasuk sepasang tangannya.
Pria ini tampak enggan memutus tatapan dari wajah Jemima yang mencoba mencari cara untuk menghentikan suasana canggung ini namun karena mendadak otaknya ikut buntu, wanita itu akhirnya hanya bisa menatap kosong dinding di sampingnya sambil menggigit bibir bawah dengan kuat.
Kaki sudah gemetar seolah jelly lebih kuat dari dirinya yang ingin sekali roboh hanya karena tatapan Abyasa. Belum lagi debar yang menggila menciptakan sesak di balik dada.
Tidak.
Debaran yang ia rasakan kali ini terlalu salah.
Dia memiliki Darya.
Ingat Darya, Mima!
Ya ampun!
Apa yang salah dengan pikirannya saat ini?
Jemima akan gila!
"Kamu yang nyetir." Abyasa kembali bersuara sebelum berbalik dan melangkah lebar, tinggalkan Jemima yang langkahnya langsung surut ke belakang bersama napas lega.
Akhirnya Abyasa berhenti menatapnya.
Masih tersengal seolah tatapan Abyasa adalah binatang buas yang berusaha untuk menjeratnya, Jemima lalu membawa telapak tangan tuk menyentuh permukaan dada.
Di sana jantungnya masih berdebar dengan cara yang tak biasa.
Tbc....
Btw ya ges bagian awal ada yg aku ubah. Soal kerja kontrak. Jadi Mima aku buat udah tetap karena benar kata pembaca dia udah kerja hampir 10 tahun harusnya dah ga kontrak lagi. aku udah ubah lama tapi lupa bilang. Cuma yg di wattpad belum aku ubah 🤭
With love,
Greya
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
